cover
Contact Name
Hayani Anastasia
Contact Email
jvektorpenyakit@gmail.com
Phone
+62811459507
Journal Mail Official
jvektorpenyakit@gmail.com
Editorial Address
Balai Litbangkes Donggala, Jl. Masitudju No.58, Labuan Panimba, Labuan, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah, 94252
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Vektor Penyakit
ISSN : 19783647     EISSN : 23548835     DOI : https://doi.org/10.22435/vektorp
Jurnal Vektor Penyakit is an open access, per-reviewed, online journal fully dedicated to publishing quality manuscript on all aspects on tropical diseases, i.e malaria, dengue, lymphatic filariasis, chikungunya, schistosomiasis, soil transmitted helminth, leptospirosis and others related to vector, reservoir and zoonotic diseases. Jurnal Vektor Penyakit also concerned to the pathology, epidemiology, prevention, health environment, treatment and control of the parasitic and infectious diseases, tropical diseases as well as public policy relevant to that group of diseases.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 92 Documents
Indikator Entomologi dan Status Resistensi Jentik dan Nyamuk Aedes Aegypti Terhadap Insektisida Rumah Tangga Di Tiga Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Dian Perwitasari
Jurnal Vektor Penyakit Vol 13 No 2 (2019): Edisi Desember
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1055.955 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v13i2.931

Abstract

Abstract High data on cases of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) every year is the reason for continuing to monitor the breeding sites of Aedes sp., to knowing entomological indicators, and identifying the level used of resistance of insecticides The aim of the study was to observed entomological indicators, the presence of larvae in mosquito breeding sites and insecticide resistance to adult mosquitoes. This study uses a multicenter descriptive method with a cross-sectional approach. Data collection was carried out in 2015 in three districts/cities (Padang, Bukit Tinggi, and Pesisir Selatan) of West Sumatra Province. The results of the entomological indicators monitored are still in the moderate category. Mosquito breeding habitats including controllable containers with larvae positive containers so that the potential as a source of transmission is 90.27% and disposable containers which contain positive larvae of 9.94%. Insecticides used by the community, deltamethrin still showed the results of susceptible and alphacypermethrin conditions showing tolerance, whereas malathion, lamdacyhalothrin, and cypermethrin were resistant. The results of the temephos test as a larvacide used for the elimination of larvae are resistant to occur in two districts, namely Pesisir Selatan and Bukit Tinggi. Regular monitoring is needed in mosquito breeding habitats and encourages people to always care about environmental cleanliness. It is also necessary to look for alternative insecticides that are safe for the community. Abstrak Data kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang tinggi setiap tahun menjadi alasan untuk terus melakukan pemantauan tempat perindukan nyamuk Aedes sp., mengetahui indikator entomologi, dan mengidentifikasi tingkat resistensi insektisida yang digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi indikator entomologi, keberadaan jentik di tempat perindukan nyamuk, dan resistensi insektisida terhadap jentik maupun nyamuk dewasa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Pengumpulan data dilakukan pada tahun 2015 di tiga kabupaten/kota (Padang, Bukit Tinggi, dan pesisir selatan) Provinsi Sumatera Barat. Hasil penelitian untuk indikator entomologi yang dipantau masih dalam kategori sedang. Habitat perkembangbiakan nyamuk yang termasuk controllable containers dengan kontainer positif jentik sehingga berpotensi sebagai sumber penularan sebesar 90,27% dan dispossable containers yang positif jentik sebesar 9,94%. Insektisida yang digunakan oleh masyarakat, deltamethrin masih menunjukkan hasil rentan dan alphacypermethrin menunjukan toleran, sedangkan malathion, lamdacyhalothrin dan cypermethrin sudah resisten. Hasil uji temephos sebagai larvasida yang digunakan untuk pengendalian jentik sudah resisten terjadi di dua kabupaten yaitu Pesisir Selatan dan Bukit Tinggi. Diperlukan pemantauan berkala di habitat perkembangbiakan nyamuk dan mendorong masyarakat untuk selalu peduli terhadap kebersihan lingkungan. Diperlukan juga mencari alternatif insektisida yang aman untuk masyarakat.
Kajian Potensi Tripanosomiasis sebagai Penyakit Zoonosis Emerging di Indonesia Risqa Novita
Jurnal Vektor Penyakit Vol 13 No 1 (2019): Edisi Juni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (906.125 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v13i1.934

Abstract

Abstract Indonesia is the country with the highest population in the Southeast Asia and has high density on population of livestock. The impact of climate change is also happen in Indonesia which environmental temperature increase ranging from 1-1.5 C. Higher temperature will affects vector and reservoirs propagation. Thus, livestock in Indonesia are not yet free of Surra, which caused by Trypanosoma evansi. This condition is potential for Trypanosoma sp. development. Vectors of Trypanosoma are fleas and rats, which their population are high in Indonesia. Human trypanosoma is also happen at year 2014 in Indonesia, but the clinical signs dinot specific (unpublished article). Trypanosoma has a chance to be an emerging zoonoses diseases in Indonesia. This paper aims to study trypanosoma as a disease agent that has opportunity to cause emerging zoonotic parasites. This writing method is a study of the literature in Google scholar and Pubmed, with a search using the keyword trypanosoma in humans, emerging parasites, southeast asia. Based on the results of the literature search, it was found that Indonesia has a chance of human trypanosoma infection because the livestocks in Indonesia are not free from Surra, the population of vectors and reservoirs is quite high and the warm environment triggered by population density is a risk factor for this disease. The closeness of the place of residence between humans and livestock, and also rats as a reservoir is also a risk factor. Indonesia has the opportunity to develop zoonotic parasitic diseases, as human trypanosoma Abstrak Indonesia merupakan negara berjumlah penduduk tertinggi di Asia T enggara dan Indonesia merupakan negara berjumlah penduduk tertinggi di Asia Tenggara dan memiliki kepadatan populasi hewan ternak. Dampak perubahan iklim juga dirasakan di Indonesia berupa kenaikan temperatur lingkungan berkisar 1-1.5 C yang berpengaruh terhadap perkembangbiakan vektor dan reservoir penyakit parasit. Ternak di Indonesia belum bebas penyakit Surra yang disebabkan oleh Trypanosoma evansi. Potensi terjadinya infeksi Surra dan Trypanosoma spesies lainnya cukup tinggi di Indonesia, karena Thailand, Vietnam dan Malaysia memiliki kasus tripanosomiasis pada manusia. Kelembaban udara di Indonesia tinggi sehingga memicu kecepatan perkembangbiakan vektor dan reservoir tripanosoma. Vektor tripanosoma adalah kutu dan lalat, reservoir penyakit adalah tikus yang berjumlah banyak di Indonesia. Tripanosoma pada manusia terjadi pada tahun 2014 di Indonesia (artikel belum terpublikasi). Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji Trypanosoma sebagai agen penyakit yang berpeluang menimbulkan penyakit parasit zoonosis emerging. Metode tulisan ini berupa kajian dari literaturliteratur yang ada di Google scholar dan Pubmed, dengan pencarian menggunakan kata kunci: Trypanosoma pada manusia, emerging parasit, Asia Tenggara. Berdasarkan hasil dari penelusuran literatur, didapatkan data bahwa Indonesia memiliki peluang terjadinya infeksi Trypanosoma pada manusia karena ternak di Indonesia belum bebas dari Surra, populasi vektor dan reservoir cukup tinggi dan lingkungan yang hangat dipicu dengan kepadatan penduduk menjadi faktor risiko terjadinya penyakit ini. Adanya kedekatan tempat tinggal antara manusia dengan hewan ternak, dan juga tikus sebagai reservoir juga menjadi faktor risiko tersendiri. Indonesia berpeluang terjadinya penyakit parasit emerging yang zoonosis yaitu Trypanosomapada manusia.
Pemetaan Habitat Jentik Nyamuk Di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat Andri Ruliansyah; Wawan Ridwan; Asep Jajang Kusnandar
Jurnal Vektor Penyakit Vol 13 No 2 (2019): Edisi Desember
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1065.178 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v13i2.946

Abstract

Abstract The environment is an important factor in transmitting vector-borne diseases where an environment is a place of interaction between hosts, agents, and vectors. The existence of mosquitoes as a vector of various types of diseases is influenced by the existence of mosquito breeding habitats in an area. The results of mapping can be a guide to finding larva habitat when carrying out vector control. In addition, there is no map of larva habitat in Cibalong Subdistrict, Garut Regency so that mapping of breeding sites and behavior of mosquitoes becomes very important. The purpose of this study was to map the mosquito larval habitats in Cibalong District, Garut regency. Data collection was done by plotting habitats using Global Positioning System (GPS) and larva identifications using a compound microscope. Habitat larvae found in Karangparanje, Karyasari Village and Sakambangan, Mekarwangi Village, dominated by rice fields and water streams. While larvae found were Culex sp, Anopheles sp, Aedes sp, and Malaya sp. This finding confirmed that Cibalong District receptive as a transmitting area of ​​Malaria, DHF, and Filaria, so it is necessary to be aware of the possibility of transmission of vector-borne diseases in those areas. Abstrak Lingkungan merupakan faktor penting dalam penularan penyakit tular vektor di mana lingkungan merupakan tempat berinteraksi antara host , agen dan vektor. Keberadaan nyamuk sebagai vektor berbagai macam penyakit dipengaruhi oleh keberadaan habitat perkembangbiakan nyamuk di suatu wilayah. Hasil suatu pemetaan dapat menjadi panduan untuk menemukan habitat jentik pada saat melakukan pengendalian vektor. Selain itu belum adanya suatu peta habitat jentik di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut sehingga pemetaan tempat perkembangbiakan dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Tujuan kajian ini untuk memetakan habitat jentik nyamuk di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut. Pengumpulan data dilakukan dengan membuat titik (plotting) habitat dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) dan identifikasi jentik menggunakan mikroskop binokuler. Habitat jentik yang ditemukan di Dusun Karangparanje Desa Karyasari dan Dusun Sakambangan Desa Mekarwangi, didominasi oleh sawah dan aliran sungai. Sedangkan jentik yang ditemukan yaitu Culex sp, Anopheles sp, Aedes sp dan Malaya sp. Hal ini menjadikan Kecamatan Cibalong reseptif sebagai daerah penular malaria, DBD, dan filaria, sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya penularan penyakit tular vektor di wilayah tersebut.
Kepatuhan Masyarakat Minum Obat Pencegah Massal Filariasis (Kaki Gajah): Studi Kasus Desa Bilas, Kabupaten Tabalong Juhairiyah Juhairiyah; Deni Fakhrizal; Syarif Hidayat; Liestiana Indriyati; Budi Hairani
Jurnal Vektor Penyakit Vol 13 No 1 (2019): Edisi Juni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.67 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v13i1.956

Abstract

Abstract Filariasis (elephantiasis), huntut or tubab people lived in South Kalimantan often mentioned is an annual infectious disease and categorized as neglected tropical disease (NTD) caused by filarial worm. Filariasis is an endemic diseases in Tabalong District, especially Bilas Village. The selective and Mass Drug Treatment have been conduct in Bilas village but the village still decided as a filariasis endemic area, so it is necessary to study the compliance of the filariasis Mass Drug Assessment (MDA) consumption in the community to against filariasis incidences in Bilas Village. Study was held by Finger Blood Survey (SDJ) and interview using questionnaire about people’s obedience of filariasis MDA drug consumption. 341 responden have been interviewed and held by SDJ, 11 responden were positive filariasis B. malayi in Bilas village. The compliance of people consumed POPM drugs routinely of filariasis patients was only 20% and non patient were 21,64%. It was necessary to conduct a simultaneous MDA with district coverage area accompanied by medical illumination and socialization to the community. Medication supervisors placed at POPM posts or home-to-home visits was needed to ensure medication is actually consumed by the community, it will be better if the MDA was consumed immediately in front of cadres/health officers. Abstrak Filariasis atau kaki gajah atau sering disebut dengan huntut atau tubab oleh masyarakat Kalimantan Selatan adalah penyakit menular menahun yang merupakan penyakit tropis terabaikan disebabkan oleh cacing filaria. Filariasis endemis di Kabupaten Tabalong, khususnya Desa Bilas. Pengobatan selektif dan pengobatan massal telah dilakukan namun desa tersebut masih dinyatakan sebagai desa endemis sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap kepatuhan masyarakat minum obat pencegah massal terhadap kejadian filariasis di Desa Bilas. Kegiatan yang dilakukan yaitu Survei Darah Jari (SDJ) dan kegiatan wawancara menggunakan kuesioner tentang kepatuhan meminum obat pencegah massal filariasis. Sebanyak 341 responden yang berhasil diwawancara dan dilakukan pemeriksaan darah jari, 11 orang diantaranya positif filariasis jenis parasit B. malayi di Desa Bilas. Kepatuhan masyarakat yang minum obat POPM secara rutin pada penderita hanya 20%, sedangkan pada non penderita sebanyak 21,64%. Perlu dilakukan pengobatan massal serentak sekabupaten disertai dengan sosialisasi dan penyuluhan tentang pengobatan massal kepada masyarakat. Kader pengawas minum obat yang ditempatkan di pos-pos pelaksanaan POPM atau kunjungan dari rumah ke rumah diperlukan untuk memastikan obat benar-benar diminum, akan lebih baik jika obat diminum langsung didepan kader/ petugas kesehatan.
Dampak Iradiasi Sinar Gamma pada Produktivitas Aedes aegypti Jantan MIRNA WATI DEWI; Susi Soviana; Umi Cahyaningsih; Ali Rahayu
Jurnal Vektor Penyakit Vol 13 No 1 (2019): Edisi Juni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (668.721 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v13i1.962

Abstract

Abstract Dengue fever is a vector-borne disease with Aedes aegypti as the main vector. Vector controls currently depended on insecticide. Considering the negative effect of insecticide, Sterile Insect Technique (SIT) was developed. This study was conducted to evaluate the effect of gamma-ray irradiation on the productivity of male Ae. aegypti. Male pupae age less than 15 hours were irradiated with 60 Gy and 70 Gy gamma-ray. When the pupae became adult, the sterile males mated with the same age females Aedes aegypti. Observation on fecundity, hatchability, and age was carried out until the second generation. Gamma-ray irradiation with the dose of 60 Gy and 70 Gy showed different effects on fecundity, egg hatchability, the emergence of the adult, and age of Aedes aegypti compared to control. Abstrak Demam berdarah merupakan penyakit tular vektor yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan secara global. Vektor utama yang berperan pada penyebaran penyakit DBD yaitu nyamuk Aedes aegytpi. Pengendalian vektor saat ini sangat bergantung pada penggunaan insektisida. Dampak negatif penggunaan insektisida menyebabkan pengembangan pengendalian vektor yang lain diantaranya yaitu Teknik Serangga Mandul (TSM). Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis produktivitas Ae. aegypti jantan iradiasi hingga generasi kedua. Pupa jantan umur <15 jam diradiasi sinargamma dosis 60 Gy dan 70 Gy. Setelah menjadi nyamuk jantan dewasa segeradikawinkan dengan nyamuk betina tidak iradiasi dengan umur yang sama. Pengamatan dilakukan terutama terhadap fekunditas, daya tetas, kemunculan nyamuk, dan umurnyamuk hingga generasi kedua. Iradiasi sinar gamma dosis 60 Gy dan 70 Gymenghasilkan dampak yang berbeda terhadap fekunditas, daya tetas telur, kemunculan nyamuk dan umur nyamuk bila dibandingkan dengan kontrol.
Aktivitas Penggunaan Insektisida Komersil oleh Masyarakat di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue di Provinsi Sulawesi Barat Malonda Maksud; Hasrida Mustafa; Risti Risti; Nelfita Nelfita; Murni Murni; Jastal Jastal
Jurnal Vektor Penyakit Vol 13 No 1 (2019): Edisi Juni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.186 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v13i1.964

Abstract

Abstract Commercial insecticides in Asia are used to control insects including mosquitoes, which are about 28-89% in endemic areas of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). West Sulawesi Province is one of the dengue endemic areas in Indonesia. The study is a part of multicenter research “Map of Aedes aegypti Mosquito susceptibility Against Insecticides in Indonesia in 2015”. This study aims to the describe the use of commercial insecticides in three endemic districts of West Sulawesi using a cross-sectional design. Data obtained through interviews and observations conducted in July-August 2015 at least 100 homes which were randomly selected in each RW/RT. Data were analyzed descriptively to describe the use of insecticides, types of formulations, types of active ingredients, and the duration of use. The study found that 85% of respondents used commercial insecticides. Most of the respondents chose to use mosquitoes coil (83.5%), the most active ingredients found were D-allethrin (43.8%) and Dimefluthrin (30.4). Most respondents (45.8%) have been using commercial insecticides for more than five years and more dominant to apply at night (79.1%). The government needs to control the use of insecticides in the community so that there is no DHF vector resistance to insecticides used in DHF control programs. Abstrak Insektisida komersil di Asia digunakan untuk mengendalikan serangga termasuk nyamuk, yang sekitar 28-89% berada di daerah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD). Provinsi Sulawesi Barat merupakan salah satu daerah endemis DBD di Indonesia. Studi ini merupakan bagian dari penelitian multicenter “Peta Kerentanan Nyamuk Aedes aegypti di Indonesia Tahun 2015”. Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan insektisida komersil di Sulawesi Barat dengan menggunakan desain potong lintang yang dilakukan di tiga kabupaten endemis DBD. Pengambilan data berupa wawancara dan pengamatan yang dilakukan bulan Juli-Agustus 2015 pada minimal 100 rumah yang dipilih secara acak pada masing-masing RW/RT endemis DBD. Data dianalisa secara deskriptif untuk menggambarkan penggunaan insektisida, jenis formulasi, jenis bahan aktif, dan lama penggunaan. Hasil studi menemukan sebanyak 85% responden menggunakan insektisida komersil. Sebagian besar responden memilih menggunakan jenis insektisida bakar (koil) (83,5%), bahan aktif yang paling banyak ditemukan adalah D-allethrin(43,8%) dan Dimefluthrin (30,4). Sebagian besar responden (45,8%) sudah lebih dari lima tahun menggunakan insektisida komersil dan lebih dominan mengaplikasikannya pada malam hari (79,1%). Pemerintah perlu mengontrol penggunaan insektisida di masyarakat, agar tidak terjadi resistensi vektor DBD terhadap insektisida program.
FRONT MATTER VOL.12 NO.2 2018 Jurnal Vektor Penyakit
Jurnal Vektor Penyakit Vol 12 No 2 (2018): Edisi Desember
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.491 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v12i2.986

Abstract

BACK MATTER VOL.12 NO.2 DESEMBER 2018 Jurnal Vektor Penyakit
Jurnal Vektor Penyakit Vol 12 No 2 (2018): Edisi Desember
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.819 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v12i2.987

Abstract

Penggunaan Temephos di Rumah Tangga dan Pengaruhnya terhadap Kepadatan Jentik Aedes sp di Kelurahan Balaroa, Kota Palu Ade Kurniawan; MADE AGUS NURJANA; YUYUN SRIKANDI
Jurnal Vektor Penyakit Vol 13 No 1 (2019): Edisi Juni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.252 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v13i1.993

Abstract

Abstract Cases of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) have increased from year to year which has become a health problem in Indonesia. DHF vector control using chemicals, especially temephos, is still popular in the community compared to other controls and has received attention from most program managers because it is still effective in killing larvae of Aedes sp. The purpose of this study was to explore the use of temephos in the household and its relationship with the larva density of larvae of Aedes sp in the Balaroa village of Palu City with a cross sectional design Data collection was done by larva survey and interview using a structured questionnaire. The results of a study of 200 homes surveyed showed that households that used temephos were very few (19.5%), 97.4% of them used temephos correctly. Households that use temephos correctly, 65.8% of larvae densities are low, while 34.2% are still found to be high with the most use by housewives. Households in Balaroa Village use very little money to control dengue mosquitoes. It is necessary to increase the use of abate in the household through the dissemination of information about functions, and the practice of using temephos to the community, especially to housewives and improve the distribution system of temephos through posyandu activities or other activities. Abstrak Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) meningkat dari tahun ke tahun sehingga menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Pengendalian vektor DBD menggunakan bahan kimia terutama temephos masih popular di masyarakat dibanding dengan pengendalian lain dan mendapat perhatian oleh sebagian besar pengelolah program karena masih efektif membunuh jentik Aedes sp. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplor penggunaan temephos di rumah tangga dan hubungannya dengan kepadatan jentik Aedes spdi kelurahan Balaroa Kota Palu dengan desain cross sectional Pengumpulan data dilakukan dengan survei jentik dan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Hasil penelitian dari 200 rumah yang disurvei menunjukkan bahwa rumah tangga yang menggunakan temephos sangat sedikit (19,5%), 97,4% diantaranya menggunakan temephos dengan benar. Rumah tangga yang menggunakan temephos dengan benar, 65,8% angka kepadatan jentiknya rendah, sedangkan 34,2% masih ditemukan tinggi dengan penggunaan paling banyak oleh ibu rumah tangga. Rumah tangga di Kelurahan Balaroa sangat sedikit menggunakan temepos untuk mengendalikan nyamuk DBD. Perlu peningkatan penggunaan abate di rumah tangga melalui penyebarluasan informasi mengenai fungsi, dan praktik penggunaan temephos kepada masyarakat terutama pada ibu rumah tangga dan memperbaiki system distribusi temephos melalui kegiatan posyandu ataupun kegiatan lainnya.
Perilaku Menghisap Darah dan Perkiraan Umur Populasi di Alam Nyamuk Potensial Vektor Filariasis di Desa Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah Muhammad Rasyid Ridha; Wulan Rasna Giri Sembiring
Jurnal Vektor Penyakit Vol 13 No 2 (2019): Edisi Desember
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1118.394 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v13i2.1008

Abstract

Abstract Transmission assessment survey for filariasis was conducted in 2013 at Kapuas and found 17 positive in children which indicates transmission still occurs. This study aimed to determine the behavior and longevity of mosquitoes in nature have potential as filariasis vectors in Dadahup Village, Kapuas District. Mosquitoes were collected by human landing collection and dissecting. The results showed that the density of fluctuations Ma.annulata sucking blood peak at 18.00-19.00 and resting at 19.00-20.00 at outdoor, Ma. uniformist peak at 19.00-20.00 and resting at 22.00-23.00 at indoor, while An.barbirostris peak at 9:00 a.m. to 10:00 p.m. and resting at 3:00 a.m. to 4:00 p.m. at outdoor. Bloodsucking behavior and rest of Ma.annulata and An.barbirostris are exophilic and exophagic whereas Ma. uniforms is endophilic and endophagic. The estimated age of the population was 22.99 days for Ma.annulata, 16.58 days for Ma.uniformis, and 9.82 days for An.barbirostris. The estimated age showed that the mosquitoes could potentially become filariasis vector. The types of habitat sites found are ponds, puddles, ditches, and rice fields. Abstrak Survei evaluasi transmisi filariasis telah dilakukan tahun 2013 di Kabupaten Kapuas dan ditemukan 17 anak positif, hal ini mengindikasikan masih terjadi transmisi penularan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku dan peluang umur nyamuk di alam yang berpotensi sebagai vektor filariasis di Desa Dadahup, Kabupaten Kapuas. Nyamuk dikumpulkan dengan metode umpan orang kemudian dilakukan pembedahan. Hasil penelitian menunjukkan puncak kepadatan Ma.annulata menghisap darah pada jam 18.00–19.00 dan istirahat pada jam 19.00-20.00 di luar rumah, Ma. uniformis pada jam 19.00-20.00 dan istirahat pada jam 22.00-23.00 di dalam rumah, sedangkan An.barbirostris pada jam 21.00-22.00 dan istirahat pada jam 03.00-04.00 di luar rumah. Perilaku menghisap darah dan istirahat Ma.annulata dan An.barbirostris bersifat eksofilik dan eksofagik, sedangkan Ma.uniformis endofilik dan endofagik. Perkiraan umur populasi nyamuk Ma. annulata 22,99 hari, Ma.uniformis 16,58 hari dan An.barbirostris 9,82 hari. Nyamuk Cx. bitaeniorhynchus, Cx. tritaeniorhynchus Cx. quinquefasciatus, Ma. annulata, Ma. uniformis bersifat eksofagik, sedangkan Ae. aegypti, Ae. albopictus, dan An. barbirostris lebih bersifat endofagik. Perkiraan umur populasi Cx. bitaeniorhynchus adalah 26,33 hari, Cx. tritaeniorhynchus 30,96 hari dan Cx quinquefasciatus 28,82 hari, sehingga berpotensi sebagai vektor filariasis. Desa Dadahup terdapat jenis nyamuk dengan tipe habitat yang berpotensi sebagai vektor filariasis memungkinkan terjadinya transmisi filariasis.

Page 3 of 10 | Total Record : 92