cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL
  • JurnalIlmiahHubunganInternasiona
  • Website
ISSN : 26142562     EISSN : 24068748     DOI : -
Core Subject : Science, Education,
JIHI can be a reference and literature source for academician in International Relations area as it consists of articles and research reports on International Relations Issues. Articles and research reports are written by academics who is the expert on its field like Security Studies, International Political Economy, Regime, International Organization, Gender and International Relations, Diplomacy, Media and International Relations, etc.
Arjuna Subject : -
Articles 336 Documents
Comparative Analysis of Indonesia-China High Speed Train and KTX Korea-France: A Sustainable Development for Locals or Reconfiguring Other Interests Darynaufal Mulyaman; Kanya Damarçanti
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 17 No. 1 (2021): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Parahyangan Center for International Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/jihi.v17i1.3728.31-46

Abstract

This study undermines a recent development of joint-cooperation between Indonesia and China regarding high-speed railway and its supporting constructions. New dedicated railway, train technology, and Transit Oriented Development (TOD) are part of the initial project, which planned concurrently along the projected area. All of these new railway and TODs are new and distant from already built residences and business centers. These study breakdowns how the Indonesia-China High Speed Train project were initiated and explaining vital factors that surrounds it. Reflecting on how Korea and France dealt with KTX (Korean Train Express) project, the TODs, railways, and train technology compare to Indonesia-China High Speed Train project, Indonesia-China project appears not sustainable and driven by other political and economical will.
The Securitization of China's Technology Companies in the United States of America Giandi Kartasasmita; Andrea Prisca Kurnadi
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 16 No. 2 (2020): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Parahyangan Center for International Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/jihi.v16i2.4204.159-178

Abstract

This paper aims to explain the securitization process of China’s technology companies by the U.S Government. Whilethe U.S has been aware of the cyber threat since 1998, before Trump's presidency, the U.S. Government had nevertaken drastic measures against foreign technology companies based on national security pretext. This paper revealedthat the U.S. Executive has succeeded in securitizing the Chinese hardware and software companies, proved by theincreasing number of U.S. Citizens, see China as a major threat to the U.S.
Fashion, Feminisme dan Hubungan Internasional : Perdebatan dalam Literatur Ani Soetjipto; Ayu Chandra
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 17 No. 1 (2021): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Parahyangan Center for International Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/jihi.v17i1.4220.17-29

Abstract

Artikel ini akan membahas bagaimana fashion dikaji melalui kaca mata feminis dalam studi Hubungan Internasional. Artikel ini hadir dengan melihat fashion sebagai salah satu produk dari pop culture, telah berperan signifikan dalam mendorong upaya pencapaian kepentingan suatu aktor politik—terutama sebagai alat konstruksi identitas. Kajian ini juga mendorong perkembangan kajian mengenai pop culture dalam studi Hubungan Internasional. Bahasan dibuka dengan menyajikan perdebatan literatur mengenai fashion dan feminisme. kemudian dilanjut dengan bagaimana narasi perdebatan tersebut dijabarkan dalam konteks Hubungan Internasional. Selanjutnya, melihat masalah fashion, feminisme dan Hubungan Internasional dalam konteks Indonesia dari segi produksi dan konsumsi.  Artikel ini menawarkan perspektif baru dalam melihat fashion sebagai second-order representation dari politik internasional yang berdampak pada isu di ranah domestik.
The Impact of IFAD’s Involvement as an Inter-Governmental Organisation in the Livelihood of Moroccan Family-Farms Gwladys Nicimbikije; Elisabeth Dewi
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 17 No. 1 (2021): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Parahyangan Center for International Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/jihi.v17i1.4350.47-76

Abstract

Family farming exists overall and each has its own unicity in term of managing the farm operations, farm size, productivity, socio-economic conditions, local knowledge and geographical location besides the externalities such as depletion of resources exacerbated by the climate change. Hence, the following question drove the authors: “to what extent of involvement are intergovernmental organization concerned with farmers’ livelihood in Morocco?” Therefore, this research purpose outlines the role of family farming and their characteristics; challenges of farming livelihood and productivity in Morocco; and IFAD’s support for inclusive rural transformation. The authors hold view that family farming with higher on-farm innovative inputs of processing activities can expect increased yield. The findings revealed that IFAD’s global governance endowed by modern corporation, -corporate governance for instance, - enables participation of rural beneficiaries in their projects thus increases their self-management onto (environmental) natural resources and sustainability. Skills, training, innovation and technologies allow them to diversify and intensify their agricultural holdings hence access to new markets and cope with the ecological risks though there is limitation with the innovation and services extension.
DIPLOMASI INDONESIA DALAM MEMPERKUAT KOMITMEN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN UNTUK MENDUKUNG PROSES PERDAMAIAN AFGHANISTAN Arief Rachman MD; Marissa Aulia; Nigin Abdulrab; Yulius Purwadi; Mia Dayanti Fajar; A.A.S. Dyah Ayunda
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 16 No. 2 (2020): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Parahyangan Center for International Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/jihi.v16i2.4422.259-276

Abstract

Konflik berkepanjangan yang terjadi di Afghanistan telah menghancurkan kehidupan masyarakat terutama, kaum perempuan dan anak. Tidak sedikit upaya telah dilakukan oleh pemerintah Afghanistan untuk menyelesaikan konflik demi menciptakan perdamaian. Salah satu upaya perdamaian yang dilakukan pemerintah Afghanistan ialah meningkatkan peran dan pemberdayaan perempuan. Indonesia yang juga terlibat dalam Komisi Status Perempuan PBB turut mendukung upaya pemerintah Afghanistan. Pemerintah Indonesia sendiri menyadari bahwa hal tersebut merupakan komitmen internasional Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia. Oleh sebab itu, penelitian ini menganalisis diplomasi Indonesia dalam mengupayakan proses perdamaian di Afghanistan melalui penguatan komitmen pemberdayaan perempuan. Penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran soft power yang dapat menjelaskan diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia dalam melaksanakan kebijakan luar negerinya. Selain itu, tulisan ini juga menggunakan konsep soft power currency dalam menjelaskan sejauh mana diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik pengolahan data process-tracing. Dengan demikian, temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa praktik diplomasi Indonesia dalam upaya mendukung proses perdamaian di Afghanistan, khususnya dalam bidang pemberdayaan perempuan sesuai pendekatan soft power currency yang terdiri dari tiga konsep, yaitu beauty, brilliance, dan benignity.
NEOLIBERASLIME VERSUS KEBIJAKAN SELEKTIF KEIMIGRASIAN: KORELASI KOMPONEN “INTERNATIONAL OPENNESS” DENGAN REZIM BEBAS VISA DI INDONESIA Andry Indrady
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 17 No. 2 (2021): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Parahyangan Center for International Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/jihi.v17i2.3609.153-171

Abstract

Sejak penerapan kebijakan bebas visa wisata di Indonesia pada tahun 1983 sampai dengan tahun 2017 terlihat dominasi sektor kepariwisataan (tourism) di dalam proses pengambilan keputusan kebijakan bebas visa. Rasional utama desakan adanya kebijakan ini belakangan terlihat adanya unsur pengaruh the Travel and Tourism Competitive Index (TTCI) yang dikeluarkan oleh lembaga dunia the World Economic Forum (WEF) dan the United Nations World Tourism Organisation (UNWTO) untuk mendongkrak rangking Indonesia di mata dunia Indonesia dalam hal sektor kepariwisataan. Dan salah satu komponen dari alat ukur persaingan kompetisi internasional tersebut adalah international openness, dengan penilaian bahwa semakin banyak suatu negara menghilangkan restriksi untuk memasuki suatu negara maka semakin tinggi komponen penilaian TTCI. Tulisan ini secara kritis menilai bahwa perluasan kebijakan bebas visa, sudah bergeser dari titik keseimbangan kebijakan selektif keimigrasian Indonesia. Meskipun diakui bahwa ada kontribusi dari kebijakan bebas ini, namun secara makro menggiring ke dalam “perangkap” instrumen internasional yang akan merugikan kepentingan Indonesia. Bahkan analisis di dalam tulisan ini ditemukan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara komponen international openness dengan peningkatan daya saing pariwisata secara agregat. Oleh karena itu, dengan menggunakan beberapa pendekatan teori ekonomi politik internasional, dan teori pembangunan internasional, tulisan ini melakukan studi kritis terhadap eksistensi pengaruh internasional terhadap kebijakan selektif keimigrasian di Indonesia, serta langkah-langkah konkret yang perlu dilakukan segera oleh Pemerintah Indonesia agar dapat terhindar dari jebakan angka dan statistik dalam berkompetisi di era neoliberal saat ini.
Mekanisme Resolusi Konflik di ASEAN: ASEAN Sebagai Fasilitator Konflik Jerry Indrawan
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 17 No. 2 (2021): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Parahyangan Center for International Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/jihi.v17i2.3830.172-185

Abstract

Peran ASEAN selama berdirinya cukup mampu membuat negara-negara di kawasan ini survive dari ganasnya polarisasi selama perang dingin yang lalu. Namun, di tengah-tengah damainya kawasan ini, konflik minor antar-negara di ASEAN, maupun antar-negara ASEAN dengan negara-negara lain di wilayah tetangganya kerap terjadi. Konflik antara Vietnam dengan Kamboja, Kamboja dengan Thailand, Indonesia dengan Malaysia, termasuk konflik dalam negeri Myanmar terkait masalah Rohingya adalah beberapa konflik yang terjadi di kawasan tenggara benua Asia ini. ASEAN tidak tinggal diam menyikapi beberapa permasalahan diantara negara-negara anggotanya ini. Tercatat, paling tidak ASEAN memiliki enam dokumen penting yang mengatur tentang mekanisme manajemen konflik, mulai dari Piagam ASEAN sampai Cetak Biru Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN. Atas dasar itulah, penulis merasa penting untuk membahas salah satu dari dokumen tersebut, yaitu Traktat Persahabatan dan Kerjasama, sebagai mekanisme resolusi konflik di ASEAN. Pembahasan ini termasuk melakukan analisa terhadap kemungkinan ASEAN bertindak melalui mekanisme Majelis Tinggi atau mekanisme fasilitator konflik, dalam upaya resolusi konflik antara sesama negara anggota ASEAN.
Jaringan Advokasi Transnasional: Strategi Greenpeace dalam Menolak Rencana Pengeboran Shell di Kutub Utara Yanuar Albertus
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 17 No. 2 (2021): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Parahyangan Center for International Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/jihi.v17i2.4063.239-260

Abstract

Tulisan ini membahas bagaimana Greenpeace, sebagai organisasi non-pemerintah, memengaruhi rencana pengeboran lepas pantai Shell di wilayah Kutub Utara. Greenpeace adalah salah satu aktor utama yang menentang rencana Shell untuk memulai pengeboran di laut Arktik. Proyek ini muncul seiring dengan adanya penelitian yang menunjukkan bahwa Kutub Utara mempunyai porsi yang signifikan dari keseluruhan cadangan minyak dan gas alam dunia. Rencana pengeboran tersebut memicu penolakan karena meningkatnya kekhawatiran tentang risiko kegiatan pengeboran lepas pantai di Arktik. Setelah sekitar tiga tahun advokasi, Greenpeace berhasil memaksa Shell menghentikan rencana pengeborannya. Analisis penulis kemudian mencoba menganalisis bagaimana Greenpeace mencapai tujuan advokasinya dalam menghentikan rencana pengeboran Shell. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis menggunakan jaringan advokasi transnasional (TAN) sebagai kerangka pemikiran penulis dalam menganalisis bagaimana Greenpeace memanfaatkan jaringannya untuk melakukan advokasi internasional. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari sumber primer dan sekunder, serta dianalisis dengan cara kualitatif. Temuan penulis kemudian menunjukkan bahwa Greenpeace telah menggunakan setiap taktik dalam strategi TAN untuk mempengaruhi kebijakan Shell, yang mencakup politik informasi, politik simbolik, leverage politics, dan juga politik akuntabilitas. Penulis kemudian menyimpulkan bahwa keempat taktik inilah yang kemudian berhasil mendorong Shell untuk menghentikan rencana pengeboran lepas pantai di kawasan Kutub Utara.
Implementasi Gender Mainstraiming dalam Konteks Pembangunan: Studi Kasus Keberhasilan Kesetaraan Gender di Filipina tahun 2018 Okta Dewi
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 17 No. 2 (2021): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Parahyangan Center for International Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/jihi.v17i2.4111.200-218

Abstract

ABSTRAK  Filipina yang dikenal sebagai negara patriarki diera kolonialisme kini menjadi satu-satunya negara yang yang memiliki tingkat kesetaraan gender tertinggi di Asia. Pengembangan kebijakan pemerintah yang berfokus pada peningkatan kesetaraan gender, menjadikan laki-laki dan perempuan  memiliki akses yang sama terhadap semua sumber daya. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang implementasi gender mainstraiming yang dilihat dari konteks pembangunan di Filipina dalam menegakkan kebijakan kesetaraan gender. Tulisan ini mengelaborasikan bahwa implementasi konsep gender mainstraiming yang mengintegrasikan perspektif gender ke dalam persiapan, perancangan, penerapan, monitoring dan evaluasi kebijakan, peraturan pelaksanaan dan program pembiayaan, sebagai salah satu kunci keberasilan kesetaraan gender di Filipina. Dalam artikel ini, penulis menjabarkan tiga argumen utama keberhasilan kesetaraan gender di Filipina pada tulisan ini: pertama,  diaodpsinya terminologi gender mainstraiming. Kedua, penerapan gender mainstraiming yang dibuktikan dengan dibentuknya beberapa undang-undang peraturan serta program terkait penerapan kesetaraan gender yaitu The Magna Carta of Women (MCW), The Philippine Development Plan for Women (PDPW) 1989-1992, dan The Philippine Plan for Gender-Responsive Development (PPGD) 1995−2025. Ketiga, implementasi gender mainstraiming dibeberapa sektor diantaranya partisipasi ekonomi dan peluang, pencapaian pendidikan, kesehatan dan kelangsungan hidup, dan pemberdayaan politik. Keseiusan dan kesadaran tinggi pemerintah mengenai pentingya kesetaraan gender konteks pembangunan dituangkan dalam perturan serta undang-undang sebagai kunci yang kemudian diimplementasikan disegala kebijakan. Dalam penjabarannya, penulisan ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan bersumber pada data sekunder. Kata Kunci: Kesetaraan gender, perempuan & pembangunan, gender mainstraiming, Filipina ABSTRACT The Philippines, which is known as a patriarchal country in the era of colonialism, is now the only country that has the highest level of gender equality in Asia. Development of government policies that focus on improving gender equality, giving men and women equal access to all resources. This raises questions about the implementation of gender mainstreaming seen from the context of development in the Philippines in enforcing gender equality policies. This paper elaborates that the implementation of the concept of gender mainstreaming which integrates a gender perspective into the preparation, design, implementation, monitoring and evaluation of policies, implementing regulations and financing programs, is one of the keys to the success of gender equality in the Philippines. In this article, the author outlines three main arguments for the success of gender equality in the Philippines in this paper: first, the diodection of the terminology of gender mainstreaming. Second, the implementation of gender mainstaking as evidenced by the formation of several laws and programs related to the implementation of gender equality, namely The Magna Carta of Women (MCW), The Philippine Development Plan for Women (PDPW) 1989-1992, and The Philippine Plan for Gender- Responsive Development (PPGD) 1995-2025. Third, the implementation of gender mainstreaming in several sectors including economic participation and opportunities, educational attainment, health and survival, and political empowerment. The seriousness and high awareness of the government regarding the importance of gender equality in the development context is outlined in regulations and laws as keys which are then implemented in all policies. In the elaboration, this paper will use qualitative research methods sourced from secondary data. Keywords: Gender Equality, women & Development, Gender Mainstraiming, Philippines  
Mapping Climate-related Disaster Preparedness in Decentralized Ternate as Global Climate Change Adaptation Dewa Ayu Putu Eva Wishanti; Joko Purnomo; Wishnu Mahendra Wiswayana
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 17 No. 2 (2021): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Parahyangan Center for International Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/jihi.v17i2.4368.186-199

Abstract

Climate change adaptation is globally arranged in many agreements. Those regimes realize the importance of small islands and vulnerable community as the entities at prime risk. However, as climate change progresses slowly, developing countries do not put this as a priority compared to other natural calamities like earthquake of volcanic eruption. Ternate authority as a government of sub-national small island is prone to climate hazard, but practically not prepared to defend the island against climate disaster. Despite receiving an award as a climate-resilient city, a wider governance aspect is left incapable to build an early initiative to construct a solid governance mode to manage its vulnerability. Through a set of indicators of policy approach, institutional capability, and social capability, this research finds that local governance and local politics in small island government is not supporting the establishment of an adaptable government, particularly on the context of decentralization. Technical capabilities in Ternate is present as a best practice to respond to volcanic eruption and tsunami, but not to the threat of climate change. Eventually, the case of Ternate highlights the importance to position subnational small islands according to its unique feature as a frontline to climate change adaptation, both in global and national context. Decentralization of governance does not automatically intensify the initiative of Ternate government to adapt with climate change imperatives.

Filter by Year

2012 2025


Filter By Issues
All Issue Vol. 21 No. 1 (2025): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 20 No. 2 (2024): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 20 No. 1 (2024): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 1 No. 1 (2024): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Edisi Spesial Gender Vol. 19 No. 2 (2023): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 19 No. 1 (2023): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 18 No. 2 (2022): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 18 No. 1 (2022): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional 2022: Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional: Edisi Khusus Papua Vol. 17 No. 2 (2021): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 17 No. 1 (2021): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 16 No. 2 (2020): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 16 No. 1 (2020): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional 2020: Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional: Edisi Khusus Vol. 15 No. 2 (2019): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 15 No. 1 (2019): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 14 No. 2 (2018): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 14 No. 1 (2018): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol 14, No 1 (2018): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 13 No. 2 (2017): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol 13, No 2 (2017): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 13 No. 1 (2017): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol 13, No 1 (2017): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol 12, No 2 (2016): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 12 No. 2 (2016): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol 12, No 1 (2016): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 12 No. 1 (2016): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol 11, No 2 (2015): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 11 No. 2 (2015): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol 11, No 1 (2015): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 11 No. 1 (2015): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 10 No. 2 (2014): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol 10, No 2 (2014): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 10 No. 1 (2014) Vol 10, No 1 (2014) Vol 9, No 2 (2013) Vol. 9 No. 2 (2013) Vol. 9 No. 1 (2013) Vol 9, No 1 (2013) Vol 8, No 2 (2012) Vol. 8 No. 2 (2012) More Issue