cover
Contact Name
Iwan
Contact Email
lexpublicaappthi@gmail.com
Phone
+6285395403342
Journal Mail Official
lexpublicaappthi@gmail.com
Editorial Address
Jl. Pemuda No.70, Pandansari, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah 50133
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Lex Publica
ISSN : 23549181     EISSN : 25798855     DOI : https://doi.org/10.58829/lp
Core Subject : Social,
Lex Publica (e-issn 2579-8855; p-issn 2354-9181) is an international, double blind peer reviewed, open access journal, featuring scholarly work which examines critical developments in the substance and process of legal systems throughout the world. Lex Publica published biannually online every June and December by Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) and managed by Institute of Social Sciences and Cultural Studies (ISOCU), aims at critically investigating and pursuing academic insights of legal systems, theory, and institutions around the world. Lex Publica encourages legal scholars, analysts, policymakers, legal experts and practitioners to publish their empirical, doctrinal and/or theoretical research in as much detail as possible. Lex Publica publishes research papers, review article, literature reviews, case note, book review, symposia and short communications on a broad range of topical subjects such as civil law, common law, criminal law, international law, environmental law, business law, constitutional law, and numerous human rights-related topics. The journal encourages authors to submit articles that are ranging from 6000-8000 words in length including text, footnotes, and other accompanying material.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 166 Documents
Operasi Tangkap Tangan (OTT) in Corruption Crimes Based on Sociological Perspective of Law Enforcement Hafidz, Jawade
Lex Publica Vol. 7 No. 1 (2020)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.657 KB)

Abstract

In order to realize a just, prosperous and prosperous society based on Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, the eradication of corruption that happened until now can not be implemented optimally. Therefore, the eradication of acts of criminal corruption needs to be improved professionally, intensively, and sustainably because corruption has been detrimental to the state’s finances and the economy and hampered national development. By 2017, it will be the most productive for the Corruption Eradication Commission (Komisi Pemberasntas Korupsi/KPK) in terms of Operasi Tangkap Tangan (OTT). Until October 2017, the total KPK conducted OTT in 17 cases with 63 suspects. That number is higher than the previous year, i.e. in 2016 ago. Throughout 2016, the KPK has conducted OTT as well, with a total of 17 cases, but with a total of fewer suspects, i.e. 58 suspects. Corruption in the Perspective of Normative and Sociological Law Enforcement is a study that can meet the demands of modern science to perform or make descriptions, explanations, disclosures, and predictions. It can meet modern science’s demands to perform or make descriptions, explanations, disclosures, and predictions. Legal education, a sociological model consisting of social structure, behavior, variable, observer, scientific, and explanation, will make legal science responsive to the development and change in society. Abstrak Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemberantasan korupsi yang terjadi hingga saat ini belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan secara profesional, intensif, dan berkelanjutan karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional. Pada tahun 2017, ini akan menjadi yang paling produktif bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam hal Operasi Tangkap Tangan (OTT). Hingga Oktober 2017, KPK telah melakukan OTT sebanyak 17 kasus dengan total 63 tersangka. Angka itu lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yakni pada 2016 silam. Sepanjang 2016, KPK juga telah melakukan OTT dengan total 17 kasus, namun dengan jumlah tersangka lebih sedikit, yakni 58 tersangka. Korupsi dalam Perspektif Penegakan Hukum Normatif dan Sosiologis, merupakan kajian yang dapat memenuhi tuntutan ilmu pengetahuan modern untuk melakukan atau membuat deskripsi, penjelasan, pengungkapan, dan prediksi. Ia dapat memenuhi tuntutan ilmu pengetahuan modern untuk melakukan atau membuat deskripsi, penjelasan, pengungkapan, dan prediksi. Pendidikan hukum yang merupakan model sosiologis yang terdiri dari struktur sosial, perilaku, variabel, pengamat, ilmiah, dan penjelasan akan menjadikan ilmu hukum responsif terhadap perkembangan dan perubahan masyarakat. Kata kunci: Operasi Tangkap Tangan (OTT), Korupsi, Tindak Pidana, Hukum Sosiologis, Penegakan Hukum
National Spatial Planning in Regional Development Lisdiyono, Edy
Lex Publica Vol. 7 No. 1 (2020)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Planning is a tool to increase the added value of available resources in an area or region to increase the community's welfare as much as possible within a certain period. Regional spatial planning is concerned with the efficient and effective use of natural resources and the allocation of space for activities by the carrying capacity of the natural environment and the capacity of the built environment, taking into account human resources and community aspirations. This study uses a research method that refers to legal theories to develop study-oriented arguments for spatial planning in border areas. Based on the issues raised in this study is doctrinal (normative) research, using a normative legal research approach through a statutory approach (statute approach). Considering the existing government organizational structure, controlling the use of space is not sufficient only to be handled by elements of the regional government but must include the judiciary (prosecutors & judiciary), legislature, and police, according to the substance of the problem. Spatial planning must adopt a participatory approach through community participation in every stage. Spatial planning, on the other hand, can not only be seen from the side of the product of the regional spatial plan but must also be seen from the operationalization of the policy into space utilization and spatial use control. Abstrak Perencanaan merupakan suatu alat untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya yang tersedia dalam suatu wilayah atau daerah dalam rangka mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang sebesar-besarnya dalam kurun waktu tertentu. Perencanaan tata ruang wilayah berkaitan dengan upaya pemanfaatan sumber daya alam secara efisien dan efektif, serta alokasi ruang untuk kegiatan yang sesuai dengan daya dukung lingkungan alam dan daya tampung lingkungan binaan, dengan memperhatikan sumber daya manusia serta aspirasi masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang mengacu pada teori-teori hukum dengan tujuan untuk mengembangkan argumen kajian yang berorientasi pada pengaturan terhadap rencana tata ruang di daerah perbatasan. Berdasarkan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah penelitian doktrinal (normatif), menggunakan metode pendekatan penelitian hukum normatif melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach). Memperhatikan struktur organisasi pemerintahan yang ada, pengendalian pemanfaatan ruang tidak cukup hanya ditangani oleh unsur pemerintah daerah saja, tetapi harus mencakup lembaga yudikatif (kejaksaan & kehakiman), legislatif serta kepolisian, disesuaikan dengan substansi permasalahannya. Penataan ruang harus sudah mengadopsi pendekatan partisipatif, melalui peran serta masyarakat dalam setiap tahapannya. Penataan ruang dilain pihak, tidak hanya dapat dilihat dari sisi produk rencana tata ruang wilayahnya saja, tetapi juga harus dapat dilihat dari operasionalisasi kebijakan tersebut ke dalam pemanfaatan ruang maupun pengendalian pemanfaatan ruang. Kata kunci: Perencanaan, Tata Ruang, Kebijakan, Pembangunan, Daerah
The Path of Pancasila Ideology: Legislation and Philosophical Approach in Policy Arrangement for National Ideology Efendi, Bahtiyar; Cahyono, Ma’ruf
Lex Publica Vol. 7 No. 2 (2020)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (199.851 KB) | DOI: 10.58829/lp.7.2.2020.44-55

Abstract

The success of the state in realizing its goals is not only because the state has an ideology but is also determined by the good values ​​that exist in the quality of humans or individuals in a nation. It means that to make it happen, a good and equal understanding of the values ​​contained in the ideology requires concrete policies, which are actualized in the attitude of social life. In other words, ideology must become a real character of a nation. The implementation of the Pancasila Ideology Development has not been carried out optimally because the regulatory framework that regulates the Pancasila Ideology development is still scattered in various regulations. This issue is important to be studied more deeply considering the direction of the regulation of Pancasila Ideology development has a very important meaning, especially related to policies in the regulation field, which will greatly influence the success of Pancasila ideology development to strengthen national resilience. This study uses qualitative methods through document analysis. The data was analyzed related to documents related to the development of the Pancasila ideology. The draft implementing regulations that are needed to describe the level of implementation of the basic Pancasila ideology development is the need for implementing regulations that regulate procedures for the implementation of pancasila ideology development and roadmap for pancasila ideology development and procedures for monitoring and evaluation of the implementation of pancasila ideology development. With the principles of fostering the Pancasila ideology outlined in a law-level regulation, it is hoped that this regulation can become a policy direction with a stronger legal basis in the context of fostering the Pancasila ideology, which is national and binding on all state administrators and elements of society. Abstrak Keberhasilan negara dalam mewujudkan tujuannya bukan hanya karena negara memiliki ideologi, tetapi juga ditentukan oleh nilai-nilai baik yang ada pada kualitas manusia atau individu dalam suatu bangsa. Artinya untuk mewujudkannya, pemahaman yang baik dan setara terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi memerlukan kebijakan-kebijakan yang konkrit, yang diaktualisasikan dalam sikap kehidupan bermasyarakat, dengan kata lain ideologi harus menjadi karakter nyata suatu bangsa. Pelaksanaan Pembinaan Ideologi Pancasila belum terlaksana secara maksimal karena kerangka regulasi yang mengatur tentang Pembinaan Ideologi Pancasila masih tersebar di berbagai regulasi. Masalah ini penting untuk dikaji lebih dalam mengingat arah pengaturan pengembangan Ideologi Pancasila memiliki arti yang sangat penting, terutama terkait kebijakan di bidang regulasi yang akan sangat mempengaruhi keberhasilan pengembangan ideologi Pancasila dalam rangka memperkuat ketahanan nasional. Dalam penelitian ini, menggunakan metode kualitatif, melalui analisis dokumen. Dalam menggunakan metode kualitatif, data penelitian akan dianalisis terkait dengan dokumen-dokumen yang terkait dengan perkembangan ideologi Pancasila. Rancangan peraturan pelaksanaan yang diperlukan untuk menggambarkan tingkat pelaksanaan pembangunan ideologi Pancasila yang bersifat mendasar adalah perlunya peraturan pelaksanaan yang mengatur. tata cara pelaksanaan pengembangan ideologi pancasila dan roadmap pengembangan ideologi Pancasila dan tata cara monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengembangan ideologi Pancasila. Dengan prinsip-prinsip pembinaan ideologi Pancasila yang dituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan, diharapkan peraturan ini dapat menjadi arah kebijakan yang memiliki landasan hukum yang lebih kuat dalam rangka pembinaan ideologi Pancasila yang bersifat nasional dan mengikat seluruh negara. pengurus dan unsur masyarakat. Kata kunci: Pancasila, Legislasi, Pembangunan Ideologi Nasional, Indonesia
Judicial Authority and the Role of the Religious Courts in the Settlement of Sharia Economic Disputes Suadi, Amran
Lex Publica Vol. 7 No. 2 (2020)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (203.887 KB) | DOI: 10.58829/lp.7.2.2020.1-14

Abstract

Regulations on the procedures for resolving sharia economic disputes are undeniable. The rapid development of sharia economics requires adequate and holistic regulations. The importance of regulations regarding procedures for resolving sharia economic disputes can also be understood from the notion of sharia economics or what is also known as Islamic economics. Islamic law regulates all human life as a whole. In principle, the settlement of sharia economic disputes is known by two methods. First, litigation settlement is the resolution of legal disputes or conflicts through the courts. Second, non-litigation settlement, which is the settlement of legal problems outside the judicial process. In providing justice for litigants, Religious Court judges are not only required to understand the sharia aspect but also have to understand the politics of economic law because sharia economics is part of national legal politics in general. Sharia economic law deals with two important aspects. The first is business, and the second is sharia law. The judges of the Religious Courts need to understand the political economy in the business world. All contracts will be tested with the conventional fiqh muamalah concept, even though some contracts practiced in Islamic banking currently have several products that are modifications of conventional fiqh concepts mixed with business concepts in the modern world through the epistemological approach of al-maslahah al-mursalah. In order to carry out its role in sharia economic dispute resolution, in line with community demands, the Religious Courts of the Supreme Court of the Republic of Indonesia has increased the human resource preparation program in the sharia economic law. Various efforts continue to be made, from technical guidance activities for religious court judges, certified sharia economic education and training to legal discussions with the theme of sharia economic law. Abstrak Pengaturan mengenai tata cara penyelesaian sengketa ekonomi syariah tidak dapat dipungkiri, perkembangan ekonomi syariah yang pesat dan pesat memerlukan pengaturan yang memadai dan holistik. Pentingnya pengaturan mengenai tata cara penyelesaian sengketa ekonomi syariah juga dapat dipahami dari pengertian ekonomi syariah atau yang juga dikenal dengan ekonomi syariah. Hukum Islam mengatur seluruh kehidupan manusia secara keseluruhan. Pada prinsipnya penyelesaian sengketa ekonomi syariah dikenal dengan dua cara. Pertama, penyelesaian litigasi, yaitu penyelesaian sengketa atau konflik hukum melalui pengadilan. Kedua, penyelesaian non-litigasi, yaitu penyelesaian masalah hukum di luar proses peradilan. Dalam memberikan keadilan bagi para penggugat, hakim Pengadilan Agama tidak hanya dituntut untuk memahami aspek syariah, tetapi juga harus memahami politik hukum ekonomi karena ekonomi syariah merupakan bagian dari politik hukum nasional pada umumnya. Hukum ekonomi syariah berkaitan dengan dua aspek penting. Pertama, aspek bisnis, kedua adalah aspek hukum syariah. Hakim Pengadilan Agama perlu memahami ekonomi politik dalam dunia bisnis. Semua akad akan diuji dengan konsep fiqh muamalah konvensional, meskipun beberapa akad yang dipraktikkan di perbankan syariah saat ini memiliki beberapa produk yang merupakan beberapa modifikasi konsep fiqh konvensional yang dipadukan dengan konsep bisnis di dunia modern melalui pendekatan epistemologi al-maslahah almursalah. Dalam rangka menjalankan perannya di bidang penyelesaian sengketa ekonomi syariah, sejalan dengan tuntutan masyarakat, Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia telah meningkatkan program penyiapan sumber daya manusia di bidang hukum ekonomi syariah. Berbagai upaya terus dilakukan, baik melalui kegiatan bimbingan teknis bagi hakim pengadilan agama, pendidikan dan pelatihan ekonomi syariah bersertifikat, hingga diskusi hukum dengan tema hukum ekonomi syariah. Kata kunci: Pengadilan Agama, Ekonomi Syariah, Sengketa Hukum, Otoritas Pengadilan
Conceptualization of Future Cryptocurrency Laws in Indonesia and Ukraine Prayogo, Galang; Chornous, Yuliia
Lex Publica Vol. 7 No. 2 (2020)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (222.419 KB) | DOI: 10.58829/lp.7.2.2020.56-68

Abstract

The presence of cryptocurrencies is basically an alternative model for providing decentralized money and payment. They provide a payment system model that no longer has to rely on third parties such as banks or governments to ensure that the payer can deliver the agreed-upon funds. In contrast, cryptocurrency systems inspire trust in decentralized, uninterrupted computer programs, which theoretically cannot deceive their users. The focus of the study in this research is related to the regulation of cryptocurrencies, especially Bitcoin, in Indonesia and Ukraine. Using Bitcoin in Indonesia and Ukraine to pay for goods or services is illegal. In this study, the method used is a normative legal research method. This method analyzes how the legal system reacts to a new problem that has not been regulated by legislation or systemic and comprehensive precedents, in this case, cryptocurrency. The normative legal research method is based on the post-positivism paradigm. Research results, in general, find that cryptocurrency is the antithesis of capital money. First, cryptocurrencies are neutralized by third parties being removed from the global system of economic actors. Second, as a medium of exchange, cryptocurrencies oppose fiat money. Despite the lack of material situation (use-value), the issuance of cryptocurrencies is not controlled by fractional reserve lending, thereby ultimately reducing the fundamental requirements of negative excess of capitalism to continue to grow. Abstrak Kehadiran mata uang kripto pada dasarnya merupakan model alternatif untuk menyediakan uang dan pembayaran yang terdesentralisasi. Mereka menyediakan model sistem pembayaran yang tidak lagi bergantung pada pihak ketiga seperti bank atau pemerintah untuk memastikan bahwa pembayar dapat mengirimkan dana yang telah disepakati. Sebaliknya, sistem mata uang kripto menginspirasi kepercayaan pada program komputer terdesentralisasi dan tidak terputus, yang secara teoritis tidak dapat menipu penggunanya. Fokus kajian dalam penelitian ini terkait dengan regulasi mata uang kripto y khususnya Bitcoin di Indonesia dan Ukraina. Saat ini, penggunaan Bitcoin di Indonesia dan Ukraina untuk membayar barang atau jasa dianggap ilegal. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, metode ini digunakan untuk menganalisis bagaimana sistem hukum bereaksi terhadap suatu masalah baru yang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan atau preseden yang sistemik dan komprehensif, dalam hal ini mata uang kripto. Metode penelitian hukum normatif didasarkan pada paradigma post-positivisme. Hasil riset secara umum menemukan bahwa mata uang kripto adalah antitesis dari kapital uang. Pertama, bahwa cryptocurrency dinetralkan oleh pihak ketiga yang dikeluarkan dari sistem global pelaku ekonomi. Kedua, sebagai alat tukar, mata uang kripto menentang uang fiat. Terlepas dari kurangnya situasi material (nilai guna), penerbitan mata uang kripto tidak dikendalikan oleh peminjaman cadangan fraksional, sehingga pada akhirnya mengurangi persyaratan mendasar kapitalisme untuk terus tumbuh. Kata kunci: Hukum Mata Uang Kripto, Bitcoin, Kebijakan, Ideologi, Indonesia, Ukraina
Constitutional Law During the Covid-19 Pandemic in a Juridical Perspective: Challenges and Strategies Abdulqader, Wadhah Ghassan; Assalmani, M. N. B. Asyhar
Lex Publica Vol. 8 No. 1 (2021)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.961 KB) | DOI: 10.58829/lp.8.1.2021.51-61

Abstract

The phenomenon of the significant development of Covid-19 is increasingly causing unrest in the community because of its impact on the community's economy. Seeing the circumstances and situations caused by the Covid-19 pandemic, in fact, the implementation of emergency law by issuing an emergency law is carried out by incorporating substances regarding the handling of the Covid-19 pandemic in a comprehensive manner. Various safeguards are carried out in each country with different policy implementations. Then addressing the problems caused, especially in the economic aspect and information related to the Covid-19 pandemic, is necessary to do this firmly. This research uses a normative juridical type of research. Normative juridical writing is library research through secondary materials. This study uses a statutory approach, a conceptual approach, and a comparative approach. Source of data as research reference using literature study. The results of the study conclude that it is necessary to adjust various regulations or laws that regulate emergencies with efficient constitutional law doctrine. In addition to the application of emergency constitutional law, legal aspects must be enforced. In this case, aspects of law formation, law application, and law enforcement in a pandemic situation can run optimally, and all elements, including the community, take part in helping to break the chain of the spread of the Covid-19 pandemic by looking at aspects health, economy, and social welfare. Abstrak Fenomena perkembangan signifikan Covid-19 ini tentunya semakin menimbulkan keresahan di masyarakat karena berdampak pada perekonomian masyarakat. Melihat keadaan dan situasi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19, sebenarnya penerapan undang-undang darurat dengan mengeluarkan undang-undang darurat dilakukan dengan memasukkan substansi-substansi mengenai penanganan pandemi Covid-19 secara komprehensif. Berbagai safeguards dilakukan di setiap negara dengan implementasi kebijakan yang berbeda. Kemudian menyikapi permasalahan yang ditimbulkan, khususnya dalam aspek ekonomi dan informasi terkait pandemi Covid-19, perlu dilakukan secara tegas. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif. Penulisan yuridis normatif merupakan penelitian kepustakaan melalui bahan sekunder. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan komparatif. Sumber data sebagai referensi penelitian menggunakan studi literatur. Hasil kajian menyimpulkan bahwa perlu penyesuaian berbagai peraturan atau undang-undang yang mengatur keadaan darurat dengan doktrin hukum tata negara yang efisien. Selain penerapan undang-undang darurat, aspek hukum harus ditegakkan dalam hal ini aspek pembentukan undang-undang, penerapan undang-undang dan penegakan hukum dalam situasi pandemi dapat berjalan secara optimal dan semua elemen termasuk masyarakat turut serta membantu memutus mata rantai penyebaran pandemi Covid-19 dengan melihat aspek kesehatan, ekonomi dan kesejahteraan sosial. Kata kunci: Hukum Tata Negara, Perspektif Yuridis, Pandemi Covid-19
Juridical and Sociological Foundations of Institutionalizing Sharia Economics in Indonesia Suadi, Amran
Lex Publica Vol. 8 No. 2 (2021)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.28 KB) | DOI: 10.58829/lp.8.2.2021.29-46

Abstract

Throughout the history of Islamic economics, economic freedom has been guaranteed by various traditions of society and by its legal system. In Indonesia, the concept of Islamic economics was born in the 1980s but was introduced to the public in 1991 when Bank Muamalat Indonesia was established, which was then followed by other financial institutions. Discussions on the future prospects of the Islamic economy in Indonesia should ideally begin by placing the legal basis as formal legality. Starting from Law No. 7 of 1992 concerning Banking, Government Regulation No. 72 of 1992 concerning Banks Based on Profit Sharing Principles, Law No. 10 of 1998 concerning Amendments to Law No. 7 of 1992 concerning Banking, then strengthened through Law No. 23 of 1999 concerning Bank Indonesia (BI), until the promulgation of Law No. 21 of 2008 concerning Sharia Banking, it seems very clear that the sharia economic system, especially in the banking system in Indonesia, already has legal legitimacy and legal certainty in a formal juridical manner. The sociological foundation of sharia economics in Indonesia can be seen from the community’s support and the development of sharia economics in Indonesia. The main reason that causes Islamic bank customers to become conventional bank customers still is rational reasons in the ease of financial transactions. They hope that the network of Islamic banks can be expanded and that Islamic banks can improve services and products that can accommodate their needs in financial transactions. Paying attention to this, in fact, the prospects for the Islamic economy are very promising in the future. From the description above, it can be understood that the future prospects of the Islamic economy in Indonesia are very bright and promising, both in the context of the juridical basis and in the context of its philosophical foundation. Abstrak Sepanjang sejarah ekonomi Islam, kebebasan ekonomi telah dijamin oleh berbagai tradisi masyarakat dan sistem hukumnya. Di Indonesia, konsep ekonomi Islam lahir pada tahun 1980-an namun diperkenalkan ke masyarakat pada tahun 1991 ketika Bank Muamalat Indonesia didirikan yang kemudian diikuti oleh lembaga keuangan lainnya. Pembahasan prospek ekonomi syariah di Indonesia ke depan idealnya dimulai dengan menempatkan landasan hukum sebagai legalitas formal. Berawal dari Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kemudian diperkuat melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang BI , sampai dengan diundangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, nampak sangat jelas bahwa sistem ekonomi syariah khususnya pada sistem perbankan di Indonesia sudah memiliki legitimasi hukum dan kepastian hukum secara yuridis formal. Landasan sosiologis ekonomi syariah di Indonesia dapat dilihat dari dukungan masyarakat dan perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Alasan utama yang menyebabkan nasabah bank syariah masih menjadi nasabah bank konvensional adalah karena alasan rasional dalam kemudahan transaksi keuangan. Mereka sangat berharap agar jaringan bank syariah dapat diperluas dan bank syariah dapat meningkatkan layanan dan produk yang dapat mengakomodir kebutuhan mereka dalam bertransaksi keuangan. Mencermati hal tersebut, sebenarnya prospek ekonomi syariah sangat menjanjikan di masa depan. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa prospek ekonomi syariah di Indonesia ke depan sangat cerah dan menjanjikan, baik dalam konteks landasan yuridis maupun konteks landasan filosofisnya. Kata kunci: Pendaftaran Hipotek, Mekanisme, Perlindungan Hukum, Sharia Economics
The Role of Land Titles Registrar in the Imposition of Taxes on Acquisition of Rights on Inherited Land and Buildings According to Islamic Law Setiyowati Setiyowati; Edy Lisdiyono; Noor Wachida
Lex Publica Vol. 6 No. 2 (2019)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.531 KB) | DOI: 10.58829/lp.6.2.2019.43-49

Abstract

Tax on Acquisition of Land and Building Rights (Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan/BPHTB) is a tax that is imposed or must be paid by the taxpayer in connection with the transfer of Land and Building Rights. In Islam, the existence of heirs and heirs is regulated in the Qur’an contained in Sura al-Nisa. Inherited assets in the form of land and buildings, which are the right of heirs, can be owned by one of the heirs by buying or paying the other heirs. It is stated in the Deed of Sharing of Joint Rights (Akta Pembagian Hak Bersama/APHB) made by the Land Deed Making Official (Pejabat Pembuat Akta Tanah/PPAT). The results showed: 1) According to Islamic law, the calculation of the amount of BPHTB tax is not the same as the amount of tax calculated based on Law No. 20 of 2000 concerning Customs for Acquisition of Rights on Land and Buildings; this is related to the determination of the amount of inheritance received, where the amount depends on the number of inheritance rights holders and their gender and nasab and religious relationships. 2) The process of determining the number of taxpayers in the Customs Tax on Land and Building Rights, which is associated with tax validation, often creates uncertainty, both the transaction value can change, and the calculation and the amount of tax that must be paid by the taxpayer this is because the Regional Revenue Agency (Badan Pendapatan Daerah/BAPENDA) local does not have a fixed reference. PPAT’s role is to help calculate the amount of the BPHTB tax and pay it to the tax office. Abstrak Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atau harus dibayar oleh Wajib Pajak sehubungan dengan peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan. Dalam Islam, keberadaan ahli waris dan ahli waris diatur dalam Alquran yang tertuang dalam Surah al-Nisa. Harta warisan berupa tanah dan bangunan yang menjadi hak ahli waris dapat dimiliki oleh salah satu ahli waris dengan cara membeli atau membayar kepada ahli waris lainnya, hal ini dituangkan dalam Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pembahasan: 1) Menurut hukum Islam perhitungan besarnya pajak BPHTB tidak sama dengan besarnya pajak yang dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Kepabeanan Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, hal ini terkait dengan penentuan besarnya harta warisan yang diterima, dimana besarnya tergantung dari banyaknya pemegang hak waris dan jenis kelamin serta hubungan nasab dan agamanya. 2) Proses penetapan jumlah wajib pajak dalam Bea Cukai Hak atas Tanah dan Bangunan yang dikaitkan dengan pengesahan pajak seringkali menimbulkan ketidakpastian, baik nilai transaksi dapat berubah, penghitungan maupun besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak hal ini karena Badan Pendapatan Daerah (BAPENDA) setempat tidak memiliki acuan tetap. Peran PPAT adalah membantu menghitung besaran pajak BPHTB dan menyetorkannya ke kantor pajak. Kata kunci: Pejabat Pembuat Akta Tanah, Warisan, Hukum Islam, Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Land Procurement for Public Interest and Spatial Planning: Legal and Juridical Implications Edy Lisdiyono
Lex Publica Vol. 4 No. 2 (2017)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (208.143 KB) | DOI: 10.58829/lp.4.2.2017.768-774

Abstract

Population growth, industrial development, and national infrastructure made the government legislate Law No. 2 of 2012 concerning Land Acquisition for Development in the Public Interest. Apart from functioning as a catalyst for national development, this law also functions to manage spatial planning. This law is also related to land conversion and spatial planning, namely Law No. 26 of 2007 concerning Spatial Planning. Transfer of functions and spatial planning activities need to be synchronized in law to balance the need for land and to control the transfer of functions properly and in accordance with the spatial plan. Consequently, if there is a violation of the spatial plan that is not in accordance with its designation, both the permit giver and the user of the space, criminal sanctions must be applied to minimize the occurrence of land conversion. The Spatial Planning Law is ideal for realizing a safe, comfortable, productive, and sustainable national space based on the archipelago concept and national resilience. It is hoped that the dream of spatial planning can be achieved through the realization of harmony between the natural environment and the built environment, integration of the use of natural resources and artificial resources with due regard to human resources, and protection of spatial planning functions and prevention of negative impacts on the environment due to space utilization. Abstrak Pertambahan penduduk, perkembangan industri dan infrastruktur nasional membuat pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Selain berfungsi sebagai katalisator pembangunan nasional, undang-undang ini juga berfungsi untuk mengatur tata ruang. Undang-undang ini juga terkait dengan alih fungsi lahan dan tata ruang, yakni Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. alih fungsi dan kegiatan penataan ruang perlu disinkronkan dalam undang-undang untuk menyeimbangkan kebutuhan tanah dan mengendalikan alih fungsi secara baik dan sesuai dengan rencana tata ruang. Konsekuensinya, jika terjadi pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang tidak sesuai dengan peruntukannya, baik pemberi izin maupun pengguna ruang harus dikenakan sanksi pidana dengan tujuan untuk meminimalisir terjadinya alih fungsi lahan. UU Penataan Ruang sangat ideal untuk mewujudkan ruang nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan konsep nusantara dan ketahanan nasional. Harapan penataan ruang yang dicita-citakan dapat tercapai melalui terwujudnya keselarasan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan, keterpaduan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, dan perlindungan fungsi tata ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Kata Kunci: Kepentingan Umum, Pengadaan Tanah, Penataan Ruang, UU No. 26 Tahun 2007
Kajian Yuridis tentang Sewa Menyewa Aset Yayasan Rumah Sakit kepada Rumah Sakit yang Berbentuk Perseroan Terbatas: Studi Kasus pada PT. Senuk Jaya Husada Edy Lisdiyono; Setiyowati Setiyowati; Elita Intan Wijayanti
Lex Publica Vol. 5 No. 1 (2018)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (244.964 KB) | DOI: 10.58829/lp.5.1.2018.32-43

Abstract

Undang-undang No. 28 Tahun 2004 perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, dalam Pasal 5 ayat (1) menjelaskan bahwa kekayaan Yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung. Faktanya, terdapat Rumah Sakit dari suatu Yayasan yang karena terdesak oleh kebutuhan peningkatan manajemen Rumah Sakit, Yayasan tersebut yang mengelola unit usaha Rumah Sakit membentuk PT untuk mengelola unit usaha Rumah Sakit. Dalam penelitian ini dibahas tentang peran Notaris dalam proses peralihan aset Yayasan Rumah Sakit kepada Rumah Sakit yang berbentuk Perseroan Terbatas dan bagiamana mekanisme proses peralihan aset Yayasan Rumah Sakit kepada Rumah Sakit yang berbentuk Perseroan Terbatas serta bagaimana tanggung jawab hukum organ yayasan dalam upaya peralihan aset Yayasan Rumah Sakit kepada Rumah Sakit yang berbentuk Perseroan Terbatas. Penelitian ini adalah penelitian Yuridis normatif dengan pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian. Hasil analisis disajikan secara Kualitatif. Data di lapangan diambil melalui wawancara dengan Pihak Yayasan dan Notaris yang membuat akta sewa menyewa tersebut. Hasil Penelitian ini adalah peran Notaris dalam peralihan aset tersebut adalah Notaris berperan sebagai pembuat perjanjian sewa menyewa atas tanah milik PT Husada kepada Rumah Sakit Khoirunissa. Mekanisme proses peralihan aset Yayasan Rumah Sakit kepada Rumah Sakit yang berbentuk PT adalah melalui perjanjian sewa menyewa. PT Husada menyewakan assetnya berupa tanah dan disewa oleh Yayasan Khoirunisa yang diatasnya didirikan sebuah Rumah Sakit Yayasan bernama RSIA Umi Barokah. Abstract UU No. 28 of 2004 concerning Amendments to Law No. 16 of 2001 concerning Foundations, Article 5 paragraph (1) explains that the Foundations' assets are prohibited from being transferred or distributed directly or indirectly. There is a hospital from a foundation that, because of the need to improve hospital management, the foundation which manages the hospital business unit formed a PT to manage the hospital business unit. The formulation of the problem in this research is: 1) What is the role of the Notary in the process of transferring the assets of the hospital foundation to the hospital in the form of PT; 2) What is the mechanism for the transfer of assets from the Hospital Foundation to a Hospital in the form of a PT; 3) What is the legal responsibility of the foundation organs in the effort to transfer the assets of the Hospital Foundation to the hospital in the form of PT. This research is normative juridical research based on the main legal material by examining theories, concepts, legal principles, and legislation related to research. The results of the analysis are presented qualitatively. Data in the field was taken through interviews with the Foundation and the Notary who made the lease deed. The result of this research is that the role of the Notary in the transfer of assets is that the Notary acts as the maker of the lease agreement on the land owned by PT Husada to the Khoirunissa Hospital. The mechanism for the process of transferring the assets of the Hospital Foundation to the hospital in the form of a PT is through a lease agreement. PT Husada leases its assets in the form of land and is rented by the Khoirunisa Foundation, on which a Foundation Hospital was established named RSIA Umi Barokah. Each organ of the foundation carries out its authorities and obligations in good faith and honesty. Keywords: Asset Transfer, Foundation, Limited Liability Company, Notary

Page 9 of 17 | Total Record : 166