cover
Contact Name
L. Hendri Nuriskandar
Contact Email
jurnalstisdarussalam@gmail.com
Phone
+6282340765650
Journal Mail Official
jurnalstisdarussalam@gmail.com
Editorial Address
Jl. Sukarno – Hatta Bermi, Desa Babussalam Kec. Gerung Kab. Lombok Barat – Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
Location
Kab. lombok barat,
Nusa tenggara barat
INDONESIA
Al-Muqaronah:Jurnal Perbandingan Madzhab dan Hukum
ISSN : 29629640     EISSN : 29639891     DOI : https://doi.org/10.59259
Core Subject : Humanities, Social,
Al-Muqaronah: Jurnal Perbandingan Madzhab adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Jurusan Perbandingan Mazhab, Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darussalam Bermi sejak tahun 2022 (versi online). Jurnal ilmiah ini mengkhususkan pada kajian pemikiran hukum Islam atau perbandingan hukum umum yang memuat karya-karya ilmiah yang berkaitan dengan pemikiran di bidang hukum, baik hukum umum (positif) maupun hukum Islam. Keberadaan Al-Muqaronah tentunya sangat penting dalam menggali, memperkaya, dan mengembangkan pemikiran dan teori hukum baik itu Hukum Islam maupun Positif.. Dengan demikian, Al-Muqaronah akan memberikan kontribusi positif dalam memperkaya khazanah pemikiran di bidang hukum, baik hukum Islam maupun hukum positif. Jurnal ini berupaya menyajikan berbagai hasil penelitian terkini, baik konseptual-doktrinal maupun empiris, di lapangan. Redaksi “Al-Muqaronah: Jurnal Perbandingan Madzhab” menyambut baik kontribusi berupa artikel yang akan diterbitkan setelah melalui mekanisme seleksi naskah, double-blind peer-review, dan proses editing. Al-Muqaronah: Jurnal Perbandingan MAdzhab dan Hukum terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Redaksi mengundang para ahli hukum Islam, ulama, peneliti dan ahli hukum untuk menulis atau menyebarluaskan hasil penelitian yang berkaitan dengan isu-isu hukum Islam serta hukum positif. Artikel tidak mencerminkan opini editorial.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 43 Documents
PERAN POLITIK ISLAM INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN INDONESIA SEBAGAI PUSAT PERDAMAIAN DUNIA Qohar, Abd.
Al-Muqaronah: Jurnal Perbandingan Mazhab dan Hukum Vol. 4 No. 1 (2025): Al-Muqaronah : Jurnal Perbandingan Mazhab dan Hukum
Publisher : STIS Darussalam Bermi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/am.v4i1.290

Abstract

Politik Islam di Indonesia memiliki karakteristik yang unik karena tumbuh dan berkembang dalam konteks masyarakat yang plural dan demokratis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana politik Islam Indonesia berperan dalam membangun citra bangsa sebagai sentrum atau pusat perdamaian dunia. Melalui pendekatan kualitatif dan studi literatur, penelitian ini mengkaji peran tokoh, organisasi, serta kebijakan politik Islam Indonesia yang menekankan prinsip moderasi (wasathiyah), toleransi, dan keadilan sosial dalam menjaga stabilitas nasional dan hubungan internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa politik Islam di Indonesia tidak berorientasi pada pembentukan negara agama, melainkan pada penerapan nilai-nilai Islam substantif dalam sistem kenegaraan yang demokratis. Pendekatan ini tercermin dalam praktik politik yang mengedepankan dialog antarumat beragama, diplomasi perdamaian, dan penyelesaian konflik secara damai, baik di tingkat domestik maupun global. Organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah turut berperan penting dalam mempromosikan Islam rahmatan lil ‘alamin melalui berbagai inisiatif sosial, kemanusiaan, dan kerja sama lintas negara. Dengan demikian, politik Islam Indonesia dapat dipandang sebagai model politik Islam yang inklusif dan moderat, yang mampu menjadi inspirasi bagi negara-negara lain dalam mengelola keberagaman dan menciptakan perdamaian global. Melalui kebijakan luar negeri yang berlandaskan diplomasi moral, Indonesia berpotensi memperkuat posisinya sebagai sentrum perdamaian dunia yang berakar pada nilai-nilai Islam dan Pancasila.
ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP FENOMENA PERNIKAHAN BEDA AGAMA DI INDONESIA Adnan, Idul
Al-Muqaronah: Jurnal Perbandingan Mazhab dan Hukum Vol. 4 No. 1 (2025): Al-Muqaronah : Jurnal Perbandingan Mazhab dan Hukum
Publisher : STIS Darussalam Bermi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/am.v4i1.291

Abstract

Penelitian ini membahas persoalan pernikahan beda agama di Indonesia dengan meninjau dari dua perspektif utama, yaitu hukum Islam dan hak asasi manusia (HAM). Fenomena pernikahan beda agama menjadi isu kompleks karena melibatkan pertemuan antara norma keagamaan, hukum positif, dan hak individu. Dalam konteks hukum Islam, pernikahan beda agama pada dasarnya tidak dibenarkan, terutama bagi perempuan muslim yang menikah dengan laki-laki non-Muslim, karena dianggap bertentangan dengan prinsip akidah dan syariat Islam. Sementara itu, dari perspektif HAM, setiap individu memiliki hak untuk memilih pasangan hidupnya tanpa diskriminasi, termasuk berdasarkan agama. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan analisis deskriptif kualitatif melalui telaah terhadap sumber hukum Islam (Al-Qur’an, hadis, dan pendapat ulama), serta instrumen hukum nasional dan internasional terkait HAM, seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat ketegangan antara prinsip kebebasan individu yang dijamin oleh HAM dan ketentuan hukum agama yang bersifat normatif. Negara Indonesia, melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014, menegaskan bahwa pernikahan harus dilaksanakan berdasarkan hukum masing-masing agama, sehingga secara hukum positif pernikahan beda agama tidak dapat disahkan di Indonesia. Namun, dari sudut pandang HAM, pelarangan tersebut sering dipandang sebagai bentuk pembatasan hak sipil yang perlu dikaji ulang dalam konteks pluralisme dan kebebasan beragama. Kesimpulannya, pernikahan beda agama di Indonesia merupakan persoalan yang menuntut keseimbangan antara penghormatan terhadap hukum agama dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Diperlukan dialog lintas disiplin hukum dan agama untuk menemukan solusi yang adil, proporsional, dan tetap menjaga keharmonisan sosial dalam masyarakat majemuk
PERBANDINGAN PANDANGAN IMAM HAMBALI DAN IMAM SYAFI’I TENTANG MASA IDAH PEREMPUAN AKIBAT CERAI KHULU’ Muslim, Muslim
Al-Muqaronah: Jurnal Perbandingan Mazhab dan Hukum Vol. 4 No. 1 (2025): Al-Muqaronah : Jurnal Perbandingan Mazhab dan Hukum
Publisher : STIS Darussalam Bermi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/am.v4i1.292

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara komparatif pandangan Imam Hambali dan Imam Syafi’i mengenai masa idah perempuan yang bercerai melalui khulu’. Khulu’ merupakan bentuk perceraian yang diajukan oleh istri kepada suami dengan memberikan tebusan (iwadh) kepada pihak suami, dan hukumnya diakui dalam syariat Islam. Perbedaan pandangan para imam mazhab muncul dalam menentukan lamanya masa idah bagi perempuan yang mengalami cerai khulu’, terutama terkait apakah idahnya sama dengan perceraian biasa (thalak) atau berbeda karena sifat khusus dari khulu’. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan komparatif fiqh (fiqh muqaran). Data diperoleh dari literatur klasik (kutub al-turats) dan kitab fiqh utama kedua mazhab, seperti Al-Mughni karya Ibnu Qudamah dari mazhab Hambali dan Al-Umm karya Imam Syafi’i, serta beberapa kitab tafsir dan hadis yang relevan. Analisis dilakukan dengan menelaah dasar argumentasi hukum, dalil Al-Qur’an, hadis, serta metode istinbath hukum yang digunakan masing-masing imam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Imam Syafi’i berpendapat masa idah perempuan yang bercerai dengan khulu’ adalah tiga kali suci (tiga quru’), sebagaimana idah perceraian pada umumnya, karena khulu’ dianggap sebagai bentuk talak bain (talak yang tidak dapat dirujuk) namun tetap berada dalam kategori talak. Sedangkan Imam Hambali berpendapat bahwa masa idah khulu’ adalah satu kali haid, dengan merujuk pada hadis riwayat Ibnu Abbas yang menyebutkan bahwa istri Tsabit bin Qais setelah khulu’ hanya menjalani satu kali haid sebelum dapat menikah lagi. Perbedaan ini muncul karena perbedaan metode istidlal (pengambilan dalil) dan penafsiran terhadap status hukum khulu’ itu sendiri—apakah dipandang sebagai bentuk talak atau sebagai fasakh (pembatalan pernikahan). Meskipun demikian, kedua imam sepakat bahwa tujuan penetapan idah adalah untuk memastikan kesucian rahim dan menjaga ketertiban nasab. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa perbedaan pandangan antara Imam Hambali dan Imam Syafi’i menunjukkan dinamika pemikiran fiqh Islam yang kaya dan fleksibel. Kajian ini juga menegaskan pentingnya memahami perbedaan mazhab sebagai khazanah intelektual Islam yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan hukum Islam kontemporer, khususnya dalam konteks hukum keluarga.