Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Keunggulan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah “Amanah Ummah” Dalam Penerapan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Andi Muhammad Asrun; Abdu Rahmat Rosyadi; Agus Satory; Yennie K. Milono; Ridwan Malik
Mizan: Journal of Islamic Law Vol 4, No 1 (2020): MIZAN
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32507/mizan.v4i1.594

Abstract

AbstractIslamic People's Financing Bank (BPRS) is a bank that conducts business activities based on sharia principles which in its activities do not provide services in payment traffic. The development trend of BPRS since the enactment of Islamic banking law continues to increase. All BPRS activities are obliged to apply sharia principles which are stated by the National Sharia Board of the Indonesian Ulema Council (DSN-MUI). After the Financial Services Authority (OJK) was formed there is now a change in regulation that the enactment of the DSN-MUI fatwa must be included in the Financial Services Authority Regulation (P-OJK). Sharia banking problems that arise at this time generally occur in Sharia Commercial Banks (BUS), Sharia Business Units (UUS), as well as in Islamic People's Financing Banks (BPRS) in terms of applying sharia principles that are not consistent there is still not yet under the fatwa DSN-MUI which has become OJK regulations. Research on the BPRS Amanah Ummah was conducted on capital assets. This research was conducted with a juridical-normative approach that places the laws and regulations as the object of research originating from primary, secondary, and tertiary laws. Primary data were obtained through direct interviews with BPRS Amanah Ummah. While secondary data obtained from legislation, books, journals, and other documents. The results of the study concluded that the BPRS Amanah Ummah financing products have consistently applied the principles of Islamic banking based on the DSN-MUI Fatwa.Keywords: Excellence, Implementation, SRB, DSN Fatwa, OJK AbstrakBank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Tren perkembangan BPRS sejak diberlakukan undang-undang perbankan syariah terus meningkat. Seluruh kegiatan BPRS wajib menerapkan prinsip-prinsip syariah yang difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Setelah dibentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini telah terjadi perubahan regulasi bahwa pemberlakuan fatwa DSN-MUI harus masuk ke dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (P-OJK). Permasalahan perbankan syariah yang timbul saat ini secara umum terjadi pada Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), maupun pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dalam hal penerapan prinsip-prinsip syariah yang belum konsisten, bahkan masih ada yang belum sesuai dengan fatwa DSN-MUI yang sudah menjadi peraturan OJK. Penelitian terhadap BPRS Amanah Ummah ini dilakukan pada aset permodalan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis-normatif yang menempatkan peraturan perundang-undangan sebagai objek penelitian yang bersumber dari hukum primer, sekunder, dan tersier. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak BPRS Amanah Ummah. Sedangkan data sekunder diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, dan dokumen lainnya. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dari produk-produk pembiayaan BPRS Amanah Ummah telah menerapkan prinsip-prinsip perbankan syariah berdasarkan Fatwa DSN-MUI secara konsisten.Kata Kunci: Keunggulan, Penerapan, BPRS, Fatwa DSN, OJK
IMPLEMENTASI PROGRAM KEBIJAKAN MBKM UNTUK MENCIPTAKAN KARAKTER MAHASISWA FAKULTAS HUKUM YANG PROFESIONAL Nazaruddin Lathif; Yenti Garnasih; Yennie K Milono; Farahdinny Siswajanthy; Sapto Handoyo; Mustika Mega Wijaya
PALAR (Pakuan Law review) Vol 8, No 1 (2022): Volume 8, Nomor 1 Januari-Maret 2022
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1127.764 KB) | DOI: 10.33751/palar.v8i1.4805

Abstract

Abstrak Kampus Merdeka memberikan kebijakan Perguruan Tinggi yang bertujuan untuk memberikan hak belajar selama 3 (tiga) semester di luar program studi, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat kesiapan MBKM di Fakultas Hukum Universitas Pakuan. Mahasiswa memperoleh suatu kemerdekaan belajar di sebuah perguruan tinggi. untuk menganalisis perspektif mahasiswa terhadap MBKM, dampak MBKM terhadap keterampilan abad 21 mahasiswa, serta revelansi program MBKM dengan SDGs. Penelitian ini dilakukan di Universitas Pakuan yaitu tepatnya di Fakultas Hukum, Program Studi Ilmu Hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dengan menggunakan data kuantitatif. Secara umum, fakultas perlu memahami kesiapan mahasiswa untuk terjun langsung ke lapangan kerja. Mahasiswa sendiri pun dapat menentukan kesiapan diri mereka untuk mengimplementasikan ke dunia kerja sebagai bentuk mewujudkan salah satu tujuan dari MBKM ini. Saran yang disampaikan dalam penulisan ini adalah fakultas dapat lebih mensosialisasikan program ini sehingga lebih banyak pula mahasiswa yang sadar tentang penerapan MBKM. Kata Kunci: Keterampilan Abad 21, Merdeka Belajar, SDGs, Perguruan Tinggi  Abstract Freedom to learn provides a university policy that aims to provide the right to study for 3 (three) semesters outside the study program, while the purpose of this research is to see the readiness of MBKM at the Faculty of Law, Pakuan University. Students gain an independence to study in a college. to analyze students' perspectives on MBKM, the impact of MBKM on students' 21st century skills, and the relevance of the MBKM program to the SDGs. This research was conducted at Pakuan University, namely the Faculty of Law, Legal Studies Program. The method used in this research is a survey using quantitative data. In general, faculties need to understand the readiness of students to go directly into the workforce. Students themselves can determine their readiness to implement it into the world of work as a form of realizing one of the goals of this MBKM. The suggestion given in this paper is that the faculty can socialize this program more so that more students are aware of the implementation of MBKM. Keywords: 21st Century Skills, Free Learning, SDGs, Higher Education
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (STUDI KASUS ANAK JALANAN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR) Maharani Apriatin; Zainuddin Mappong; Yennie K. Milono
PALAR (Pakuan Law review) Vol 2, No 2 (2016): Volume 2 Nomor 2 Juli Desember 2016
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (947.129 KB) | DOI: 10.33751/palar.v2i2.939

Abstract

Abstract untuk menguji implementasi UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak di Kota dan Kabupaten Bogor terkait dengan anak jalanan, merumuskan upaya untuk mengatasi anak jalanan dan menganalisis bentuk hambatan yang dihadapi. dengan anak jalanan. Penelitian ini bersifat yuridis normatif yang didukung dengan data empiris. Pendekatannya adalah pendekatan yuridis sosiologis. Pengumpulan data atau informasi diperoleh dengan studi pustaka dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlindungan Anak di Kabupaten dan Kota Bogor dilakukan di empat bidang yaitu agama, kesehatan, pendidikan dan sosial. Kota dan kabupaten Bogor memberikan bantuan untuk memastikan hak-hak anak jalanan terpenuhi. Di kota-kota dan Kabupaten Bogor, pencegahan anak jalanan dilakukan dengan pendekatan: (a) Intervensi yang berpusat pada jalan, yang berpusat di jalan di mana biasa anak jalanan beroperasi; (b) Intervensi yang berpusat pada keluarga, pada penyediaan bantuan sosial atau pemberdayaan keluarga, (c) Intervensi yang berpusat pada lembaga: penanganan anak jalanan yang berpusat di lembaga (lembaga), baik untuk sementara (mempersiapkan reunifikasi dengan keluarga mereka) atau secara permanen dan (d) Intervensi yang berpusat pada masyarakat, jalan- jalan yang berpusat di sebuah komunitas. Langkah-langkah konkrit yang diambil meliputi: (a) Secara rutin melakukan operasi perayapan pada titik distribusi anak-anak jalanan, (b) mengoptimalkan fungsi tempat bernaung untuk penampungan sementara anak-anak jalanan, (c) Menciptakan Kota yang Layak dengan membangun taman bermain anak-anak infrastruktur dan pemerintah kebijakan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan perlindungan untuk anak-anak, termasuk penanganan anak jalanan dan (d) Penyediaan modal ventura untuk memulai bisnis baru.Kata Kunci: Anak Jalanan, Perlindungan Hukum, Kota Bogor, Kabupaten Bogor. Abstractto test the implementation of Law No. 35 of 2014 concerning Amendment of Law Number 23 of 2002 concerning Protection of Children in the City and Regency of Bogor relating to street children, formulating efforts to overcome street children and analyzing the forms of obstacles encountered. with street children. This research is normative juridical supported by empirical data. The approach is a sociological juridical approach. Collecting data or information obtained by library research and interviews. Data analysis was performed by qualitative analysis. The results showed that Child Protection in the Regency and City of Bogor was carried out in four areas namely religion, health, education and social affairs. Bogor City and Regency provide assistance to ensure street children's rights are fulfilled. In the cities and districts of Bogor, prevention of street children is carried out by approaching: (a) Road-centered interventions, centered on the street where ordinary street children operate; (b) Family-centered interventions, on providing social assistance or family empowerment, (c) Institutional-centered interventions: handling street children centered on institutions (institutions), either temporarily (preparing reunification with their families) or permanently and (d) Community-centered interventions, streets centered in a community. Concrete steps taken include: (a) Routinely conducting crawling operations at the distribution points of street children, (b) optimizing shelter functions for temporary shelter of street children, (c) Creating a City Worthy by building playgrounds children infrastructure and government policies on matters relating to physical growth and protection for children, including handling street children and (d) Provision of venture capital to start a new business.Keywords: Street Children, Legal Protection, Bogor City, Bogor Regency.
FUNGSI MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DITINJAU DALAM PRESPEKTIF PERLINDUNGAN JABATAN NOTARIS DAN KEPENTINGAN UMUM Endah Sumiarti; Djodi Suranto; Yennie K. Milono
PALAR (Pakuan Law review) Vol 2, No 1 (2016): Volume 2 Nomor 1 Januari - Juni 2016
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1038.012 KB) | DOI: 10.33751/palar.v2i1.936

Abstract

AbstrakTujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji konstruksi penegakan hukum pidana terhadap Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan meninjau kembali fungsi Majelis Kehormatan Notaris dalam mewujudkan perlindungan notaris. posisi dan kepentingan publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstruksi penegakan hukum pidana terhadap notaris yang dipandu oleh KUHAP dapat dilaksanakan selama tidak bertentangan dengan UU No. 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Posisi Notaris di mana Pidana Prosedur Kode adalah lex generalis dan UU No. 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 30 tahun 2004 tentang Notaris Jabatan adalah spesialis lex. Untuk keperluan proses peradilan, penyidik, jaksa penuntut umum atau hakim dengan persetujuan Dewan Kehormatan Notaris berwenang untuk mengambil salinan akta dan / atau surat yang melekat pada akta notaris atau protokol dalam penyimpanan notaris dan untuk memanggil notaris untuk menghadiri pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol Notaris yang ada di notaris penyimpanan. Persetujuan Ketua Dewan Kehormatan Notaris (MKN) kepada penyidik adalah dasar hukum untuk pembenaran notaris untuk mengungkapkan rahasia posisinya, tanpa dikenakan saksi. Kondisi demikian berlaku untuk proses penuntutan dan persidangan.Kata Kunci : Notaris, Majelis Kehormatan Notaris, Kepentingan Umum. AbstractThe purpose of this study is to examine the construction of criminal law enforcement against Notaries based on Law Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning the Position of Notary Public and reviewing the function of the Notary Honorary Council in realizing notary protection. public position and interests. The results showed that the construction of criminal law enforcement against a notary who is guided by the Criminal Procedure Code can be implemented as long as it does not conflict with Law No. 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning Notary Position where the Criminal Procedure Code is lex generalis and Law No. 2 of 2014 concerning Amendments to Law No. 30 of 2004 concerning Notary Position is a lex specialist. For the purposes of the judicial process, the investigator, public prosecutor or judge with the approval of the Notary Honorary Board is authorized to take a copy of the deed and / or letter attached to the notarial deed or protocol in notary storage and to summon the notary to attend the examination relating to the notarial deed or protocol which is in the storage notary. The Chairman of the Notary Honorary Council's (MKN) approval of the investigator is the legal basis for the notary's justification to reveal the secret of his position, without being subject to witnesses. Such conditions apply to the prosecution and trial process.Keywords: Notary Public, Notary Honorary Council, Public Interest.
LARANGAN PEMBUKAAN LAHAN DENGAN CARA MEMBAKAR MENURUT PASAL 69 AYAT (1) HURUF H UNDANG-UNDANG 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERSPEKTIF NEGARA HUKUM KESEJAHTERAAN Kurniaty M Latif; Hotma P Sibuea; Yennie K Milono
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 2, No 2 (2021): Volume 2, Nomor 2 Juli-Desember2021
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.914 KB) | DOI: 10.33751/pajoul.v2i2.4384

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini membahas apa maksud dan tujuan yang melatar belakangi larangan pembukaan lahan dengan cara membakar menurut Pasal 69 ayat (1) Undang- Undang 32 Tahun 2009. Dan apakah izin pembukaan lahan dengan cara membakar Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang 32 Tahun 2009 bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan hidup dan prinsip hukum Internasional. Penelitian ini bertujuan mengkaji permasalahahn yang ada tentang pembukaan lahan dengan cara membakar. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif yang didukung data empiris dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukan bahwa pembukaan lahan dengan cara membakar Pasal 69 ayat (1) tidak bisa dilakukan karena melanggar hak orang lain atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, dan melanggar kepentingan umum. Oleh karena itu, negara hukum kesejahteraan dengan wewenang intervensi yang luas harus memastikan pembukaan lahan dengan cara membakar tidak dilakukan. Perbolehan pasal 69 ayat (2) untuk membuka lahan dengan cara membakar bertentangan dengan prinsip hukum Internasional yang terdapat dalam Konferensi dan Deklarasi hukum Internasional bidang lingkungan hidup serta bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan hidup di Indonesia. Berdasarkan penelitian tersebut saran dari penulis adalah pembukaan lahan dengan cara membakar tidak bisa dilakukan dengan alasan apapun dan menghapus Pasal 69 ayat (2) Undang- Undang 32 Tahun 2009. Kata kunci : larangan membakar lahan; This research discusses the aims and objectives behind the prohibition of land clearing by burning according to Article 69 paragraph (1) of Law 32 of 2009. And whether the permit for clearing land by burning Article 69 paragraph (2) of Law 32 of 2009 contrary to the principles of environmental protection and the principles of international law. This study aims to examine the existing problems regarding land clearing by burning. The research method used is a type of normative legal research supported by empirical data with a statutory approach and a conceptual approach. The results showed that land clearing by burning Article 69 paragraph (1) could not be done because it violated the rights of others to a good and healthy environment, and violated the public interest. Therefore, the welfare state law with broad intervention powers must ensure that land clearing by burning is not carried out. Acquisition of article 69 paragraph (2) to clear land by burning is contrary to the principles of international law contained in the Conference and the Declaration of International law in the field of the environment and against the principle of environmental protection in Indonesia. Based on the research, the suggestion from the author is that land clearing by burning cannot be done for any reason and to delete Article 69 paragraph (2) of Law 32 of 2009.Key words: prohibition of burning land
PERBEDAAN PENDAPAT HAKIM (DISSENTING OPINION) TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI BANTUAN LIKUIDITAS BANK INDONESIA Melisa berliana; Yennie K. Milono; Hj. Lilik Prihatini
PALAR (Pakuan Law review) Vol 9, No 1 (2023): Volume 9, Nomor 1 Januari-Maret 2023
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/palar.v9i1.7589

Abstract

ABSTRAKTujuan penelitian ini ialah untuk menjelaskan secara jelas bahwa pertimbangan Hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan Hakim yang mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan Hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. Dalam praktiknya tentu akan banyak mengalami perkembangan, seperti saat ini diberlakukan penerapan dissenting opinion yang dianggap sejalan dengan semangat keterbukaan, sehingga dengan pencantuman pendapat Hakim tersebut hak masyarakat untuk mendapatkan informasi diberikan secara optimal. Salah satu contoh ialah adanya perbedaan pendapat (dissenting opinion) dalam putusan lepas dari segala tuntutan hukum perkara Syafruddin Arsyad Temenggung, hal ini terjadi karena terdapat pandangan dari salah satu Hakim yang menyatakan bahwa terbuktinya kesalahan terdakwa dalam melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan berdasarkan penilaian terhadap jabatannya selaku Ketua BPPN pada saat itu, sehingga telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana, dan pertimbangan tidak adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf pada diri dan perbuatan terdakwa. Kemudian hendaknya diupayakan permusyawaratan yang sungguh-sungguh bagi Majelis Hakim untuk memperoleh mufakat dalam memberikan putusan agar perbedaan pendapat (dissenting opinion) dapat berkurang dalam praktik peradilan guna mewujudkan putusan yang seadil-adilnya. Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Dissenting Opinion, Kasasi, Korupsi. ABTRACTThe purpose of this study is to explain clearly that the judge's consideration is one of the most important aspects in determining the realization of the value of a judge's decision which contains justice (ex aequo et bono) and contains legal certainty, besides that it also contains benefits for the parties concerned so that The judge's considerations must be addressed carefully, properly and carefully. In practice, of course, there will be many developments, such as the current dissenting opinion application which is considered in line with the spirit of openness, so that by including the judge's opinion, the public's right to obtain information is optimally provided. One example is the existence of a dissenting opinion in the decision to release all lawsuits in the Syafruddin Arsyad Temenggung case, this happened because there was a view from one of the judges who stated that the defendant's guilt in committing a criminal act of corruption was proven based on an assessment of his position. as the Chairman of IBRA at that time, so that he had fulfilled the elements of a criminal act, and considered that there were no justifications and excuses for the defendant himself and the actions of the defendant. Then efforts should be made for serious deliberation for the Panel of Judges to reach a consensus in giving decisions so that dissenting opinions can be reduced in judicial practice in order to realize the fairest possible decision. Keyword: Judge Considerations, Dissenting Opinion, Cassation, Corruption.
Mempertanyakan Legalitas Qanun Aceh: Sesuaikah dengan Sistem Peraturan Perundang-Undangan Andi Muhammad Asrun; Abdu Rahmat Rosyadi; Yennie K. Milono
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v21i2.12632

Abstract

Penelitian ini ingin menjawab kesesuaian Qanun Aceh dengan sistem peraturan perundang-undangan, dengan mengidentifikasi kedudukan qanun dalam sistem peraturan perundang-undangan, dan kewenangan lembaga dalam hak uji materil terhadap qanun sebagai produk hukum. Penelitian ini bersifat yuridis-formil melalui kajian pustaka terhadap peraturan perundang-undangan untuk mendeskripsikan kesesuaian qanun Aceh dalam sistem peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menemukan bahwa Qanun Aceh ada yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan ada yang berkaitan dengan pelaksanaan syariat Islam kedudukannya dianggap sama dengan peraturan daerah pada umumnya dalam perspektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Argumentasi yuridis yang menyatakan bahwa qanun sejajar dengan peraturan daerah ini diperkuat oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Namun berkenaan dengan hak menguji untuk membatalkan Qanun Aceh dalam pelaksanaan syariat Islam hanya dapat diuji dan dibatalkan melalui judicial review oleh Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 235 ayat (4) UU Nomor 11 Tahun 2006. Asking for Aceh Qanun Legality: Compatible With Legislation System This study aims to answer the compatibility between the Aceh Qanun and the system of legislation by identifying the position of qanun in the system and the authority of the institution in the rights to materially verify qanun as a legal product. This study uses a juridical-formal method through a literature review of the laws and regulations to describe the suitability of the Aceh qanun in the statutory system. This study found that the Aceh Qanun relating to the administration of government and relating to the implementation of Islamic law, its position is considered the same as local regulations in general in the perspective of Law No. 12/2011 on the Formation of Legislation. The juridical argument that states that the qanun is in line with this regional regulation is reinforced by the Republic of Indonesia Minister of Home Affairs Regulation No. 53/2011 on the Establishment of Regional Legal Products. However, the right to examine the cancellation of qanun in the implementation of Islamic Shari'a, it can only be examined and canceled through a judicial review by the Supreme Court as stipulated in Article 235 paragraph (4) of Law Number 11/2006.
KEUNGGULAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH “AMANAH UMMAH” DALAM PENERAPAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL DAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN Asrun, Andi Muhammad; Rosyadi, Abdu Rahmat; Satory, Agus; Milono, Yennie K.; Malik, Ridwan
JURNAL ILMU SYARIAH Vol 8 No 1 (2020): JUNI
Publisher : IBN KHALDUN BOGOR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/mizan.v8i1.20257

Abstract

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Tren perkembangan BPRS sejak diberlakukan undang-undang perbankan syariah terus meningkat. Seluruh kegiatan BPRS wajib menerapkan prinsipprinsip syariah yang difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Setelah dibentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini telah terjadi perubahan regulasi bahwa pemberlakuan fatwa DSN-MUI harus masuk ke dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (P-OJK). Permasalahan perbankan syariah yang timbul saat ini secara umum terjadi pada Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), maupun pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dalam hal penerapan prinsip-prinsip syariah yang belum konsisten, bahkan masih ada yang belum sesuai dengan fatwa DSN-MUI yang sudah menjadi peraturan OJK. Penelitian terhadap BPRS Amanah Ummah ini dilakukan pada aset permodalan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis-normatif yangmenempatkan peraturan perundang-undangan sebagai objek penelitian yang bersumber dari hukum primer, sekunder, dan tersier. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak BPRS Amanah Ummah. Sedangkan data sekunder diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, dan dokumen lainnya. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dari produk-produk pembiayaan BPRS Amanah Ummah telah menerapkan prinsip-prinsip perbankan syariah berdasarkan Fatwa DSN-MUI secara konsisten.