cover
Contact Name
Ahmad Mustaniruddin
Contact Email
ahmad_mustanirruddin@uinjambi.ac.id
Phone
+6285369694000
Journal Mail Official
tajdid@uinjambi.ac.id
Editorial Address
Jl. Jambi-Ma.Bulian Km. 16 Muara Jambi Jambi 36361
Location
Kota jambi,
Jambi
INDONESIA
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin
ISSN : 25023063     EISSN : 25415018     DOI : -
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin is an academic journal focusing on the sciences of the ushuluddin (principles of religion), published twice a year (June and December) by the Faculty of Ushuluddin and religious studies, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. It is a shared space to disseminate and publish the scholarly papers of those whose concern is the sciences of ushuluddin, such as, Islamic Philosophy, Tasawuf, Qur’anic and Hadith Studies, Comparative Religion, Islamic Thoughts and Political Islam.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 182 Documents
ILMU PENGETAHUAN DAN PEMBAGIANNYA MENURUT IBN KHALDUN Rahmat Effendi
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 18 No. 2 (2019): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (529.955 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v18i2.99

Abstract

Although he also discussed science with various branches and scope, so that he was known as an expert in the discourse of science in Islam, Ibn Khaldun was still often positioned as a sociologist rather than a philosopher. Ibn Khaldun's position as a philosopher will be tested in this article. This article further examines Ibn Khaldun's thinking about science by putting forward his views, divisions, and scope. On several occasions, Ibn Khaldun classifies knowledge in broad terms on the science of naqliyyat and ‘aqliyyat. This classification is contained in the magnum opus, namely Muqaddimah. The discourse proposed by Ibn Khaldun in this division of knowledge received criticism from Ibn Khaldun, as well as his defense. What Ibn Khaldun has done has shown that knowledge in the world needs to be known and mastered by Muslims. That way can deliver Muslims to be people who are in control of this world. Meskipun turut membahas ilmu pengetahuan dengan beragam cabang dan cakupannya, sehingga dikenal sebagai ahli dalam wacana ilmu pengetahuan dalam Islam, Ibn Khaldun masih sering diposisikan sebagai sosiolog dibandingkan filosof. Posisi Ibn Khaldun sebagai filosof akan diuji dalam artikel ini. Artikel ini menguji lebih jauh pemikiran Ibn Khaldun mengenai ilmu pengetahuan dengan mengedepankan pandangan, pembagian, dan ruang lingkupnya. Dalam beberapa kesempatan Ibn Khaldun mengklasifikasikan ilmu secara garis besar pada ilmu naqliyyat dan ilmu ‘aqliyyat. Klasifikasi ini jelas tertuang dalam magnum opus yaitu Muqaddimah. Diskursus yang diajukan Ibn Khaldun dalam pembagian ilmu ini mendapatkan kritikan oleh Ibn Khaldun, disamping pula pembelaan. Apa yang dilakukan Ibn Khaldun telah menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan yang ada di dunia perlu diketahui dan dikuasai umat Islam. Dengan begitu dapat mengantarkan umat Islam menjadi umat yang memegang kendali atas dunia ini.
TRADISI PEMBACAAN ASMA’ AL-HUSNA DI MASJID I’TIKAF, PEDURUNGAN KIDUL, SEMARANG (STUDI LIVING HADIS) Muhammad Mundzir
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 18 No. 2 (2019): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (684.567 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v18i2.100

Abstract

This article discusses a phenomenon that has become a religious tradition in Pedurungan Kidul II, Semarang. The mosque, which was originally a place of worship, has become a place of religious ritual over time. People unconsciously have carried out a habit based on al-Qur’an and hadith, specifically reciting Asma’ al-Husna. The discourse of Asma’ al-Husna has been discussed by hadith scholars who state that the hadith about people who keep Asma’ al-Husna going to heaven indirectly has its own reception when it enters the social realm. The reception turned out to have a different meaning when it was carried out by the congregation of the mosque of I’tikaf Baitul Muhajirin. The recitation of Asma’ al-Husna in the mosque originated from a takmir’s desire to introduce and broadcast the reading of Asma’ al-Husna, as time went on the assembly became wasilah to pray, establish friendship, and the names contained in Asma’ al-Husna is a provision for life for the community. This article uses a phenomenological approach and functional theory as a tool to find the meaning contained in these assemblies. Artikel ini mendiskusikan tentang sebuah fenomena yang menjadi tradisi keagamaan di Pedurungan Kidul II, Semarang. Masjid yang mulanya menjadi tempat ibadah, seiring berjalannya waktu menjadi tempat ritual keagamaan. Masyarakat secara tidak sadar telah melakukan sebuah kebiasaan berbasis Al-Qur’an dan hadis, yaitu pembacaan Asma’ al-Husna. Diskursus Asma’ al-Husna telah dibahas oleh para pensyarah hadis yang menyebutkan bahwa hadis tentang orang yang menjaga Asma’ al-Husna akan masuk surga secara tidak langsung memiliki resepsi tersendiri ketika telah masuk di ranah sosial. Resepsi tersebut ternyata memiliki makna yang berbeda ketika dilakukan oleh Jemaah Masjid I’tikaf Baitul Muhajirin. Pembacaan Asma’ al-Husna di masjid tersebut berawal dari keinginan seorang takmir untuk mengenalkan dan mensyiarkan bacaan Asma’ al-Husna, seiring berjalannya waktu majelis tersebut menjadi wasilah untuk berdoa, menjalin silaturrahim, dan nama-nama yang terdapat di dalam Asma’ al-Husna menjadi bekal hidup bagi masyarakat. Artikel ini menggunakan pendekatan fenomenologi, dan teori fungsional sebagai alat untuk menemukan makna yang terkandung di majelis tersebut.
FEMINITAS DAN DEKONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM ISLAM: STUDI KASUS PEMIKIRAN NASR HAMID ABU ZAYD Asep Saepullah
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 19 No. 1 (2020): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.247 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v19i1.113

Abstract

Ketika gender menjadi sebuah alat untuk menganalisis dan mendeteksi fenomena ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat, maka feminis dapat menggunakan teori gender untuk membantu menganalisis berbagai bentuk diskriminasi gender yang ada atau mungkin ada dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Nasr Hamid Abu Zayd salah satu tokoh ilmuan Muslim yang secara terang-terangan mengaku sebagai seorang feminis. Melalui gagasan-gagasannya, Nasr Hamid Abu Zayd berusaha membongkar hegemoni sektarian-rasialistik dengan melakukan dekonstruksi terhadap pemaknaan perempuan dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan model pembacaan kontekstual. Artikel ini bermaksud untuk memaparkan gagasan atau konsep dekonstruksi gender Nasr Hamid Abu Zayd, baru setelah itu mengidentifikasi aspek-aspek feminitas dan peran perempuan dalam Islam. Metode penilitian ini menggunakan pendekatan kualitatif jenis kajian pustaka atau library research, data diperoleh dari berbagai literatur buku, artikel, jurnal, majalah, dan hasil kajian terdahulu lainnya. Kajian ini menemukan bahwa studi kasus atas pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd tentang feminitas dan dekonstruksi perempuan dalam Islam telah memicu perdebatan di dalam konteks keagamaan, sosial, politik, dan historis. Oleh sebab itu, Nasr Hamid Abu Zayd berusaha untuk memaknai kembali ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan kedudukan perempuan dalam Islam. When gender becomes a tool to analyze and detect the phenomenon of injustice between men and women in society, feminists can use gender theory to help analyze the various forms of gender discrimination that exist or may exist in various aspects of people's lives. Nasr Hamid Abu Zayd is one of the leading Muslim scientists who openly claims to be a feminist. Through his ideas, Nasr Hamid Abu Zayd tried to dismantle the sectarian-racial hegemony by deconstructing the meaning of women in the verses of the Koran using model a contextual reading. This article intends to elaborate on Nasr Hamid Abu Zayd's ideas or concepts of gender deconstruction, only then to identify aspects of femininity and the role of women in Islam. This research method uses a qualitative approach to the type of literature review or library research, data is obtained from various literature books, articles, journals, magazines, and the results of other previous studies. This study finds that the case study on Nasr Hamid Abu Zayd's thoughts on the femininity and deconstruction of women in Islam has sparked debates in religious, social, political, and historical contexts. Therefore, Nasr Hamid Abu Zayd tried to re-interpret the verses of the Qur’an relating to the position of women in Islam.
DIMENSI FEMINISME DALAM PEMBAHARUAN ISLAM: MENILIK PEMIKIRAN MUHAMMAD IQBAL Raha Bis Bistara
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 19 No. 1 (2020): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (357.957 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v19i1.118

Abstract

Artikel ini ingin membahas bagaimana pemikiran Muhammad Iqbal dalam merekonstruksi ajaran Agama Islam yang selama ini dianggap kaku dan bersifat inklusif. Rekonstruksi yang dilakukan oleh Iqbal secara menyeluruh mulai dari pemahaman terhadap ayat-ayat al-Quran, hadis, hukum Islam dan feminisme. Bagi Iqbal kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sangat penting hal itu terkait bagaimana posisi perempuan dalam segala lini yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Perbedaan Muhammad Iqbal dengan pemikir muslim yang sama-sama mengkaji gerakan kesetaraan terletak pada esensi ajaran Islam yang direkonstruksi ulang serta tidak mempertentangkan dengan perkembangan zaman. Kita lihat misalnya Fatimah Mernissi dalam gerakan feminisme ia menekankan adanya penafsiran ulang terhadap ayat-ayat al-Quran dan Sunnah yang menempatkan perempuan di bawah laki-laki. Di sinilah letak perbedaan gagasan Iqbal dengan aktifis femenis yang lain. Bagi Iqbal ajaran yang selama ini diyakini sebagai ajaran yang universal dan kaffah ternyata masih terdapat unsur politik yang menyebabkan keterasingan perempuan dalam kancah bernegara. Menurut Iqbal selama akar-akar feminisme dalam Islam tidak dicuatkan, maka selama itu juga laki-laki tidak akan bisa membawa perubahan bagi dirinya sendiri, masyarakat, agama, bangsa dan negara. Dengan menggunakan metode library research penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi besar dalam wacana feminisme Islam yang selama ini dianggap masih tabu dibicarakan dalam tradisi kesarjanaan Islam. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pandangan baru mengenai pemikiran Iqbal tetang feminisme yang jarang sekali dikaji oleh pemikir muslim modern. Di mana yang dikuak oleh Iqbal mengenai esensi ajaran Islam itu sendiri yang bersifat subtil bagi keutuhan umat Islam yang sampai saat ini belum sepenuhnya mereka memahami. This article discussed about how Muhammad Iqbal thought in reconstructing the teachings of Islam which has been considered rigid and inclusive. The reconstruction carried out by Iqbal thoroughly began from the understanding of the verses of the Quran, Hadith, Islamic law and feminism. Iqbal reveals that the equality between men and women is very important it is related to women positions in all lines are not negotiable anymore. The differences between Muhammad Iqbal and the other Muslim thinkers who both studied the equality movement lie in the essence of the reconstructed teachings of Islam and do not be opposed with the development of the times. We see, for example Fatimah Mernissi in the feminism movement she emphasizes the re-interpretation of verses of the Quran and sunnah that place women under men. This is Iqbal views are different from other feminist activists. For Iqbal the teachings that have been believed to be universal teachings and kaffah there is still a political element that causes the alienation of women in the state scene. According to Iqbal, as long as the roots of feminism in Islam are not encouraged, then as long as men will not be able to bring about change for themselves, society, religion, nation and country. By using the library research method, this research is expected to make a big contribution in the discourse of Islamic feminism which has been considered taboo in the tradition of Islamic scholarship. The conclusion of this study is a new view from Iqbal's thinking on feminism that is rarely studied by modern Muslim thinkers. Where Iqbal discussed about the essence of Islamic teachings itself which is subtle for the integrity of Muslims that until now they have not fully understood.
EPISTEMOLOGI POSTRUKTURALISME OBJEK PEMIKIRAN ISLAM ABED AL-JABIRI DAN IMPLIKASINYA BAGI ILMU-ILMU DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Hardiono Hardiono
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 19 No. 1 (2020): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.527 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v19i1.119

Abstract

Tulisan ini menganalisa tentang epistemologi dari pemikiran Arab kontemporer yakni Abed al-Jabiri. Sebagai pemikir muslim yang terkemuka berasal dari Maroko, Abed al-Jabiri terkenal dengan idenya mengkritik irasionalisme dan mengedepankan rasionalisme dalam merumuskan pemikiran Islam. Dia menjadi percaya bahwa ajaran Islam harus dilihat sebagai sekumpulan ide yang sesuai dengan rasionalitas dan gagasan ilmiah. Dalam analisisnya, Abed al-Jabiri mengkritik nalar Arab yaitu epistemologi bayani, irfani dan burhani. Dengan mengekplorasikan ketiga konsep epistemologi tersebut Abed al-Jabiri dengan tegas menyatakan bahwa ketiga konsep tersebut sudah membuat nalar Arab menjadi mundur. Al-Jabiri menganggap epistemologi nalar Arab ini sebagai titik kunci untuk memasuki semesta peradaban Arab yang membentuk secara keseluruhan bangunan keIslaman yang berkembang, bukan hanya di wilayah Arab, tetapi seluruh dunia, maka dari itu amat penting ketiga konsep ini harus dikeritisi oleh al-Jabiri dalam konsep dari postrukturalisme. This paper analyzes the epistemology of contemporary Arab thought, namely Abed al-Jabiri. As a prominent Muslim thinker from Morocco, Abed al-Jabiri is well known for his ideas of criticizing irrationalism and promoting rationalism in formulating Islamic thought. He came to believe that Islamic teachings should be seen as a set of ideas compatible with rationality and scientific ideas. In his analysis, Abed al-Jabiri criticized Arab reasoning, namely the epistemology of bayani, irfani, and burhani. By exploring these three epistemological concepts, Abed al-Jabiri firmly stated that these three concepts had made Arab reasoning backward. Al-Jabiri considers this epistemology of Arab reasoning as the key point to enter the universe of Arab civilization which forms the whole Islamic building that develops, not only in the Arab region but throughout the world, therefore it is very important that these three concepts must be scrutinized by al-Jabiri.
HERMENEUTIKA HADIS SA‘DUDDIN AL-UTSMANI (STUDI KITAB AL-MANHAJ AL-WASTH FI AL-TA’AMUL MA'A AL-SUNNAH AL-NABAWIYYAH) Wely Dozan; Mitha Mahdalena Efendi
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 19 No. 1 (2020): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (501.048 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v19i1.120

Abstract

Pendekatan hermeneutika dalam lintas pemikiran kontemporer kerap kali dijadikan sebagai acuan ketika memahami teks al-Qur’an dan Hadis. Hermeneutika berfungsi sebagai alat untuk memproduksi pemahaman dan metodologi yang paling populer untuk memahami teks secara kontekstual dan struktural dengan baik. Fokus penelitian ini akan memetakan pemahaman secara signifikan melalui teori hermeneutika hadis ulama kontemporer yaitu Sa’duddin al-Ustmani dalam kitabnya “al-Manhaj al-Wasth fi al-Ta‘amul ma‘a al-Sunnah al-Nabawiyyah”. Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi pemahaman metodologis melalui teori hermeneutika hadis yang menghasilkan tiga aspek penting dalam memahami sunnah nabawiyyah yaitu: pertama, tasarruf dalam masalah agama yang disampaikan oleh Rasul. Kedua, tasarruf dalam agama yang di-ijtihadi Nabi ini bukanlah wahyu dan terkadang Nabi salah dalam hal ini tetapi tidak berlanjut dalam kesalahanya melainkan biasanya ada wahyu yang membenarkan. Wahyu yang membenarkan ini terkadang berupa al-Qur’an terkadang juga bukan al-Qur’an. Ketiga, tasarrufat dalam urusan dunia. Asumsi dasar penulis yaitu menguraikan pemikiran ulama kontemporer Sa’duddin al-Ustmani dalam kitabnya “al-Manhaj al-Wasth fi al-Ta‘amul ma‘a al-Sunnah al-Nabawiyyah”, yang mana kitab ini bertujuan untuk memberikan pemahaman secara pertengahan dalam memahami sunnah nabawiyyah tersebut. The hermeneutic approach in contemporary thought is often used as a reference when understanding the text of the Qur’an and Hadith. Hermeneutics serves as a tool for producing understanding and the most well-known methodology for understanding texts contextually and structurally well. The focus of this research will be to map understanding significantly through the hermeneutic theory of the hadiths of contemporary scholars, namely Sa’duddin al-Ustmani in his book “al-Manhaj al-Wasth fi al-Ta‘amul ma‘a al-Sunnah al-Nabawiyyah”. This paper aims to explore methodological understanding through the theory of hermeneutic hadith which produces three important aspects in understanding the Sunnah Nabawiyyah, namely: First, tasarruf in religious matters conveyed by the apostle. Second, the tasarruf in the religion that is ijtihadi by the Prophet is the error of revelation and sometimes it is wrong but it does not continue in the error, usually there is revelation that justifies it. The revelation that justifies this is sometimes in the form of al-Qur’an, sometimes it is not al-Qur’an. Third, tasarrufat in world affairs. The basic assumption of the author is to describe the contemporary scholar Sa’duddin al-Ustmani in his book “al-Manhaj al-Wasth fi al-Ta‘amul ma‘a al-Sunnah al-Nabawiyyah”, which aims to provide an intermediate understanding in understanding the sunnah nabawiyyah.
TELAAH HERMENEUTIKA DALAM KITAB TA’WIL MUKHTALIF AL-HADITS KARANGAN IBN QUTAYBAH Muhammad Sakti Garwan
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 19 No. 2 (2020): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (321.459 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v19i2.121

Abstract

This article examines the book Ta‟wil Mukhtalif al-Hadits, written by Ibn Qutaybah. This book is compiled in response to the political turmoil that occurred during his lifetime. Ibn Qutaybah also wanted to dispel the assumption that some groups who accused the scholars of hadith, had committed negligence, by narrating hadiths that are in conflict with each other that are not in line with the Qur‟an and the understanding of reason. This study uses the library method by making the book Ta‟wil Mukhtalif al-Hadits the primary source. In addition, the author uses the theory of hermeneutics as an analytical tool to categorize this book as a hermeneutic book of classical hadith. The results of the study stated that the book Ta‟wil Mukhtalif al-Hadits has its own characteristics in looking at the hadith that seem to be contradictory but in terms of meaning is not, and also he took excellent steps in completing a hadith of the Prophet Muhammad saw., in that method and step until the book Ta‟wil Mukhtalif al-Hadits is categorized as a hermeneutic book of classical hadith. Tulisan ini menelaah kitab Ta‟wil Mukhtalif al-Hadits, yang dikarang oleh Ibn Qutaybah. Kitab ini disusun sebagai respons tentang pergolakan politik yang terjadi pada masa beliau hidup. Ibn Qutaybah juga ingin menepis anggapan sebagian golongan yang menuduh ulama hadis telah melakukan kecerobohan dengan meriwayatkan hadis yang saling berlawanan yang tidak sejalan dengan al-Qur‟an dan pemahaman akal. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dengan menjadikan kitab Ta‟wil Mukhtalif al-Hadits sebagai sumber primer. Selain itu, penulis menggunakan teori hermeneutika sebagai alat analisis untuk mengategorikan kitab ini sebagai kitab hermeneutika hadis klasik. Hasil penelitian menyatakan bahwa kitab Ta‟wil Mukhtalif al-Hadits mempunyai karakteristik tersendiri dalam melihat hadis-hadis yang kelihatan saling kontra namun pada segi maknanya tidak, dan juga beliau mengambil langkah-langkah yang sangat baik dalam penyelesaian suatu hadis Nabi Muhammad saw., dalam metode dan langkah itulah hingga kitab Ta‟wil Mukhtalif al-Hadits ini dikategorikan sebagai kitab hermeneutika hadis klasik.
NILAI FILOSOFIS DAN SPIRITUAL DALAM TRADISI BAUMO MASYARAKAT KECAMATAN BATIN XXIV KABUPATEN BATANGHARI Ziman Ziman Ziman
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 19 No. 2 (2020): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.461 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v19i2.124

Abstract

This study discusses the philosophical and spiritual values contained in the baumo tradition of the people of Batin XXIV district, Batanghari Regency. The baumo tradition that has been going on for generations in the modern era is starting to be displaced by modern agricultural culture. Not only its existence has begun to be eroded by modern culture, but also the values contained therein have begun to be forgotten by the local community. Even though the baumo traditional values contain local wisdom values, environmental conservation values, spiritual values, and wisdom values that are very relevant in today's modern life. The method that I use in this research is a qualitative research method, to explore and understand the social and cultural phenomena that exist in society. The data collection method that the writer uses is through direct observation into the field, interviews with Umo farmers, community leaders, and traditional leaders, and documentation by examining documents related to the object of research, including Jambi Malay cultural texts. The results of this study indicate that: First, epistemologically, the community's knowledge in carrying out the baumo tradition is based on Jambi's traditional law and Malay culture, namely the syara' jointed tradition and the syara' with the Kitabullah jointed. Apart from that, the baumo tradition is also based on empirical knowledge or people's experiences in terms of natural phenomena. Axiologically, the baumo tradition contains environmental and ethical values in living life. Meanwhile, the baumo tradition also contains spiritual values in the form of belief in the soul of rice, basokat after harvesting umo as a form of belief in religion, and ethics in treating rice as a form of belief in the existence of God. Penelitian ini membahas tentang nilai filosofis dan nilai spiritual yang terkandung dalam tradisi baumo masyarakat Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari. Tradisi baumo yang telah berlangsung secara turun temurun itu di era modern saat ini mulai tergeser eksistensinya oleh budaya pertanian modern. Tidak hanya eksistensinya saja yang mulai tergerus budaya modern, tetapi juga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya pun mulai dilupakan masyarakat setempat. Padahal pada nilai-nilai tradisi baumo tersebut terkandung nilai kearifan lokal, nilai konservasi lingkungan, nilai spiritual dan nilai kearifan yang sangat relevan dalam kehidupan modern saat ini. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan tujuan untuk menggali dan memahami fenomena sosial dan budaya yang ada di masyarakat. Adapun metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah melalui observasi langsung ke lapangan, wawancara kepada para petani umo, tokoh masyarakat dan tokoh adat, serta dokumentasi dengan meneliti dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian, termasuk naskah-naskah budaya melayu Jambi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa: Pertama, secara epistemologis pengetahuan masyarakat dalam melakukan tradisi baumo didasarkan pada hukum adat dan budaya melayu Jambi, yaitu adat yang bersendi syara‟, dan syara‟ yang bersendi kitabullah. Selain itu, tradisi baumo juga didasarkan pada pengetahuan empiris atau pengalaman masyarakat dalam hal gejala-gejala alam. Secara aksiologis, dalam tradisi baumo terkandung nilai etika lingkungan dan etika dalam menjalani hidup. Sementara itu, tradisi baumo juga mengandung nilai-nilai spiritual berupa keyakinan pada adanya jiwa padi, basokat saat usai memanen umo sebagai wujud keyakinan pada agama, serta adab dalam memperlakukan padi sebagai bentuk keyakinan pada adanya Tuhan.
PILKADA DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT: STUDI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAMBI PASCA PEMILIHAN GUBERNUR 2015 Pahrudin HM; Firdaus Firdaus
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 19 No. 2 (2020): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.233 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v19i2.125

Abstract

Islam has a political concept that functions to realize synergistic welfare between the interests of the world and the hereafter. In Islam, the government must take a significant role in regulating people's lives based on the principles of the Qur'an and Sunnah. In the Indonesian context, regional autonomy provides wider space for regions to develop their territories so that people's welfare can be realized. Various studies show that local governments play a major role in efforts to improve people's welfare through their development policies. Jambi Province is a region that has held several regional elections, one of which was in 2015 when Zumi Zola and Fachrori Umar were elected as governor and deputy governor. Efforts to build Jambi with its various resources are carried out by the government through its vision and mission known as TUNTAS and aimed at improving the welfare of the community in 2015-2021. Based on this research, it is known that poverty is still a major problem that must be resolved by the Jambi Provincial Government. In addition, unemployment and development inequality between regions in Jambi Province are also problems that the government should pay attention to through innovative-solution policies in the future. Islam memiliki konsep politik yang berfungsi untuk merealisasikan kesejahteraan yang sinergis antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat. Pemerintah dalam Islam harus mengambil peran yang signifikan dalam mengatur kehidupan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip al-Qur‟an dan Sunnah. Dalam konteks Indonesia, otonomi daerah memberi ruang yang lebih luas bagi daerah untuk membangun wilayahnya agar kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Upaya membangun diwujudkan melalui kebijakan-kebijakan pembangunan pemerintah daerah yang diusung kepala daerah yang terpilih melalui pilkada. Beragam studi memperlihatkan bahwa pemerintah daerah berperan besar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan-kebijakan pembangunannya. Provinsi Jambi merupakan wilayah yang telah beberapa kali menyelenggarakan pilkada, salah satunya tahun 2015 dengan terpilihnya Zumi Zola dan Fachrori Umar sebagai gubernur dan wakil gubernur. Upaya membangun Jambi dengan beragam sumberdayanya dilakukan pemerintah melalui visi misinya yang dikenal dengan TUNTAS dan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tahun 2015-2021. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa kemiskinan masih menjadi problem utama yang harus dicarikan solusinya oleh Pemerintah Provinsi Jambi. Di samping itu, pengangguran dan ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi Jambi juga menjadi problem-problem yang harus menjadi perhatian pemerintah melalui kebijakan-kebijakan inovatif-solutif di masa-masa mendatang.
INTERPRETASI HADIS-HADIS TENTANG NIKAH MUT’AH (KAJIAN TEMATIK) Sinta Rahmatil Fadhilah; Umu Nisa Ristiana; Siti Aminah
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 19 No. 2 (2020): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (563.789 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v19i2.126

Abstract

The understanding of a hadith that tends to be textual, without considering all the aspects that surround it, sometimes creates misinterpretations. One example of what became viral at the end of 2017 was nikah mut‘ah, which was made viral by the online site nikahsirri.com. The issue of nikah mut‘ah then became the spotlight of various parties. Nikah mut‘ah is a marriage that is limited by time. In understanding the hadith about nikah mut‘ah, the scholars have different opinions, some say that nikah mut‘ah is haram and some say that marriage is permissible. So in order to understand the hadith, a methodology is needed. This article is a literature research-based research using the thematic methodology in understanding the related traditions about nikah mut‘ah. So, in conclusion, the mut‘ah marriage that was allowed by the Prophet was during the period before the stability of Islamic law, that is, it was allowed at the beginning of Islam when traveling and in war. He made concessions for his friends who were fighting in Allah‘s way to get married within a certain time limit, for fear that they would fall into adultery. However, then mut‘ah marriage was forbidden. Pemahaman tentang sebuah hadis yang cenderung tekstual, tanpa mempertimbangkan segala aspek yang melingkupinya, terkadang membuat salah pengartian. Salah satu contoh yang menjadi pembicaraan yang sedang viral di akhir tahun 2017 adalah nikah mut‘ah, yang diviralkan oleh situs online nikahsirri.com. Permasalahan tentang nikah mut‘ah kemudian menjadi sorotan dari berbagai pihak. Nikah mut‘ah adalah nikah yang dibatasi oleh waktu. Dalam memahami hadis tentang nikah mut‘ah para ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan nikah mut‘ah tersebut haram dan ada yang mengatakan bahwa nikah itu dibolehkan. Jadi untuk memahami hadis diperlukan sebuah metodologi, artikel ini merupakan penelitian berbasis penelitian pustaka dengan menggunakan metodologi tematik dalam memahami hadis-hadis terkait tentang nikah mut‘ah. Jadi, kesimpulannya nikah mut‘ah yang diperbolehkan oleh Rasulullah adalah ketika masa sebelum stabilnya syariat Islam, yaitu diperkenankannya pada awal Islam ketika dalam keadaan bepergian dan peperangan. Beliau memberi kelonggaran kepada sahabat-sahabatnya yang ikut berperang di jalan Allah untuk nikah dengan batas waktu tertentu, karena dikhawatirkan mereka akan jatuh ke dalam perzinahan. Akan tetapi kemudian nikah mut‘ah itu diharamkan.

Page 8 of 19 | Total Record : 182