cover
Contact Name
Ahmad Mustaniruddin
Contact Email
ahmad_mustanirruddin@uinjambi.ac.id
Phone
+6285369694000
Journal Mail Official
tajdid@uinjambi.ac.id
Editorial Address
Jl. Jambi-Ma.Bulian Km. 16 Muara Jambi Jambi 36361
Location
Kota jambi,
Jambi
INDONESIA
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin
ISSN : 25023063     EISSN : 25415018     DOI : -
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin is an academic journal focusing on the sciences of the ushuluddin (principles of religion), published twice a year (June and December) by the Faculty of Ushuluddin and religious studies, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. It is a shared space to disseminate and publish the scholarly papers of those whose concern is the sciences of ushuluddin, such as, Islamic Philosophy, Tasawuf, Qur’anic and Hadith Studies, Comparative Religion, Islamic Thoughts and Political Islam.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 182 Documents
AKULTURASI PANCA INDRA METODE YADAIN LI TAHFIZIL QUR’AN Yamin, Mochammad Ashabul; Astutik, Anita Puji
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 20 No. 2 (2021): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1262.358 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v20i2.169

Abstract

The law of maintaining the purity of the Qur'an for all Muslims is fardhu 'ain (mandatory) for Muslims to maintain the authenticity of the contents and lafal of the Qur'an, either by studying, memorizing, thinking and studying the interpretation of the Qur'an. However, many people are afraid of memorizing the Qur'an because the language of the Qur'an is a foreign language and there are many and many verses in common, and what is no less important is the method of memorizing the Qur'an. They don't know yet, how to memorize the Qur'an easily, happily while still paying attention to the reading in accordance with the rules of ulumut tajwid while still paying attention to the tadabur side of the Qur'an when interacting with the Qur'an, either by memorizing or memorizing. Slowly, as time progressed, the methods of memorizing the Qur'an were perfected so that the Tahfiz al-Qur'an Quarantine Foundation formulated a sophisticated acceleration method that was given to Muslims who were able to answer the needs of the community if they wanted to memorize the Qur'an, namely memorizing the Qur'an using the Yadain Method by using the potential that exists within the five senses, which if in the process of memorizing it is done well with ‘ulum al-tajwid, it will make the process of memorizing the Qur'an easy. In this study, the author uses a qualitative approach which the author is directly involved in the field has applied the yadain method. The benefit in the application of this yadain method is to print a memorizer of the Qur'an by knowing the location of the verse and the number of the verse or what can be called (visualization of the Qur'an), then having the ability to memorize what is in the contents of the verses of the Qur'an. So that the messages contained in the Qur'an can reach him through contemplation of the verses of the Qur'an with the assistance of the translation of the Ministry of Religion of the Republic of Indonesia.   Hukum menjaga kemurnian al-Qur’an bagi semua muslim ialah fardhu ‘ain (wajib) bagi para pemeluk Islam untuk menjaga keotentikan isi dan lafal al-Qur’an, baik dengan mempelajari, menghafal, mentadaburi dan mempelajari tafsir al-Qur’an. Akan tetapi banyak di antara masyarakat yang takut  menghafal al-Qur'an dikarenakan bahasa al-Qur'an merupakan bahasa asing dan jumlahnya yang banyak serta mempunyai banyak kesamaan ayat, dan juga yang tidak kalah penting ialah metode dalam menghafal al-Qur’an pun mereka belum ketahui, bagaimana cara menghafal al-Qur’an dengan mudah, dengan bahagia yang tetap mengindahkan bacaan sesuai dengan kaidah ‘ulum al-tajwid beserta tetap memperhatikan sisi tadabbur al-Qur’an sewaktu berinteraksi dengan Al-Qur’an, baik dengan menghafal ataupun memuraja‘ah. Perlahan waktu yang terus berjalan mengalami penyempurnaan metode-metode dalam menghafal al-Qur’an sehingga  menjadikan Yayasan Karantina Tahfiz al-Qur’an merumuskan sebuah metode akselerasi yang mutakhir yang diberikan kepada umat Islam yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat apabila hendak menghafal al-Qur’an, yaitu menghafal al-Qur’an Metode Yadain dengan menggunakan potensi yang ada dalam diri berupa panca indera, yang apabila dalam proses menghafalnya dilakukan dengan baik dengan dibekali ‘ulum al-tajwid maka akan menjadi mudah proses menghafal al-Qur’an tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang penulis secara langsung terlibat di lapangan telah menerapkan metode yadain. Manfaat dalam penerapan metode yadain ini ialah mencetak seorang penghafal al-Qur’an dengan mengetahui letak ayat dan nomor ayat atau yang bisa disebut (visualisasi al-Qur’an), kemudian mempunyai kemampuan mentadaburi apa yang berada dalam isi kandungan ayat al-Qur’an sehingga pesan-pesan yang berada dalam al-Qur’an tersebut dapat tersampai padanya melalui perenungan ayat al-Qur’an dengan dibantu terjemahan Kementerian Agama Republik Indonesia.
INTERPRETASI HADIS: ANTARA HERMENEUTIKA DAN SYARH AL-HADITS (STUDI KOMPARATIF) Syarifudin, Muhammad; Masruhan, Masruhan
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 20 No. 2 (2021): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (995.744 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v20i2.171

Abstract

This article attempts to analyze the syarh al-hadith method of classical and contemporary scholars and the hermeneutic method of Islamic scholars in explaining (interpreting) the Prophet's hadith. Because most scholars who write about the interpretation of hadith with a hermeneutics approach, instead use references in classical hadith syarh. Therefore, the author wants to examine the relevance of hermeneutical methods or theories in the study of syarh al-hadith. Is hermeneutics appropriate to be applied as a single foundation in the interpretation of hadith or is it only a complement to the syarh al-hadith? This article concludes after trying to compare the interpretations of the hadith commanding to fight humans until they say there is no god but Allah using the two approaches or methods above, and it turns out that both can go hand in hand and complement each other. Moreover, the hermeneutics approach is more about the meaning of the context of the hadith at the beginning of its emergence to the present, which requires an understanding of the meaning of the hadith according to its originator at the time of the background of the hadith (asbab wurud) and the history of this can be known through the syarah hadith method, especially, syarah hadith with other narrations or through the words of friends who lived contemporaries with the Prophet (originator). Besides that, the study of the original language of the text is also used as a reference in this case, which is part of the syarah of hadith as well.   Artikel ini mencoba menganalisis metode syarah hadis ulama klasik dan kontemporer dan metode hermeneutika cendekiawan Islam dalam menjelaskan (menginterpretasi) hadis Nabi. Karena, kebanyakan cendekiawan yang menulis mengenai interpretasi hadis dengan pendekatan hermeneutika, justru menggunakan rujukan dalam syarah hadis klasik. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti relevansi metode atau teori hermeneutika dalam kajian syarh al-hadits. Apakah hermeneutika layak diterapkan sebagai pondasi tunggal dalam interpretasi hadis ataukah hanya menjadi pelengkap syarh al-hadits? Artikel ini mengambil kesimpulan setelah mencoba membandingkan penafsiran terhadap hadis perintah memerangi manusia sampai mereka mengucapkan tiada Tuhan selain Allah dengan menggunakan dua pendekatan atau metode di atas.  Ternyata keduanya bisa berjalan beriringan dan saling melengkapi. Terlebih pendekatan hermeneutika lebih kepada pemaknaan konteks hadis di awal munculnya ke masa kini, yang mana hal itu memerlukan pemahaman akan makna hadis menurut pencetusnya di masa lahirnya hadis (asbab wurud) tersebut dan histori mengenai hal ini dapat diketahui melalui metode syarah hadis. Terutama syarah hadis dengan riwayat lainnya atau melalui perkataan Sahabat yang hidup sezaman dengan Nabi (pencetus). Di samping itu kajian bahasa asli teks juga dijadikan rujukan dalam hal ini, yang merupakan bagian dari syarah hadis juga.
KONTEKSTUALITAS DALAM PENAFSIRAN MENURUT BACTIAR SURIN: MELETAKKAN RASIONALITAS SEBAGAI PERANGKAT PEMAHAMAN AL-QUR’AN Ghozali, Mahbub; Usman, Ali
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 20 No. 2 (2021): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (636.679 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v20i2.173

Abstract

The Rationality in interpretation that tends to be disputed can be used as an instrument to provide the contextual meaning of the Qur’an. Rationality equipped by science can actualize meanings that are more relevant to the development of society. The actual meaning has an impact on easier understanding for the community. This study aims to reveal the function of rationality in contextual interpretation without having to be fixated on the significance of a verse. This study uses primary data sources from Terjemah dan Tafsir al-Qur’an bahasa Arab dan Latin by Bachtiar Surin. This interpretation is used, aside from being abandoned by many researchers, it is also used as another way to actualizing meaning. This study uses a qualitative method with content analysis as a data analysis tool. This study finds the significance of rationality in interpretation through the inseparable relationship of reason with the Qur'an. Intellect as a gift from God can be used to explain God's language. In its application, Rationality can provide contextual meaning in two forms. First, the actualization of meaning with terms that are relevant to a modern context. Second, rationality functions as scientific reasoning to provide factual evidence for the meaning of the Qur'an. The actualizing of the Qur'an meaning can be achieved by rationality so that the contextual device in interpretation does not only emphasize significant meaning on the verse. Rasionalitas dalam penafsiran yang cenderung diperselisihkan dapat dijadikan sarana untuk memberikan pemahaman terhadap al-Qur’an secara kontekstual. Rasionalitas yang dilengkapi oleh ilmu pengetahuan dapat mereaktualisasi makna yang lebih relevan dengan perkembangan masyarakat. Pemaknaan secara aktual berdampak pada pemahaman yang lebih mudah kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan fungsi rasionalitas dalam penafsiran kontekstual tanpa harus terpaku dengan signifikansi pesan yang terkandung dalam sebuah ayat. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan sumber data primer dari Terjemah dan Tafsir al-Qur’an bahasa Arab dan Latin karya Bachtiar Surin. Tafsir ini digunakan, selain ditinggalkan oleh banyak peneliti juga didasarkan pada penggunaan cara lain dalam mengaktualisasi makna. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan content analysis sebagai perangkat analisa data. Penelitian ini menemukan signifikansi rasionalitas dalam penafsiran melalui hubungan akal dengan al-Qur’an yang tidak dapat dipisahkan. Akal sebagai anugerah Tuhan dapat digunakan untuk menjelaskan bahasa Tuhan. Dalam aplikasinya, akal dapat memberikan penafsiran secara kontekstual dalam dua bentuk. Pertama, reaktualisasi makna dengan istilah yang relevan dengan keilmuan modern. Kedua, rasionalitas berfungsi sebagai penalaran ilmiah dengan bentuk memberikan bukti faktual atas kebenaran kandungan makna al-Qur’an. Keberhasilan rasionalitas dalam mereaktualisasi makna dengan dua bentuk tersebut membuktikan bahwa penafsiran kontekstual dapat ditempuh dengan menggunakan rasionalitas yang bersifat subjektif, sehingga perangkat kontektulitas dalam penafsiran tidak hanya menekankan pada penemuan pesan makna sesuai dengan penggunaannya di masa al-Qur’an turun.
AMAR MA‘RUF NAHī MUNKAR: SEBUAH KAJIAN ONTOLOGIS Badarussyamsi Badarussyamsi; Mohammad Ridwan; Nur Aiman
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 19 No. 2 (2020): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (418.149 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v19i2.175

Abstract

This article examines ontologically the term "amar ma'ruf nahī munkar" which is always hotly discussed. The aspects studied include the definition, history, law, terms, and pillars of Amar ma'ruf nahi munkar. So far, the concept of amar ma'ruf nahī munkar has not been studied comprehensively so that its meaning is minimized only in the context of da'wah, even though the social content of the meaning of the word is very important to reveal. The focus of the study in this article is how to understand the concept of amar ma'ruf nahī munkar in accordance with the instructions of the Qur'an and al-Sunnah as well as the views of Muslim scholars. The study method carried out is a literature review by examining in depth the concept of amar ma'ruf nahī munkar and its scope. The research findings show that the concept of amar ma'ruf nahī munkar has broad dimensions, both with regard to definition, history, law, terms, and pillars as well as their application. It is very possible that what has been seen as amar ma'ruf nahī munkar can not actually be called a realization of this concept, because the ontological indicators in this concept have not been fulfilled. The ontological study of the concept of ma'ruf nahī munkar implies the message that every Muslim must participate in creating a stable and comfortable social order, which can provide guarantees for the creation of a good quality of life for the community. Artikel ini mengkaji secara ontologis term “amar ma‘ruf nahī munkar” yang senantiasa hangat diperbincangkan. Aspek-aspek yang dikaji mencakup definisi, sejarah, hukum, syarat, dan rukun Amar ma‘ruf nahi munkar. Selama ini konsep amar ma‘ruf nahī munkar belum dikaji secara komprehensif sehingga dikecilkan artinya hanya dalam konteks dakwah, padahal kandungan sosial dari makna kata tersebut justru sangat penting untuk diungkap. Fokus kajian dalam artikel ini adalah bagaimana memahami konsep amar ma‘ruf nahī munkar sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan al-Sunnah serta pandangan para ulama Muslim. Metode kajian yang dijalankan adalah kajian literatur dengan mencermati secara mendalam konsep amar ma‘ruf nahī munkar beserta ruang lingkupnya. Temuan penelitian menunjukkan bahwa konsep amar ma‘ruf nahī munkar memiliki dimensi yang luas, baik yang berkenaan dengan definisi, sejarah, hukum, syarat, dan rukun serta aplikasinya. Sangat mungkin terjadi bahwa apa yang selama ini dipandang sebagai amar ma‘ruf nahī munkar sebenarnya belum bisa disebut sebagai realisasi terhadap konsep ini, karena belum terpenuhinya indikator-indikator ontologis dalam konsep ini. Kajian ontologis terhadap konsep ma‘ruf nahī munkar menyiratkan pesan bahwa setiap Muslim harus berpartisipasi menciptakan tatanan sosial yang stabil dan confortable, yang dapat memberikan jaminan bagi terciptanya kualitas hidup masyarakat yang baik.
RUMAH PERSPEKTIF AL-QUR’AN (STUDI TERM AL-BAIT, AL-MASKAN, AL-MA’WA DAN AL-DAR DENGAN METODE SEMANTIK ENSIKLOPEDIK) Kaltsum, Lilik Ummi; Anita, Fitriatul
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 20 No. 2 (2021): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (803.063 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v20i2.176

Abstract

This study reveals verses about the house with the aim of finding the concept of the house from the perspective of the Qur’an. The mention of the word house in the Qur’an is mentioned in various ways, namely al-bait, al-maskan, al-ma’wa and al-dar. During the Covid-19 pandemic, the home is the focus of all activities. The whole concept of the house from the perspective of the Qur’an is very necessary to maximize the function of the house according to the instructions of the Qur’an. The method used in this study is the thematic method, namely the method of interpreting the Qur’an which seeks to explain the verses of the Qur’an by referring to a particular subject so that it can produce a more systematic understanding. The thematic method was chosen because it was considered more appropriate to comprehensively build the Qur’anic concept on a particular theme. In revealing certain meanings, this research uses a semantic approach. The semantic approach is used to understand reality through language correctly, while at the same time linking meaning to the fact of using language in a situational context. This study concludes that house ownership in the Qur’an is attributed to Allah swt., to humans and to animals. While the function of the house in the Qur’an is mentioned as a place to live, a place of worship, a prison for adulterers and as a place to get security. Manners related to the house in the Qur’an have special details. The Qur’an regulates the etiquette of visiting both in an inhabited house and an uninhabited house. In particular, the Qur’an also regulates the etiquette of visiting the house of the Prophet Muhammad, and regulates eating etiquette at the house of close relatives.   Penelitian ini mengungkap ayat-ayat tentang rumah dengan tujuan untuk menemukan konsep rumah perspektif al-Qur’an. Penyebutan kata rumah dalam al-Qur’an disebutkan dalam berbagai macam, yaitu al-bait, al-maskan, al-ma’wa dan al-dar. Pada masa pandemi Covid-19, rumah menjadi tumpuan segala kegiatan. Konsep utuh tentang rumah perspektif al-Qur’an sangat diperlukan untuk memaksimalkan fungsi rumah sesuai petunjuk al-Qur’an. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tematik yaitu metode penafsiran al-Qur’an yang berusaha menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan mengacu pada satu pokok bahasan tertentu sehingga dapat menghasilkan pemahaman yang lebih sistematis. Metode tematik dipilih karena dinilai lebih tepat untuk membangun konsep al-Qur’an tentang tema tertentu secara komprehensif. Dalam mengungkap makna tertentu, penelitian ini menggunakan pendekatan semantik. Pendekatan semantik digunakan untuk memahami realitas lewat bahasa secara benar, sekaligus mengaitkan makna dengan fakta pemakaian bahasa dalam konteks situasional. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kepemilikan rumah dalam al-Qur’an dinisbahkan pada Allah swt., pada manusia dan pada binatang. Sedangkan fungsi rumah dalam al-Qur’an disebutkan sebagai tempat tinggal, tempat peribadatan, tempat penjara bagi wanita penzina serta sebagai tempat memperoleh keamanan. Tata krama terkait rumah dalam al-Qur’an memiliki perincian yang khusus. Al-Qur’an mengatur tata krama bertamu baik dalam rumah yang berpenghuni maupun rumah yang tidak berpenghuni. Secara khusus al-Qur’an juga mengatur tata krama bertamu di rumah Nabi Muhammad saw., serta mengatur tata krama makan di rumah karib kerabat.
IDEOLOGI ZIONISME DALAM TIMBANGAN TEOLOGI ISLAM: KAJIAN ATAS RASISME DALAM PEMIKIRAN ZIONISME Muslih, M. Kholid; Zarkasyi , Amal Fathullah; Rohman, Abdul; Nur Rifa Da’i, Rahmat Adi
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 20 No. 2 (2021): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (719.335 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v20i2.178

Abstract

Zionism is one of the great agenda of the Jewish nation to rule the world. The movement can be considered far from human values, all of which originate from their ideology contained in the Talmud and Protocols of Zion. This article aims to reveal the basic ideas of Zionism which became their principle in the movement to conquer the world. Through a search of the literature regarding the theme of the discussion and the descriptive-critical analysis method, it is hoped that it can explain the racism side of the Zionist ideology which is clearly contrary to Islamic Islamic theology and human values. This study shows several important points, including: first, Zionism is a movement of the Jewish people to reclaim Baitul Maqdis; second, the Modern Zionism Movement was initiated by Theodor Herzl through the establishment of the Modern State of Palestine; third, the Zionist movement is based on their ideology taken from the Talmud and the Protocols of Zion. The core ideology in these two sources is to assert that the Jews are the best nation in the world, nations other than them are considered not descendants of Adam and even considered animals, God has given the Jews the rights to rule over all nations other than them, and so on; Fourth, the ideology of Zionism if viewed from the perspective of Islamic theology there are many mistakes because basically Allah views all human beings as equal and the only difference is their piety, there are some confusions in the Zionist conception of God, and some of their ideologies have confusion between argument one and argument. other. Therefore, the author concludes that the ideology of Zionism is contrary to the point of view of Islamic theology, besides that it is also not in accordance with the principles of humanity.   Zionisme merupakan salah satu agenda besar bangsa Yahudi untuk menguasai dunia. Gerakannya bisa dianggap jauh dari nilai kemanusiaan, di mana semua itu bersumber dari ideologi mereka yang ada dalam Kitab Talmud dan Protocols of Zion. Artikel ini bertujuan untuk mengungkap dasar-dasar pemikiran Zionisme yang menjadi prinsip mereka dalam gerakan menaklukkan dunia. Melalui penelusuran literatur-literatur berkenaan dengan tema pembahasan dan metode deskriptif-analisis kritis diharapkan dapat menjelaskan tentang sisi rasisme ideologi Zionisme yang itu jelas bertentangan dengan teologi Islam dan nilai kemanusiaan. Penelitian ini menunjukkan beberapa poin penting, di antaranya yaitu: pertama, Zionisme merupakan gerakan bangsa Yahudi untuk merebut kembali Baitul Maqdis; kedua, Gerakan Zionisme modern diprakarsai oleh Theodor Herzl melalui pembentukan Negara Modern Palestina; ketiga, Gerakan Zionisme tersebut didasari oleh ideologi mereka yang diambil dari Kitab Talmud dan Protocols of Zion. Inti ideologi dalam kedua sumber ini adalah menegaskan bahwa bangsa Yahudi merupakan bangsa terbaik di dunia, bangsa selain mereka dianggap bukan keturunan Adam bahkan dianggap hewan, Tuhan telah menganugrahi bangsa Yahudi hak-hak untuk menguasai seluruh bangsa selain mereka, dan lain sebagainya; keempat, ideologi Zionisme tersebut jika ditinjau dari perspektif teologi Islam terdapat banyak kesalahan karena pada dasarnya Allah memandang semua umat manusia itu sama dan yang membedakannya hanyalah ketakwaannya, terdapat beberapa kerancuan dalam konsepsi Zionis tentang Tuhan, dan beberapa ideologi mereka memiliki kerancuan antara argumen satu dengan argument lain. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa ideologi Zionisme bertentangan dengan sudut pandang teologi Islam, selain itu juga banyak tidak sesuai dengan prinsip kemanusiaan.
FILSAFAT KETUHANAN: Argumen Logis Tentang Tuhan Perspektif Filosof-Filosof Barat Abidin, Amin Khoirul
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 21 No. 2 (2022): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (282.546 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v21i2.196

Abstract

God is an essential aspect of human life. There is nothing in the history of human life that does not have a belief in God, although the concept of the divinity of each religion or belief has differences. Many ideas or concepts about God and His attributes often result in lengthy debates about God. Belief in God can at least be divided into monotheism, Trinitarianism, and polytheism. Belief in God, of course, raises many fundamental questions and demands logical answers. Does God exist, or does He only exist in human minds? How to prove it logically? These are the questions that will be the focus of this paper. The method used in this paper is the analytical-descriptive method, which is a method that describes and analyzes a problem. The material object of this study is the knowledge of God, and philosophy is the formal object. To prove God logically, there are at least four logical arguments to answer whether God exists, namely, St. Anselm's ontological argument based on human reason, St. Thomas Aquinas' cosmological argument based on natural phenomena, William Paley's teleological argument based on goals, and Immanuel Kant's moral argument which is based on morality. Tuhan merupakan aspek paling penting dalam kehidupan manusia. Tidak ada dalam sejarah kehidupan manusia yang tidak memiliki kepercayaan kepada Tuhan. Meskipun konsep ketuhanan masing-masing agama atau keyakinan memiliki perbedaan. Akibat banyak gagasan atau konsep tentang Tuhan dan sifat-sifat-Nya, seringkali hal tersebut menimbulkan perdebabatan panjang. Kepercayaan terhadap Tuhan setidaknya dapat dibagi menjadi tiga yaitu; konsep Ketuhanan Yang Maha Esa, Ketuhanan Yang Mahatiga atau Trinitas, dan Ketuhanan yang Maha Banyak. Kepercayaan terhadap Tuhan tentu saja menimbulkan banyak sekali pertanyaan mendasar dan menuntut jawaban yang logis. Apakah Tuhan benar-benar ada atau Dia hanya ada dalam pikiran manusia? Bagaimana membuktikannya secara logis? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang akan menjadi fokus pembahasan tulisan ini. Adapun metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode analisis-deskriptif, yaitu sebuah metode yang menggambarkan dan menganalisis suatu permasalahan. Objek materil kajian ini yaitu pengetahuan tentang Tuhan, dan filsafat sebagai objek formalnya. Dalam upaya membuktikan Tuhan secara logis, setidaknya ada empat argument-argumen  logis untuk mejawab apakah tuhan ada, yaitu; argumentasi ontologis St. Anselmus yang berbasis kepada akal manusia, argumentasi kosmologis St. Thomas Aquinas yang berbasis kepada fenomena alam, argumentasi teleologi William Paley yang berbasis kepada tujuan, dan argumentasi moral Immanuel Kant yang berbasis kepada moralitas.
THE RECOGNITION OF EXISTENCE AND BIBLICAL TRUTH IN THE PERSPECTIVE OF THE QUR'AN (Critical Study of the Development of Liberal Islamic Thought in Indonesia) Setiawan, Asep
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 20 No. 2 (2021): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (984.052 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v20i2.207

Abstract

This article seeks to highlight and provide answers to the controversial opinions that have recently been frequently campaigned by some liberal Muslim figures that the Qur'an recognizes the existence and truth of previous scriptures such as the Bible. They use several verses in the Qur'an, 5:44, 46-47 and 66, to justify the above opinions supported by partial interpretation experts under their understanding and purpose. In this study, the author used the library research method, which is research-based on library studies. The approach used is descriptive-analytical, which describes existing data sources, then analyzed and interpreted using available data sources. The opinion of liberal Islamic thinkers that it is enough for the Jews to use the Torah in carrying out religious law, and the Christians that they simply follow the rules in the Bible, this is because their methodology in understanding the verse is wrong. They did not explain at all the abuses committed by Jews and Christians. Including their defiance of Allah's command and about the guidance of the coming of the Prophet Muhammad with his perfect and universal sharia, which they are obliged to follow and obey, which is the information contained in their holy book. In understanding the verses of the Qur'an, they do not use methodological steps that can be accounted for in the discipline of interpretation. Contextual schools are emphasized for several texts that are alleged to be anti-religious pluralism. While on the other hand, literal schools are applied to verses that support the notion of religious pluralism.   Artikel ini berupaya untuk mengetengahkan dan memberikan jawaban atas pendapat kontroversial yang belakangan ini sering dikampanyekan oleh beberapa tokoh muslim liberal bahwa al-Qur’an mengakui eksistensi dan kebenaran kitab suci sebelumnya seperti Bibel. Mereka menggunakan beberapa ayat dalam QS. Al-Ma’idah [5]: 44, 46-47, dan ayat ke-66 untuk menjustifikasi pendapat di atas didukung dengan menukil pendapat dari para ahli tafsir secara parsial sesuai dengan paham dan tujuan mereka. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode library research, yakni penelitian yang didasarkan pada studi pustaka. Adapun pendekatan yang digunakan adalah deskriptif-analitis, yaitu mendeskripsikan sumber data yang ada, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan dengan menggunakan sumber data yang tersedia. Pendapat para pemikir Islam liberal bahwa kaum Yahudi cukup berhukum dengan Taurat begitu pula kaum Nasrani, yang katanya cukup berhukum dengan Injil atau Bibel, dikarenakan mereka cacat secara metodologis dalam memahami ayat tersebut. Mereka sama sekali tidak menerangkan tentang penyelewengan yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Termasuk tentang pembangkangan mereka terhadap perintah Allah dan tentang petunjuk akan datangnya Nabi Muhammad saw. dengan syariatnya yang sempurna dan universal yang wajib diikuti dan ditaati oleh mereka, yang mana informasi tersebut terdapat di dalam kitab mereka. Dalam memahami ayat-ayat al-Quran, mereka tidak menggunakan ukuran metodologis yang dapat dipertanggungjawabkan secara disiplin ilmu tafsir. Mazhab kontekstual ditekankan untuk sejumlah teks yang diduga anti kemajemukan beragama. Sementara di sisi lain, mazhab literal diterapkan untuk ayat-ayat yang mendukung paham pluralism agama.
RASIONALITAS BARAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP STUDI HADIS Kurahman, Taufik
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 21 No. 1 (2022): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (582.433 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v21i1.221

Abstract

Rationality has a very significant role as a measure of knowledge. Knowledge is declared valid if it is in accordance with the positivist ratio, which means that something true is one that can be proven empirically. The rationality that emerged as a critique of the Church’s absolute religious doctrine grew widely, even entering into Islamic studies, including the study of hadith. The use of rationality in hadith studies in turn has a major influence. This research aims to see and understand how the emergence of positivist rationality in the West, its development which includes the study of hadith, and the influence of rationality on Muslim scholars in viewing and understanding hadith. This article is in the form of library research with documentation techniques, which means that data collection is done by looking at various reports or scientific research results such as books, articles, official notes, and so on. The collected data were analyzed by a descriptive technique which aims to make a systematic, factual, and accurate description of the data. While the approach used is the philosophy of science, especially ontology. With this approach, this study found that the ontological status of science in the West is one of the factors why only the empirical world can be justified. By using positivist rationality in Islamic studies that have many metaphysical dimensions, there is a rejection of Islamic religious knowledge. Some Muslim scholars who are influenced by Western rationality reject some, even all of the existence and authenticity of hadith.   Rasionalitas menduduki peran yang sangat signifikan sebagai tolok ukur suatu pengetahuan. Pengetahuan dinyatakan valid jika sesuai dengan rasio positivis, yang berarti sesuatu yang benar adalah yang dapat dibuktikan secara empiris. Rasionalitas yang muncul sebagai kritik terhadap doktrin keagamaan mutlak Gereja berkembang dengan sangat luas, bahkan memasuki studi keislaman, termasuk studi hadis. Penggunaan rasionalitas dalam studi hadis pada gilirannya membawa pengaruh besar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan memahami bagaimana kemunculan rasionalitas positivis di Barat, perkembangannya yang meliputi studi hadis, serta pengaruh rasionalitas terhadap para cendekiawan muslim dalam memandang dan memahami hadis. Penelitian ini berupa kajian pustaka dengan teknik dokumentasi, yang berarti pengumpulan data dilakukan dengan melihat berbagai laporan atau hasil penelitian ilmiah berupa buku, artikel, catatan resmi dan lain sebagainya. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik deskriptif yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap data. Untuk membedah data tersebut digunakan pendekatan filsafat ilmu, khususnya ontologi. Dengan pendekatan tersebut, penelitian ini menemukan bahwa status ontologis sains di Barat menjadi salah satu faktor mengapa hanya dunia empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan menggunakan rasionalitas positivis ke dalam kajian keislaman yang memiliki banyak dimensi metafisik, maka terjadi penolakan terhadap pengetahuan-pengetahuan keagamaan Islam, khususnya hadis. Beberapa cendekiawan muslim yang terpengaruh rasionalitas Barat menolak sebagian, bahkan seluruh eksistensi dan autentisitas hadis.
ISLAM AND HOMO DEUS IN ANTHROPOCENTRIC THEOLOGY: A RELIGIOUS CHALLENGE IN THE FUTURE Maulida, Syazna; Ja'far, Suhermanto
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin Vol. 21 No. 1 (2022): Kajian Ilmu Ushuluddin dan Studi Agama
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (506.209 KB) | DOI: 10.30631/tjd.v21i1.229

Abstract

This article discusses Islam and Homo Deus in anthropocentric theology. As for the background of the research this is that in the 21st century humanity logically hopes that the spirit Homo Deus will lead them to put more effort into searching for meaning real life. Meanwhile, Artificial Intelligence technology (artificial intelligence) is currently preferred and is even believed to be able to undermine spiritual intelligence human beings, thereby weakening human efforts in finding meaning in life and solving social problems in their environment, such as caring for social change, ignorance, poverty and underdevelopment.The method used in this article is a qualitative method library (study library). Sources of data obtained from the results of literature studies that limited to matters that have relevance to this study. Findings in this research is that modern technology gives mankind most likely obtained a tremendous increase in material life but does not mean at the same time providing a means for improving the quality of humanity. Thus in the future the role of religion will be even greater, especially religion which is seen in its totality, as a way of life, as a giver of meaning to life. Religious teachings such as Islam which should be a guide for its adherents become very important in providing ethical guidance to humans, including in the ethics of the development and use of science and technology. Islam with spiritual teachings, exercises in reviving the human conscience, its absolute values ​​as contained in the Qur'an and Hadith mutawatir, the teachings of humanism, the position of reason which is high in Islam, so that it can lead to a rational interpretation is religion that can meet the needs of mankind in modern times.   Artikel ini mendiskusikan tentang Islam dan Homo Deus dalam teologi antroposentris. Adapun yang menjadi latar belakang penelitian ini adalah bahwa pada abad 21 secara logis umat manusia berharap bahwa semangat Homo Deus akan membawa mereka untuk lebih berupaya dalam mencari makna kehidupan yang sebenarnya. Sementara itu, teknologi Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) saat ini lebih diutamakan bahkan diyakini dapat menggerogoti kecerdasan spiritual manusia sehingga melemahkan ikhtiar manusia dalam mencari makna kehidupan dan memecahkan masalah-masalah sosial, seperti peduli terhadap perubahan sosial, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Adapun metode yang digunakan dalam artikel ini adalah metode kualitatif kepustakaan (library research). Sumber data yang diperoleh dari hasil studi literature yang dibatasi dengan hal-hal yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Hasil temuan dalam penelitian ini adalah bahwa teknologi modern memberi umat manusia kemungkinan besar memperoleh peningkatan hidup material yang luar biasa namun tidak berarti juga sekaligus menyediakan sarana bagi peningkatan kualitas kemanusiaan. Demikian dimasa depan peran agama akan semakin besar khususnya agama yang dilihat secara totalitas, sebagai jalan hidup, sebagai pemberi makna kehidupan. Ajaran agama seperti Islam yang seharusnya menjadi pedoman untuk penganutnya menjadi sangat penting dalam memberikan bimbingan etika pada manusia termasuk dalam etika pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Islam dengan ajaran kerohanian latihan-latihan dalam menghidupkan nurani manusia, nilai-nilainya yang absolut sebagaimana yang terdapat pada al-Qur‘an dan hadis mutawatir, ajaran humanisme, kedudukan akal yang tinggi dalam Islam, sehingga dapat menimbulkan penafsiran rasional adalah agama yang dapat memenuhi kebutuhan umat manusia di zaman modern.

Page 10 of 19 | Total Record : 182