cover
Contact Name
Muhammad Nur
Contact Email
jkp.balitbangda@kalselprov.go.id
Phone
+6281251712813
Journal Mail Official
admin@jkpjournal.com
Editorial Address
Jalan Dharma Praja I, Kawasan Perkantoran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan
Location
Kota banjarbaru,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Jurnal Kebijakan Pembangunan
ISSN : 20856091     EISSN : 27156656     DOI : 10.47441/JKP
Core Subject : Education,
The scope of JKP is as follows: Government empowerment (government capability, regional finance, government facilities and infrastructure). Community empowerment (population and employment, community welfare, social conditions, politics and culture) Regional development (public facilities, regional economy, physical condition, environment and natural resources). Development in the fields of health, education and economy.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 12 No 1 (2017): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN" : 12 Documents clear
Produktivitas Sapi Peranakan Ongole Dengan Pemberian Pakan Berbasis Limbah Jagung Di Kabupaten Tanah Laut,Kalimantan Selatan Suryana; Muhammad Yasin; Muhammad Syakir
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 12 No 1 (2017): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The productivity of ongole cross cattle (PO) will be better if the adequacy of the feed is met well, one of the feed material that can be used as cattle feed is corn waste that is carried out with a system of integration between corn and cattle. The purpose of this paper is to provide information on the potential and utilization of maize waste biomass, as feed ingredients to increase the productivity of PO cattle.South Kalimantan Province. This activity was carried out in Batu Tungku village. Tanjung Dewa, Panyipatan Sub-district, Tanah Laut District, South Kalimantan, in 2015. The material used is farmer's ongole cross female, with 3 (three) treatments and 1 (one) control, each treatment consisting of 5 tails. The design of the assessment of feeding treatment given were: A = control / feed pattern of farmers, B = (20 kg corn stover + 2 kg concentrate + urea molasses multinutrient block / UMMB), C = (25 kg corn stover +2 kg concentrate + urea molasses Multinutrient block), and D (30 kg kg corn stover + 2 kg concentrate + urea molasses multinutrient block). The parameters observed were: a) corn stover production (T/Ha), b) feed consumption and conversion, c) daily weight gain (d) body condition score, (e) percentage of feed palatability, and d) . The result of the study showed that the average of the highest PO cattle at ± 0.08 kg / head / day, on the treatment of 30 kg of feed + 2 kg concentrate + UMMB, with profit rate of Rp. 21.150 / head / day. From the results of the assessment it can be concluded that feeding based on corn waste needs to be accompanied by additional feeding in the form of concentrate, UMMB, mollases and drinking water. Abstrak Produktivitas sapi peranakan ongole (PO)akan lebih baik apabila kecukupan pakan terpenuhi dengan baik, salah satu bahan pakan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi tersebut adalah limbah tanaman jagung yang dilaksanakan dengan sistem integrasi antara tanaman jagung dengan ternak sapi.Tujuan kajian ini adalah untuk memberikan informasi tentang potensi dan pemanfaatan biomasa limbah tanaman jagung (brangkasannya), sebagai bahan pakan untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi PO. Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Batu Tungku eks UPT Transmigrasi Tanjung Dewa, Kecamatan Panyipatan Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, pada tahun 2015. Materi yang digunakan adalah sapi peranakan ongole (PO) betina milik petani, dengan 3 (tiga) perlakuan dan 1 (satu) kontrol, masing-masing perlakuan terdiri atas 5 ekor. Rancangan pengkajian perlakuan pakan yang diberikan adalah: A = kontrol/pakan pola petani, B = (20 kg brangkasan jagung + 2 kg konsentrat + urea molasses multinutrien block/UMMB), C = (25 kg brangkasan jagung + 2 kg konsentrat + urea molasses multinutrien block), dan D (30 kg kg brangkasan jagung + 2 kg konsentrat + urea molasses multinutrien block). Parameter yang diamati adalah: a) produksi brangkasan jagung, b) konsumsi dan konversi pakan, c) pertambahan berat badan harian (PBBH), d) skor kondisi tubuh (SKT), e) persentase palatabilitas pakan, dan d) perhitungan analisis ekonomi sederhana. Hasil pengkajian menunjukkan bahwarata-rata PBBH sapi PO tertinggi sebesar ± 0,08 kg/ekor/hari, pada perlakuan pemberian 30 kg pakan + 2 kg konsentrat + UMMB, dengan tingkat keuntungan sebesar Rp. 21.150/ekor/hari. Dari hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa pemberian pakan berbasis limbah jagung perlu disertai dengan pemberian pakan tambahan berupa konsentrat, UMMB, mollases dan air minum yang cukup.
Penggunaan Insektisida Rumah Tangga di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Kabupaten Hulu Sungai Utara Suryatinah; Sri Sulasmi; Nita Rahayu
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 12 No 1 (2017): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) still be a health problem in Indonesia. Aedes aegypti as a main vector of DHF. Vector controls do to minimize vector population. It must has integrate effort such as chemicalchemical?, biology, radiation and mechanic. This research aimed to describe the use of household insecticides in 3 (three) endemic DHF area at Hulu Sungai Utara District. This was descriptive research done using cross sectional design. Analize unit is household insecticides at 100 house which ABJ survey in 3 (three) location research. This research used interviews with questionnaires. The results showed mayority household insecticides at endemic DHF areas is dimeflutrin. Mayority household insecticides used at night, once a day and more than 5 years. In 2 (two) endemic DHF areas mostly used coil and 1 (one) endemic DHF area mostly used aerosol. Time, frecuency and duration of household insecticides can make DHF trasmition and vector resistant. Abstrak Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Di Indonesia yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti. Upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti sampai serendah mungkin dilakukan dengan cara pengendalian vektor terpadu. Beberapa pengendalian vektor antara lain kimiawi, biologis, radiasi, dan mekanik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola penggunaan insektisida rumah tangga yang digunakan di 3 (tiga) daerah endemis DBD di Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2015 yaitu Kelurahan Sungai Malang, Kelurahan Antasari dan Desa Kota Raja. Unit analisis adalah insektisida rumah tangga yang ada di 100 rumah tangga tempat survei Angka Bebas Jentik di 3 (tiga) lokasi penelitian. Informasi penggunaan insektisida diperoleh dari wawancara. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode univariat menggunakan pivot table yang kemudian digambarkan dalam grafik. Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas insektisida rumah tangga yang paling banyak digunakan di 3 (tiga) daerah endemis DBD Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah dimeflutrin. Penggunaan insektisida rumah tangga kebanyakan dilakukan pada malam hari dengan frekuensi setiap hari selama lebih dari 5 tahun. Insektisida rumah tangga paling banyak diaplikasikan dengan cara dibakar atau formulasi coil di 2 (dua) daerah endemis sedangkan di 1 (satu) daerah endemis paling banyak menggunakan aerosol. Waktu penggunaan, frekuensi pemakaian dan lama pemakaian insektisida dapat menjadi faktor yang memungkinkan masih terjadinya proses transmisi DBD dan penyebab resistensi pada vektor DBD.
Motivasi, Pola Komunikasi dan Tantangan Komisi Informasi Dalam Penyelesaian Sengketa Informasi (Studi Kasus di Provinsi Kalimantan Selatan) Hartiningsih
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 12 No 1 (2017): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Law No. 14 of 2008 on the Transparency of Public Information (KIP) of the Transitional Article instructs the KI (Information Commission) to be established immediately. Establishment of Provincial Information Commision at least 2 years after the law is enacted. The Government of South Kalimantan Province reflects the order by issuing Local Regulation No. 12 of 2014, regarding the Transparency of Public Information in the Provincial Government of South Kalimantan Province and issuing SK (Letter of Decision) of establishment of Information Commision. The main tasks of Information Commision include: deciding the dispute of public information. In completing the tasks some of the urgent problems examined include: how the motivation of the community using Information Commision services to dispute resolution, how communication patterns resolve information disputes, and what challenges Information Commision in implementing it's task ?. The purpose of the research is to know: community motivation using Information Commision service, communication pattern built by Information Commision, and Information Commision challenge in carrying out the task of resolving information dispute. The results showed: Community motivation using Information Commision services for dispute resolution is quite high, and predicted to increase. 3 (three) communication patterns: written, direct communication and new media built Information Commision quite precisely, effectively, and communicative in resolving information disputes. Not ready and still low awareness of Public Agency on the implementation of Transparency of Public Information Law and the occurrence of differences of perception between the dispute settlement of information that is Information Commision with the Administrative Court of the State Administrative Court (KUN) becomes a major challenge for KI, to encourage Information Commision immediately communicate by sitting one table discussing together the same application of dispute resolution in accordance with the requirements of the Transparency of Public Information Law. Abstrak Undang Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) pasal Peralihan memerintahkan KI (Komisi Informasi) segera dibentuk. Pemberntu kan KI Provinsi paling lambat 2 tahun sejak peraturan diundangkan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan merefleksikan perintah itu dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014, tentang KIP dalam Penyelengaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dan mengeluarkan SK (Surat Keputusan) pembentukan KI. Tugas pokok KI diantaranya : memutuskan sengketa informasi publik. Dalam menyelesaikan tugas tersebut beberapa permasalahan yang urgen diteliti antara lain : bagaimana motivasi masyarakat menggunakan layanan KI terhadap penyelesaian sengketa, bagaimana pola komunikasi menyelesaikan sengketa informasi, dan apa yang menjadi tantangan KI dalam mengimplementasikan tugasnya?. Tujuan penelitian untuk mengetahui : motivasi masyarakat menggunakan layanan KI, pola komunikasi yang dibangun KI, dan tantangan KI dalam melaksanakan tugas menyelesaikan sengketa informasi. Hasil penelitian menunjukkan : Motivasi masyarakat menggunakan layanan KI untuk penyelesaian sengketa cukup tinggi, dan diprediksi terus meningkat. 3 (tiga) pola komunikasi : tertulis, komunikasi langsung dan media baru yang dibangun KI cukup tepat, efektif, dan komunikatif dalam menyelesaikan sengketa informasi. Belum siap dan masih rendahnya kesadaran Badan Publik terhadap pelaksanaan UU KIP dan terjadinya perbedaan persepsi antara lembaga penyelesaian sengketa informasi yakni KI dengan PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) menjadi tantangan utama bagi KI, hingga mendorong KI segera mengkomunikasikan dengan duduk satu meja membahas secara bersama-sama penerapan penyelesaian sengketa sesuai dengan ketentuan yang dikenhendaki UU KIP.
Implementasi Kewenangan Desa: Dinamika, Masalah, Dan Solusi Kebijakan Gunawan
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 12 No 1 (2017): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Based on Law No. 6 of 2014 about Village (desa), there are four types of authority in village (desa) administration. In Village Administration implementation, there's always interpretation distortion that causes contradiction with other stakeholders. This study aim to discover how far does the implementation and implication of Village Administration authorities, specialy authorities that come from local village administration rights of orign. The Study use qualitative-descriptive approach. Main study locus is on 6 district (desa) and 3 nagari (similar to desa) that purposively chosen and located in three regencies in three provinces. This study conclude that the regulation of Village Authorities as stated in The Village, Rural Area Development and Transmigration Minister Decree 1, 2015 hasn't reach and/or implemented in the Village level. Currently, there's still perception differences in interpreting the Village Authorities, and also dispute between Regencies and Village Authorities and between Village and private sectors authorities. It is highly recommended to review the Village Authorities regulations and to intensively socialize the regulation to the village officials through village stakeholders and societies participation. Abstrak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa memiliki 4 (empat) jenis kewenangan. Namun dalam implementasi kewenangan desa tersebut, seringkali terjadi distorsi yaitu berupa perbedaan pemahaman dan penafsiran, sehingga menimbulkan gesekan ataupunsengketa dengan pihak lain. Studi ini bertujuan mengevaluasi Peraturan Menteri Desa, Pembangunan DaerahTertinggal, dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa serta mengetahui sejauhmana implementasi beserta implikasi kewenangan desa, khususnya kewenangan desa yang berasal dari hak asal usul dan kewenangan desa berskala lokal desa. Penelitian menggunakan metode kualitatif-deskriptif. Lokus studi adalah 6 (enam) desa dan 3 (tiga) nagari yang dipilih secara purposif dan tersebar di 3 (tiga) kabupaten pada 3 (tiga) provinsi.Hasil penelitian ini membuktikan bahwa sosialiasi regulasi tentang kewenangan desa sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan DaerahTertinggal, dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 2015 belum diselenggarakan sampai pada tataran desa.Sampai saat ini, masih terdapat perbedaan persepsi dalam menafsirkan kewenangan desa, seringnya terjadi sengketa antara kewenangan kabupaten dengan kewenangan desa serta kewenangan desa dengan pihak swasta. Direkomendasikan untuk mereviu regulasi/kebijakan tentang kewenangan desa dan melakukan sosialisasi secara intensif sampai ke tataran pelaksana dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan dan masyarakat di desa. Abstrak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa memiliki 4 (empat) jenis kewenangan. Namun dalam implementasi kewenangan desa tersebut, seringkali terjadi distorsi yaitu berupa perbedaan pemahaman dan penafsiran, sehingga menimbulkan gesekan ataupunsengketa dengan pihak lain. Studi ini bertujuan mengevaluasi Peraturan Menteri Desa, Pembangunan DaerahTertinggal, dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa serta mengetahui sejauhmana implementasi beserta implikasi kewenangan desa, khususnya kewenangan desa yang berasal dari hak asal usul dan kewenangan desa berskala lokal desa. Penelitian menggunakan metode kualitatif-deskriptif. Lokus studi adalah 6 (enam) desa dan 3 (tiga) nagari yang dipilih secara purposif dan tersebar di 3 (tiga) kabupaten pada 3 (tiga) provinsi.Hasil penelitian ini membuktikan bahwa sosialiasi regulasi tentang kewenangan desa sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan DaerahTertinggal, dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 2015 belum diselenggarakan sampai pada tataran desa.Sampai saat ini, masih terdapat perbedaan persepsi dalam menafsirkan kewenangan desa, seringnya terjadi sengketa antara kewenangan kabupaten dengan kewenangan desa serta kewenangan desa dengan pihak swasta. Direkomendasikan untuk mereviu regulasi/kebijakan tentang kewenangan desa dan melakukan sosialisasi secara intensif sampai ke tataran pelaksana dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan dan masyarakat di desa.
Dampak Tingginya Prevalensi TRICHURIS TRICHIURA Terhadap Kebijakan Pengobatan Massal Kecacingan Di Tiga SD di Kabupaten Tanah Bumbu Paisal; Budi Hairani; Erly Haryanti; Listiana Indriyati
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 12 No 1 (2017): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Soil transmitted helminth (STH) is a neglected parasitic disease with a high prevalence in the world. The prevalence of STH in elementary school children in Indonesia was 31.8%, while the prevalence of STH for Tanah Bumbu District was 56.6%, with the most common species was T. trichiura (81%). The objectives of this study were to obtain STH prevalence rates for schoolchildren in SD Juku Eja, SD Sungai Lembu and SD Sepunggur, and to assess the conformity of the Ministry of Health's mass deworming policy with the most prevalence of worm species. The study was conducted in February 2015. The sample of the study was all elementary school students of class I-VI in selected schools. Fecal examination using the direct method. The statistical test using chi square test between the variables of worm infection and the variable of schools. Respondents were 348 people and a third (35.1%) were worm infected. Among the three schools, primary school with the highest infection regardless of worm species was SD Juku Eja (77%) followed by SD Lembu River (15.6%). There was a significant difference between the prevalence of worms for each elementary school. Among the 122 respondents who suffered from worms, 49.2% were single infections of T. trichiura. The mass deworming guidelines released by the Ministry of Health are slightly different from the effective treatment for T. trichiura infection, ie on the number of days of administration. In the Ministry of Health's mass deworming guidelines, albendazole was given a single dose while the specific treatment of T. trichiura infection, albendazole was given 3 times for 3 consecutive days. Because the dominant infection at this study was T. trichiura, it is recommended to change the dose of albendazole treatment in the mass treatment, from single dose administered to 3 times for 3 consecutive days. Abstrak Kecacingan merupakan penyakit parasit terabaikan yang banyak diderita oleh penduduk dunia. Prevalensi pada anak sekolah dasar di Indonesia sebesar 31,8%. Sedangkan untuk Kabupaten Tanah Bumbu, prevalensi kecacingan mencapai 56,6% dan spesies yang paling banyak ditemukan adalah T. trichiura (81%). Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan data prevalensi kecacingan pada anak sekolah di SD Juku Eja, SD Sungai Lembu, dan SD Sepunggur, Kabupaten Tanah Bumbu, kemudian menilai kesesuaian kebijakan pengobatan massal kecacingan Kementerian Kesehatan dengan prevalensi spesies cacing yang paling banyak ditemukan. Penelitian dilakukan pada Februari 2015. Sampel penelitian adalah seluruh siswa SD kelas I-VI di sekolah terpilih. Pemeriksaan tinja menggunakan metode langsung. Uji statistik menggunakan uji chi square antara variabel status kecacingan dengan variabel tempat bersekolah. Responden sebanyak 348 orang dan sepertiganya (35,1%) positif kecacingan. Dari ketiga sekolah, SD yang memiliki infeksi paling tinggi tanpa memandang spesies cacing adalah SD Juku Eja (77%) disusul SD Sungai Lembu (15,6%). Terdapat perbedaan bermakna antara kejadian kecacingan untuk setiap SD. Dari 122 orang responden yang mengalami kecacingan, sebanyak 49,2% adalah infeksi tunggal T. trichiura. Pedoman pengobatan massal kecacingan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan sedikit berbeda dengan pengobatan efektif untuk infeksi T. trichiura, yaitu pada jumlah hari pemberian. Pada pedoman pengobatan massal Kementerian Kesehatan, albendazol diberikan dosis tunggal sedangkan pengobatan spesifik infeksi T. trichiura albendazol diberikan 3 kali selama 3 hari berturut-turut. Karena infeksi dominan di lokasi penelitian adalah T. trichiura, disarankan untuk mempertimbangkan dosis pengobatan albendazol pada pengobatan massal, dari pemberian dosis tunggal menjadi pemberian sebanyak 3 kali selama 3 hari berturut-turut.
Penguatan Koordinasi Fungsional Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk Pembangunan Berbasis IPM (Studi Kasus di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat) Suwarli
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 12 No 1 (2017): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Achievement of the Human Development Index is one of the success performance indicator of government agencies and national development are realized in the form of the development program set out in planning documents, such as the Local Government Work Plan. This study was conducted in March-June 2016. The research location in Sambas District, The purpose of this study are analyzed the level of strengthening functional coordination on local government work plan documents include are preparation, implementation, and result evaluation to accelerate of HDI achievement. The approach of this study is qualitative method were analyzed use triangulation and descriptive statistical.The results showed that the level of strengthening functional coordination of RKPD based on HDI in Sambas Regency is classified as strong category.In the preparation stages has a score of 2.33, the implementation evaluation stage has a score of 2.32 and the evaluation stage of the results have a score of 2.30. These results indicate that the process of coordination in the preparation RKPD in Sambas district already has a good performance. Synergy and effective coordination among the internal bureaucracy is a key to success Abstrak Pencapaian target Indeks Pembangunan Manusia merupakan salah satu indikator keberhasilan kinerja instansi pemerintah dan pembangunan nasional yang diwujudkan dalam bentuk program pembangunan yang tertuang dalam dokumen perencanaan, seperti Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Juni 2016. Lokasi penelitian di Kabupaten Sambas.Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis tingkat penguatan koordinasi fungsional terhadap dokumen perencanaan tahunan RKPD Kabupaten Sambas sejak tahap awal penyusunan, evaluasi pelaksanaan, dan evaluasi hasil yang berorientasi pada percepatan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Teknik analisis data menggunakan pendekatan triangulasi dan data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan pendekatan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penguatan koordinasi fungsional RKPD berbasis IPM di Kabupaten Sambas termasuk kedalam kategori kuat. Pada tahap awal penyusunan memiliki skor 2.33, tahap evaluasi pelaksanaan memiliki skor 2.32 dan tahap evaluasi hasil memiliki skor 2.30. Hasil tersebut menunjukkan bahwa proses koordinasi dalam penyusunan RKPD di Kabupaten Sambas sudah memiliki kinerja yang baik. Sinergitas dan koordinasi yang efektif antar internal birokrasi menjadi salah satu kunci keberhasilannya.
Urgensi Kebijakan Menetapkan Kelembagaan Penelitian Dan Pengembangan di Daerah Teguh Narutomo
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 12 No 1 (2017): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Charges against research-based policy has become a claim that is prevalent in hampi rsemua parts of the world, not least in Indonesia. But skill practice that applies particularly in almost all governance in the region are responsible for the spending policies in the region apparently still can not realize its full potential. In fact many are born without a policy based on research and not least the policy could tridak operations and should be revised or even withdrawn. The urgency to implement policies based on research and development is becoming increasingly important because of better demand field, theory and rules have been urged to be realized. This condition makes the importance of an institution that performs research and development functions in the region. This study uses qualitative research with case study approach. The results of this study conclude that the research and development function can not be ruled out and should be applied in the implementation of local government by establishing research and development institutions in the region. Abstrak Tuntutan terhadap kebijakan berbasis riset sudah menjadi tuntutan yang lazim di hampir semua belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Tetapi praktik yang berlaku khususnya di hampir semua penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang bertanggungjawab terhadap pengeluaran kebijakan di daerah ternyata masih belum bisa merealisasikannya secara maksimal. Pada kenyataannya banyak kebijakan yang lahir tanpa didasari oleh riset dan tidak sedikit kebijakan tersebut tidak bisa operasional serta harus direvisi atau bahkan dicabut kembali. Untuk itu urgensi menerapkan kebijakan berbasis penelitian dan pengembangan menjadi semakin penting karena baik tuntutan lapangan, teori maupun aturan udah mendesak untuk direalisasikan. Kondisi ini membuat pentingnya sebuah lembaga yang menjalankan fungsi penelitian dan pengembangan di daerah. Kajian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil dari kajian ini menyimpulkan bahwa fungsi penelitian dan pengembangan sudah tidak bisa dikesampingkan dan harus diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan membentuk lembaga penelitian dan pengembangan di daerah.
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Dalam Penggunaan Larvasida Temepos di Kota Banjarmasin M. Rasyid Ridha; Khairatun Nisa; Siti Aisyah
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 12 No 1 (2017): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The use temefos an attempt to control the mosquito Aedes aegypti in the pre-adult stage is used in the District of North Banjarmasin, Banjarmasin City as dengue endemic areas. The purpose of this study to determine the knowledge and attitudes of people in using time-fuse. The study design used is explanatory research using questionnaires by simple accidental sampling. Results showed no relationship between attitude, experience of use, frequency of use and knowledge of the behavior of people in using time-fuse in the District of North Banjarmasin.Based on the results of logistic regression analysis showed only experience (p = 0.058 Exp. B = 3.164) and attitude (p = 0.027 Exp. B = 4.542) effect on people's behavior in using time-fuse in Banjarmasin.There is a need for counseling about the use of temepos, especially regarding the mechanism of the ways and doses used. Abstrak Penggunaan temefos merupakan upaya pengendalian nyamuk Aedes aegypti pada tahap pra dewasa yang digunakan di Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota banjarmasin sebagai daerah endemis DBD. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengetahuan dan sikap masyarakat dalam menggunakan temefos. Desain penelitian yang digunakan adalah explanatory research dengan menggunakan kuisioner secara simple accidental sampling. Hasil Penelitian menunjukkan ada hubungan antara sikap, pengalaman penggunaan, frekuensi penggunaan dan pengetahuan dengan perilaku masyarakat dalam menggunakan temefos di Kecamatan Banjarmasin Utara. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik didapatkan hasil hanya pengalaman (p = 0,058 Exp.B = 3,164) dan sikap (p = 0,027 Exp.B = 4,542) yang berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam menggunakan temefos di Kota Banjarmasin.Perlu dilakukan penyuluhan mengenai penggunaan temepos, khususnya mengenai mekanisme cara dan dosis yang digunakan.
Karakteristik Inovasi Daerah Berbasis Potensi Wilayah di Kota Bandung dan Kabupaten Sleman Ray Septianis Kartika
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 12 No 1 (2017): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Regional potentials have the power to develop local innovation. Potential natural resources with the support of human resource assets, became one of the indicators of strengthening innovation. The problem in this study is how the characteristics of regional innovation and what factors influence the formation of innovation characteristics. The purpose of this study is to know the characteristics of innovation and to identify factors inhibiting the characteristics of innovation. The study method used descriptive explorative with qualitative approach through interview guidance. The informants are Bappeda, Social Bureau and related SKPD. The technique of analysis is qualitative data analysis with data triangulation. The results of the study identified the characteristics of regional innovation in Bandung and Sleman Regency consisting of innovation, innovation, innovation and easy observation. Characteristic inhibiting factors are (1) government and society policy in proposing innovation idea, (2) territorial thematic mapping which includes identification of type and distribution of regional superior economic potential (3) cooperation with development of OVOP center in Bandung, (4) The existence of local capacity building (natural resources, human, institutional), (5) enormous natural potential, (2) strong government involvement in giving salak cultivation training, (3) SOP cultivation of salak, (4) innovation replication, and (5) intellectual property of salak. Potensi wilayah memiliki kekuatan untuk dapat mengembangkan inovasi daerah. Sumber daya alam potensial dengan didukung aset sumber daya manusia, menjadi salah satu indikator penguatan inovasi. Permasalahan dalam kajian ini adalah bagaimana karakteristik inovasi daerah dan faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan karakteristik inovasi. Tujuan kajian ini mengetahui karakteristik inovasi dan mengidentifikasi faktor penghambat karakteristik inovasi. Metode kajian menggunakan deskriptif eksploratif dengan pendekatan kualitatif melalui pedoman wawancara. Informannya adalah Bappeda, Biro Sosial dan SKPD terkait. Teknik analisanya adalah analisa data kualitatif dengan triangulasi data. Hasil kajian mengidentifikasi karakteristik inovasi daerah di Kota Bandung dan Kabupaten Sleman terdiri dari keunggulan inovasi, kemudahan inovasi, uji coba inovasi dan mudah diamati. Faktor penghambat karakteristik yaitu (1) kebijakan merintah dan masyarakat dalam mengusulkan ide inovasi, (2) pemetaan tematik kewilayahan yang di dalamnya mencakup identifikasi jenis dan persebaran potensi ekonomi unggulan wilayah (3) adanya kerjasama dengan pengembangan sentra OVOP di Kota Bandung, (4) Adanya pembangunan kapasitas lokal (sumber daya alam, manusia, kelembagaan), (5) potensi alam yang sangat besar, (6) kuatnya pelibatnya pemerintah dalam memberikan pelatihan budidaya salak, (7) adanya SOP budidaya salak, (8) replikasi inovasi, dan (9) HAKI budidaya salak. Metode dan alat analisis apa yang digunakan, perlu disinggung di dalam abstrak.
Pelaksanaan Transparansi Dalam Mewujudkan Good Governance Pada Dinas Pendidikan di Kalimantan Selatan Latifa Suhada Nisa
Jurnal Kebijakan Pembangunan Vol 12 No 1 (2017): JURNAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The implementation of transparency is a one way of good governance action to increase publics services. The aims of' this study were to identified and analized the implementation, problems and strategies on transparency implementation in the regional education offices. This study was conducted in March – November 2016 in the 13 regencies/city. The data were collected by literature study, kuesioner, deep interview and obeservation. Scooring, base statistics and descriptive qualitative method were used to analized. The results showed that 10 of 14 overnment education department have the value below 66.67% that means the transparency has not implemented well. The problems in transparency implementation were the lacking of regulation, information canter, low human resources, and budgeting. The strategies to overcome that problems were by behavioral; institutional; and social politics-laws approaching. The good team work, good will/political will from leader, regulation about standart education services need to be build, in other hand society’s coopertive behavior in implementation of public services etics also needed. Abstrak Pelaksanaan transparansi merupakan salah satu wujud pelaksanaan good governance sebagai upaya peningkatan pelayanan pada sektor public. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pelaksanaan, kendala, dan strategi dalam mengatasi kendala pelaksanaan transparansi pada dinas pendidikan di Kalimantan Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – November 2016, pada dinas pendidikan di 13 Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan. Teknik pengumpulan data, yaitu melalui studi literatur, kuesioner, wawancara mendalam, dan observasi. Analisi data dilakukan melalui teknik skoring dengan analisis statistic sederhana dan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 10 dinas pendidikan memiliki nilai di bawah 66,67% atau tidak melaksanakan prinsip transparansi. Kendala pelaksanaan prinsip transparansi, yaitu tidak adanya regulasi terkait pelaksanaan prinsip transparansi, tidak tersedianya bidang khusus yang menangani pemberian informasi, minimnya sumber daya manusia, dan pendanaan/penganggaran .Strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut, yaitu melalui pendekatan behavioral; institusional; dan sistem social politik dan hukum. Penyelesaian kendala pelaksanaan prinsip good governance perlu dilakukan melalui pembetukan tim kelompok kerja, perlu adanya good will/political will dari setiap pimpinan dan kepala daerah, perlu menyusunan Peraturan Gubernur/ Peraturan Walikota/ Peraturan Bupati tentang Standar Pelayanan pada Dinas Pendidikan, dan perlu sikap kooperatif dari masyarakat dalam pelaksanakan etika pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Page 1 of 2 | Total Record : 12