cover
Contact Name
Shita Dewi
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
jkki.fk@ugm.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
ISSN : 2089 2624     EISSN : 2620 4703     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 431 Documents
Faktor yang Mempengaruhi Rekrutmen Dokter di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Buol Tahun 2016 Arifandi Arifandi; Andreasta Meliala
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 6, No 3 (2017)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.2 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v6i3.29659

Abstract

ABSTRACTBackground: One of the health human resource management functions is to perform recruitments. Recruitment is a practice or activity undertaken by an organization with the primary purposes of identifying and attracting potential workers. Based on the profile data of Public Health Office of Buol by 2015 and 2016 were still lacking of physicians. This suggested that recruitment process conducted by Public Health Office of Buol was ineffective because it didn’t meet the standard of supply. This study aims to determine procedures of physician’s recruitment at Public Health Office of Buol and identify factors affecting the willingness of physicians to be placed at Primary Health Care of Buol. Method: This is descriptive study with qualitative approach. Informants collected were 11 respondents (N=11) consisting of Officers of Public Health Office, Regional Employment Institution, Non-Permanent Physicians working in the District of Buol. Finding: The number of Primary Care Physicians has not met yet the standard of the need and the distribution is not widespread. Factors affecting the willingness of physicians to work in Buol are compensation which is accordance with the standard of salary for the very remote areas and the reward, career path in which physicians have the chance of being civil servants as well as further promotion of education. Inhibiting factors including working condition, workload and environmental factors such as quiet and remote area. Conclusion: Recruitment of physicians of Primary Health Care conducted by Public Health Office of Buol was ineffective yet and need improvement efforts regarding recruitment process and improves factors supporting the willingness of physicians to work in the District of Buol. Keywords: recruitment, physician, supporting, inhibit. ABSTRAKLatar Belakang: Salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia kesehatan adalah melaksanakan rekrutmen. Jumlah dokter di Kabupaten Buol masih kurang. Pada tahun 2015, jumlah dokter di Kabupaten Buol adalah sebanyak 15 dokter dengan rincian 9 dokter umum dan 6 dokter gigi, sedangkan standarnya adalah 26 dokter dengan rincian 15 dokter umum dan 11 dokter gigi. Oleh karena itu, ada kekurangan sebanyak 11 dokter dengan rincian 6 dokter umum dan 5 dokter gigi. Pada tahun 2016, jumlah dokter di Kabupaten Buol adalah sebanyak 8 dokter dengan rincian 3 dokter umum dan 5 dokter gigi, sedangkan standarnya adalah 26 dokter dengan rincian 15 dokter umum dan 11 dokter gigi. Oleh karena itu, ada kekurangan sebanyak 18 dokter dengan rincian 12 dokter umum dan 6 dokter gigi. Jumlah dokter di Kabupaten Buol pada tahun 2016 justru semakin berkurang dan semakin jauh dari kebutuhan standar. Kondisi ini menunjukkan bahwa proses rekrutmen yang dilaksanakan tidak efektif karena belum mampu memenuhi jumlah standar kebutuhan. Tujuan: Untuk mengetahui prosedur rekrutmen dokter di Dinas Kesehatan Kabupaten Buol dan mengidentifikasi faktor yang menghambat rekrutmen dokter di Dinas Kesehatan Kabupaten Buol. MetodePenelitian: Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan penekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah pihak Dinas Kesehatan dan Dokter yang bekerja di Kabupaten Buol. Kesimpulan: Permasalahan yang terjadi dalam rekrutmen dokter di Kabupaten Buol adalah kurangnya jumlah pelamar. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya minat dan kesediaan dokter untuk bekerja di Kabupaten Buol. Faktor yang mendukung kesediaan dokter untuk bekerja di Kabupaten Buol adalah kompensasi yang sudah sesuai dengan standar gaji untuk wilayah terpencil dan penghargaan serta jenjang karir dimana dokter masih memiliki peluang untuk menjadi PNS dan mendapatkan promosi pendidikan lebih lanjut. Faktor yang menghambat kesediaan dokter untuk bekerja di Kabupaten Buol adalah kondisi kerja yang dinilai sangat berat karena kurangnya jumlah dokter pada Puskesmas rawat inap dan Puskesmas non rawat inap di Kabupaten Buol serta faktor lingkungan yang lebih luas yang dirasa sepi dan terpencil dan menjadi hambatan bagi sebagian dokter. Kata kunci : rekrutmen, seleksi, dokter
Evaluasi Program Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ) di Wilayah Puskesmas Galur II Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta Akrim Wasniyati; Bambang Hasthayoga LB; Retna Siwi Padmawati
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 3, No 1 (2014)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (190.414 KB) | DOI: 10.22146/jkki.36354

Abstract

Background: Community-based mental health services is a solution to bridging the limited access of the society to the healthcare facilities. Calculation of utilization of mental health healthcare at primary health care, secondary healthcare, and tertiary healthcare levels revealed a disparity of 90%. It means that only 10% of the mental health patients had been cared for by the healthcare facilities. Accordingly, primary healthcare facilities have become the spearhead in the implementation of mental healthcare since they can easily be accessed by the community due to geographical proximity, avoid the risk of stigma, and reduced the required cost. DSSJ program was an implementation of primary healthcare with the concept of community mental health nursing. Objective: The objective of the research is to describe implementation of DSSJ program in the working area of Puskesmas Galur II, Kulon Progo Regency. Method: This was a qualitative research using case study design. Informants were those individuals related to the DSSJ program from the planning to the implementation phase. The data were collected through in-depth interviews and observation. The research was conducted from November 2012 to January 2013. Results: Planning of the program was limited to the technical implementation phase and there is no plan for any annual monitoring and evaluation program. In general, no program had been implemented to improve human resource capacity at the level of both Health Center and Mental Hospital. The program was faced with some obstacles, including limited human resource, limitation on communication, fund, regionalism, and policy. The study found that the program could run consistently and continuously at the time when there are some university students had community internship at the Health Centers. Conclusion: The planning phase did not identify local human resource potentials and thus implementation was not optimum. Participation of educational institutions should be planned more thoroughly in line with DSSJ program for sustainability of the program. Latar belakang. Pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas merupakan salah satu solusi untuk menjembatani keterbatasan akses masyarakat ke fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan perhitungan utilisasi layanan kesehatan jiwa di tingkat primer, sekunder, dan tersier terdapat kesenjangan pengobatan sebesar 90%. Pelayanan kesehatan dasar ( puskesmas) merupakan ujung tombak dalam mengimplementasikan pelayanan kesehatan jiwa yang dapat dengan mudah dijangkau masyarakat karena akses yang dekat, mengurangi stigma, dan mengurangi biaya. DSSJ merupakan salah satu implementasi primary health care dengan pendekataan konsep community mental health nurse. Tujuan. Untuk mengetahui pelaksanaan program DSSJ di Wilayah Puskesmas Galur II Kabupaten Kulon Progo. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus. Informan penelitian ini adalah pihak- pihak yang terkait dalam program DSSJ berjumlah 16 orang. Data penelitian diambil dengan wawancara mendalam dan observasi. Penelitian dilakukan November 2012-Januari 2013 Hasil : Perencanaan program di RSG baru pada tahap pelaksanaan teknis kegiatan. Peningkatkan kapasitas SDM baik di puskesmas maupun RSG belum dilakukan. Terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan program, diantaranya adalah faktor SDM, komunikasi, dana, kewilayahan, dan kebijakan. Penelitian menemukan bahwa program dapat berjalan secara konsisiten dan kontiyu pada saat mahasiswa institusi pendidikan melakukan praktek komunitas di puskesmas. Kesimpulan Perencanaan DSSJ belum mengidentifikasi potensi sumber daya setempat secara lebih luas dan tidak merencanakan monitor evaluasi tahunan. Implementasi belum dilaksanakan secara optimal. Adanya keterlibatan institusi pendidikan menjadikan program DSSJ lebih sustainable.
Ada Apa dengan Evaluasi ? Shita Dewi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jkki.v6i1.28999

Abstract

Evaluasi merupakan salah satu kata yang paling sering disebut-sebut dalam pembahasan tentang perencanaa, kebijakan mau pun implementasi program. Namun seberapa sering sebenarnya ‘evaluasi’ dilakukan? Apakah cara evaluasi yang digunakan sudah tepat untuk mengukur kinerja yang diharapkan? Apakah hasil evaluasi sungguh-sungguh dimanfaatkan untuk kepentingan perencanaa, kebijakan dan imlementasi program selanjutnya?Evaluasi muncul sebagai konsep untuk menjelaskan pentingnya informasi yang dikumpulkan secara sistematis untuk memberi masukan dan umpan balik bagi suatu program atau kebijakan. Kuncinya adalah “sistematis” dan “memberi masukan dan umpan balik”. Tidak soal bagaimana metode evaluasi yang digunakan, ia hanya akan berarti bila berhasil memberi masukan dan umpan balik yang berguna untuk perbaikan perencanaa, kebijakan, program mau pun implementasinya.Terdapat beberapa strategi evaluasi yang dapat dipilih, misalnya evaluasi dengan model scientific- experiment, model management-oriented system, model qualitative anthropological, dan model participant- oriented. Adakah strategi yang lebih baik antara satu dan lainnya? Tentu saja tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Namun pada umumnya, kebanyakan orang menggunakan kombinasi dari dua atau lebih dari strategi-strategi yang tersedia, karena masing-masing menawarkan keunggulan yang bisa berguna bagi evaluasi yang akan dilakukannya.Kita memahami dua tipe evaluasi yaitu evaluasi formative dan evaluasi summative yang secara sederhana dibedakan dari kapan evaluasi tersebut dilakukan. Beberapa contoh evaluasi formative adalah need assessment, implementation evaluation atau process evaluation. Sementara beberapa contoh evaluasi summative adalah outcome evaluation, cost-effectiveness dan meta analysis.Artikel-artikel terpilih pada edisi ini semuanya mengusung tema evaluasi, yang dilakukan dengan berbagai cara. Evaluasi yang dilakukan mencakup evaluasi terhadap manajemen pengelolaan dana, evaluasi mutu pelayanan tertentu di rumah sakit, evaluasi program berbasis masyarakat, evaluasi persepsi terhadap paket pembayaran yang diterima, evaluasi pengelolaan sampah sampai evaluasi penanggulangan outbreak infeksi. Ini membuktikan bahwa evaluasi dapat dilakukan untuk segala hal dan dalam berbagai bentuk dan pendekatan. Namun pertanyaan selanjutnya adalah: seberapa banyak dampak yang dihasilkan dari hasil evaluasi ini terhadap perbaikan perencanaan, kebijakan, program mau pun implementasinya di masing-masing kasus yang diangkat? Hal ini tentu saja tergantung pada validitas evaluasi yang dilakukan dan kemampuan penelitinya menterjemahkan dan mengkomunikasikan hasil evaluasi ini menjadi usulan praktis yang diterima oleh pengambil keputusan. Proses “menterjemahkan dan mengkomunikasian” inilah yang memerlukan perhatian lebih lanjut dari peneliti.Jelas bahwa kecakapan melakukan evaluasi saja tidak cukup. Kecakapan melakukan evaluasi dapat ditempa dari pengalaman melakukan berbagai jenis evaluasi, jadi jangan membatasi diri dengan hanya terpaku pada satu metode evaluasi. Namun kecapakan menterjermahkan dan mengkomunikasikan hasil evaluasinya sehingga menjadi masukan yang berguna dan dipakai oleh pengambil keputusan merupakan kecakapan yang perlu kita mulai bangun dengan memiliki strategi komunikasi dan advokasi yang mumpuni.Selamat membaca.Shita DewiPusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Pembiayaan Kesehatan dan Efektifitas Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Kalimantan Timur Krispinus Duma
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.078 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v5i2.30787

Abstract

ABSTRACTBackground: Financing is one of the main factors in improving health care in general and maternal and child health services in particular. East Kalimantan area, which has an abundant source of revenue, ideally has either adequate financing on health care costs and the costs associated with health managed by other agencies. Improved health status can not be handled only by health institutions but needs to be strongly supported the role of other institutions, such as the maternal and child health services to reduce maternal mortality and child according to MDG targets. But the effectiveness of health care services in addition to financing is also determined by the commitment, cooperation and cross-sectoral health policy.Purpose: To determine the effectiveness of the financing of provincial health and maternal and child health services with indicators of maternal and child mortality rates according to the MDG targets in eastern Kalimantan.Methods: This research is descriptive using secondary data from East Kalimantan health profile and health-related financing in other institutions 2013-2013 period. Results: Health financing in the province of East Kalimantan varies widely each year, the health budget in 2013 amounted to Rp. 1.875 trillion, in 2012 amounted to Rp. 1.421 trillion, and in 2011 amounted to Rp. 148.731 billion, with per capita health budgets consecutive are Rp. 572 632, Rp. 385 130 and Rp. 47,581,888. Financing associated with other health institutions in 2013 amounted to Rp. 26 632, in 2012 amounted to Rp. 21 630 and in 2011 amounted to Rp. 11 338 per person. Maternal mortality, maternity and postpartum in 2013 as many as 113, in 2012 as many as 147, and in 2011 as many as 87. The death of infants and toddlers in 2013, 2012 and 2011 as many as 623, 648 and 971.Conclusion. The number of health financing does not determine the effectiveness of maternal and child health services, but a more important thing is the commitment and collaboration services and inter-sectoral programs that support maternal and child health services to achieve the MDGs. Keywords. Financing health, maternal and child health services. ABSTRAKLatabelakang: Pembiayaan salah satu faktor utama dalam meningkatkan pelayanan kesehatan secara umum dan pelayanan kesehatan ibu dan anak secara khusus. Kalimantan timur daerah yang mempunyai pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi idealnya mempunyai pembiayaan yang memadai baik biaya pada pelayanan kesehatan maupun biaya yang terkait dengan kesehatan yang dikelolah oleh instansi lain. Peningkatan derajat kesehatan tidak dapat ditangani hanya oleh institusi kesehatan tetapi sangat didukung peranan institusi lainnya, seperti dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak sesuai target MDGs. Tetapi efektifitas pelayanan kesehatan selain adanya pembiayaan juga ditentukan oleh komitmen, kerjasama lintas sektoral dan kebijakan kesehatan.Tujuan: untuk mengetahui pembiayaan kesehatan provinsi dan efektifitas pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan indikator angka kematian ibu dan anak menurut target MDGs di Kalimantan timur.Metode: Penelitian ini bersifat Deskriptif dengan menggunakan data sekunder berupa profil kesehatan Kalimantan Timur dan pembiayaan yang berkaitan dengan kesehatan di institusi lain periode 2011-2013. Hasil. Pembiayaan kesehatan di provinsi Kalimantan Timur sangat bervariasi setiap tahun, anggaran kesehatan pada tahun 2013 sebanyak Rp. 1,875 Triliun, tahun 2012 sebesar Rp. 1,421 triliun dan pada tahun 2011 sebesar Rp. 148,731 triliun dengan anggaran kesehatan perkapita berturut-turut Rp. 572.632, Rp. 385.130 dan Rp. 47,581,888. Pembiayaan yang terkait dengan kesehatan di institusi lainnya pada tahun 2013 sebesar Rp. 26.632, tahun 2012 sebesar Rp. 21.630 dan tahun 2011 sebesar Rp. 11.338 per orang. Kematian ibu hamil, bersalin dan nifas pada tahun 2013 sebanyak 113, tahun 2012 sebanyak 147 dan tahun 2011 sebanyak 87. Kematian bayi dan balita pada tahun 2013, 2012 dan 2011 sebanyak 623, 648 dan 971.Kesimpulan: Banyaknya pembiayaan kesehatan tidak menentukan efektifitasnya pelayanan kesehatan ibu dan anak namun yang terpenting adalah komitmen pelayanan dan kerjasama lintas program dan sektoral yang mendukung pelayanan kesehatan ibu dan anak untuk mencapai target MDGs. Kata Kunci: Pembiayaan kesehatan, pelayanan KIA.
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse sebagai Upaya Penanggulangan Tuberculosis di Puskesmas yang Berada dalam Lingkup Pembinaan Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Felix Kasim; Mary Soen; Katrin Fitria Hendranata
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 1, No 3 (2012)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (458.135 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v1i3.36019

Abstract

Background: The implementation of the DOTS strategy in health centers aims to, among others, reduce morbidity rates and break the chain of transmission. Indonesia ranks third on the incidence of TB cases. In general, this research aimed to investigate the effort implementation, barriers, benefits and expectations in implementing the DOTS program in 40 health centers within the work area of Subang District Health Office. Methods: This was a qualitative study. Data collection technique was in-depth interviews to the head of health centers and P2TB officers, the DOTS corner participation observation and Focus Group Discussion of TB officers. The research instruments were recorder and camera. The number of population was 40 health centers taken with cluster random sampling technique and the number of samples was 10 health centers, represented by 10 heads of the health centers and 10 P2TB officers. Results: This study found out things such as efforts, barriers, benefits and expectations of the implementation of the DOTS strategy in the health centers of Subang District. The efforts made in 10 health centers were good enough, with some constraints such as lack of laboratory infrastructure, lack of human resources, intersectional collaboration, medication compliance, and the role of PMO personnel, economic factors and poor public education, drug distribution delays, difficulties in recording and reporting of patient transfer. Therefore, improvements should be done in cross-sectoral communication, completeness of lab infrastructure, empowerment of each village cadre for education and networking. Conclusion: In 10 health centers (Pagaden, Gunung sembung, Kalijati, Binong, Purwadadi, Palasari, Cisalak, Kasomalang, Sagalaherang, and Serang Panjang) DOTS program had been done in an effort to overcome tuberculosis in accordance with the 5 elements of DOTS. Latar belakang: Pelaksanaan strategi DOTS di puskesmas salah satunya bertujuan mengurangi angka kesakitan dan memutus rantai penularan. Indonesia menduduki peringkat ketiga insidensi kasus TB. Secara umum penelitian ini bertujuan adalah untuk mengetahui upaya pelaksanaan, kendala-kendala, manfaat dan harapan dalam menjalankan program DOTS di 40 Puskesmas yang berada dalam lingkup pembinaan Dinas Kesehatan Kabupaten Subang. Metode: menggunakan metode kualitatif, teknik pengumpulan data wawancara mendalam Kepala Puskesmas dan Petugas P2TB Puskesmas, Observasi Partisipasi Pojok DOTS, serta Focus Group Discussion kader TB, instrumen penelitian berupa alat perekam dan kamera, jumlah populasi 40 Puskesmas, teknik pengambilan sampel Cluster Random Sampling, jumlah sampel 10 Puskesmas, diwakili 10 kepala Puskesmas, 10 petugas P2TB. Hasil: penelitian, didapatkan upaya, kendala, manfaat dan harapan pelaksanaan Strategi DOTS di Puskesmas Kabupaten Subang. Kesimpulan: upaya yang dilakukan di 10 Puskesmas sudah cukup, dengan beberapa kendala seperti ketiadaan sarana prasarana laboratorium, kurangnya SDM, kerja sama lintas sektoral, kepatuhan minum obat, peran dan tenaga PMO, faktor ekonomi dan rendahnya pendidikan masyarakat, keterlambatan pendistribusian obat, sulitnya pencatatan dan pelaporan pasien pindah dan pindahan. Sebaiknya dilakukan komunikasi lintas sektoral, mengusahakan kelengkapan sarana-prasarana lab, pemberdayaan kader tiap desa untuk penyuluhan dan penjaringan. 
STUDI PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH JAMINAN KESEHATAN DAERAH SUMATERA BARAT SAKATO DALAM MENGHADAPI UNDANG-UNDANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UNDANGUNDANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TAHUN 2013 Tuty Ernawati
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 2, No 3 (2013)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (77.343 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v2i3.3211

Abstract

ABSTRACTBackground: Local health insurance (Jamkesda) is an effortmade by the Government of West Sumatra province to improvethe accessibility of health services for the poor or near poorwho are not accommodated in the quota of public healthinsurance (Jamkesmas). Jamkesda was implemented at thestart of 2007 until in 2011 using Governor Regulation WestSumatera Number 40 and Number 41 in 2007. After runningfor five years, there are still many problems in theimplementation. Later in 2011, the provincial parliament of WestSumatera exercised its rights of initiative and enacted LocalLegislation Number 10 year 2011 regarding the implementationof the Health Insurance West Sumatra Sakato. Afterwards,the implementation of Jamkesda West Sumatera Sakato refersto these regulations. The purpose of this study is to evaluatethe implementation of the new regulation of the Jamkesda WestSumatera Sakato in 2013.Methods : This study is a descriptive analysis with a qualitativeusing case study. Data collection is done at the ProvincialHealth Office / District Health Office / City selected, PT HealthInsurance, regional planning agency (Bappeda), and healthprovider. Qualitative data were collected through in-depthinterviews, and secondary data were collected throughdocument review.Result: The results of the study shows that implementation ofhealth insurance on West Sumatra Sakato still had not beenoptimal, namely how the selection of the participants; a lowpremium that is Rp.6.000/month/member by sharing fundingbetween provincial and district budgets / City budgets; thebenefits are not yet comprehensive enough; health providersis still limited in the region of West Sumatra province and onlyin public facilities; health workers has not been evenlydistributed; the team is still not functioning well; the monitoringand evaluation at every level Administrative as well associalization of Jamkesda are not optimal; and the existingpolicy has not referred to higher level policy.Conclusion: Implementation of Jamkesda West SumatraSakato does not go according to the existing policy. Amongothers, the selection of membership, quality of health care,lowpremiums, health facilities are limited, health workers have notbeen evenly distributed, and the monitoring and evaluationteam has not been established as per the guidelines.Suggestion: There is a need to evaluate Jamkesda WestSumatera Sakato policy so that the policies are notcontradicting. There is a need to form a Monev Team forJamkesda so that all parties have a sense of sharedresponsibility.Keywords: Local Regulation of Jamkesda, health financing,Provider Jamkesda.
Partisipasi Masyarakat dalam Proses Penyusunan Peraturan Daerah (Studi Kasus Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 12 Tahun 2013 tentang Perbaikan Gizi) Alfina Hidayati; Wahyu Sulistiadi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (89.584 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v6i2.28935

Abstract

ABSTRACTBackground: There are some problems concerning the quality of legislation, and the involvement of community participation in the process of drafting and design of a regulation being in the concern.Purpose: The purpose of this study to obtain information on the public participation in the formulation of the Regional Regulations.Method: This is a qualitative research that conduct analysis based on the stages in the preparation of Regulation No.  12 of 2013, namely Definition, Aggregation, Organitation, Representation, Agenda Setting, Formulation and Legitimation last stage.Result: The process of drafting Regulation No. 12 of 2013 is not a meaningful public participation, except in some seminar were the number of participants is limited. The availability of academic paper is a starting material containing ideas of urgency, approach, scope and substance of a regional regulation.Conclusion: It is advisable to increase community participation in every decision-making process, which can be done with advocacy to community groups that carried out by universities, community organizations and local government. There should be local regulations that regulate and ensure people’s participation in any decision-making process, as well as the need to support it with adequate human resources, adequate funding and adequate time so that the academic paper worthy of reference in the process of drafting a regional regulation. Keywords: Public Participation, Academic Manuscript, Regional RegulationABSTRAKLatar belakang: Permasalahan produk legislasi yang menyangkut kualitas, maupun pelibatan partisipasi masyarakat di dalam proses penyusunan dan perancangan suatu Perda sedang menjadi sorotan.Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk memperoleh informasi mengenai partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan Peraturan Daerah menggunakan pendekatan kualitatif.Metode: Berdasarkan analisis bahwa tahapan-tahapan dalam penyusunan Perda no 12 tahun 2013 telah melakukan semua tahapan dari tahap Definition, Aggregation, Organitation, Representation, Agenda Setting, Formulation dan terakhir tahapLegitimation.Hasil: Proses penyusunan Perda No 12 tahun 2013 belum melibatkan partisipasi masyarakat kecuali dalam seminar uji publik yang jumlah pesertanya terbatas. Kedudukan naskah akademik  merupakan   bahan  awal  yang  memuat gagasan-gagasan tentang urgensi, pendekatan, ruang lingkup dan materi muatan suatu Peraturan Daerah.Kesimpulan: Disarankan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap proses penyusunan Perda dapat dilakukan dengan advokasi kepada kelompok masyarakat yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi, organisasi masyarakat maupun pemerintahan daerah Provinsi Bengkulu sendiri, memiliki produk hukum daerah yang mengatur dan menjamin partisipasi masyarakat dalam setiap proses penyusunan Perda, serta perlu dukunganan sumber daya manusia yang memadai, dana yang cukup dan waktu yang lebih banyak sehingga Naskah Akademik yang dihasilkan layak dijadikan acuan dalam proses penyusunan suatu peraturan daerah. Kata kunci: Partisipasi Masyarakat, Naskah Akademik, Peraturan Daerah
Analisis Lingkungan Rumah Sakit Umum Bethesda Serukam Kalimantan Barat sebagai Dasar Pemilihan Strategi dalam Menghadapi Sistem Jaminan Sosial Nasional Theresia Tatie Marksriri; Laksono Trisnantoro; Niluh P E Andayani
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 3, No 4 (2014)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (288.389 KB) | DOI: 10.22146/jkki.36389

Abstract

Background: Universal Health Coverage known as Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) started at 1st January 2014 managed by the Social Security Administrative Bodies (BPJS). Bethesda General Hospital is a class C hospital that located in Bengkayang Regency, West Borneo. This hospital does not have any strategic plan which requires an analysis to map the issues needed to join in JKN system. The analysis can become a recommendation for the hospital strategic plan. Objective: To describe the analysis of the health insurance for patient service unit in the hospital and giving a recommendation for the hospital strategic planning. Method: The study design is a case study with a single-case embedded design. The informant are Head Regency, Health Office, Hospital Directors of other hospital, Bethesda General Hospital worker, Bethesda Serukam Foundation and World Venture Mission. The data taken from observation, in-depth interview, FGD and secondary data. Result: The hospital has the opportunities that come from government support, cooperation with other surrounding hospital which helped the hospital to gain a good reputation and many patients with UHC. The threats are the unclear of UHC socialization, and market competition with other surrounding hospitals and hospital tendency to accept severe diagnosis. The hospital strengths are equity service in organization culture, teamwork and support from mission/donor. The weaknesses are lack of quality and budget control, no clinical pathway, the health information system is not running well, lack of human resources and competence, also unclear organization structure. Conclusion and recommendation: The SWOT resulted from hospital environment helps to formulate the strategy toward universal health coverage. The general strategic suggested is the growth strategy in healthcare services. Latar belakang: Sistem Jaminan Sosial Nasional mulai diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sejak 01 Januari 2014. RSU Bethesda Serukam adalah RS kelas C, terletak di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. RSUB belum memiliki rencana strategis. Dibutuhkan suatu analisis lingkungan yang dapat memetakan isu-isu yang akan dihadapi RS dalam menyambut era BPJS. Tujuan: Mendeskripsikan dan menganalisis situasi lingkungan unit pelayanan pasien Askes dan Jamkesmas RSUBS, serta memberikan rekomendasi strategi untuk penyusunan rencana strategi. Metode: Jenis penelitian adalah studi kasus dengan desain kasus tunggal terjalin. Responden penelitian adalah Bupati Bengkayang, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkayang, Direktur RS sekitar RSUBS, pejabat struktural dan fungsional RSUBS, perwakilan Yayasan Bethesda dan misi World Venture. Sumber data dari observasi, wawancara mendalam dan pedoman diskusi kelompok terarah serta data sekunder rumah sakit. Hasil dan pembahasan: Peluang RSUBS adalah dukungan pemerintah kabupaten, kerjasama dengan RS sekitar, nama RS yang sudah dikenal baik dan banyak pasien berobat dengan JKN. Ancamannya adalah sosialisasi pelayanan JKN yang belum jelas, serta persaingan dengan RS sekitar serta kecenderungan RS menerima pasien sulit. Kekuatan RSUBS adalah budaya RS yang tidak membeda-bedakan pelayanan, kerjasama tim dan dukungan donatur misi. Kelemahannya adalah kurangnya kendali mutu dan biaya, belum ada clinical pathway, SIRS belum berjalan baik, kurangnya SDM dan struktur organisasi yang tidak jelas. Kesimpulan dan saran: Analisis lingkungan rumah sakit menghasilkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman untuk formulasi strategi dalam menghadapi SJSN. Strategi umum yang tepat untuk RSUBS dalam menghadapi perubahan SJSN adalah strategi pertumbuhan dalam kegiatan pelayanan kesehatan. 
Pengembangan Kelompok Riset Kebijakan Kesehatan di Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Kedokteran – Perlukah? Laksono Trisnantoro
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 1, No 2 (2012)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (172.343 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v1i2.35974

Abstract

Sistem kesehatan yang terdesentralisasi di Indonesia, kebutuhan untuk melakukan penelitian kebijakan semakin besar. Sebagai gambaran berbagai kebijakan kesehatan tidak hanya diputuskan dilevel nasional, namun juga ada di propinsi dan kabupaten/kota. Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( UU BPJS) ada pasal yang menyatakan kebutuhan untuk lembaga pengawas independen yang tentunya membutuhkan dukungan penelitian kebijakan. Pada sisi lain berbagai donor semakin menekankan mengenai pentingnya bukti dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan kesehatan.Tantangan kedua adalah lembaga yang meneliti kebijakan kesehatan secara independen belum banyak jumlahnya di Indonesia, sebagian besar berada di universitas dan lembaga penelitian di Pulau Jawa. Sementara itu kebutuhan penelitian kebijakan meningkat diseluruh daerah. Akibat yang terjadi adalah kemajuan perkembangan penelitian kebijakan kesehatan masih lambat. Jumlah peneliti kebijakan kesehatan masih terbatas diberbagai universitas. Banyak universitas yang tidak mempunyai peneliti dan staf pendukung penelitian yang professional serta jaringan kerja. Tantangan ketiga adalah sumber daya keuangan untuk menjalankan riset kebijakan. Tantangan ini menarik karena mempunyai ciri-ciri seperti “telur dan ayam” dengan tersedianya peneliti. Adanya kekurangan peneliti kebijakan kesehatan yang baik, maka kemampuan menulis proposal, melaksanakan penelitian, dan mempengaruhi proses kebijakan menjadi lemah. Logika dan peraturan menyatakan bahwa sebagian dari anggaran program kesehatan, termasuk kebijakan besar seperti BPJS harus dimonitor dan dievaluasi oleh lembaga independen, dapat dibayangkan apabila 1% saja (tidak 5%) dari anggaran BPJS yang Rp 20 Triliun dipergunakan untuk evaluasi dan monitoring, akan tersedia sekitar Rp 200 milyar setahun untuk program monitoring dan evaluasi. Kesempatan ini belum dipersiapkan secara maksimal. Latar belakang tersebut di atas mendorong perlunya program pengembangan Kelompok Riset Kebijakan Kesehatan di Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Kedokteran. Mengapa di dua fakultas? Fakta tantangan kebijakan menunjukkan bahwa akar tantangan ada yang berada di dalam ilmu kesehatan masyarakat dan ada yang di ilmu biomedik. Oleh karena itu perlu pengembangan riset kebijakan di Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Kedokteran, atau kemungkinan lain, kedua fakultas di satu universitas diharapkan bekerja bersama untuk mengelola lembaga penelitian kebijakan kesehatan. Konsep ini akan digagas pada Forum Kebijakan Kesehatan Nasional di Surabaya, September 2012 untuk mendapat masukan dari para peneliti kebijakan untuk menjawab berbagai tantangan di atas.
Implementasi Kebijakan Subsidi Pelayanan Kesehatan Dasar Terhadap Kualitas Pelayanan Puskesmas di Kota Singkawang R. Hendri Apriyanto; Tjahjono Kuntjoro; Lutfan Lazuardi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 2, No 4 (2013): December
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.09 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v2i4.3202

Abstract

Background: Health sector is inseparable from thedecentralized system of local autonomy. Health sector is aresponsibility of the local government, even though it isfrequently included in the political policies of a leader. Thedirection of healthcare service development, particularly atthe level of Health Center, has been maintained in the Mayor'sDecree of Singkawang No. 82/2009 on the subsidiary ofhealthcare in Kota Singkawang.Objective: To find out the quality of healthcare at the HealthCenters in relation to the primary healthcare subsidy based onthe perception of society, control/supervision of Local HealthOffice, management, service time, service capacity/type, andattitude of the health center staffs.Method: A descriptive research with case study design wasconducted in three Health Centers: Singkawang Tengah, SingkawangTimur, and Singkawang Utara Health Centers. Subjectsof the research were 15 health staffs and 111 patients.The data were collected using questionnaire, observation, andinterviews.Results: The research found a score of 3.3 for the healthcarein Singkawang Tengah, Singkawang Timur, and SingkawangUtara Health Centers. It means that the Health Center providedrelatively high quality healthcare. From the Reliability dimension,a score of 2.92 was found for Point 2 quick examinationservice with reference to the standard procedure and a scoreof 2.97 for Point 5, the timeliness of healthcare. From the Responsivenessdimension, a score of 2.77 was found for Point 3– the patients did not wait long to get the healthcare service –and a score of 2.94 for Point 4 – the working hour of the HealthCenter. Qualitative analysis showed that the Local Health Officecontrolled/supervised the Health Centers by means of utilization/visit reports and management. It was found that servicetime was frequently ignored and that service type/capacity atthe Health Centers was constrained by the availability of reagentsand medication. The health staffs tended to ignore servicequality and time and there was an indication of deviation inthe utilization/visit reports sent by the Health Centers.Conclusion: The Local Health Office did not have adequatetools to control/supervise the Health Centers, as evident fromthe aspect of management, service time, service type/capacity,and health staff attitude. Procurement of healthcare supplieswas hampered by bidding process and the health staffs needcontinuous training and development.Keywords: Health Office, Health Centers, Public Perception,and Healthcare quality

Page 9 of 44 | Total Record : 431