cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Published by Universitas Airlangga
ISSN : 19784279     EISSN : 25494082     DOI : 10.20473
Core Subject : Health, Science,
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol. 30 No. 1 (2018): APRIL" : 12 Documents clear
Studi Retrospektif: Karakteristik Kandidiasis Vulvovaginalis Bella Ayu Paramitha; Septiana Widyantari; Pudji Lestari
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 1 (2018): APRIL
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (24.943 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.1.2018.73-79

Abstract

Pendahuluan: Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) merupakan infeksi mukosa vagina dan vulva yang disebabkan oleh infeksi jamur spesies Candida. Kandidiasis vulvovaginalis hampir sering terjadi pada usia reproduktif.Diperkirakan sekitar 75% wanita mengalami kandidiasis vulvovaginalis paling tidak satu kali dalam hidupnya. Tujuan:  mengetahui gambaran umum pasien KVV di Unit Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo periode 2012-2014. Metode: Penelitian ini merupakan studi retrospektif menggunakan rekam medik pasien dengan melihat gambaran umum pasien yaitu data dasar pasien, keluhan pasien, warna duh tubuh, kemungkinan faktor predisposisi, pemeriksaan penujang, diagnosis, penatalaksanaan, kontrol, dan kekambuhan. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rentang usia terbanyak adalah usia 25-44 tahun. Didapatkan bahwa 72.9% pasien telah menikah dan kebanyakan pasien adalah wanita yang bekerja, yaitu 39% pekerjaan formal. Penelitian ini mendapatkan keluhan keputihan dan gatal merupakan keluhan tersering yang dirasakan oleh pasien, yaitu 81.45% pasien merasakan keputihan dan 55.4% pasien merasakan gatal. Antifungal yang paling banyak diberikan adalah ketokonazole (94.5%) Setelah kunjungan pertama nya, 59.7% pasien tidak melakukan kontrol. Hasil kontrol diketahui bahwa hanya 17.9% pasien yang masih harus menjalani terapi lanjutan KVV. Sebanyak 0,4% pasien diklasifikasikan menjadi KVVR. Kesimpulan: Ketepatan dalam anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis, serta pemilihan terapi dibutuhkan untuk keberhasilan terapi.
Penatalaksanaan Alopecia Areata (Treatment of Allopecia Areata) Agatha Anindhita Ayu Ardhaninggar; Rahmadewi Rahmadewi
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 1 (2018): APRIL
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (446.382 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.1.2018.34-39

Abstract

Background: Alopecia Areata (AA) is a disease characterized by loss of hair from the scalp of a sudden. The main principle of treatment of AA that inhibit or alter the immunological response by modulating the inflammatory process that occurs around hair follicles. There are several options in the treatment of AA Purpose: provide insight into a variety of existing AA management. Review: AA is a form of autoimmune disease mediated by T lymphocytes that attack hair follicles and hair loss is characterized by chronic and recurrent. Based on the latest research results, the onset and severity of AA are determined by the interaction between genetic factors and environmental factors of the originator. Currently the hypothesis of AA focuses on the collapse of immune privilege status of a hair follicle and presentation of self-antigens that cause active lymphocytes. Several factors such as genetics, autoantigen, immune cell activity, and stress factors played a role in the pathogenesis of AA. The basic principle of treatment of AA, can be divided into two, namely Immunosuppressant and immunomodulatory will manipulate the inflammatory process intrakutan. Conclusion: Several therapeutic options in the AA include the injection of corticosteroids, minoxidil, immunotherapies, photochemotherapy, calcineurin inhibitors, metrotrexate, sulfasalazzine, azatioprine, laser therapy, PRP therapy, and therapy with stem cellsKey word: allopecia areata, treatment 
PEREMAJAAN TANGAN (Hand Rejuvenation) Lodika Handayani; Nelva Karmila Jusuf
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 1 (2018): APRIL
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (483.135 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.1.2018.80-87

Abstract

ABSTRAKLatar belakang: Setelah wajah, tangan merupakan bagian yang mencolok dari tubuh manusia. Penuaan tangan ditandai dengan atrofi kutaneus dan dermal, dengan ruang intermetakarpal yang dalam, tulang dan tendon yang menonjol dan vena retikular yang menggembung. Perubahan epidermal termasuk lentigen solaris, keratosis seboroik, aktinik keratosis, skin laxity, rhytides, tactile roughness,  dan teleangiektasis. Peremajaan tangan telah menjadi kebutuhan pasien yang mendatangi praktek dermatologis, kosmetik dan bedah plastik. Tujuan: Membahas mengenai penuaan tangan dan berbagai teknik peremajaan tangan. Telaah kepustakaan: Peremajaan tangan merupakan prosedur medik yang membuat tangan tampak lebih muda tampilannya. Kulit dan jaringan subkutan merupakan target bertahap pada protokol peremajaan tangan. Berbagai teknik peremajaan tangan meliputi teknik revolumesasi dan filler (asam hialuronat, poly-l-lactic acid (PLLA), kalsium hidroksiapatit, dan transfer lemak), pengobatan terhadap vena (skleroterapi dan endovenous laser ablation) dan peremajaan epidermis dan dermis (peeling kimiawi, terapi laser, sinar dan energi). Simpulan: Banyak pilihan yang tersedia untuk peremajaan dan restorasi penuaan tangan, hal ini tergantung pada keluhan dan tanda klinis yang dijumpai pada pasien.Kata kunci: penuaan, penuaan tangan, teknik peremajaan tangan. 
Penelitian Retrospektif: Gambaran Pasien Baru Kusta Icha Aisyah; Indropo Agusni
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 1 (2018): APRIL
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (65.709 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.1.2018.40-47

Abstract

Latar belakang: Kusta adalah penyakit menular, menahun, yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Penyakit kusta menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat. Endemis di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara, Amerika dan Afrika. Tujuan: Mengevaluasi gambaran pasien baru kusta Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode tahun 2011-2015. Metode: Penelitian retrospektif dengan meneliti catatan medik pasien kusta di Divisi Kusta URJ Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama Januari 2011 sampai Desember 2015. Hasil: Jumlah pasien kusta adalah 713 pasien. Kelompok umur terbanyak adalah 15-34 tahun (45,1%), jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki (67,7%). Pasien sebagian besar berasal dari wilayah Surabaya (60,3%). Pasien dengan reaksi kusta tipe 1 (15,6%) dan reaksi kusta tipe 2 (23,8%). Penemuan pasien baru kusta terbanyak dari rujukan (56,6%) dan alasan rujukan untuk pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) (59,2%). Sebanyak 671 pasien (94,1 %) tidak ada riwayat kontak dengan pasien kusta Pasien dengan reaksi kusta tipe 1 terbanyak pada tipe Mid Borderline (BB) (71,2%). Pasien dengan reaksi kusta tipe 2 terbanyak pada tipe Lepromatous Leprosy (LL) (68,2%). Kesimpulan: Gambaran pasien baru kusta dapat membantu dalam meningkatkan penatalaksanaan pasien kusta di masa yang akan datang. 
Efficacy of 20% urea cream on uremic pruritus with uremic xerosis in chronic renal failure patients undergoing hemodialysis Yulia Farida Yahya; Nina Roiana; Rosi Andarina; Suprapti Suprapti; Irsan Saleh
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 1 (2018): APRIL
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (462.749 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.1.2018.1-9

Abstract

Background: Uremic pruritus (UP) is the most common symptoms in patients with chronic renal failure (CRF) undergoing hemodialysis (HD). It is a chronic itch sensation of the skin, with the most frequent clinical manifestation being xerosis, which is difficult to treat. There is a significant relationship between UP and moderate to severe uremic xerosis (UX) in CRF patients undergoing HD. This condition could affect the quality of life and increase the risk of morbidity and mortality. The causes of UP with xerosis are still unclear, however it is evident that there is a disruption of skin barrier function. A 20% urea with the base materials cream consisting sodium pidolat sodium lactate (NaPCA) and vegetable oils that act as a natural moisturizing factor (NMF) can improve the skin barrier function by increasing skin hydration, reducing transepidermal water loss (TEWL) will result in the improvement of  UP with UX.  
TINEA KAPITIS PADA REMAJA Nurina Dhani Rahmayanti; Sawitri Sawitri
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 1 (2018): APRIL
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (475.602 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.1.2018.88-94

Abstract

Latar Belakang: Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala, alis dan bulu mata yang cenderung menyerang rambut dan folikel, umumnya pada anak. Pada remaja dapat diberikan terapi sesuai terapi standar tinea kapitis. Kasus: Remaja wanita, 16 tahun, berat badan 33kg dengan amenore primer, datang ke Poli Kulit dan Kelamin RS Dr. Soetomo Surabaya karena kebotakan di kepalanya sejak 3 minggu sebelumnya. Awalnya berupa bercak kemerahan, gatal, tertutup sisik tipis. Rambut berubah menjadi abu-abu, kusam, mudah rontok sehingga menyebabkan kebotakan. Pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas normal. Pemeriksaan dermatologis menunjukkan adanya alopesia diameter 10 cm x 10 cm dengan plak eritematosa ringan tertutup skuama tipis di daerah parieto-occipitalis. Rambut keabu-abuan, kusam, mudah dicabut. Pemeriksaan wood lamp menunjukkan fluoresensi hijau terang. Pemeriksaan KOH menunjukkan adanya spora ektotrik. Hasil kultur Sabouraud Dextrose Agar (SDA) positif dan diidentifikasi sebagai Microsporum audouinii. Penderita didiagnosis dengan tinea kapitis tipe greypatch, diberikan griseofulvin 125mg tablet mikron 2x3 per hari dan sampo ketoconazole 2% sehari sekali. Pada follow-up minggu ke-6, lesi membaik, gatal berkurang, pemeriksaan wood lamp dan KOH memberikan hasil negatif. Diskusi: Pada pasien ini, terdapat amenore primer, dimana kadar hormon progesteron rendah menyebabkan berkurangnya produksi sebum sehingga komponen free fatty acid yang berfungsi fungistatik dan fungisidal juga rendah dan meningkatkan resiko tinea kapitis. Griseofulvin merupakan terapi pilihan untuk kasus tinea kapitis yang disebabkan oleh spesies Microsporum audouinii
Pengaruh Pemberian Topikal Campuran Produk Metabolit Amniotic Membrane Stem Cell (AMSC) pada Penyembuhan Ulkus Plantar Kronis Morbus Hansen Asmahani Thohiroh; Cita Rosita SP; Sawitri Sawitri
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 1 (2018): APRIL
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (49.006 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.1.2018.48-57

Abstract

Latar Belakang: Ulkus plantar kronis pada Morbus Hansen (MH) masih menjadi permasalahan dalam hal medis maupun sosial pasien. Produk metabolit amniotic membrane stem cell (AMSC) mengandung growth factor dan sitokin yang dibutuhkan pada penyembuhan ulkus kronis. Vitamin C sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan sintesa kolagen bermanfaat pada penyembuhan luka. Campuran keduanya diharapkan dapat membantu penyembuhan ulkus kronis MH. Tujuan: Untuk membuktikan pengaruh pemberian topikal campuran produk metabolit AMSC dengan vitamin C pada prosentase penyembuhan ulkus plantar kronis Morbus Hansen yang lebih cepat dibandingkan perawatan standar dengan framycetin gauze dressing (FGD). Metode: Penelitian merupakan penelitian eksperimental analitik dengan menggunakan metode uji klinis terkontrol, pemilihan pasangan serasi, dan desain paralel yang membandingkan terapi topikal gel campuran produk metabolit AMSC dengan vitamin C (PM-AMSC-VC) (perlakuan) dan FGD (kontrol) pada pasien ulkus plantar kronis MH. Hasil: Rerata prosentase penyembuhan ulkus setiap minggu dan diakhir studi didapatkan rerata prosentase yang lebih besar pada kelompok perlakuan yang mendapatkan gel campuran produk metabolit AMSC dengan vitamin C dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mendapatkan FGD. Didapatkan perbedaan bermakna sebelum dan sesudah pengobatan pada selisih luas dan dalam ulkus antara kelompok campuran produk metabolit AMSC dengan vitamin C dan FGD, yaitu pada selisih luas ulkus didapatkan hasil p=0,012 dan selisih dalam ulkus p=0,015. Simpulan: Pemberian topikal campuran produk metabolit AMSC dengan vitamin C memberikan hasil yang baik pada penyembuhan ulkus plantar kronis MH.
Kadar Hormon 17α-Hydroxyprogesterone (17-Ohp) Serum pada Pasien Pria dengan Akne Vulgaris Sedang-Berat dan Tanpa Akne Vulgaris Ellenita Soebakti; M. Yulianto Listiawan; Evy Ervianti
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 1 (2018): APRIL
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (603.631 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.1.2018.10-17

Abstract

Latar Belakang: Akne vulgaris (AV) adalah penyakit kulit kronis pada unit pilosebaceous. Kelebihan androgen dapat menimbulkan akne dengan cara menginduksi kelenjar sebum. AV pada pria mungkin satu-satunya tanda adanya kelebihan androgen. Tujuan: Mengevaluasi kadar 17-OHP serum pada pasien pria AV sedang-berat dan pria tanpa AV di URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Metode: Sebuah studi kasus kontrol observasional analitik termasuk 15 kasus AV dan 15 kontrol dari klinik Kulit dan Kelamin rawat jalan rumah sakit Dr.Soetomo, berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil: Rerata 17-OHP pada kelompok AV adalah 1.58 ±0,25 ng/mL dan pada kelompok kontrol adalah 0,98 ±0,15 ng/mL. Dengan nilai P adalah P = 0,0001 (P <0,05) Kesimpulan: Kadar serum 17-OHP pada kelompok AV signifikan lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyingkirkan faktor perancu untuk mengetahui lebih peran hormonal dalam patogenesis AV.
Perbedaan Kadar Malondialdehid (MDA) pada Pasien Dermatitis Atopik dan Non Dermatitis Atopik Lia Kinasih Ayuningati; Dwi Murtiastutik; Marsoedi Hoetomo
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 1 (2018): APRIL
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (578.411 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.1.2018.58-65

Abstract

Latar Belakang : Malondialdehid (MDA) adalah senyawa dialdehida yang merupakan produk akhir peroksidasi lipid dalam tubuh, konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam membran sel. Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit radang kulit yang bersifat kronis dan residif, dengan gejala gatal dapat terjadi pada bayi, anak, dewasa dan biasanya terdapat riwayat asma maupun rhinitis alergi pada diri sendiri atau pada anggota keluarga. Sejumlah penelitian terdahulu menunjukkan MDA telah membantu menjelaskan peranan stres oksidatif pada sejumlah penyakit termasuk pada DA yang berperan dalam proses terjadinya inflamasi. Tujuan:  Mengevaluasi status stres oksidatif pada pasien DA di Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Metode: Penelitian analitik observasional dengan 50 sampel yang terbagi menjadi dua kelompok dengan jumlah 25 untuk pasien DA dan 25 non DA yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Hasil: Rerata kadar MDA kelompok DA diperoleh nilai 129,14 + 57,31 ng/mL sedangkan pada kelompok non DA diperoleh nilai MDA 73,91 + 32,89 ng/mL. Dari hasil yang ada diketahui bahwa kadar MDA plasma pada pasien DA lebih tinggi bila dibandingkan dengan non DA dan perbedaan ini bermakna signifikan. Simpulan: Kadar MDA pada pasien DA lebih tinggi dibanding non DA. Diperlukan penelitian lebih lanjut menggunakan desain time series untuk mengetahui lebih jauh peran MDA dalam patogenesis DA dan perlu dilakukan penelitian lanjutan yang menunjukkan korelasi peningkatan kadar MDA degan derajat keparahan DA.
Kelainan Sistemik dan Laboratorik pada Pasien Kusta dengan Reaksi Tipe 2/ ENL di Divisi Kusta Unit Rawat Jalan dan Instalasi Rawat Inap SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode 2011-2013 Febrina Dewi Pratiwi; Indropo Agusni
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 1 (2018): APRIL
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (420.957 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.1.2018.18-25

Abstract

Latar Belakang: Erythema Nodosum Leprosum (ENL) pada pasien kusta perlu mendapat perhatian khusus oleh karena seringkali membuat pasien meragukan keberhasilan terapi kusta. Tujuan: Mengevaluasi gambaran umum kelainan sistemik dan laboratorik pada pasien kusta dengan reaksi tipe 2/ENL. Metode: Penelitian retrospektif terhadap pasien kusta dengan reakti tipe2/ENL di Divisi Kusta Unit Rawat Jalan (URJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA) Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2011-2013. Hasil: Dalam kurun waktu 2011-2013 didapatkan jumlah kunjungan pasien baru sebanyak 434 pasien, 106 diantaranya mengalami ENL. Sebagian besar pasien kusta dengan ENL berjenis kelamin laki-laki (69,8%), usia terbanyak antara 30-44 tahun (51,9%), 65% berasal dari kota Surabaya. LL (Lepromatous Leprosy) adalah tipe kusta terbanyak (62,3%). Keluhan sistemik tersering adalah demam (84,9%), mialgia dialami 57,5% pasien, mual muntah terjadi pada 47,2% pasien. Sebagian besar mengalami anemia (49,0% pasien laki-laki dan 16,9% pasien perempuan), 50,9% mengalami leukositosis, 42,5% dengan trombositosis, 53,8% dengan hipoalbuminemia. Simpulan: Sebagian besar pasien kusta dengan reaksi tipe2/ENL mengalami kelainan sistemik dan laboratorik.

Page 1 of 2 | Total Record : 12