cover
Contact Name
JUNAIDI
Contact Email
junnaidie@gmail.com
Phone
+62711-418873
Journal Mail Official
jurnalconsensus@stihpada.ac.id
Editorial Address
Jl. Animan Achyat (d/h Jln. Sukabangun 2) No. 1610 Kota Palembang Prov. Sumatera Selatan Telp/Fax : 0711 - 418873
Location
Kota palembang,
Sumatera selatan
INDONESIA
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : -     EISSN : 29622395     DOI : -
Diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda (STIHPADA) Palembang berisikan tulisan ilmiah, hasil pembahasan penelitian, pembahasan buku dan pendapat yang mendukung. Artikel Hukum yang dipublikasikan pada jurnal ini merupakan Hasil Karya Ilmiah Mahasiswa dan Dosen yang telah memenuhi Pedoman Penulisan bagi Penulis (Author Guidelines) yang telah ditentukan oleh Consensus : Jurnal Ilmu Hukum. Semua artikel yang dikirimkan oleh penulis dan dipublikasikan dalam jurnal ini ditelaah melalui peer review process. Jadwal penerbitan setahun 4 (empat) kali pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Tulisan yang dikirim harus berpedoman pada metode penulisan ilmiah dan petunjuk penulisan sebagai terlampir. Isi konten tulisan tanggung jawab sepenuhnya penulis. Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap isi konten tulisan.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol. 1 No. 1 (2022): Agustus" : 5 Documents clear
PENERAPAN ASAS KEADILAN DALAM HAL PENJATUHAN SANKSI PIDANA BAGI PELANGGAR PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DI MASA PANDEMI Anita Dwi Lestari; Vidi Al Imami; Mutia Aldina Arafah; Irya Rizka Zahida; Ari Ramadhan; Evi Oktarina
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 1 (2022): Agustus
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (566.994 KB)

Abstract

Abstrak Laju penularan Virus Covid-19 yang semakin tinggi membuat Pemerintah kembalimenetapkan kebijakan pengetatan kegiatan masyarakat. Faktor mobilitas warga yang tinggi saat libur lebaran dan varian baru SARS-CoV-2 (Delta) diperkirakan sebagai penyebab tingkat laju penularan Virus Covid-19 menjadi semakin tinggi. Situasi tersebut meng-haruskan pemerintah mengeluarkan peraturan dan kebijakan baru, ini sangat di perlukan dalam keadaan Negara yang tidak normal seperti sekarang, diharapkan dengan diberla-kukannya hukum dan kebijakan baru ini dapat menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu sebuah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Pemberian atau penerapan sanksi pidana jika dikaji dari segi keadilan dalam masyarakat, penerapan sanksi dan putusan yang diberikan dinilai belum memberikan rasa keadilan dalam masyarakat tidak relavan jika pelaku pelanggar PSBB langsung dikenakan sanksi pidana. Kata Kunci : Asas Keadilan, Pandemi, Sanksi Pidana Abstract The higher rate of transmission of the Covid-19 Virus has made the government re-establish a policy of tightening community activities. The high mobility factor of citizens during eid holidays and the new variant of SARS-CoV-2 (Delta) is estimated to be the cause of the rate of transmission of the Covid-19 Virus to be higher. The situation requires the government to issue new regulations and policies,thisis very necessary in the state of the country that is not normalas it isnow,it is hope dthatwith theen actment of this new law and policy can maintain public order and tranquility.The type of research that the author uses is normative legal research, a legal research method that is carried out by examining library materials or secondary data. The approach used by researchers is a normative juridical approach.The provision or application of criminal sanctions if studied in terms of justice in society, the application of sanctions and verdicts given is considered to have not provided a sense of justice in the community is not willing if the perpetrators of PSBB violators are directly subject to criminal sanctions.
PENGARUH TERAPI SENI (ART THERAPY) DALAM MENINGKATKAN DIRI PADA ANAK DIDIK LAPAS Rafika Qibtiatun; Hermariantito Al Dzikri; Akiu Fitrio; Dede Tri Turindo; Wira Dwi Pangga AK; Windi Arista
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 1 (2022): Agustus
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (528.409 KB)

Abstract

AbstrakPerubahan dramatis yang berkaitan dengan emosi, penilaian, perilaku, dan kontrol diri, cenderung menjadi penjelasan seorang remaja mengalami ledakan emosi dan melakukan kegiatan berisiko (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Perbuatan beresiko tersebut salah satunya adalah perbuatan yang melibatkan hukum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menerapakan art therapy dalam mengingkatkan kontrol diri pada andikpas (anak didik lapas) yang dilaporkan melakukan pelangaran di dalam instansi. Pelanggaran di dalam instansi lapas yang dilakukan oleh andikpas dapat berupa perkelahian, merokok, tidak bersekolah dan tidak mengikuti kegiatan pembinaan. Metode penelitian yang dilakukan adalah quasi eksperimental dengan jumlah partisipan 5 orang yang dilaporkan pernah hingga sering memasuki sel isolasi karena melakukan pelanggaran. Prosedur pemilihan partisipan diawali dengan melakukan pre-test menggunakan tes menggambar orang, menggambar pohon, dan kuesioner brief self-control scale milik Tangney et al (2004) berjumlah 13 butir item. Didapatkan 5 orang yang memiliki karakteristik kontrol diri yang rendah. Art therapy dilakukan sebanyak 8 kali pertemuan dalam 1 bulan. Hasil yang diperoleh melalui penerapan art therapy adalah, adanya peningkatan kontrol diri dilihat dari post test yang mencakup observasi dan penilaian perbedaan respon aitem dari partisipan pada saat pre-test dan post-test. Kontrol diri yang meningkat pada partisipan berkaitan dengan sikap pemalas, pengendalian diri, dan regulasi emosi. Kata Kunci: Kontrol Diri, Lembaga Permasyrakatan, Anak Didik Lembaga Permasyarakatan. AbstractDramatic changes related to emotions, judgments, behavior, and self-control, tend to be an explanation for a teenager experiencing emotional outbursts and engaging in risky activities (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). One of these risky acts is an act that involves the law. The purpose of this study was to apply art therapy in increasing self-control in andikpas (prison students) who were reported to have committed violations within the agency. Violations in prison institutions committed by andikpas can be in the form of fights, smoking, not attending school and not participating in coaching activities. The research method used is quasi-experimental with 5 participants who reported having frequently entered solitary confinement for committing a violation. The participant selection procedure was initiated by conducting a pre-test using a person drawing test, drawing a tree, and a brief self-control scale questionnaire belonging to Tangney et al (2004) totaling 13 items. There are 5 people who have low self-control characteristics. Art therapy is carried out 8 times in 1 month. The results obtained through the application of art therapy are an increase in self-control seen from the post-test which includes observing and assessing the difference in item responses of the participants during the pre-test and post-test. Increased self-control in participants was related to laziness, self-control, and emotion regulation.
UPAYA HUKUM LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM HAL TERJADINYA PENGALIHAN OBJEK PERJANJIAN DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN Rio Febrianto; Diah Apriana; Fauzan Pramana; Ria Wantika Sari; Daniel Christianto; Marsudi Utoyo
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 1 (2022): Agustus
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (522.88 KB)

Abstract

Abstrak Perjanjian sewa beli di Indonesia dewasa ini berkembang dengan pesat. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek sehari-hari, banyaknya peminat dari masyarakat terhadap perjanjian tersebut, terutama dalam pemenuhan kebutuhan sekundernya. Perjanjian Sewa Beli sebagai salah satu bentuk perjanjian tidak bernama, bagaimana upaya hukum lembaga pembiayaan dalam hal terjadinya pengalihan objek perjanjian dalam perjanjian sewa beli kendaraan. Penelitian dalam tulisan ini adalah penelitian yuridis normatif, yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Upaya hukum yang dapat dilakukan kreditur, dimana kreditur berhak meminta ganti kerugian atas wanprestasi yang dilakukan debitur sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata. Disamping itu kreditur juga bisa membatalkan perjanjian tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian Pasal 6a ayat (4) yang disebutkan diawal, dimana hal tersebut juga sesuai dengan Pasal 1266 KUH Perdata. Kreditur juga dapat melakukan penarikan kendaraan yang menjadi objek perjanjian, maka debitur wajib menyerahkan kendaraan tersebut. Sesuai dengan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Kata Kunci : Lembaga Pembiayaan, Perjanjian,Sewa Beli Abstract Lease and purchase agreements in Indonesia are currently growing rapidly. We can see this in daily practice, the large number of people's interest in the agreement, especially in meeting its secondary needs. Lease Agreement Buy as a form of agreement is not named, how the legal remedy of the financing institution in the event of the transfer of the object of the agreement in the lease agreement buys a vehicle. The research in this paper is normative juridical research, which is researched only library materials or secondary data, which may include primary, secondary and tertiary legal materials. Legal remedies that can be made by creditors, and creditors have the right to seek compensation for defaults made by debtors as regulated in Article 1243 of the Civil Code.In addition, the creditor can also cancel the agreement in accordance with those stated in the agreement of Article 6a paragraph (4) mentioned at the beginning, which is also in accordance with Article 1266 of the Civil Code.The creditor can also make a withdrawal of the vehicle that is the object of the agreement, then the debtor is obliged to hand over the vehicle. In accordance with Article 30 of LawNo. 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees.
PERAN JAKSA DALAM UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Muhammad Hariyo Ramadhan
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 1 (2022): Agustus
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.232 KB)

Abstract

AbstrakKorupsi merupakan suatu budaya yang sulit diubah karena melekat pada diri manusia itu sendiri yang merupakan moralitas atau akhlak. Untuk mengubah dan memperbaiki semua itu diperlukan cara-cara untuk mencari dan mengatasi penyebab-penyebab terjadinya tindak pidana korupsi. Penyebab utama adanya korupsi berasal dari diri masing-masing individu dan untuk mengatasinya diperlukan penyusunan akhlak yang baik dalam diri manusia itu sendiri. Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes) melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes). Sehingga dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan “secara biasa”, tetapi “dituntut cara-cara yang luar biasa” (extra ordinary enforcement). Bagaimanakah peran jaksa dalam upaya pengembalian kerugian negara terhadap tindak pidana korupsi dan Bagaimanakah hambatan jaksa dalam upaya pe-ngembalian kerugian negara terhadap tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis normatif. Peran Jaksa dalam pengembalian kerugian keuangan Negara melalui jalur pidana pihak kejaksaan juga memiliki wewenang untuk memulihkan kerugian negara dengan perampasan aset hasil tindak pidana korupsi. Jika terdakwa tindak pidana korupsi tidak dapat membuktikan harta benda miliknya bukan diperoleh dari perbuatan tindak pidana korupsi maka hakim berwenang memutus untuk merampas harta benda tersebut untuk Negara. hal ini sebagaimana dikatakan dalam pasal 38B ayat (2) Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang berbunyi: “Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, harta benda tersebut dianggap diperoleh juga dari tindak pidana korupsi dan hakim berwenang memutuskan seluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampas untuk Negara.” Jaksa hendaknya lebih teliti dan cermat dalam melakukan proses penyitaan atau penyelidikan seperti yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengembalian kerugian keuangan negara dari hasil korupsi berupa uang pengganti kerugian keuangan negara perlu ditingkatkan jumlahnya. Selain itu, aset/harta kekayaan pelaku perlu dirampas, disita, dan dilelang sebagai pengganti kerugian keuangan negara. Untuk itu, UU Perampasan Aset perlu dibentuk sebagai dasar hukum perampasan aset dari hasil korupsi. Kata Kunci : Peran Jaksa, Pengembalian Kerugian, Tindak Pidana Korupsi AbstractCorruption is a culture that is difficult to change because it is inherent in humans themselves which are morality or character. To change and improve all that, it is necessary to find ways to find and overcome the causes of corruption. The main cause of corruption comes from each individual and to overcome it requires the preparation of good morals in humans themselves. Corruption is a violation of social rights and economic rights of the community, so that corruption can no longer be classified as an ordinary crime but has become an extraordinary crime. So that in an effort to eradicate it, it can no longer be carried out "in the usual way", but "extra ordinary enforcement is required". What is the role of the prosecutor in efforts to recover state losses against corruption and what are the obstacles for prosecutors in efforts to restore state losses against corruption. This research uses a normative juridical approach. The role of the Prosecutor in recovering state financial losses through criminal channels, the prosecutor's office also has the authority to recover state losses by confiscation of assets resulting from criminal acts of corruption. If the accused of a criminal act of corruption cannot prove that his property was not obtained from a criminal act of corruption, the judge has the authority to decide to confiscate the property for the State. This is as stated in Article 38B paragraph (2) of the Law on the eradication of criminal acts of corruption which reads: "In the event that the defendant cannot prove that the property as referred to in paragraph (1) was obtained not because of a criminal act of corruption, the property is deemed to have been obtained. also from criminal acts of corruption and the judge is authorized to decide that all or part of the property is confiscated for the State.” Prosecutors should be more thorough and careful in carrying out the process of confiscation or investigations such as those carried out by the Corruption Eradication Commission. The return of state financial losses resulting from corruption in the form of money to compensate for state financial losses needs to be increased. In addition, the assets/wealth of the perpetrators needs to be confiscated, confiscated, and auctioned off as a substitute for state financial losses. For this reason, the Asset Confiscation Law needs to be established as the legal basis for the seizure of assets resulting from corruption.
SANKSI PIDANA TERHADAP PENUMPANG YANG MELANGGAR TATA TERTIB DI DALAM PESAWAT UDARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN Dewa Ayu Made Mayani
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 1 (2022): Agustus
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (762.526 KB)

Abstract

Abstrak Penerbangan secara exsplisit telah diatur secara khusus didalam Undang-Undang No 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Penerbangan menjelaskan bahwa yang disebut dengan penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Permasalahan dalam Penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk-bentuk pelanggaran tata tertib di dalam pesawat udara selama penerbangan dan bagaimana sanksi pidana terhadap penumpang yang melanggar tata tertib di dalam pesawat udara selama penerbangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan. Bentuk pelanggaran tata tertib di dalam pesawat udara selama penerbangan diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan sanksi pidana tersebut diatur dalam Pasal 412 ayat 1-7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Kata Kunci : Sanksi Pidana, Penumpang, Pesawat Penerbangan. Abstract Aviation has been explicitly regulated specifically in Law No. 1 of 2009 concerning Aviation. According to Article 1 number 1 of the Aviation Law, it is explained that what is called aviation is a unified system consisting of the use of airspace, aircraft, airports, air transportation, flight navigation, safety and security, the environment, as well as supporting facilities and facilities. other common. The problem in this research is how are the forms of violation of the rules on the airplane during the flight and how are the criminal sanctions against passengers who violate the rules on the airplane during the flight based on Law Number 1 of 2009 concerning Aviation. The form of violation of the rules on board an aircraft during a flight is regulated in Article 54 of Law Number 1 of 2009 concerning Aviation and the criminal sanctions are regulated in Article 412 paragraphs 1-7 of Law Number 1 of 2009 concerning Aviation.

Page 1 of 1 | Total Record : 5