cover
Contact Name
Khamsil Laili
Contact Email
khamsillaili@gmail.com
Phone
+6287866203050
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Al Iman: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Religion, Social,
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol. 3 No. 2 (2019): Al Iman Jurnal keislaman dan kemasyarakatan" : 9 Documents clear
Penafsiran QS. Al-Fatihah K.H Mishbah Mustafa : Studi Intertekstualitas Dalam Kitab Al-Iklil Fi Ma'ani At-Tanzil Ali, Faila Sufatun Nisak
Al Iman: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 3 No. 2 (2019): Al Iman Jurnal keislaman dan kemasyarakatan
Publisher : STID Raudlatul Iman Sumenep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

K.H Misbah Mustafa dikenal sebagai ulama pesantren yang sangat produktif dalam menulis berbagai bidang keilmuan, dikenal juga sebagai mufasir Nusantara yang kompeten. Hal tersebut dapat dilihat dari karya tafisr beliau Al-Iklil Fi Ma'ani at-Tanzil. Sebuah kitab tafsir bahasa jawa yang ditulis dengan menggunakan aksara Pegon yang khas digunakan di kalangan pesantren pada zaman itu, dengan menggunakan metode tahlili dan beragam corak yang terdapat dalam penafsiran beliau, diantaranya adalah corak lughowi, fikih, sufistik. Dan dalam menafsirkan ayat - ayat al-Qur;an beliau tidak lepas bersumber dari kitab-kitab tafsir terdahulu sebagai pendukung dari argumen beliau sebagai seorang mufasir. Maka Tulisan ini akan berpijak pada pendekatan teori intertekstual yang digagas oleh Julia Kristeva yang biasa digunakan dalam penelitian sastra. Interteks dianggap menjadi pijakan Analisis yang tepat terhadap hasil penafsiran yang diklaim terpengaruh (mengutip) oleh kitab -kitab terdahulu. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, sejauh keterjangkauan penulis , pada Penafsiran QS Al-Fatihah K.H Mishbah Mustafa dalam kitab Tafsir al-Iklil Fi Ma’ani at-Tanzil ini terdapat setidaknya empat sumber penfsiran, diantaranya adalah kitab tafsir Jalalain, Kitab Tafsir ar-Razi, Kitab Tafsir al-Qurtuby, kitab Tafsir al-Baidhowi. Dengan beberapa bentuk pengutipannya. Sebagaiamana prinsip Intertekstual Julia Kristeva, yaitu Haplologi, Transformasi dan Ekspansi dan Paralel, hal tersebut dilakukan oleh K.H Misbah sebagai pendukung dari analisis beliau dalam menafisrkan ayat-ayat al-Qur’an dalam kitab tafsirnya. K.H Misbah Mustafa is known as a pesantren theologian who is very productive in writing various scientific fields, also known as a competent Nusantara interpreter. This can be seen from the work of his tafisr Al-Iklil Fi Ma'ani at-Tanzil. A Javanese interpretation book written using the typical Pegon script is used among pesantren in those days, using the tahlili method and a variety of features found in young interpretations, including lughowi, fiqh, and sufic. And in interpreting the verses of the Qur'an, he is still connected with the previous Tafseer book as a supporter of his argument as an interpreter. So this paper will stand on the intertextual theory approach initiated by Julia Kristeva which is commonly used in literary research. Intertext is considered to be the basis of the proper analysis of the results of the interpretation claimed to be affected (cited) by the previous Tafseer books, Based on the analysis that has been done, as far as the affordability of the writer, on the interpretation of QS Al-Fatihah KH Mishbah Mustafa in the Tafseer al-Iklil Fi Ma’ani at-Tanzil, there are at least four sources of interpretation, including the Jalalain Tafseer, the Tafseer Book of Razi, the Tafseer Book of al-Qurtuby, the Tafseer Book of al-Baidhowi. With some forms of quotation. As the Julia Kristeva Intertextual principle, namely Haplology, Transformation and Expansion and Parallel, this is done by K.H. Misbah as a supporter of his analysis in interpreting the verses of the Qur'an in his Tafseer Book.
Pengembangan Budaya Organisasi Lembaga Pendidikan Islam (Studi Kasus di TK Terpadu Budi Mulia Dua Seturan Yogyakarta) Islamika, Dina
Al Iman: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 3 No. 2 (2019): Al Iman Jurnal keislaman dan kemasyarakatan
Publisher : STID Raudlatul Iman Sumenep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Organization is a system in which there are various elements that are interconnected with each other. The organizational culture contains the overall understanding of social values, social norms, ways, habits, behaviors and science as well as the overall social, religious, and other structures, all intellectual and artistic statements that characterize a society. Organizational culture is the overall beliefs, feelings, behaviors, and symbols that characterize an organization. More specifically, organizational culture is defined as the various philosophies, ideologies, beliefs, feelings, assumptions, expectations, attitudes, norms, and values.Based on several definitions above can be concluded that the organizational culture in educational institutions is the meaning of together with all members of the organization in an educational institution related to values, norms, beliefs, traditions and unique ways of thinking embraced and visible in their behavior, thus distinguish between one educational institution With other educational institutions. Organisasi merupakan suatu sistem yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling keterkaitan antara satu sama lainnya. Budaya organisasi mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, cara, kebiasaan, perilaku dan ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Budaya organisasi adalah keseluruhan kepercayaan, perasaan, perilaku, dan simbol yang mengkarakteristikkan suatu organisasi. Lebih spesifiknya, budaya organisasi didefinisikan sebagai berbagai filsafat, ideology, kepercayaan, perasaan, asumsi, harapan, sikap, norma, dan nilai. Berdasarkan beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah pemaknaan bersama seluruh anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan yang berkaitan dengan nilai, norma, keyakinan, tradisi dan cara berfikir unik yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan antara satu lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan yang lain.
Rekonstruksi Pendidikan Menurut Sayyed Hossain Nasr dan Relevansinya Dengan Pendidikan Agama Islam Pada Saat Ini Ni’mah, Khoerotun
Al Iman: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 3 No. 2 (2019): Al Iman Jurnal keislaman dan kemasyarakatan
Publisher : STID Raudlatul Iman Sumenep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendidikan menurut Sayyed Hossain Nasr merupakan institusi paling strategis dalam proses tranmisi intelektual, spiritual, dan kultural umat Islam dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sistem pendidikan yang di gunakan Nasr adalah tradisonal bukan sistem pendidikan barat modern. Adapun sistem pendidikan menurut Nasr yakni mengajarkan berbagai ragam disiplin ilmu pengetahuan klasik yang masih berkaitan erat dengan nilai-nilai agama, bukan dengan sistem pendidikan barat yang watak dasarnya adalah sekular dan tidak agamis. Hossain Nasr Nasr menolak adanya dikotomi keilmuan karena sesungguhnya antara agama Islam dan sains saling berhubungan. Education according to Sayyed Hossain Nasr is the most strategic strategy in the process of intellectual, spiritual and cultural transmission of Muslims from one generation to the next. The education system used by Nasr is not a modern western education system. Based on the education system according to Nasr who teaches a variety of classical scientific disciplines that are still related to religious values, not to the western education system whose basic nature is secular and not religious. Hossain Nasr Nasr rejects the existence of a scientific dichotomy because the conflict between Islam and science is interconnected.
Kesantunan Berbahasa Indonesia Guru dan Siswa Madrasah Diniyah Al-Akbar Bungbungan Bluto Sumenep (dalam Perspektif Pragmatik) Arifah, Siti
Al Iman: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 3 No. 2 (2019): Al Iman Jurnal keislaman dan kemasyarakatan
Publisher : STID Raudlatul Iman Sumenep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Imperative imperative politeness is speech politeness in the form of an order from the speaker to the spoken partner to do something in accordance with the instructions of the speaker. In pragmatics, there are seventeen forms of pragmatic imperative modesty from the seventeen forms in this study. Only in this study are six forms of pragmatic imperative politeness, namely the form of politeness of imperative pragmatics which implies requests, orders, invitations, requests for permission, prohibitions, and congratulations. The speech is a speech between the teacher and students which is analyzed from the Indonesian imperative politeness Kesantunan tuturan imperatif merupakan kesantunan tuturan yang berupa perintah dari penutur kepada mitra tutur untuk melakukan sesuatu sesuai dengan perintah penutur.Dalam ilmu pragmatik terdapat tujuh belas wujud kesantunan pragmatik imperatif dari ketujuh belas wujud tersebut dalam penelitian ini hanya ditemukan enam wujud kesantunan pragmatik imperatif yaitu wujud kesantunan pragmatik imperatif yang mengandung makna permintaan, suruhan, ajakan, permintaan izin, larangan, dan pemberian ucapan selamat. Tuturan tersebut merupakan tuturan antara guru dan siswa yang dianalisis dari kesantunan tuturan imperatif bahasa Indonesia
Memotrret Generasi Millenial dalam Pendidikan Islam ., Muzanni; ., Habibullah
Al Iman: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 3 No. 2 (2019): Al Iman Jurnal keislaman dan kemasyarakatan
Publisher : STID Raudlatul Iman Sumenep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Millenial era is a period where the development of information and communication technology and social media is growing rapidly. In the digital era of technologi now almost everything can be accessed directly by everyone quickly. Now often discussed about industrial era 4.0 and Z generation. In this era, islamic education is actually increasingly well developed, because Islam comes as rahmatan lil ‘alamin that emphasizes ethics and continues to be based on Al-Qur’an and Hadits. Era Millenial merupakan suatu masa dimana perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta media sosial sangat berkembang dengan pesat. Pada era teknologi digital saat ini hampir semuanya dapat di akses langsung oleh semua orang dengan cepat. Saat ini sering dibahas tentang era industri 4.0 dan generasi Z. Di era ini penidikan Islam justru semakin berkembang dengan baik, karena Islam datang sebagai Rahmatan lil ‘alamin yang lebih mengedepankan etika dan tetap bersumber pada al-Qur’an dan Hadits.
Hubungan antara Efikasi diri dan Dukungan Sosial dengan Stres Akademik pada Siswa Salam, Abdus
Al Iman: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 3 No. 2 (2019): Al Iman Jurnal keislaman dan kemasyarakatan
Publisher : STID Raudlatul Iman Sumenep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Researchforstudiesbothsimultaneousorpartialcorelationofselfefficacy and socialsupportwithacademicstres.Thisstudy usedquantitativemethods,withdata collectionthrougha questionnaire thattake 100studententrantsawayinthe State High School1Pamekasanpurposively.ResultsofregressionsanalysisshowedthevalueofF= 28,453andp=0,000(p<0,05).Meansselfefficacy andsocialsupportwithsupportwith academic streshas a highly significant correlation. The resultsof partial correlation betweentestselfefficacywithacademicstresstogetthevaluet=-0,145andp=0,000(p <0,05),whichmeans thatbetweenselfefficacy withacademicstresshasasignificant negative correlation.The resultsofcorrelationbetweensocialsupporttostressobtained valuet=-0,561withp=0,081(p>0,05),meaning thatthesocialsupportwithacademic stress has asignificant negativecorrelation. Penelitianini mengkajihubungansimultandanparsialefikasidiridandukungan sosialdenganstresakademik.Penelitianinimenggunakanmetode kuantitatif,dengan pengumpulandatamelaluiangketyang 100siswaurbandiSMANegeri1Pamekasan secarapurposive.HasilanalisisujiregresimenunjukkannilaiF=28,453danp=0,000(p < 0,05).Berartiefikasidiridandukungansosialdenganstresakademikmemilikikorelasi yang sangatsignifikan.Hasilujikorelasiparsialantaraefikasidiridandukungansosial denganstresakademikmemperolehnilait=-0,145dandanp=0,000(p<0,05),yang berartibahwa antara efikasidiridenganstres akademikmemilikikorelasinegatifyang sangatsignifikan.Hasilujikorelasiantaradukungansosialdenganstresdiperolehnilait= -0,561denganp=0,081(p>0,05),yangartinya antara dukungansosialdenganstres akademik memiliki korelasi negatifyangsangat signifikan.
Memasyarakatkan Tasawuf, Mentasawufkan Masyarakat; Sebuah Langkah Peradaban Baru dalam Masyarakat Islam Modern ., Imalah
Al Iman: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 3 No. 2 (2019): Al Iman Jurnal keislaman dan kemasyarakatan
Publisher : STID Raudlatul Iman Sumenep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sufism or Sufism in Islam are two things that can not be separated, because Sufism is a breath in carrying out Islam in individual and social practices. So far, the public's perception of Sufism is something extreme and far from the value of modernization, not even interested in exploring or studying it. While today's society is in the era of modern Islam more and more new civilizations are entering. Like it or not, everything in the community will be accepted both positively and negatively. So the step to re-popularize the bag in the development of modern society, is the right step to support negative things, by strengthening the basic foundation of religion to build civilization in modern Islamic society today. Tasawuf atau Sufisme dalam Islam adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena tasawuf adalah sebuah nafas dalam menjalankan keislaman dalam praktek individu dan sosial. Sejauh ini, anggapan masyarakat tentang tasawuf adalah suatu hal yang ekstrim dan jauh dari nilai modernisasi, bahkan tidak tertarik untuk mendalami ataupun mempelajarinya. Sedangkan masyarakat saat ini berada dalam zaman Islam modern yang semakin banyak peradaban baru yang masuk. Mau tidak mau segala hal yang berada di lingkungan masyarakat akan diterima baiksecara positifataupun negatif. Maka langkah untuk kembali memasyarakatkan tasawuf dalam perkembangan masyarakat modern ini,adalah sebuah langkah tepat untuk mengantisipasi hal-hal yang negatif, dengan mengokohkan fondasi dasar keagamaan untukmembangun peradaban dalam masyarakat Islam modern saat ini.
Enkulturasi Al-Qur’an Dan Radikalisme Agama Liqok, Farri Chatul
Al Iman: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 3 No. 2 (2019): Al Iman Jurnal keislaman dan kemasyarakatan
Publisher : STID Raudlatul Iman Sumenep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The configuration of Islam in Indonesia can be said to have varied variations. This diversity is characterized by the emergence of radical Islam with exclusive, scriptural, puritanical, militant and extremist characteristics. The assumption is that acts of violence in the name of religion are the result of a lack of comprehension in understanding religious texts. Whereas al-Qur'an experiences enculturation that can be used as a projector to sort out the teachings of the Qur'an which are substantial-fundamental and symbolic-instrumental. Enculturation explains the interaction between culture and religion. The interaction occurred between revelation (al-Qur'an) with the traditions of the Arab community. What is seen is what is added to the revelations in the tradition, so that it can be sorted out which values ​​are substantial-fundamental and which are symbolic-instrumental which in the end is an incorrect understanding of the Qur'an especially those practiced with violence can be minimized. Konfigurasi Islam di Indonesia bisa dikatakan mempunyai ragam yang variatif. Keragaman tersebut diantaranya diwarnai dengan munculnya islam radikal yang berkarakter eksklusif, skriptual, puritan, militan, dan ekstrimis. Asumsinya bahwa adanya tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama merupakan akibat dari kurang komprehensifnya dalam memahami teks-teks agama. Padahal al-Qur’an mengalami enkulturasi yang bisa dijadikan proyektor untuk memilah antara ajaran Al-Qur’an yang substansial-fundamental dan simbolik-instrumental. Enkulturasi menjelaskan interaksi antara budaya dan agama. Interaksi tersebut terjadi antara wahyu (al-Qur’an) dengan tradisi masyarakat arab. Hal yang dilihat adalah apa yang ditambahkan wahyu dalam tradisi, sehingga dapat dipilah mana nilai yang substansial-fundamental dan mana yang simbolik-instrumental yang pada akhirnya pemahaman yang kurang tepat terhadap al-Qur’an terlebih yang dipraktekkan dengan kekerasan bisa diminimalisir.
Reinterpretasi Metodologi Studi Islam (Landasan Teoritis Tajdid Dalam Penafsiran AL-Qur’an Perspektif Abdullah Saeed dan M. Quraish Shihab) Ulum, Miftahul; El-Rahma, Vicky Izza; ., Nasiri
Al Iman: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 3 No. 2 (2019): Al Iman Jurnal keislaman dan kemasyarakatan
Publisher : STID Raudlatul Iman Sumenep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Studi ini berupaya untuk meninjau dasar-dasar teoretis yang digunakan oleh Abdullah Saeed dan M. Quraish Shihab dalam melakukan studi Tajdid dalam interpretasinya. Meninjau dua landasan teoritis tajdid populer menjadi menarik karena masih ada paradigma sastra dalam memahami teks agama pada umat Islam. Dengan demikian membuat mereka membangun argumen kuat untuk melegalkan tajdid dalam interpretasi mereka. Namun, karena alat ukur yang digunakan berbeda, secara otomatis batas ukuran tajdid yang dihasilkan juga berbeda. This study seeks to review the theoretical foundations used by Abdullah Saeed and M. Quraish Shihab in conducting Tajdid projects in their interpretation. Reviewing their two theoretical foundation of tajdid stretchy to be interesting because there is still a literary paradigm in understanding the text of religion in Muslims. Thus making them first build strong arguments in order to legalize tajdid in their interpretation. However, because the measuring instrument used is different, automatically the size limit of the resulting tajdid is also different.

Page 1 of 1 | Total Record : 9