cover
Contact Name
M.Ya’kub Aiyub Kadir
Contact Email
kanun.jih@usk.ac.id
Phone
+62651-7552295
Journal Mail Official
kanun.jih@usk.ac.id
Editorial Address
Redaksi Kanun: Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh 23111
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Kanun: Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : 08545499     EISSN : 25278428     DOI : 10.24815/kanun.v20i3.11380
Core Subject : Social,
anun: Jurnal Ilmu Hukum (KJIH), the Indonesian Journal of Autonomy Law, is an international journal dedicated to the study of autonomy law within the framework of national and international legal systems. Published thrice annually (April, August, December), KJIH provides valuable insights for scholars, policy analysts, policymakers, and practitioners. Managed by the Faculty of Law at Syiah Kuala University in Banda Aceh, Indonesia, KJIH has been fostering legal scholarship since its establishment in June 1991, with the ISSN: 0854 – 5499 and e-ISSN (Online): 2527 – 8428. In 2020, it received national accreditation (SINTA 2) from the Ministry of Research and Technology of the Republic of Indonesia and the National Research and Innovation Agency. KJIH is actively pursuing indexing in prestigious databases like Scopus, Web of Science and other global indexes. We publish in English for accessibility, not as a political statement. The Editorial Board shall not be responsible for views expressed in every article.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019)" : 10 Documents clear
Hak Anak Laki-Laki yang Melangsungkan Perkawinan Nyentana I Gusti Agung Ayu Putu Cahyania Tamara; Rachma Fitriyanti Nasri; Rizka Wulan Pravitasari; Moza Fausta
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v21i2.13220

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kedudukan hukum bagi anak laki-laki sebagai ahli waris yang melangsungkan perkawinan nyentana menurut hukum adat Bali sehingga mengakibatkan status dari anak laki-laki tersebut berubah yang awalnya berstatus purusa menjadi pradana. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan undang-undang dan kasus hukum. Penelitian ini mengkaji Putusan PN Gianyar Nomor 55/Pdt.G/2014/PN.Gin berdasarkan Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010. Penelitian ini menemukan bahwa masyarakat Bali pada umumnya menggunakan sistem kekeluargaan patrilineal, namun dengan melangsungkan perkawinan nyentana maka menggunakan sistem kekeluargaan matrilineal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak laki-laki yang melangsungkan perkawinan nyentana sehingga statusnya menjadi pradana termasuk dalam kategori ninggal kedaton terbatas, artinya bahwa pihak pradana juga bisa memperoleh haknya sebagai ahli waris sekaligus tetap menjalankan kewajibannya sebagaimana yang dilakukan oleh pihak purusa. A Male Rights Who Did Nyentana Marriage This study aims to analyses the legal position of a male as heirs who perform Nyentana marriages according to Balinese customary law, which causes the status of the man changing from being Purusa to Pradana. This study uses a normative juridical method, with a legal approach and a legal case. This study examines the Decision of the Gianyar District Court Number 55/Pdt.G/2014/ PN.Gin based on the Decision of the Main Assembly of Pakraman Village Bali Number 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010. This study found that Balinese people generally used the Patrilineal family system, but by holding Nyentana marriage the Matrilineal family system was implemented. The results showed that male who carry out Nyentana marriages so that their status as Pradana was included in ‘Ninggal Kedaton terbatas’ category, meaning that Pradana could also obtain their rights as heirs while continuing to run their obligations as the Purusa do.
Kekuatan Hukum Akta Hibah untuk Anak Angkat Malahayati Malahayati; Syahrizal Abbas; Dahlan Dahlan
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v21i2.11448

Abstract

Penelitian ini ingin menjawab bagaimanakah kekuatan yuridis akta hibah untuk anak angkat dalam kasus perkara XXX/Pdt.G/2012/MS-Aceh tentang Pembatalan Hibah. Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaannya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup. Hibah dalam hukum manapun pada dasarnya tidak dibatalkan, kecuali memenuhi syarat-syarat tertentu hibah dapat dibatalkan. Dengan menggunakan metode normatif yuridis, penelitian menemukan bahwa hibah untuk anak angkat secara normatif melalui akta hibah Nomor 04/V/2007 sah dan mempunyai kekuatan hukum, karena telah memenuhi syarat dalam perjanjian hibah baik secara formil maupun materiil. Putusan pembatalan hibah dalam perkara Nomor XXX/Pdt.G/2012/MS-Aceh telah sesuai dengan hukum yang berlaku. Hakim mempertimbangkan bahwa anak angkat di Indonesia sama statusnya seperti anak kandung, maka apa yang berlaku pada anak kandung berlaku juga pada anak angkat.  Legal Force of the Bequest Certificated for An Adopted Child This study wants to answer how the juridical power of certificate grants (Hibah) for adopted children in Case Number XXX/Pdt.G/2012/ MS-Aceh regarding Hibah Cancellation. Hibah is a gift made by someone to another party when a donor is still alive. Hibah in any law are basically irrevocable, unless it meet certain conditions, the hibah can be canceled. By using the juridical normative method, the study found that the Certificated of Hibah No. 04/V/2007 is valid and has legal force, because it has fulfilled the terms of the grant agreement both formally and materially. Decision on cancellation of the hibah in Case Number XXX/Pdt.G/2012/MS-Aceh is in accordance with applicable law. The judge considered that adopted children in Indonesia had the same status as biological children, so what applies to biological children also applies to adopted children.
Mempertanyakan Legalitas Qanun Aceh: Sesuaikah dengan Sistem Peraturan Perundang-Undangan Andi Muhammad Asrun; Abdu Rahmat Rosyadi; Yennie K. Milono
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v21i2.12632

Abstract

Penelitian ini ingin menjawab kesesuaian Qanun Aceh dengan sistem peraturan perundang-undangan, dengan mengidentifikasi kedudukan qanun dalam sistem peraturan perundang-undangan, dan kewenangan lembaga dalam hak uji materil terhadap qanun sebagai produk hukum. Penelitian ini bersifat yuridis-formil melalui kajian pustaka terhadap peraturan perundang-undangan untuk mendeskripsikan kesesuaian qanun Aceh dalam sistem peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menemukan bahwa Qanun Aceh ada yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan ada yang berkaitan dengan pelaksanaan syariat Islam kedudukannya dianggap sama dengan peraturan daerah pada umumnya dalam perspektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Argumentasi yuridis yang menyatakan bahwa qanun sejajar dengan peraturan daerah ini diperkuat oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Namun berkenaan dengan hak menguji untuk membatalkan Qanun Aceh dalam pelaksanaan syariat Islam hanya dapat diuji dan dibatalkan melalui judicial review oleh Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 235 ayat (4) UU Nomor 11 Tahun 2006. Asking for Aceh Qanun Legality: Compatible With Legislation System This study aims to answer the compatibility between the Aceh Qanun and the system of legislation by identifying the position of qanun in the system and the authority of the institution in the rights to materially verify qanun as a legal product. This study uses a juridical-formal method through a literature review of the laws and regulations to describe the suitability of the Aceh qanun in the statutory system. This study found that the Aceh Qanun relating to the administration of government and relating to the implementation of Islamic law, its position is considered the same as local regulations in general in the perspective of Law No. 12/2011 on the Formation of Legislation. The juridical argument that states that the qanun is in line with this regional regulation is reinforced by the Republic of Indonesia Minister of Home Affairs Regulation No. 53/2011 on the Establishment of Regional Legal Products. However, the right to examine the cancellation of qanun in the implementation of Islamic Shari'a, it can only be examined and canceled through a judicial review by the Supreme Court as stipulated in Article 235 paragraph (4) of Law Number 11/2006.
Penataan Hukum Mekanisme Rekrutmen Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang Aspiratif Patawari Patawari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v21i2.12935

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Rekrutmen calon Anggota Dewa Perwakilan rakyat, Permasalahan yang timbul adalah bagaimanakah penataan hukum mekanisme rekruitmen calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang dengan pendekatan teori hukum dan perbandingan hukum. Hasil Penelitian menunjukkan rekruitmen calon anggota legislatif yang dilakukan oleh partai politik tidak melaksanakan amanat undang undang partai politik, dengan dalil bahwa partai politik  tidak mencantumkan  dalam Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai politik yakni: mekansime rekrutmen bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, adanya ketentun seleksi kaderisasi yang dilaksanakan secara demokrasi, seleksi yang dilakukan secara terbukan, penetapan rekrutmen yang dilakukan oleh pengurus partai politik bahwa Kedaulatan Rakyat atau demokrasi.  Sehigga mekanisme rekrutmen calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat cenderung tidak aspiratif. Sebagai perbandingan di beberapa negara rekrutmen dilakukan dengan berdasar pada konstitusi negara masing-masing  memasukkan unsur  aspek usia, kompetensi akademik, agama, kelompok etnis untuk menjadi calon anggota legislatif. Legal Administration of Mechanism Recruitment of Aspiration People's Representatives This study aims to analyze the recruitment of candidates for the House of Representatives. The problem that arises is how the legal arrangement of the recruitment mechanism for members of the House of representatives with a legal theory and legal comparison approach. The results indicate that the recruitment of legislative candidates conducted by political parties did not carry out the mandate of the Law on Political Party, with the argument that political parties do not include political parties' statutes bylaws, namely: recruitment mechanism for prospective members of the House of Representatives, there are provisions for cadre selection which are carried out democratically, open selection, determination of recruitment carried out by political party management that is People's Sovereignty or democracy. So the mechanism for recruiting candidate tends not to be aspirational. For comparison in several countries recruitment is based on the state constitution by including elements of age, academic competence, religion, ethnic groups to become legislative candidates.
Pelaksanaan ‘Uqubat Restitusi terhadap Korban Perkosaan Elda Maisy Rahmi; Ali Abu Bakar; Suhaimi Suhaimi
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v21i2.11317

Abstract

Penelitian ini ingin menjawab faktor apa saja yang meleatarbelakangi tidak terlaksananya ‘uqubat restitusi, serta upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh hak restitusi terhadap korban perkosaan. Selama tahun 2018, wilayah hukum Mahkamah Syar’iyah Jantho yang menanggani kasus perkosaan tidak pernah menerapkan uqubat restitusi terhadap pelaku perkosaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, lokasi penelitian di wilayah hukum Mahkamah Syar’iyah Jantho. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Qanun Jinayat telah menjamin pemberian hak kepada korban perkosaan. Hak restitusi terhadap korban perkosaan belum terlaksana disebabkan upaya dari korban sendiri tidak membuat laporan, pengaduan, dan pengakuan untuk ditinjaklanjuti oleh penegak hukum. Pada dasarnya upaya yang dapat dilakukan untuk mendapatkan restitusi bagi korban tindak pidana perkosaan adalah adanya pengakuan dari korban, yang menderita dan juga adanya dukungan dari pihak keluarga atau masyarakat yang partisipasi terhadap korban sehingga mengajukan permohonan kepada yang berwajib untuk menjalani proses selanjutnya dengan tujuan agar terpenuhi hak korban. The Implementation of ‘Uqubat Restitution to Rape Victim This research wants to answer what factors are the underlying that have not been implemented the ‘uqubat restitution’, and the efforts to obtain restitution rights for rape victims. During 2018, the Jantho jurisdiction of the Syar'iyah Court never applied the restitutionary sentence to rape perpetrators. This study uses an empirical juridical approach, the location of the study is in the Jantho Jurisdiction of the Syar'iyah Court. The results showed that Qanun Jinayat had guaranteed granting rights to rape victims. The right to restitution of rape victims has not been realized due to the efforts of the victims themselves not to make reports, complaints, and confessions to be followed up by law enforcement. Basically, efforts that can be made to obtain restitution for victims are recognition of the victim and also support from the family or community so that the victim submits an application to the authorities to undergo legal proceedings in order to fulfill the victims' rights.
Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia Atas Kebijakan Pemerintah Terkait Penerimaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia Gesang Wulandari; Nabitatus Sa’adah
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v21i2.12823

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum tenaga kerja Indonesia terkait penerimaan Tenaga Kerja Asing. Kajian yang dibahas yaitu mengenai kebijakan pemerintah dan perlindungan hukum Tenaga Kerja Indonesia terkait dengan kebijakan penerimaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia. Metode yang digunakan untuk mengkaji permasalahan yang akan dibahas menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang merupakan penelitian kepustakaan dengan pengumpulan bahan-bahan hukum sekunder seperti buku-buku, karya ilmiah hukum, bahan-bahan tertulis lain yang memberikan penjelasan mengenai kajian yang akan dibahas. Jika dilihat dari kebijakan yang ada pemerintah telah membuat peraturan untuk memberikan jaminan hak Tenaga Kerja Asing selama bekerja di Indonesia. Penerimaan Tenaga Kerja Asing dalam Perpres No. 20 Tahun 2018 memberikan syarat-syarat yang wajib dipatuhi oleh pemberi pekerja untuk menggunakan Tenaga Kerja Asing. Legal Protection of Indonesian Workers on Government Policy Relating to Acceptance of Foreight Workers In Indonesia This study aims to determine the legal protection of Indonesian workers related to the acceptance of foreign workers. The study discussed is about government policy and legal protection of Indonesian Workers related to the policy of accepting Foreign Workers in Indonesia. This research uses a normative juridical method which is a library research by collecting secondary legal materials such as books, legal scientific works, other written materials that provide an explanation of the study to be discussed. If seen from the existing policies the government has made regulations to provide guarantees for the rights of foreign workers while working in Indonesia. Acceptance of foreign workers in the Presidential Regulation No. 20/2018 provides conditions that must be complied with by employers for employing foreign workers.
Hukuman Tindak Pidana Pornografi dalam Hukum Pidana Islam Said Firdaus; Mohd. Din; Iman Jauhari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v21i2.11373

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah aturan hukum serta alasan mengapa bentuk dan kriteria tindak pidana pornografi dalam hukum pidana Islam, penerapan sanksi tindak pidana pornografi menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 dan Hukum Islam, dan dampak positif dan negatif tindak pidana pornografi. Pornografi dilarang menurut hukum nasional. Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif, dengan mengkaji peraturan perundang-undangan, dengan melihat hukum dari aspek normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum. Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk dan kriteria dalam hukum pidana Islam yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pornografi adanya bentuk tingkah laku, sifat melawan hukum, kesalahan, akibat konstitutif, keadaan menyertai, syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana, dan syarat tambahan untuk dapat dipidana. Penerapan sanksi tindak pidana dalam hukum Islam hukuman bagi pelaku tindak pidana pornografi bisa dihukum dengan hukuman zina, ta’zir, dan qisas. The Pornographic Criminal Sanctions In Islamic Crime This research aims to examine the rule of law, the forms and criteria of pornography in Islamic criminal law, the pornographic criminal sanctions in accordance with Law No. 44 Year 2008 and Islamic Law, as well as positive and negative impact of pornography. Based on National law Pornography is prohibited. This is a normative juridical research, not only by studying the laws and regulations but also by looking at the law from the normative aspect. The data used in this reasearch is legal material. The results show that the forms and criteria in Islamic criminal law that categorized as pornographic crimes were forms of behavior, unlawful act, misconduct, constitutive consequences, certain circumstances, additional conditions for criminal prosecution, and additional conditions for punishment. The application of criminal sanctions in Islamic law penalties for those who commit pornography can be punished by Adultery, Ta'zir, and Qisas.
Reformulasi Sanksi Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Online Rahmat Fadli; Mohd. Din; Mujibussalim Mujibussalim
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v21i2.11560

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perlindungan hukum terhadap korban pencemaran nama baik melalui media online dan menjelaskan pemenuhan restitusi yang seharusnya diterima korban pencemaran nama baik melalui media online. Pencemaran nama baik merupakan perbuatan melawan hukum, dikarenakan telah menyerang kehormatan atau nama baik seseorang. Rumusan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media online diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Infomasi dan Transaksi Elektronik. Sanksi pidananya diatur dalam Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang ini. Dalam Undang-Undang ini belum diatur sanksi pidana yang berbentuk restitusi, sehingga kurang melindungi korban pencemaran nama baik melalui media online. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa ancaman pidana pada Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Infomasi dan Transaksi Elektronik belum memenuhi rasa keadilan dan memberi manfaat kepada korban. Karena pada pasal ini belum mengatur sanksi pidana yang bersifat ganti rugi terhadap korban. Reformulation of  Criminal Sanctions on Defamation Through Online Media This study aims to examine the legal protection of victims of defamation through online media and explain the fulfillment of restitution that should be received by victims. Defamation is an act against the law, because it has attacked someone's honor or reputation. The formulation of criminal defamation through online media is regulated in Article 27 paragraph (3) of the Information and Electronic Transactions Law. The criminal sanctions are regulated in Article 45 paragraph (3). This law has not yet regulated criminal sanctions in the form of restitution, so it does not protect victims of defamation through online media. The research method is a normative juridical by using primary, secondary, and tertiary legal materials. The results found that the criminal threat in Article 45 paragraph (3) of the Law on Information and Electronic Transaction had not fulfilled a sense of justice and benefited for victims. It is because this article does not yet regulate criminal sanctions that are compensation for the victim.
Penyalahgunaan Keadaan dalam Bentuk Perjanjian Baku Ahyuni Yunus
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v21i2.12854

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang permasalahan penyalahgunaan keadaan dalam suatu proses yang berkaitan dengan terjadinya perjanjian. Permasalahan yang timbul adalah kondisi salah satu pihak yang lemah secara sosial dan ekonomi pra pelaksanaan perjanjian, dimana pihak lemah ini dimanfaatkan oleh pihak lainnya untuk mendapatkan keuntungan melalui perjanjian tersebut. Hasil kajian menunjukkan bahwa kondisi yang lemah secara sosial dan ekonomi tersebut, maka pihak ini tidak memiliki kebebasan kehendak dalam membuat perjanjian. Kehendak bebasnya tidak penuh akibat kondisi sosial ekonominya dan kondisi lainnya dalam proses perjanjian. Kehendak bebas para pihak dalam suatu perjanjian sesungguhnya telah menyangkut asas hukum perjanjian, yakni asas kebebasan berkontrak yang memerlukan adanya kehendak bebas para pihak yang melaksanakan perjanjian. Tanpa kehendak bebas bagi para pihak yang melakukan perjanjian, maka tentunya perjanjian yang dibuat tersebut, sama halnya perjanjian yang dibuat tersebut tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian yaitu terutama syarat adanya kesepakatan para pihak. Misuse of Other Party Condition in Standard Contract This study examines the misuse of conditions in agreement process. The condition of one party that is socially and economically weak in the pre-implementation of the agreement results in the party being utilized by the other party to benefit through the agreement. The results indicate that socially and economically weak conditions result in the party not having free will in making agreements due to their socio-economic and other conditions. The free will of the parties in an agreement actually involves the principle of agreement, namely the principle of freedom of contract which requires the free will of the parties to carry out the agreement. Without the free will of the parties, the same agreement does not meet the legal requirements of the agreement, especially the conditions for the agreement of the parties.
Takzir sebagai Hukuman dalam Hukum Pidana Islam Usammah Usammah
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v21i2.12442

Abstract

Memformalisasikan syariat Islam baik dalam ranah kehidupan bermasyarakat dan sosial, dalam bernegara dan berbangsa tidak jarang terjadi perdebatan, baik perdebatan sosial-politik maupun keagamaan. Perdebatan itu di samping menyangkut memahami ajaran agama dan hubungannya dengan negara-bangsa, juga dalam memahami sistem hukum yang ada dalam negera, lebih-lebih bahwa negera menganut sistem hukum positif yang lebih banyak dipengaruhi oleh hukum barat. Gagasan pemberlakuan hukum pidana Islam tidak serta merta dapat dijalankan dengan baik tanpa adanya legislasi dan pembentukan hukum pidana Islam materil sebagai hukum positif yang berlaku. Juga bahwa hukum pidana Islam adalah hukum publik yang membutuhkan kekuasaan negara baik dalam pembentukannya maupun dalam penegakannya. Dalam hubungannya dengan legislasi dan pembentukan hukum (qanun syariat Islam), maka hal yang sangat menarik adalah bagaimana menentukan bentuk jarimah dan uqubatnya baik yang termasuk dalam kategori hudud, qisas, dan takzir sebagai bagian dari sistem penegakan hukum syariat Islam. Takzir as a Punishment in Islamic Criminal Law The formalizing of Islamic Sharia Law both in the realm of social and community life and also in the state and national level. This issue is frequently debatable, both in socio-political as well as in religious matter. The debate is not only about understanding religious teachings and their relationship with the nation, but also about understanding the legal system applicable in the country, especially the country which apply a positive legal system that influenced by western law. The idea of enforcing Islamic Criminal Law cannot be carried out properly without the existence of legislation and the establishment of Islamic Criminal Law as a positive law that enforced. In addition, Islamic Criminal Law is a public law that requires state power both in its formation and in its enforcement. In relation to legislation and the formation of law (Qanun Sharia), the very interesting part is how to determine the form of rahmah and uqubat both are included in the hudud, qisas and takzir categories as part of the Islamic Sharia law enforcement system.

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2019 2019


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 2: August 2025: Islam and Justice development in Indonesia Vol 27, No 1: April 2025: Customary Law and development in Indonesia Vol 26, No 3: December 2024: Law and Justice in Digital Age Vol 26, No 2: August 2024: The Global and National Challenges for Justice Vol 26, No 1: April 2024: Islam and Human Rights: National and Global Perspective Vol. 25, No. 3, December 2023: Law and Justice in Various Context in Indonesia Vol. 25, No. 2, August 2023: Contemporary Issues on Indonesian Legal Reform Vol. 25, No. 1, April 2023: Legal Developments in National and Global Context Vol 24, No 3 (2022): Vol. 24, No. 3, December 2022 Vol 24, No 2 (2022): Vol. 24, No. 2, August 2022 Vol 24, No 1 (2022): Vol. 24, No. 1, April 2022 Vol 23, No 3 (2021): Vol. 23, No. 3, December 2021 Vol 23, No 2 (2021): Vol. 23, No. 2, August 2021 Vol 23, No 1 (2021): Vol. 23, No. 1, April 2021 Vol 22, No 3 (2020): Vol. 22, No. 3, Desember 2020 Vol 22, No 2 (2020): Vol. 22, No. 2, Agustus 2020 Vol 22, No 1 (2020): Vol. 22 No. 1, April 2020 Vol 21, No 3 (2019): Vol. 21, No. 3 (Desember 2019) Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019) Vol 21, No 1 (2019): Vol. 21, No. 1 (April 2019) Vol 20, No 3 (2018): Vol. 20, No. 3 (Desember 2018) Vol 20, No 2 (2018): Vol. 20, No. 2, (Agustus 2018) Vol 20, No 1 (2018): Vol. 20, No. 1, (April 2018) Vol 19, No 3 (2017): Vol. 19, No. 3, (Desember, 2017) Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017) Vol 19, No 1 (2017): Vol. 19, No. 1, (April, 2017) Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016) Vol 18, No 2 (2016): Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2016) Vol 18, No 1 (2016): Vol. 18, No. 1, (April, 2016) Vol 17, No 3 (2015): Vol. 17, No. 3, (Desember, 2015) Vol 17, No 2 (2015): Vol. 17, No. 2, (Agustus, 2015) Vol 17, No 1 (2015): Vol. 17, No. 1, (April, 2015) Vol 16, No 3 (2014): Vol. 16, No. 3, (Desember, 2014) Vol 16, No 2 (2014): Vol. 16, No. 2, (Agustus, 2014) Vol 16, No 1 (2014): Vol. 16, No. 1, (April, 2014) Vol 15, No 3 (2013): Vol. 15, No. 3, (Desember, 2013) Vol 15, No 2 (2013): Vol. 15, No. 2, (Agustus, 2013) Vol 15, No 1 (2013): Vol. 15, No. 1, (April, 2013) Vol 14, No 3 (2012): Vol. 14, No. 3, (Desember, 2012) Vol 14, No 2 (2012): Vol. 14, No. 2, (Agustus, 2012) Vol 14, No 1 (2012): Vol. 14, No. 1, (April, 2012) Vol 13, No 3 (2011): Vol. 13, No. 3, (Desember, 2011) Vol 13, No 2 (2011): Vol. 13, No. 2, (Agustus, 2011) Vol 13, No 1 (2011): Vol. 13, No. 1, (April, 2011) Vol 12, No 3 (2010): Vol. 12, No. 3, (Desember, 2010) Vol 12, No 2 (2010): Vol. 12, No. 2, (Agustus, 2010) Vol 12, No 1 (2010): Vol. 12, No. 1, (April, 2010) More Issue