cover
Contact Name
Suwari Akhmaddhian
Contact Email
suwari_akhmad@uniku.ac.id
Phone
+62232-8900796
Journal Mail Official
unifikasi@uniku.ac.id
Editorial Address
Jalan Cut Nyak Dhien No.36 A Cijoho Kuningan Jawa Barat
Location
Kab. kuningan,
Jawa barat
INDONESIA
Unifikasi: Jurnal Ilmu Hukum
Published by Universitas Kuningan
Core Subject : Social,
Unifikasi: Jurnal Ilmu Hukum, an ISSN national journal p-ISSN 2354-5976, e-ISSN 2580-7382, provides a forum for publishing research result articles, articles and review books from academics, analysts, practitioners and those interested in providing literature on Legal Studies. Scientific articles covering: Sustainable Development Goals (SDGs) Law, Natural Resources Law and Environmental Law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 2 (2020)" : 10 Documents clear
The Roles of Bank Indonesia and Financial Services Authority as Rural Banks’ Supervision Agency Dikha Anugrah; Anthon Fathanudien; Teten Tendiyanto
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v7i2.2477

Abstract

Banks are financial institutions to collect and distribute funds to the public. As a public trust institution, the banks must maintain the public trust. In doing so, it is needed a supervision agency called Bank Indonesia. The purpose of this study is to see and to analyze the roles and the responsibilities of Bank Indonesia as rural banks’ supervisory agency based on law No. 3 of 2004, Bank Indonesia and Act No. 21 of 2011, financial services authority. The writer employed a normative juridical approach by understanding, testing, and reviewing the secondary data. This research was a descriptive analysis describing the prevailing laws and regulations related to the authority of Bank Indonesia as a rural bank’s supervision agency. The result of the research showed the roles of of Bank Indonesia and Financial Services Authority as rural bank supervisors were not aligned with the law provisions stipulated in Bank Indonesia article 27, a direct and indirect supervisions. Meanwhile, based on Article 28 of Law No. 21 of 2011, Financial Services Authority. The role of the Financial Services Authority in the legal protection of the consumer was not limited to facilitating the consumer protection. For instances, it is not only to accomodating and becoming a mediation institution but also becoming an institution that sides the consumers and society in the legal defense activities. As the central bank, bank indonesia is responsible for the case happening in Rural banks by putting it under a special supervision bank. In addition, if the rural bank is unable to improve its financial condition within a specified time, it will be declared as a failed bank and its business license will be revoked. The forms of protection, on the other hand, undertaken by the Financial Services Authority covers the prevention protection of violation and restoration of consumer rights if for instance the consumers suffer losses.Bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dan menyalurkan dana ke masyarakat. Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat, bank harus dapat menjaga kepercayaan masyarakat, untuk menjaganya maka diperlukan badan pengawasan yaitu Bank Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis peranan dan tanggung jawab Bank Indonesia sebagai badan pengawas terhadap Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Undang-Undang No 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia dan Undang-undang no 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah metode pendekatan yuridis normatif dengan memahami, menguji, dan mengkaji data sekunder. Penelitian ini bersifat deskritif analisis, menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan Bank Indonesia terhadap kewenangannya sebagai badan pengawas kepada Bank Perkreditan Rakyat. Hasil penelitian adalah Peranan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas dan pembina terhadap Bank Perkreditan  Rakyat  belum  sesuai dengan yang ditetapakan Undang-Undang Bank Indonesia Pasal 27 yaitu mengenai  pengawasan   langsung    dan   pengawasn   tidak langsung. Sementara berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan peran Otoritas Jasa Keuangan dalam sistem hukum perlindungan konsumen tidak terbatas hanya dengan memfasilitasi perlindungan konsumen yakni menampung dan menjadi lembaga mediasi tetapi juga menjadi lembaga yang berpihak kepada konsumen dan masyarakat dalam bentuk kegiatan pembelaan hukum.  Bank  Indonesia  sebgai  Bank  sentral  bertanggung  jawab  terhadap kasus  Bank Perkreditan Rakyat  dengan  memasukkan  bank tersebut   ke dalam Bank Dalam Pengawasan Khusus. Pada waktu yang   telah  ditentukan   Bank Perkreditan Rakyat   tidak  dapat   memperbaiki  kondisi keuangannya.  Bank Perkreditan Rakyat  dinyatakan  sebagai bank   gagal   dan    dicabut   ijin   usahanya. Sementara Bentuk-bentuk perlindungan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan meliputi perlindungan dalam upaya pencegahan terjadinya pelanggaran dan pemulihan hak-hak konsumen apabila konsumen mengalami kerugian.
The Dialectics of Garuda Totem and Covid-19 Totem in the Constitution of Indonesia Diana Fitriana; Sarip Sarip; Rohadi Rohadi; Hanif Nurcholis Adiantika
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v7i2.2979

Abstract

This paper aims to determine to what extent Garuda totem is faced with covid-19 totem in the constitution of Indonesia. It begins with the pandemic hit a worldwide including Indonesia, all countries are busily making effective policies. Reviewing the existing policies, the president and the regional heads have an extraordinary role. A well-saying that the king can do no wrong while carrying out his policies. Many issues concerning the existence of Garuda totem are currently being in the spot light. Thus, this study focuses on the discussion upon the struggle of Garuda totem over the new totem that has changed the policy arrangement in Indonesia. A normative legal research method sets as a basis for conducting an analysis. The struggle made the existence of Garuda totem hits a polemic in the indonesian constitution. This so-called totem does not just apply on religious values. The state even has its respective totem as a form of sacredness for its people. The research result on the consenquences of Garuda totem, holding the shield of Pancasila and setting its feet on Indonesia’s diversity, are indicating an inseparable bondage for the king of the country and the king of the region during 2019-nCoV which befell the worldwide, particularly Indonesia. In addition, the national emblem, Garuda Pancasila, is not just an ordinary image. It has a meaning that is coming from Indonesian cultures. It has a sacred value (holy) that must be protected and maintained its dignity by everyone who claims to be the citizens of Indonesia. This is to signify an ethic of showing the love for the country. Lastly, in order to avoid the threats to Garuda totem, the state is required to be more careful in making policiesTujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui sejauh mana totem Garuda dihadapkan pada totem Covid-19 dalam ketatanegaraan Indonesia. Berawal dari adanya pandemik yang melanda dunia termasuk Indonesia, semua negara disibukan untuk segera mengambil kebijakan-kebijakan yang efektif. Melihat kebijakan-kebijakan yang ada menempatkan Presiden dan Kepala Daerah memiliki peran yang sangat luar biasa dan dapat dikatakan sebagai the king can not do wrong dalam menjalankan kebijakannya. Permasalahan-Permasalahan yang berkenaan dengan keberadaan totem Garuda saat sekarang banyak disoroti, fokus pembahasan mencoba mengkaji pergumulan totem garuda atas totem baru yang merubah tatanan kebijakan di Indonesia. Metode penelitian hukum yang bersifat normatif sebagai pijakan dalam melakukan analisis. Adanya pergumulan atau pertarungan yang menjadikan keberadaan totem Garuda mengalami polemik dalam ketatanegaraan Indonesia. Apa yang dinamakan sebagai totem sendiri rupanya bukan hanya berlaku pada nilai-nilai keagamaan saja, bahkan sekelas negara memiliki totem masing-masing sebagai bentuk kesakralan bagi masyarakatnya. Hasil penelitian Konsekuensi totem Garuda yang memegang perisai Pancasila dan menapakan kakinya pada kebhinekaan Indonesia, sebagai bentuk ikatan yang tidak terpisahkan bagi raja negara maupun raja daerah pada saat adanya 2019-nCoV yang menimpa dunia dan Indonesia khususnya. Labang Negara yaitu Garuda Pancasila bukan hanya sebuah gambar yang biasa saja, mempunyai makna yang lahir dari budaya-budaya Indonesia, memiliki nilai sakralitas (suci) yang wajib di lindungi yang harus dipertahankan martabatnya oleh setiap orang yang mengaku sebagai warga Indonesia untuk menandakan sebuah etika yang menunjukan rasa kecintaan terhadap tanah air. Dalam rangka menghindari ancaman terhadap totem Garuda, negara harus berhati-hati dalam mengambil kebijakan
Indonesian National Army Involvement in the Law Enforcement: Environmental Pollution in Citarum River Diza Pratama; Viola Audy; Evanie Estheralda Elizabeth
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v7i2.2698

Abstract

Citarum river, located in West Java, is the longest and the largest river in Indonesia. Nevertheless, it is also noted as the most polluted rivers in the world. The aims of this research are to know the steps and the efforts taken by the government in the manifestation of Citarum Harum program, to understand the legal basis or the legal form or legislation with the involvement of the Indonesian National Army, and to see the social impact of this program for the local community. The juridical-empirical research methodology in this study refers to a research method in the literature study and an interview to sources by asking several questions face to face. The findings showed the Government involvement in handling Citarum River is stipullated in the Presidential Regulation Number 15 of 2018, the acceleration of pollution control and damage of watershed. To tackle with the problem, the government hold a program called Citarum Harum. In addition, the involvement and the various efforts done by Indonesian National army members in the program is in accordance with the mandatory laws. It has a significant impact on the ecosystem and the local community.Sungai Citarum yang terletak di Jawa Barat merupakan sungai yang paling panjang dan paling besar di Indonesia. Namun sayangnya, Sungai Citarum tercatat sebagai salah satu dari sungai yang paling tercemar di dunia.. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui langkah-langkah pemerintah dalam upaya mewujudkan program Citarum Harum, mengetahui dasar hukum dan kaitan hukum atau undang-undang dengan keterlibatan Tentara Nasional Indonesia dalam program Citarum Harum, dan mengetahui dampak sosial program Citarum Harum bagi masyarakat setempat. Metode penelitian hukum yuridis empiris  yaitu metode penelitian studi kepustakaan dan wawancara yang dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber secara langsung dengan bertatap muka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan Sungai Citarum yang melibatkan pemerintah, yaitu Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum dengan pemerintah juga mengadakan sebuah program untuk menanggulangi pencemaran dalam Sungai Citarum ini, yang diberi nama Citarum Harum dan keterlibatan anggota Tentara Nasional Indonesia dalam program Citarum Harum dalam melakukan berbagai upaya yang sesuai dengan amanah Undang-undang ini memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap ekosistem dan juga sosial masyarakat setempat.
The Reconstruction of Membership Elements of the Election Supervisory Board in Realizing Higher Quality Elections Dewi Haryanti
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v7i2.2767

Abstract

The duties implementation of the Election Supervisory Board in the prevention and prosecution against violations and process disputes requires qualified resources for producing higher quality elections. The aims of this paper are to: 1) See the construction of membership elements of the Election Supervisory Board based on the Law number 7 of 2017; 2) Reveal the need of reconstructing the Election Supervisory Board membership elements; 3) Find the concepts related to the reconstruction of the Election Supervisory Board membership elements in realizing higher quality elections. This study used normative legal research method and conceptual approach with a constructive design paradigm. The data was taken from secondary data, a documentary study, then was analyzed qualitatively. The findings showed the Article 92 paragraph (1) of Law Number 7 of 2017 only regulates an individual the Election Supervisory Board membership. Thus, it is necessary to reconstruct the Election Supervisory Board for philosophical, sociological and juridical reasons. For instances, the reconstruction can be done by adding a paragraph to the Law of Article 92. For the reccomendation, the Election Supervisory Board should be supported by members who have an understanding of material and formal laws of the election. Besides, in the membership, there should be a member from law enforcers. Thus, it is necessary to reconstruct the Law Articles governing the Election Supervisory Board membership.Pelaksanaan tugas Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dalam upaya pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran dan sengketa proses agar menghasilkan Pemilu yang lebih berkualitas, dibutuhkan sumber daya yang mumpuni. Tujuan penulisan ini untuk 1) melihat konstruksi unsur keanggotaan Bawaslu menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017; 2) Mengungkap perlunya dilakukan rekonstruksi unsur keanggotaan Bawaslu; 3) Menemukan konsep terkait rekonstruksi unsur keanggotaan Bawaslu dalam mewujudkan Pemilu yang lebih berkualitas. Metode penelitian ini mengunakan penelitian hukum yuridis normatif melalui pendekatan konseptual, dengan paradigma design konstruktif. Data  digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumenter. Selanjutnya dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian ditemukan bahwa Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 hanya mengatur keanggotaan Bawaslu terdiri dari individu. Perlu dilakukan rekonstruksi keanggotaan Bawaslu dengan alasan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Dapat dilakukan rekonstruksi dengan menambah ayat pada Pasal 92 UU. Saran, Bawaslu hendaknya didukung dengan keanggotaan yang memiliki pemahaman hukum materil dan hukum formil tentang kepemiluan. Sebaiknya dalam keanggotaannya terdapat anggota yang berasal dari unsur penegak hukum, dan untuk itu perlu dilakukan rekonstruksi terhadap pasal undang-undang yang mengatur tentang keanggotaan Bawaslu 
The Legal Protection of House Ownership Credits Bias Lintang Dialog; Gita Ayu Pramesti; Haris Budiman; Dikha Anugrah; Suwari Akhmaddhian
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v7i2.3266

Abstract

The purpose of this study is to analyze the arrangement and the application of House Ownership Credits known as KPR based on the prevailing laws and regulations. This study employed a juridical-empirical approach. The juridical approach was used to analyze various laws and regulations. Meanwhile, the empirical approach was used to analyze the law which was viewed as a patterned community behavior in people’s lives that continually interacts and relates to social aspects. Reffering to the state regulation of public housing number 6 of 2011, the findings revealed the procurement of housing and settlements was supported by housing and financial aid in the form of housing subsidies through credits/home ownership financing. In addition, it is also required to submit a collateral in each application of a mortgage agreement with the bank. This collateral provides an assurance to the bank that the credit granted to the customers returns according to mutually agreed terms and minimizes the possible risk involved and arise in any credit disbursement. Meanwhile, in terms of providing credits to prospective debtors, the bank must have a confidence in the debtors’ ability or capability to repay the loan. In conclusion, credit is a loan-borrowing agreement between the bank and the other party that requires the borrower to pay off his debt with the amount of interest, compensation or profit sharing within a certain period of time. Besides, in the implementation of legal aspects for credit applicants, a general home ownership credit applicant is an individual or human who is not a legal entity. Humans who are not legally incorporated are legal subjects. Thus, a credit analyst and an authorized officer who work in a credit unit must be able to fully understand the ins and outs of the credit applicant’s legal aspects.Tujuan penelitian yaitu menganalisis Pengaturan dan Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Yuridis Empiris. Pendekatan Yuridis digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan. Sedangkan pendekatan empiris digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat sebagai perilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek kemasyarakat. Hasil penelitian yaitu peraturan menteri negara perumahan rakyat nomor 6 tahun 2011 tentang perumahan rakyat menyebutkan bahwa pengadaan perumahan dan pemukiman dengan dukungan bantuan pembiayaan perumahan dalam bentuk subsidi perumahan melalui kredit/pembiayaan pemilikan rumah. Setiap pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah pada bank, disyaratkan untuk menyerahkan jaminan. Fungsi jaminan ini adalah untuk memberikan keyakinan kepada bank bahwa kredit yang diberikan kepada nasabah dapat diterima kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disepakati bersama, dan itu juga untuk meminimalisir resiko yang terkandung dan senantiasa dimungkinan dapat timbul dalam setiap pelepasan kredit.Berkaitan dengan pemberian kredit kepada calon debitur, maka pihak bank harus mempunyai keyakinan atas kemampuan atau kesanggupan pengembalian pinjaman kredit oleh debitur. Simpulan bahwa kredit adalah persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Pelaksanaannya aspek hukum bagi pemohon-pemohon kredit. Pada umumnya pemohon kredit pemilikan rumah adalah perorangan atau manusia dan tidak berbadan hukum. Manusia yang tidak berbadan hukum adalah subyek hukum. Seorang analisis kredit dan pejabat yang bertugas di unit kerja perkreditan harus mampu memahami seluk beluk aspek-aspek hukum pemohon kredit
Policy Implementation of Marriage Age Maturity Program to Achieving a Population Control and Family Development Nurani Ajeng Tri Utami; Ulil Afwa
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v7i2.2670

Abstract

Marriage Age Maturity, PUP is a BKKBN program which regulates the age maturity limit for marriage, a minimum of 20 years for women and a minimum of of 25 years for men. This provision differs from the minimum marriageable age stated in the marriage act. The importance of PUP program is to prepare the adolescents entering the ideal age of marriage in the context of creating a quality family and controlling the population. In this case, Purbalingga Regency has a high level of early marriage. Thus, the PUP program is highly needed to realize the ideal age of marriage. Accordingly, the purpose of this study is to know the implementation of PUP in realizing the population control and developing family in Purbalingga Regency as well as revealing the factors that influence its implementation. This study employed juridical-empirical and qualitative approaches. The findings revealed the implementation of PUP program in Purbalingga Regency was realized in the form of KIE (Information and Education Communication). This was carried out by Dinsos Dalduk KB P3A in collaboration with PIK-R/M, Duta Genre, government agencies such as the health office, KUA, Ministry of Religious Affairs, Rural areas community development, and the participation of PLKB. However, this program was not fully implemented. Meanwhile, regarding the factors that influence its implementation, a supporting factors covered the partnership cooperation and support from religious leader and the community. The inhibiting factors, on the other hand, covered legal factors, law enforcement, means and facilities, personal factors, and social factors.Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)  merupakan program BKKBN yang mengatur tentang  pendewasaan batas usia  perkawinan yaitu minimal 20 tahun bagi perempuan dan laki-laki minimal berusia 25 tahun, yang mana ketentuan tersebut berbeda dengan aturan batas usia perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan.  Pentingnya program PUP adalah untuk mempersiapkan remaja memasuki usia  perkawinan yang ideal dalam rangka membentuk keluarga berkualitas dan sarana sarana pengendalian penduduk. Kabupaten Purbalingga mempunyai tingkat perkawinan muda nya tinggi sehingga program PUP sangat dibutuhkan untuk mewujudkan usia perkawinan yang ideal. Penelitian ini bertujuan mengetahui implementasi Program PUP guna mewujudkan pengendalian penduduk dan pembangunan keluarga di Kabupaten Purbalingga dan faktor yang mempengaruhi implementasi dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi program PUP di Kabupaten Purbalingga dilakukan dalam bentuk KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) oleh Dinsos Dalduk KB P3A bekerja sama dengan PIK-R/M, Duta Gendre, instansi pemerintah seperti Dinas Kesehatan, KUA, Kementerian Agama, pembinaan institusi masyarakat pedesaan, peran serta PLKB. Namun program PUP tersebut masih belum  terlaksana  secara menyeluruh. Adapun faktor –faktor yang mempengaruhi implementasi berupa faktor pendukung yaitu kerja sama kemitraan dan dukungan para tokoh agama dan masyarakat sedangkan faktor menghambatnya berupa  faktor hukum, penegak hukum, sarana dan fasilitas,  faktor  personal, faktor sosial
Legal Analysis of Gorontalo Urban Drainage Development: Social Justice Perspective Dian Ekawaty Ismail; Mellisa Towadi; Sarlin Hiola
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v7i2.2673

Abstract

Justice is one of the main basic ideas in a rule or law. A rule is not considered as a law if it does not provide a sense of justice to the subject it governs. The aim of this article is to analyze the context of social justice on the effectiveness of  urban drainage construction facilities system in the cities. This study used an empirical-juridical method based on the Minister of Public Works Regulation Number 12 of 2014, the implementation of Urban Drainage. The result of data analysis showed since the planning stage, the implementation of each infrastructure development in the city of Gorontalo continually refers to the spatial planning map and collaborates with the associations engaged in the environmental sector so that it reaches the development and control processes. In this case, an infrastructure of the drainage facility does not violate its designated zone. Yet, there are several zones whose utilization is not in accordance with their designation. Thus, the problem collides with the fulfillment of social justice which affects the implementation of drainage facilities construction.Keadilan merupakan salah satu ide dasar pokok dalam sebuah peraturan atau hukum. Sebuah peraturan bukanlah hukum jika tidak memberi rasa keadilan terhadap subjek yang diaturnya. Tujuan artikel ini untuk menganalisis konteks keadilan sosial pada efektivitas pembangunan fasilitas sistem drainase perkotaan di kota dengan menggunakan metode yuridis empiris berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Drainase Perkotaan. Hasil penelitian Analisis data menunjukkan bahwa setiap pelaksanaan pembangunan infrastruktur di kota Gorontalo sejak perencanaannya selalu mengacu pada peta penataan ruang wilayah dan melakukan kerjasama dengan asosiasi yang bergerak di bidang lingkungan hidup sehingga sampai pada proses pembangunan dan pengendalian, sebuah infrastruktur dalam hal ini fasilitas drainase tidak menyalahi zona peruntukkannya. Meskipun masih terdapat beberapa zona yang pemanfaatannya tidak sesuai peruntukkannya sehingga permasalahan terbentur pada pemenuhan keadilan sosial yang mempengaruhi pelaksanaan pembangunan fasilitas 
The Comparison of Criminal Acts Formulation of Religion, Religious Life, and Worship Facilities: Draft of Indonesian Criminal Code and the Penal Code United Kingdom Kristian Kristian
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v7i2.2409

Abstract

This paper compares the policy formulation/legislation of criminal acts of religion, religious life, and worship facilities based on the new draft of Indonesian Criminal Code (RKUHP) and the Penal Code United Kingdom of 2008. This study was conducted using normative juridical methods and comparative law. The type of data employed in this study focuses on secondary data namely primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. The data were collected through documentation and literary studies. Meanwhile, the data analysis method used in this study is qualitative and descriptive. The findings revealed the religion is fundamental and important in all aspects of human life in Indonesia. The result also showed the policy formulation/legislation of criminal acts of religion, religious life, and worship facilities stipulated on the draft of national criminal code (RKUHP) July 2018 refer to the development of policy formulation/legislation called blasphemy in England. Tulisan ini membandingkan kebijakan formulasi/legislasi mengenai tindak pidana terhadap agama, kehidupan beragama dan sarana ibadah dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (RKUHP) yang baru dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Inggris (The Penal Code United Kingdom) tahun 2008. Penelitian ini ditempuh melalui metode penelitian yuridis normatif dan perbandingan hukum. Jenis data yang dipergunakan pada penelitian ini dititkberatkan pada data sekunder yang terbagi dalam bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Adapun pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan studi dokumentasi dan studi kepustakaan sedangkan metode analisa data yang dilakukan pada penelitian ini bersifat kualitatif dan deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa agama merupakan hal mendasar atau hal yang fundamental dan bersifat penting dalam seluruh aspek kehidupan manusia di Indonesia. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa kebijakan formulasi/legislasi mengenai tindak pidana terhadap agama, kehidupan beragama dan sarana ibadah sebagaimana diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) nasional versi bulan Juli tahun 2018 dapat dikatakan mengacu kepada perkembangan kebijakan formulasi/legislasi mengenai “blasphemy” di Inggris
The Harmonization of the Central and Local Governments Authority: Handling Public Health Emergencies on Coronavirus Disease 2019 Eki Furqon; Edi Mulyadi
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v7i2.3569

Abstract

The global Covid-19 pandemic has made Indonesia do various ways to reduce the spread of covid-19. Through Government Regulation Number 21 of 2020, the Large-Scale Social Restrictions. The aim of this study is to know the relationship pattern of central and local governments in handling public health emergencies and harmonizing any related laws and regulations. This study used juridical normative method with the statutory approach. The study used the Large-Scale Selection of Social Restrictions policy. The findings revealed the central government as the main policy at the regional level, as a party to determine the type of steps that will be taken in handling public health emergency of Covid-19. The selection of Large-Scale Social Restrictions known as PSBB as the main way to suppress the spread of Covid-19 is based on the Regional Government flexibility. In other words, the local government can immediately oblige to apply PSBB in their regions to see the progression and to act quickly upon it. Thus, the synergy between central and local governments in handling covid-19 is indispensable. In conclusion, the implementation of PSBB in Banten Province, especially in Tangerang Raya, successfully reduce the number of positive cases of Covid-19. However, the delay in the implementation of PSBB in Banten Province makes the spread of covid-19 reach to other areas apart from Tangerang Raya.Pandemi global Covid-19 telah membuat Indonesia melakukan berbagai macam cara untuk menekan angka penyebaran Covid-19. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar, pemerintah pusat memilih untuk menggunakan. Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana pola hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hal penanganan kedaruratan kesehatan masyarakat dan mengharmoniskan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hal tersebut. Metode penelitian ini yang digunakan yaitu yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, studi kebijakan yang dikaji adalah Pemilihan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Hasil penelitian didapatkan bahwa, Pemerintah Pusat sebagai haluan utama kebijakan di tingkat daerah menjadi pihak yang dapat menentukan langkah apa yang akan diambil dalam pengananan kedaruratan kesehatan masyarakat Covid-19. Pemilihan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai cara utama sebagai penekan penyebaran Covid-19 didasarkan pada keleluasaan Pemerintah Daerah yang dapat langsung berkewajiban melaksanakan PSBB di daerahnya sehingga bisa melihat perkembangan sekaligus bertindak cepat dan sinergitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penanganan Covid-19 sangat diperlukan. Penerapan PSBB di Provinsi Banten terutama di Tangerang Raya dapat menekan angka kasus positif Covid-19, namun keterlambatan untuk membuat keseluruhan wilayah di Provinsi Banten melaksanakan PSBB membuat penyebaran Covid-19 di Provinsi Banten mulai merambah ke deaerah-daerah yang lain selain Tangerang Raya.
The Effectiveness on the Realization of the Government Internal Supervisory Apparatus Function to the Implementation of Regional Government Alvin Daniel Silaban; Yolanda Wynne Maria Pasaribu; Farra Shalma
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v7i2.2821

Abstract

This paper aims to analyze the importance of supervisory function in ensuring the government effectiveness and efficiency in the realization of good governance principles. The government internal supervisory apparatus is an authorized institution or agency. In the application of supervisory function in regional government, they must be able to carry out its duty properly based on the prevailing laws and regulations. This study employed juridical-empirical method. The results showed the duties and the function are stipulated on the Government Regulation Number 60 of 2008, the government internal control system which includes the audits, reviews, evaluation, monitoring, and other supervisory activities. In addition, it is also stated in the Regulation of the Ministry of Home Affairs Number 64 of 2007, the technical guidelines and the working procedures of the provincial and regency/city inspectorate. The conclusion is the role of the government internal supervisory apparatus often faces some problems in doing their duties and functions. For instances, rampant corruption cases committed by regional officials making the effectiveness of the role of the government internal supervisory apparatus being questioned. Furthermore, their low capability and the independence issues encountered by regional government hampers the performance of the Government Internal Supervisory Apparatus which is directly responsible to regional head. This practice also seems to be able to reduce the objectivity and the independence of the regional government of internal supervisory apparatus in doing their supervisory dutiesTujuan dari penulisan ini yaitu untuk menganalisis fungsi pengawasan menjadi sangat penting dalam menjamin penyelenggaraan pemerintah yang efektif dan efisien untuk mewujudkan asas tata pemerintah yang baik (good governance).  Aparat Pengawas Intern Pemerintah  sebagai institusi atau lembaga yang berwenang dalam menjalankan fungsi pengawasan di pemerintahan daerah harus mampu melaksanakan fungsi pengawasan tersebut dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku . Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukan bahwa tugas dan fungsi diatir oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Simpulan bahwa Peran Aparat Pengawas Intern Pemerintah kerap kali menghadapi kendala-kendala dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Salah satunya adalah mengenai kasus korupsi yang marak dilakukan oleh pejabat daerah, menyebabkan dipertanyakannya efektivitas peran pengawasan Aparat Pengawas Intern Pemerintah Daerah. Selain itu, kapabilitas Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang rendah dan masalah independensi yang dihadapi oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah Daerah menghambat kinerja Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang secara langsung bertanggung jawab kepada kepala daerah. Praktik tersebut juga dianggap memungkinkan mengurangi objektivitas dan independensi Aparat Pengawas Intern Pemerintah Daerah dalam menjalankan tugas pengawasannya

Page 1 of 1 | Total Record : 10