cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Pengembangan Kota
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Engineering,
Jurnal Pengembangan Kota (ISSN: 2337-7062) adalah jurnal ilmiah berisi hasil penelitian dan telaah kritis teoritis mengenai pengembangan perkotaan meliputi: Arsitektur Perkotaan; Perancangan Kota; Ekonomi Pembangunan Wilayah dan Kota; Perumahan dan Permukiman; Perencanaan Transportasi; Perencanaan Pariwisata; Lingkungan; Pengembangan Sosial-Masyarakat Kota; dan Bidang lainnya yang terkait dengan perencanaan, pembangunan dan pengembangan Wilayah dan Kota.
Arjuna Subject : -
Articles 218 Documents
KAJIAN EKONOMIS PENGGUNAAN JALAN SIMPANG TIDAK SEBIDANG DI KORIDOR JATINGALEH KOTA SEMARANG Kunmaryati, Endah
Jurnal Pengembangan Kota Vol 2, No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.2.2.86-95

Abstract

Koridor Jatingaleh merupakan salah satu jalan yang menghubungkan pusat Kota Semarang dengan Kota Semarang bagian selatan yang memiliki pergerakan yang sangatn tinggi. Koridor Jatingaleh merupakan salah satu titik macet di Kota Semarang. Terjadinya kemacetan di kawasan ini disebabkan karena volume kendaraan yang melampaui kapasitas jalan yang ada. Oleh karena itu perlu dilakukan pembangunan jalan simpang tidak sebidang (flyover atau underpass) guna mengatasi kemacetan di Koridor Jatingaleh. Selanjutnya perlu dikaji pula, alternatif jalan simpang tidak sebidang mana yang lebih sesuai untuk dibangun? Flyover atau Underpass? Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji alternatif jalan simpang tidak sebidang yang sesuai dari aspek ekonomi guna menangani kemacetan di koridor Jatingaleh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian yang didapatkan adalah pembangunan underpass lebih hemat dibandingkan dengan pembangunan flyover. Kondisi tersebut ditinjau dari perhitungan nilai waktu, BOK dan biaya pemeliharaan dan juga pengaruhnya bagi struktur ruang kawasan sekitarnya.  Dengan demikian, dapat diketahui jalan simpang tidak sebidang yang sesuai dari aspek ekonomi di koridor Jatingaleh adalah underpass. 
EVALUASI PERSEBARAN LOKASI HALTE BRT KORIDOR MANGKANG-PENGGARON KOTA SEMARANG Harsantyo, Mareno; Rahdriawan, Mardwi
Jurnal Pengembangan Kota Vol 1, No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.1.2.75-85

Abstract

Permasalahan kemacetan di Kota Semarang sebagian besar diakibatkan oleh banyaknya kendaraan pribadi yang turun ke jalan. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi dari tahun 2005-2009 mengalami peningkatan sebesar 43% (Badan Pusat Statistik, 2009). Peningkatan jumlah kendaraan pribadi di Kota Semarang disebabkan semakin mudahnya mendapatkan kendaraan pribadi, baik lewat pembelian secara tunai atau kredit (mengangsur). Peningkatan tersebut tidak didukung dengan kapasitas jalan khususnya dari sisi lebar dan kuantitasnya. Akibatnya jalan-jalan di kota menjadi macet. Upaya penyelesaian permasalahan kemacetan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang adalah pengadaan program angkutan umum massal, yaitu Bus Rapid Transit (BRT). BRT diharapkan dapat menciptakan tatanan transportasi yang lebih madani di Kota Semarang, sekaligus mampu menjawab kebutuhan pelayanan angkutan umum yang handal. Pengoperasian BRT diperlukan adanya fasilitas penunjang, salah satunya adalah halte. Penentuan lokasi dan jumlah halte memiliki peran yang penting dalam penggunaan moda BRT. Pembangunan halte yang tidak baik akan mengakibatkan bertambahnya permasalahan transportasi, karena banyak masyarakat yang seharusnya menjadi target pengguna BRT menjadi enggan untuk menggunakan moda ini. Keengganan tersebut dikarenakan masyarakat kesulitan saat akan memanfaatkan fasilitas yang ada. Hal ini dapat terlihat dari sisi teknis, seperti tidak efektifnya angkutan pengumpan (feeder), frekuensi tunggu BRT belum terjadwal. dan jarak antar halte yang masih berjauhan. Kenyataannya, pembangunan halte satu dan lainnya tidak berdasarkan identifikasi titik-titik konsentrasi calon penumpang, seperti perkantoran dan pusat perbelanjaan. Seharusnya rapat renggangnya jarak halte BRT ditentukan sesuai kebutuhan calon penumpang, bukannya diatur dalam jarak tertentu. Untuk itu, dilakukanlah penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi persebaran lokasi halte BRT Koridor Mangkang-Penggaron Kota Semarang. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif dan distribusi frekuensi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara dan kuesioner. Tahapan analisis yang diterapkan dalam penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi karakteristik fisik lokasi halte BRT dan lokasi bangkitan pada lokasi halte BRT. Setelah itu, melakukan analisis persebaran lokasi halte BRT dengan melihat kriteria-kriteria yang digunakan dan yang terakhir adalah melakukan evaluasi berdasarkan hasil analisis. Berdasarkan hasil pembobotan dengan menggunakan aturan H.A Sturgess, maka didapatkan bahwa halte Simpang Lima, Balaikota, dan SMA 5 adalah persebaran lokasi halte BRT yang paling sesuai. Sedangkan halte Mullo, Gramedia, Pasar Bulu, dan ADA Pasar Bulu sudah sesuai serta halte RRI-SPBU dan Pandanaran masih kurang sesuai. Jika dilihat berdasarkan kriteria persebaran lokasi halte, maka kriteria yang sudah baik adalah kriteria pergantian moda serta keamanan dan keselamatan. Kriteria yang sudah cukup baik adalah kemudahan menggunakan halte BRT, dekat dengan pusat kegiatan, letak halte, dan waktu tempuh menuju halte. Sedangkan kriteria yang masih kurang adalah jarak antar halte dan dekat dengan jalur dan fasilitas pejalan kaki. Secara keseluruhan persebaran lokasi halte BRT sudah cukup baik. Kriteria yang dinilai cukup baik mempunyai bobot tertinggi dengan total 906 (49,81%). Kriteria persebaran lokasi halte BRT yang dinilai baik memiliki bobot 516 (28,37%), sedangkan yang termasuk dalam kriteria kurang mempunyai nilai 397 (21,83%). Berdasarkan hasil evaluasi, maka penentuan lokasi halte BRT yang menurut penilaian responden masih kurang disebabkan tidak diperhatikannya kriteria jarak antar halte, fasilitas pejalan kaki, dan peletakan halte dengan pusat aktivitas. Oleh karena itu, perlu penambahan jumlah halte pada daerah yang memiliki potensi untuk membangkitkan jumlah penumpang yang cukup tinggi. Lokasi-lokasi tersebut antara lain sebelum perempatan bangkong jalan A. Yani, depan Lawang Sewu, depan Museum Mandala bakti dan depan Carrefour Pemuda.
KAJIAN PERKEMBANGAN FISIK DAN TIPOLOGI KAWASAN PERMUKIMAN DI PUSAT PERTUMBUHAN KECAMATAN TEMBALANG, KOTA SEMARANG Suryani, Tia Adelia; Rahdriawan, Mardwi
Jurnal Pengembangan Kota Vol 1, No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.1.2.108-117

Abstract

Perkembangan kota terjadi akibat munculnya pusat pertumbuhan baru. Kecamatan Tembalang menjadi pusat pertumbuhan baru karena adanya kebijakan pemerintah yang menjadikan Kecamatan Tembalang sebagai kawasan pendidikan, Kecamatan Tembalang yang merupakan lokasi kawasan pendidikan merupakan salah satu pusat pertumbuhan kota Semarang menjadi pendorong berkembangnya segala akitivitas yang berimplikasi pada terjadinya perubahan pemanfaatan lahan. Bertambah luasnya kawasan permukiman dan berubahnya kondisi permukiman kemudian mengindikasikan adanya perbedaan jumlah dan kondisi sarana prasarana serta kualitas permukiman. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Perkembangan Fisik dan Tipologi Kawasan Permukiman di Pusat Pertumbuhan Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan analisis spasial yang menggunakan Data Citra. Tipologi kawasan permukiman di Kecamatan Tembalang, mencerminkan suatu permukiman perkotaan yang telah dilengkapi dengan sarana prasarana, namun yang berada dalam kondisi baik hanya ditemukan di Kelurahan Sendangmulyo. Kualitas lingkungan Kawasan Permukiman sebagian besar termasuk dalam kriteria cukup layak ditemukan di  Kelurahan Rowosari, Kelurahan Meteseh, Kelurahan Kramas, Kelurahan Tembalang, Kelurahan Bulusan, Kelurahan Mangunharjo, Kelurahan Sambiroto, Kelurahan Jangli, Kelurahan Tandang, Kelurahan Kedungmundu, dan Kelurahan Sendangguwo. Hal ini terjadi karena kondisi pohon pelindung dan pola tata letak bangunannya buruk. Rekomendasi yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian yaitu perlu dilakukan perbaikan prasarana lingkungan dan perbaikan Pola tata letak bangunan serta pengaturan pohon pelindung di Kawasan Permukiman Kecamatan Tembalang.
POTENSI KESWADAYAAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN (PKP) (Studi Kasus: Kelurahan Pringapus, Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang) Dewi, Widyaningtyas Kartika
Jurnal Pengembangan Kota Vol 2, No 1 (2014): Juli 2014
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.2.1.50-61

Abstract

The house is one of the basic human needs and have significance in the development of social life, economy and identity of its inhabitants. Limitations of the funds or budgets from the government in addressing the housing needs of the community led to the current government can reach out to new formal sector only. It is displaced lack access to Low-Income Communities to get home. Of self-governing society to build a house with many limitations in terms of manpower, materials and costs, so that the housing conditions of low-income communities become unfit for occupancy. For that government to the approach followed by Kemenpera Housing Improvement Program. Sub-standart housing upgrading program is intended as a stimulant or stimulus to the community in order to develop themselves and want to contribute to the development. The purpose of this study to measure and assess the extent of potential self- supporting community in the implementation of sub-standart housing upgrading program is applied in the Village Pringapus. This study uses the method mix method, mixing method used sequential explanatory design using patterns. Collection and analysis of quantitative data is beginning, after the completion followed by qualitative data collection and analysis, and interpretation of the analysis performed. Indicators and variables to be tested or analyzed are forms of non-governmental organizations and the amount of public good issued in the form of money, labor or material that is processed by techniques of quantitative analysis used descriptive statistics and explanations. While the sources of non-governmental organizations to build houses as well as the pattern of development palaksanaan processed using qualitative descriptive analysis, how to capture this data focuses on the nature exploratory interviews and field observations. The results of this study, the average total pure self-help communities make improvements issued a total of Rp 10,224,985 unloading, so self-released the 2-fold greater than with stimulants provided only Rp 5,000,000. As for the people who repair some of the average self-RP issued 2.7266 million, although this value is not too big but when viewed from the type of repair that is lightweight and does not require a large fee, a nominal 2 jt rupiah is relatively high when compared with funds stimulants. This shows that the potential for community-owned self-help program beneficiaries in the Village Pringapus PFM is very high. Apart from the magnitude-governmental organizations, community-owned self-help potential is also evident from the pattern of building a house. Society has a variety of ways as the efforts made to build his house, as done by yourself, using a carpenter, and mutual cooperation. The third way has a different essence, but in ways that use these beneficiaries is high potential in an effort to build a house. The high potential of the community indicate that the approach taken by the government through Housing Improvement program (PKP) is successful. It is evident that the approach taken by the government is able to encourage the willingness and the willingness of society to berswadaya in the implementation of their housing. But all this success can not be separated by BKM Sedya Mulya role that has empowered leading independent predicate. 
ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN PASAR TRADISIONAL DI KOTA SALATIGA Prasetyo, Sabdo Budi; Wahyono, Hadi
Jurnal Pengembangan Kota Vol 2, No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.2.2.96-105

Abstract

Kontribusi pendapatan retribusi pasar terhadap penerimaan retribusi daerah Kota Salatiga cenderung menurun dari 26,35% pada tahun 2009 menjadi 17,70% pada tahun 2013. Beberapa bangunan pasar tradisional juga masih belum berfungsi optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja pengelolaan pasar tradisional di Kota Salatiga dan menganalisis faktor penyebabnya, dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Pengukuran kinerja menggunakan konsep Balanced Scorecard yaitu berdasarkan aspek finansial dan non finansial. Analisis tingkat kepentingan dan kinerja digunakan untuk mengetahui kesenjangan, tingkat kepentingan, kinerja dan kapasitas organisasi pengelola pasar tradisional di Kota Salatiga. Hasil akhir penelitian menunjukkan skor kinerja perspektif pertumbuhan dan pembelajaran sebesar 70,6%, proses internal 60,87%, finansial/keuangan 62,06%, kepuasan pelanggan internal 65,02% dan kepuasan pelanggan eksternal 55,58% diperoleh rata-rata sebesar 62,826% sehingga dapat disimpulkan kinerja pengelolaan pasar tradisional di Kota Salatiga masih kurang baik. Sebanyak 61% pedagang dan 90% pengunjung menyatakan belum nyaman dan belum puas dengan kondisi pasar tradisional. Faktor penyebab masih rendahnya kinerja pengelolaan pasar adalah belum terbentuk budaya kerja yang mampu meningkatkan motivasi pegawai, minimnya ketersediaan dan pemeliharaan sarana prasarana kerja, mekanisme kerja yang belum jelas dan belum dipahami seluruh pegawai, minimya motivasi dari pimpinan kepada pegawai pengelola pasar dan keuangan belum efisien.. 
PERAN LEMBAGA LOKAL DALAM PENATAAN RUANG DI KELURAHAN NGROTO, KECAMATAN CEPU, KABUPATEN BLORA Hidayat, Andre Cahya; Manaf, Asnawi
Jurnal Pengembangan Kota Vol 2, No 1 (2014): Juli 2014
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.2.1.14-23

Abstract

A development that implements the concept of participation, involves the people in planning process, implementation, and also control the development program. In relation with implementation of participatory on development process, the Indonesian Government actualized it on PLP-BK program. PLP-BK is a spatial management program that implemented in rural or village. This program develops social capital in community level, particularly the established local institutions. Local institutions have an important role in the planning, implementation, control of this program, and also as a community representatives. The importance of local institutions on PLP-BK becomes the background of this research.The goal of research is to examine the role of local institutions in the implementation of PLP-BK at Ngroto Village, Cepu Sub-Regency, Blora Regency, Central Java. The goal is achieved by use a qualitative approach that called case study research. The analysis method are using qualitative description and domain analysis. The result of this research can explain the institutionalization process of spatial management in Ngroto. This process is mixing new values from the outside (i.e.spatial management) with local values in Ngroto through the roles of local institutions. The sustainability roles of local institutions is needed to achieve the result of this process, is called “pranata penataan ruang”. Therefore, the  researcher give a strategy and some actions to achieve the sustainability roles of local institutions in Ngroto, are: capacity building of local empowerment agent, partnership development, and preserve some local institutions. These actions to keep ongoing the institutionalization process in community level, although PLP-BK has ended at October 2012. Thus, community self-reliance can be achieved to realize the goal of spatial management in Ngroto
TINGKAT KEPUASAN BERMUKIM BURUH KAWASAN INDUSTRI LAMICITRA KECAMATAN SEMARANG UTARA, KOTA SEMARANG Manaf, Asnawi; Marsyukrilla, Eren
Jurnal Pengembangan Kota Vol 1, No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.1.2.86-95

Abstract

Seiring dengan perkembangan pembangunan dan meningkatnya urbanisasi di Kota Semarang, rumah menjadi suatu kebutuhan utama. Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah dengan aktivitas pereknomian yang cukup tinggi. Salah satunya aktivitas perindustrian yang menyerap banyak tenaga kerja buruh.Dengan latar belakang kondisi sosial ekonomi keluarga, aktivitas pekerjaan, dan kondisi bermukim buruh industri, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi dan fisik hunian, serta tingkat kepuasan bermukim buruh kawasan industri Lamicitra Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Dalam penelitian yang dilakukan, penyusun menggunakan pendekatan kuantitatif dan menyebarkan kuisioner kepada 132 responden buruh industri dengan metode simple random sampling di kawasan industri Lamicitra, Kecamatan Semarang Utara.Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terkait dengan status hunian buruh industri, buruh yang menumpang memilliki persentase paling tinggi yaitu sebesar 48%, rumah miliki sendiri sebesar 30%, dan selebihnya sekitar 20% menempati rumah sewa. Sebanyak 48% dari jumlah responden yang bertempat tinggal dengan status menumpang tersebut sebagian besar masih tinggal di rumah orang tuanya. Hal ini tentulah masih sangat wajar jika dilihat dari usia dan status pernikahan yang masih belum menikah cukup tinggi. Jika ditinjau dari tingkat kepuasan bermukim, sebagian besar atau sekitar 34% responden menytakan puas dengan kondisi hunian mereka dan 29% menyatakan biasa saja. Sebanyak 51% responden menyatakan sudah sangat puas dengan kondisi hubungan bertetangga yang ada di hunian mereka dan selebihnya menyatakan biasa saja dengan persentase 25%. Kondisi ini tentu juga tidak lepas dari responden yang secara umum merupakan penduduk asli wilayah tersebut.
PROSES PENENTUAN LOKASI MINAPOLITAN DI KABUPATEN BANYUMAS, PROVINSI JAWA TENGAH Aryany, Putry Ayu
Jurnal Pengembangan Kota Vol 1, No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.1.2.65-74

Abstract

Kabupaten Banyumas merupakan salah satu daerah percontohan pengembangan monapolitan bersama 24 sentra produksi perikanan budidaya lainnya di Indonesia pada tahun 2011. Pilot project ini terselenggara berdasarkan Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya KKP RI No. Kep.70/DJPB/2010 yang disusun dalam bentuk rencana induk kawasan minapolitan (RIKM). Penyusunan artikel ini bertujuan untuk melakukan kritisi terhadap proses penentuan zonasi kawasan minapolitan di dalam produk rencana induk kawasan minapolitan Banyumas. Kritisi ini dilakukan dengan membandingkan antara bagaimana proses penentuan lokasi minapolitan di dalam produk rencana dengan kriteria kawasan minapolitan dalam Pedoman Umum Minapolitan Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 dan teori lokasi Weber. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Hasil analisis didapatkan pemilihan lokasi minapolitan lebih baik dilakukan dengan pendekatan kebijakan, karena akan lebih sesuai dengan potensi dan keadaan eksisting. Sedangkan teori Lokasi Weber hanya sesuai untuk pemilihan lokasi pemasaran minapolitan.   
PEMILIHAN LOKASI TERBAIK PENGEMBANGAN PROPERTI APARTEMEN DI PERKOTAAN CIBINONG RAYA KABUPATEN BOGOR Muhammad Saifuddin Amanullah; Ragil Haryanto
Jurnal Pengembangan Kota Vol 5, No 1: Juli 2017
Publisher : Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (838.354 KB) | DOI: 10.14710/jpk.5.1.93-103

Abstract

As a part of Greater DKI Jakarta or known as Jabodetabek, Cibinong Raya offers alternatives for residence location. The statistic of population in Cibinong noted that its population has grown by 16.37% (BPS Bogor Regency, 2016) that has implication on the increase of residential dwelling demand. However, the amount of non-built area in the city is limited. So, land use optimazition strategy is significant to reach the optimum land-use value. The result of this study is expected to give different perpective of property development applied by the property developers in Indonesia. Hence, this research applied variables derived from the literature reviews and asked the property experts to analyse the variables. Using Analytical Hierarchy Process (AHP), it was revealed that there were four suitable alternative location named as Location A, Location B, Location C and Location D. Based on the experts perception through AHP method, the study showed that the highest optimum value was Location D (0.336) and followed by Location A (0.309), Location C (0.218) and Location B (0.139).  
STRATEGI INTEGRASI SISTEM TRANSPORTASI UMUM DALAM MENUNJANG PARIWISATA KOTA YOGYAKARTA Gilang Rizki Ramadhan; Imam Buchori
Jurnal Pengembangan Kota Vol 6, No 1: Juli 2018
Publisher : Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (580.537 KB) | DOI: 10.14710/jpk.6.1.84-95

Abstract

The development of Yogyakarta City arises the issue of congestion that might interfere various activities, one of them is tourism activity. This aims at strategizing integration of public transport system for reducing congestion. It seeks an integration strategy of public transport system that can improve accessibility and support tourism in Yogyakarta City based on domestic tourist preference. Using descriptive statistics, service quality (servqual), and importance-performance analysis (IPA), it was revealed that respondents feel less satisfied with the quality of service of integration of public transport system, for which an improvement is needed. This can be done by strategizing integration of public transport system, from the strategy will be known the order of handling priority each variable, i.e. (1) schedule integration, (2) network integration, (3) land use integration, (4) physical integration, and (5) information integration which is done by improving its performance. Furthermore, (6) social integration, (7) environmental integration, and (8) fare and ticket integration which is done by maintaining its performance.

Page 4 of 22 | Total Record : 218