cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
DIMENSIA: Jurnal Kajian Sosiologi
ISSN : 1978192X     EISSN : 26549344     DOI : 10.21831
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol. 14 No. 3 (2025): Vol. 14 No. 3 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi" : 10 Documents clear
Dinamika Negosiasi antara Petani Buah Naga dan Tengkulak di Pedesaan Banyuwangi Indriani, Mita; Hidayat, Nurul; Rosa, Dien Vidia
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 3 (2025): Vol. 14 No. 3 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengkaji perilaku negosiasi antara petani buah naga dan tengkulak di Desa Buluagung, Kecamatan Siliragung, Banyuwangi. Interaksi sosial di antara keduanya membentuk sistem kepercayaan, di mana tengkulak tidak hanya membeli hasil panen tetapi juga menyediakan modal bagi petani. Negosiasi terjadi sebelum dan sesudah panen untuk mencapai kesepakatan harga yang adil. Dengan pendekatan kualitatif etnografi, data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi terhadap informan yang dipilih secara purposif. Analisis menggunakan Teori Pertukaran Sosial George Homans untuk memahami hubungan timbal balik yang didasari kepercayaan, keuntungan, dan ikatan sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa negosiasi dipengaruhi oleh kepercayaan, rasa kekeluargaan, profesionalisme, dan keuntungan, sedangkan pengingkaran dari salah satu pihak menjadi penghambat utama. Hubungan petani–tengkulak merefleksikan sistem pertukaran sosial yang menyeimbangkan rasionalitas ekonomi dengan nilai moral dan kekeluargaan, menegaskan pentingnya jaringan kepercayaan dalam praktik ekonomi lokal. This study explores negotiation behavior between dragon fruit farmers and middlemen in Buluagung Village, Siliragung, Banyuwangi. Their social interactions form a system of mutual trust, as middlemen not only purchase harvests but also provide production capital. Negotiations occur before and after harvest to achieve fair pricing and mutual benefit. Using a qualitative ethnographic approach, data were collected through purposive sampling from key informants via observation, interviews, and documentation. The study applies George Homans’ Social Exchange Theory to interpret reciprocal relations based on trust, profit, and social ties. Findings show that negotiations are influenced by trust, kinship, professionalism, and profit motives, while conflicts or denial from either party hinder the process. Overall, the farmer–middleman relationship reflects a social exchange system balancing economic rationality with moral and familial values, demonstrating how local economic practices are embedded within community-based trust networks.
Mencipta Harmoni dalam Dominasi: Habitus Cina Benteng di Permukiman Kalipasir Tangerang Atfal, Faesa Raud; Sari, Rosnida; Paramitha, Nurina Adi
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 3 (2025): Vol. 14 No. 3 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini menelaah bagaimana subkultur Cina Benteng membangun harmonisasi sosial di tengah dominasi budaya Sunda Muslim di Kalipasir, Tangerang. Fokus utamanya adalah adaptasi kelompok minoritas tanpa kehilangan identitas budaya. Dengan pendekatan kualitatif dan metode etnografi berbasis teori Bourdieu, penelitian ini mengungkap tiga proses habituasi. Pertama, internalisasi nilai dominan melalui adaptasi tradisi Peh Cun dengan unsur Sunda Muslim, partisipasi dalam ritual lokal, serta akulturasi seni Gambang Kromong dan Tari Cokek. Kedua, reflektivitas hegemoni budaya tampak dalam penggunaan bahasa Sunda oleh komunitas Cina Benteng. Ketiga, pembentukan habitus melalui interaksi sosial intens dan jejaring lintas kelompok yang memperkuat kohesi sosial. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun hidup dalam hegemoni budaya, Cina Benteng berhasil menciptakan hubungan harmonis berbasis kolaborasi dan toleransi. Studi ini memperkaya pemahaman tentang dinamika keberagaman dan strategi adaptasi budaya dalam masyarakat multikultural Indonesia. This study examines how the Cina Benteng subculture sustains social harmony amid the cultural dominance of the Sunda Muslim community in Kalipasir, Tangerang. It focuses on how minority groups adapt while maintaining their cultural identity. Employing a qualitative ethnographic approach grounded in Bourdieu’s theory, the research identifies three habituation processes. First, dominant value internalization is seen in adapting Peh Cun traditions with Sunda Muslim elements, engaging in local rituals, and acculturating Gambang Kromong and Cokek Dance. Second, cultural hegemony reflexivity appears through the community’s use of the Sundanese language. Third, habitus formation develops via intensive social interactions and intergroup networks fostering social cohesion. The findings reveal that despite dominant culture, the Cina Benteng community achieves harmony through collaboration and tolerance. This study contributes to a deeper understanding of cultural diversity and adaptive strategies within Indonesia’s multicultural society.
Reimagining Political Islam: The Habaib Group's Vision and Political Participation in Surakarta Muflih, Abdullah Yusuf; Akbar, Rezza Dian
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 3 (2025): Vol. 14 No. 3 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i3.84219

Abstract

Penelitian ini mengkaji peran politik Habaib, keturunan Nabi Muhammad, yang jarang dibahas dalam diskusi tentang keterlibatan politik Islam. Seringkali pembahasan terfokus pada pembentukan negara Islam berdasarkan hukum Syariah atau keterlibatan dengan politik sekuler. Sebaliknya, Habaib mempengaruhi politik melalui otoritas agama, pengaruh sosial, dan kepemimpinan moral. Penelitian ini berfokus pada Surakarta, menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara semi-terstruktur kepada enam informan, observasi lapangan, dan tinjauan pustaka. Temuan menunjukkan bahwa Habaib memandang politik Islam sebagai sarana untuk menyebarkan nilai-nilai Islam, bukan untuk mendirikan negara Islam atau terlibat langsung dalam politik. Partisipasi mereka lebih pada mendukung pemimpin yang mengedepankan prinsip-prinsip Islam tanpa ambisi menduduki jabatan politik. Penelitian ini memberikan wawasan baru tentang keterlibatan politik Islam di Indonesia, dengan menggeser pemahaman dualistik antara Islamisme dan sekularisme. This study examines the political role of the Habaib, descendants of Prophet Muhammad, whose influence has been largely overlooked in discussions about Islamic political involvement. While debates often center on establishing an Islamic state based on Sharia law or engaging with secular politics, the Habaib exert political influence through religious authority, social standing, and moral leadership. Focusing on Surakarta, the research uses qualitative methods, including semi-structured interviews with six informants, field observations, and a literature review. Findings reveal that the Habaib view political Islam as a means to promote Islamic values rather than to establish an Islamic state or participate directly in politics. Their involvement is marked by indirect support for leaders who uphold Islamic principles, not by seeking political office. This study offers new insights into Islamic political engagement in Indonesia, moving beyond the traditional dichotomy of Islamism versus secularism.
Eksibisionisme Digital dan Krisis Norma Sosial: Analisis Sosiologis atas Perilaku Menyimpang di Ruang Maya Shafika, Aulia; Rahmawati, Cindy Ardhita; Sari, Novita
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 3 (2025): Vol. 14 No. 3 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i3.86592

Abstract

Penelitian ini mengkaji eksibisionisme digital sebagai bentuk penyimpangan sosial baru di era digital, di mana media sosial memungkinkan individu menampilkan aspek pribadi secara terbuka kepada publik. Eksibisionisme tidak lagi terbatas pada ruang fisik, tetapi meluas ke ruang virtual yang dibentuk oleh kebutuhan validasi sosial, algoritma media, dan melemahnya kontrol moral. Berdasarkan perspektif sosiologis tentang penyimpangan, kontrol sosial, dan konstruksi realitas sosial, studi ini menyoroti perubahan norma dan pembentukan identitas dalam interaksi daring. Individu terdorong menampilkan tubuh, kehidupan pribadi, atau konten seksual demi perhatian, pengakuan, atau kepuasan diri, yang menunjukkan keterkaitan antara teknologi, budaya, dan kondisi anomie. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan menganalisis literatur akademik, regulasi hukum, dan teori-teori sosiologi yang relevan. Secara keseluruhan, eksibisionisme digital menggambarkan bagaimana ruang digital mengaburkan batas antara privasi dan konsumsi publik, serta menormalisasi perilaku yang menantang tatanan moral dan sosial masyarakat kontemporer. This study examines digital exhibitionism as a new form of social deviance emerging in the digital era, where social media enables individuals to publicly display private aspects of their lives. No longer limited to physical spaces, exhibitionism now extends to virtual realms shaped by social validation, algorithmic exposure, and weakened moral control. Drawing on sociological perspectives of deviance, social control, and the social construction of reality, this paper argues that digital exhibitionism reflects a shift in social norms and identity formation in online interactions. Individuals often expose their bodies, intimate lives, or sexualized content in pursuit of attention, recognition, or self-gratification, revealing the intersection of technology, culture, and anomie. The study adopts a library research method, analyzing scholarly literature, legal frameworks, and sociological theories to interpret the phenomenon. Ultimately, digital exhibitionism illustrates how the digital sphere blurs boundaries between privacy and publicity, normalizing behaviors that challenge moral and social order in contemporary society.
Makna Volunteering bagi Mahasiswa: Studi Kasus di Universitas Jenderal Soedirman Abidah, Anisa Shifa Nur; Hariyadi; Widyastuti, Tri Rini
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 3 (2025): Vol. 14 No. 3 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memahami makna volunteering sebagai bentuk kepedulian sosial bagi mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif daan teknik analisis tematik, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap mahasiswa yang memiliki pengalaman volunteering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan volunteering bukan hanya menjadi sarana pengabdian kepada masyarakat, tetapi juga sebagai ruang untuk mengenali diri, membentuk empati, dan membangun relasi sosial yang bermakna. Volunteering menjadi proses belajar yang melibatkan refleksi diri dan interaksi sosial yang mampu membentuk kesadaran baru terhadap peran sosial mereka. Temuan ini juga turut menegaskan bahwa stereotip generasi Z sebagai generasi apatis dan individualistis tidak sepenuhnya tepat karena generasi Z menunjukkan kepedulian yang nyata melalui keterlibatan sukarela. This research aims to understand the meaning of volunteering as a form of social care for students of Universitas Jenderal Soedirman. This research uses a qualitative-descriptive approach and thematic analysis techniques, data collected through in-depth interviews with students who have volunteering experience. The results showed that student involvement in volunteering activities is not only a means of community service, but also a space to recognize themselves, form empathy, and build meaningful social relationships. Volunteering becomes a learning process that involves self-reflection and social interaction that can form a new awareness of their social role. This research also confirms that the stereotype of Generation Z as an apathetic and individualistic generation is not entirely correct because Generation Z shows real concern through volunteer involvement.
Habitus Membentur Field yang Berubah: Sikap Pedagang Kaki Lima Malioboro terhadap Relokasi dalam Kerangka Bourdieu Wicaksono, Ridwan
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 3 (2025): Vol. 14 No. 3 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i3.87907

Abstract

Penelitian ini berangkat dari teka-teki sosiologis mengenai respons terbelah pedagang kaki lima Malioboro terhadap kebijakan relokasi. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan kerangka teori Pierre Bourdieu, penelitian ini menganalisis benturan antara habitus kolektif pedagang dengan perubahan field spasial yang dipaksakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan sikap ini berakar pada tingkat hysteresis atau ketidaksesuaian antara kebiasaan lama dan kondisi baru, yang dialami secara tidak setara. Kelompok Tri Dharma mengalami hysteresis parah akibat kondisi relokasi yang tidak stabil sehingga memicu resistensi, sementara kelompok Pemalni menunjukkan adaptasi lebih baik di lokasi yang permanen. Penelitian ini menegaskan bahwa relokasi adalah peristiwa sosial-politik yang kompleks, dan menggarisbawahi pentingnya kebijakan tata ruang untuk mempertimbangkan habitus komunitas terdampak demi mencegah terciptanya ketimpangan baru. This study begins with a sociological puzzle regarding the divided responses of street vendors in Malioboro toward the relocation policy. Employing a qualitative approach and Pierre Bourdieu’s theoretical framework, it analyzes the clash between the vendors’ collective habitus and the enforced changes in spatial fields. The findings indicate that these differing attitudes are rooted in varying levels of hysteresis, or misalignment between long-standing practices and new conditions, experienced unequally among the groups. The Tri Dharma group suffers severe hysteresis due to unstable relocation conditions, leading to resistance, while the Pemalni group shows better adaptation in a more permanent location. This research asserts that relocation is a complex socio-political event and highlights the importance of spatial policies that consider the habitus of affected communities to prevent the emergence of new inequalities.
Dari Stigma Menuju Penerimaan: Transformasi Konsep Diri ODHA Melalui Relasi Spiritual di Majelis Sinau Agomo Oktafiana, Nadila; Rismaningtyas, Fitria
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 3 (2025): Vol. 14 No. 3 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i3.88496

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis konsep diri ODHA dalam konteks pengembangan agama di Majelis Sinau Agomo, serta interaksi yang terjalin dengan anggota komunitas lainnya sehingga mempengaruhi konsep diri pada ODHA. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data melalui metode kualitatif yaitu terknik wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ODHA di Majelis Sinau Agomo mengalami perubahan positif dalam konsep diri mereka berkat dukungan komunitas dan lingkungan yang inklusif. Kegiatan keagamaan tidak hanya berfungsi sebagai sarana spiritual, tetapi juga sebagai media guna membentuk konsep diri ODHA dimana pendalaman agama dapat memperkuat rasa kepercayaan diri dan memberikan dukungan sosial. Melalui partisipasi dalam komunitas keagamaan, ODHA dapat menemukan pemahaman yang lebih baik tentang diri mereka, mengurangi stigma, dan membangun hubungan yang positif dengan lingkungan sekitar. This paper explores the dinamycs of self-concept among people living with HIV/AIDS in the context of religious development at Majelis Sinau Agomo, as well as interactions with other community members that affect the self-concept of ODHA. This research uses a qualitative method with a phenomenological approach. The techniques used in collecting data through qualitative methods are in-depth interviews, observation, and documentation. The results showed that ODHA in Majelis Sinau Agomo experienced positive changes in their self-concept thanks to community support and an inclusive environment. Religious activities not only serve as a spiritual tool, but also as a medium to shape the self-concept of ODHA where increased religion can strengthen self-confidence and provide social support. Through participation in religious communities, ODHA can find a better understanding of themselves, reduce stigma, and build positive relationships with the surrounding environment.
Tes Urine sebagai Mekanisme Kontrol Sosial: Perspektif Foucaultian dalam Institusi Publik Agung, Ryan Maulana; Taufiq, Amal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 3 (2025): Vol. 14 No. 3 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini membahas bagaimana tes urine yang dilakukan secara luas di institusi publik tidak sekadar menjadi prosedur administratif, melainkan juga berperan sebagai mekanisme kontrol sosial yang tersembunyi. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dan teknik observasi pasif selama magang di BNN Kabupaten Sidoarjo, penelitian ini mengeksplorasi bagaimana tes urine dijalankan dalam berbagai konteks birokrasi seperti seleksi kerja, pendidikan, dan perpanjangan kontrak. Temuan menunjukkan bahwa praktik ini tidak hanya bertujuan untuk deteksi narkoba, tetapi juga menjadi alat pengawasan tubuh dan moralitas. Tes urine menciptakan kepatuhan, menetapkan standar moral, serta membentuk kategori sosial seperti individu “bersih” dan “berisiko”. Dalam praktik birokrasi, kekuasaan dilembagakan secara halus melalui aturan administratif yang tampak netral. Artikel ini berkontribusi dalam kajian sosiologi kekuasaan dengan menyoroti bagaimana praktik keseharian yang biasa justru berfungsi sebagai sarana reproduksi nilai-nilai dominan yang bersifat politis. This article examines how widespread urine testing in public institutions functions not merely as an administrative procedure, but also as a hidden mechanism of social control. Using a descriptive qualitative approach and passive observation during an internship at the Sidoarjo BNN office, the study explores how urine testing is embedded in bureaucratic contexts such as job recruitment, education, and contract extension. The findings reveal that this practice serves not only for drug detection but also as a tool for bodily surveillance and moral regulation. It promotes compliance, enforces moral standards, and creates social categories such as "clean" and "at-risk" individuals. In bureaucratic practice, power is institutionalized subtly through seemingly neutral administrative rules. This article contributes to the sociology of power by highlighting how everyday bureaucratic routines can function as instruments for reproducing dominant and politically charged values.
Presentasi Diri Perempuan Muda Berstatus Janda di Kabupaten Kuningan Rahmawati, Melisa
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 3 (2025): Vol. 14 No. 3 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i3.89325

Abstract

Perempuan berstatus janda di Indonesia dan kebanyakan negara berkembang merupakan isu sosial di masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis menggunakan teori dramaturgi Erving Goffman. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara mendalam dan dokumen. Informan  terdiri dari delapan perempuan muda sedang/telah berstatus janda dan empat informan pendukung. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis bentuk dan tujuan perempuan muda berstatus janda mempresentasikan dirinya di masyarakat. Penelitian ini menemukan bahwa perempuan berstatus janda mempresentasikan dirinya di masyarakat sebagai sosok yang mandiri, citra kuat dan ceria, penampilan rapih dan cantik, serta ibu yang bertanggung jawab dengan tujuan untuk menghindari stigma, menunjukkan citra yang positif, dan adanya tuntutan hidup. Widowhood in Indonesia and most developing countries is a social issue. This study uses a qualitative approach with an analysis of Erving Goffman's dramaturgical theory. The techniques used in this study are in-depth interviews and documentation. Informants consisted of eight young women who have been or are currently widowed and four supporting informants. This article aims to analyze the forms and purposes of self-expression of young widowed women in society. This study found that widowed women express themselves in society as independent figures, strong and cheerful, neat and beautiful, and responsible mothers with the aim of avoiding stigma, projecting a positive image, and meeting life's demands.
Iman, Gender, dan Keputusan Reproduksi: Studi Sosiologis tentang Partisipasi KB di Tanjungpinang Gandhi, Krishna Ardhya; Wardana, Amika; Yanti, Mirda
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 3 (2025): Vol. 14 No. 3 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i3.89901

Abstract

Penelitian ini menelaah bagaimana pemahaman agama memengaruhi partisipasi masyarakat dalam program Keluarga Berencana (KB) di Kota Tanjungpinang yang memiliki keragaman agama. Dengan desain studi kasus kualitatif, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap 18 informan, terdiri atas tokoh agama, petugas KB, dan warga dari berbagai agama—Islam, Katolik, Protestan, dan Buddha. Analisis dilakukan menggunakan pendekatan grounded theory untuk menemukan tema-tema utama secara induktif dari data lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa doktrin agama berperan penting namun tidak bersifat deterministik dalam membentuk keputusan ber-KB. Sebagian kelompok menganggap KB selaras dengan tanggung jawab moral dan ajaran agama, sementara yang lain menolaknya karena dianggap bertentangan dengan kehendak Tuhan. Variasi tafsir keagamaan, relasi gender, dan akses informasi sangat memengaruhi tingkat partisipasi. Penelitian ini menegaskan pentingnya kolaborasi antara tokoh agama, lembaga kesehatan, dan pemerintah daerah dalam memperkuat penerimaan program KB melalui komunikasi yang sensitif budaya dan berbasis nilai keagamaan. This study explores how religious understanding influences community participation in the Family Planning (KB) program in Tanjungpinang, a city marked by religious diversity. Using a qualitative case study design, data were collected through in-depth interviews with 18 informants, including religious leaders, KB officers, and community members from different faiths—Islam, Catholicism, Protestantism, and Buddhism. The analysis was conducted using grounded theory to inductively derive key themes from field data. The findings reveal that religious doctrines play a significant yet non-deterministic role in shaping family planning decisions. Some groups view KB as aligned with moral and religious responsibility, while others reject it as contradicting divine will. Differences in interpretation, gender dynamics, and information access strongly influence community participation. The study highlights that collaboration between religious authorities, health institutions, and local governments can foster greater acceptance of KB programs through culturally sensitive and faith-based communication strategies.

Page 1 of 1 | Total Record : 10