cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Dinamika Penelitian Industri
ISSN : 20888996     EISSN : 24774456     DOI : -
Core Subject : Engineering,
Menyajikan karya tulis ilmiah yang berkualitas yang telah terseleksi dan direview untuk penelitian dan perekayasaan bidang teknologi industri karet, tekstil, pangan, lingkungan dan kimia lingkungan.
Arjuna Subject : -
Articles 387 Documents
Penggunaan karet alam untuk pembuatan rubber cots mesin ring spinning ., Luftinor
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 26, No 1 (2015): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.245 KB)

Abstract

The purpose of the research was to get the correct rubber compound formula in the making of Rubber cots for Ring spinning machine. The research was conducted by varying the combination of natural rubber (RSS) and synthetic rubber (NBR) in three level with 100 phr, 75 phr, and 50 phr as well as 70 phr, 60 phr, and 50 phr of Zeosil filler. From the conducted research was obtained nine kinds of rubber compound. All the nine kinds of rubber compound then vulcanized to obtain Rubber cots products, after that physical tests such as hardness test, tensile strength test, tensile stress test, elongation at break test, tear resistance test, abrasion resistance test, density test, compression set test, ozone resistance test and yarn unevenness test. Almost all the results of the physical tests to the Rubber cots compound meet the quality standard, except for the result of hardness test and the tensile test. Optimal condition where the quality standards would be met for the physical test and yarn unevenness test is at the use of RSS 100 phr with 70 phr Zeosil of compound rubber raw material. From that condition was obtained 89 Shore A of hardness, tensile strength of 138 kg/cm2; tensile stress of 130 kg/cm3; elongation at break of 400%, tear resistance of 133 kg/cm3, abrasion resistance of DIN 268 mm3, density of 1.17; permanent compression of 75%; ozone resistance unbroken; and yarn unevenness value is at 13.5U%.Keywords : yarn, spinning, rubber cots, zeosilAbstrakTujuan penelitian adalah untuk mendapatkan formula kompon karet yang tepat dalam pembuatan Rubber cots mesin Ring spinning, telah dilakukan penelitian dengan memvariasikan jumlah karet alam RSS dan karet sintetis (NBR) dalam 3 tingkatan perlakuan masing-masing 100 phr, 75 phr, dan 50 phr serta bahan pengisi Zeosil 70 phr, 60 phr dan 50 phr, diperoleh 9 macam kompon karet. Kesembilan macam kompon karet tersebut divulkanisasi untuk mendapatkan produk Rubber cots, selanjutnya dilakukan uji fisika berupa kekerasan, tegangan putus, tegangan tarik, perpanjangan putus, ketahanan sobek, ketahanan kikis, berat jenis, pampatan tetap, ketahanan ozon dan ketidakrataan benang. Hasil uji sifat fisika karet kompon Rubber cots secara keseluruhan hampir memenuhi standard mutu, kecuali hasil uji kekerasan dan tegangan tarik. Kondisi optimal dimana hasil uji sifat fisika Rubber cots dan uji ketidakrataan benang mendekati standard mutu diperoleh pada kompon Rubber cots I menggunakan bahan baku karet RSS 100 phr dan bahan pengisi Zeosil 70 phr, diperoleh nilai kekerasan 89 shore A, tegangan putus 138 kg/cm2; tegangan tarik 130 kg/cm2; perpanjangan putus 400%; ketahanan sobek 133 kg/cm2; ketahanan kikis 268 DIN mm3; berat jenis 1,17; pampatan tetap 75%; dan ketahanan ozon tidak retak, kemudian diperoleh ketidakrataan benang dengan nilai 13,5U%.Kata kunci : benang, pemintalan, rubber cots, zeosil
Bioremediasi limbah cair tapioka oleh bakteri teramobilisasi pada microbial fuel cell Oktarina, Eva
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 25, No 2 (2014): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (655.962 KB)

Abstract

Bioremediation technique have been applied by industrial, as itself or combined with methane installation. This research aim is to explore the ability of immobilized bacteria for liquid cassava waste bioremediation on MFC. Single chamber non membrane MFC installed on laboratories scale. Variation that used in this research are MFC-immobilized Serratia (MFC 1), MFC-immobilized Pseudomonas (MFC 2), and MFC-immobilized Enterobacter (MFC 3). Waste water parameter that will be observed are pH, cyanide (CN), COD, TSS, NH3. and conductivity. Result showed that cyanide removal is 50 - 98,49%; COD removal is 23,58 - 31,28%; and NH3 removal is 40,55 - 98,01%. Voltage (mV) outputs from the MFCs are 698, 684 and 665. Immobilized Serratia, Pseudomonas and Enterobacter can be used as tapioca liquid waste water bioremediation on Microbial Fuel Cell (MFC). Keywords: Bioremediation, cassava waste water, Enterobacter, Pseudomonas, Serratia AbstrakTeknik bioremediasi telah banyak diaplikasikan oleh dunia industri, baik secara bioremediasi itu sendiri maupun dikombinasikan dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) lainnya seperti instalasi metan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri teramobilisasi dalam aplikasi bioremediasi limbah cair tapioka pada Microbial Fuel Cell (MFC). Penelitian dilakukan dengan menggunakan MFC singgle chamber yang terbuat dalam skala laboratorium. Variasi MFC yang dilakukan yaitu MFC dengan Serratia teramobilisasi (MFC 1), MFC dengan Pseudomonas teramobilisasi (MFC 2), dan MFC dengan Enterobacter teramobilisasi (MFC 3). Parameter limbah cair yang diukur adalah pH, CN, COD, PTT, NH3. dan DHL. Parameter MFC yang diukur adalah voltase dan daya. Hasil bioremediasi dari ketiga MFC adalah sianida removal yaitu 50 - 98,49%; COD removal yaitu 23,58 - 31,28%; serta NH3 removal yaitu 40,55 - 98,01%. Voltase (mV) yang dihasilkan dari MFC-1, MFC-2 dan MFC-3 adalah 698, 684 dan 665. Serratia, Pseudomonas serta Enterobacter teramobilisasi dapat diaplikasikan pada bioremediasi limbah cair tapioka pada Microbial Fuel Cell (MFC). Kata kunci: Bioremediasi, Enterobacter, Limbah cair tapioka, Pseudomonas, Serratia
Karakterisasi dan uji efektivitas arang bambu sebagai filter asap rokok Hendra Wijaya, Lukman Junaidi,
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 24, No 2 (2013): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3003.409 KB)

Abstract

The objective of this research was to investigate the bamboo charcoal characteristics and its effectiveness as a cigarette smoke filter. The research stages consist of pyrolisis, characterization and effectiveness test of bamboo charcoal as cigarette smoke filter. The treatments were type of bamboo charcoal namely Andong and Betung and particle size (40, 60 and 80 mesh). Characterization was based on benzene, chloroform and iodium adsorption, while effectiveness as cigarette smoke filter was based on tar and nicotine adsorption. The results showed bamboo charcoal Andong gave a higher iodium and nicotine adsorption compare to bamboo charcoal Betung. Iodium adsorption of bamboo charcoal Andong and Betung which 60 mesh size were 18.72% and 12.57% respectively. While cigarette filter added with bamboo charcoal Andong and Betung could increase nicotine adsorption up to 45% and 19% respectively. Particle size of Bamboo charcoal Andong and Betung had the similar effect on the tar and nicotine adsorption. The lower the particle size the higher the effectiveness.Keywords: bamboo charcoal, iodium adsorption, nicotine adsorption, tar adsorption. AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk meneliti karakteristik arang bambu dan efektivitasnya sebagai penyaring asap rokok. Tahap penelitian meliputi pirolisis, karakterisasi dan pengujian efektivitas arang bambu sebagai filter asap rokok. Perlakuan yang diterapkan adalah jenis arang bambu Andong dan Betung serta ukuran partikel arang bambu 40, 60, dan 80 mesh. Karakterisasi arang bambu didasarkan pada uji daya serap benzene, khloroform dan yodium, sedangkan kemampuan penyerapan asap rokok didasarkan pada uji penyerapan tar dan nikotin. Hasil penelitian menunjukkan arang bambu Andong memiliki daya serap yodium dan nikotin yang lebih baik dibanding arang bambu Betung. Arang bambu Andong dan betung 60 mesh memiliki daya serap yodium masing-masing sebesar18,72% dan 12,57%. Sementara filter rokok yang ditambah arang bambu Andong dan Betung dapat meningkatkan penyerapan nikotin masing-masing sebesar 45% dan 19%. Sedangkan untuk penyerapan benzene, khloroform, dan tar jenis arang bambu Andong dan Betung tidak memberikan pengaruh yang berbeda. Ukuran partikel arang bambu Andong dan Betung memberikan pengaruh yang sama terhadap daya serap tar dan nikotin. Semakin kecil ukuran partikel semakin efektif penyerapan tar dan nikotin.Kata kunci: arang bambu, daya serap benzene, daya serap yodium, nikotin,tar
Pembuatan kompon karet dengan bahan pengisi arang cangkang sawit ., Nuyah; ., Rahmaniar
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 24, No 2 (2013): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3116.749 KB)

Abstract

The objective of this research is to get the best formula in produced rubber compound and known the appropriate composition of palm shell charcoal by sol gel process. The design used was complete randomize design, consist of 2 factors : 3 (three) variations of treatment in palm shell charcoal particle size (ACS) and 2 (two) variations of treatment for the filler (ACS), with 2 (two) times repetition. The first factor of palm shell charcoal by sol gel process is a follows : A = range 40-60 nm particle size, B = range 80-100 nm particle size, C = 200 mesh particle size. The second factor is filler variations (ACS), namely C1 : ACS 20 phr, C2 : ACS 40 phr. Parameter tested cooking time Tc10, Tc90, modulus, density, flex resistance and compression set . The result showed that the best treatment is a combination of formula number 4 ACS nano particle size ranges 80-100 nm and 40 phr filler ACS which characteristic of the rubber compound cooking time Tc10 7 : 05 minutes , Tc90 17 : 40 min , modulus : 17 % , density : 1 g/ml, flex resistance : no cracks and compresion set 22%.Key word : Palm shell charcoal, rubber compound, sol gel AbstrakTujuan penelitian untuk mendapatkan formulasi yang tepat dalam pembuatan kompon karet dan mengetahui perbandingan komposisi dengan menggunakan arang cangkang sawit dengan metode sol gel. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) 3 (tiga) variasi ukuran partikel arang cangkang sawit, 2 (dua) variasi bahan pengisi Arang Cangkang Sawit (ACS) dan 2 (dua) kali ulangan. Perlakuan ukuran partikel Arang Cangkang Sawit (ACS) dengan metode sol gel, masing-masing berkisar A= 40-60 nm, B = 80-100 nm, C= 200 mesh. Variasi arang cangkang sawit (ACS) 20 phr dan 40 phr. Parameter yang diuji waktu pemasakan kompon, modulus, density, ketahanan retak lentur dan pampatan tetap. Hasil uji yang baik terdapat pada formula 4 yaitu perlakuan ukuran partikel nano ACS berkisar 80-100 nm dan bahan pengisi ACS 40 phr, dengan karakteristik kompon karet meliputi, waktu pemasakan Tc10 7 : 05 menit, Tc90 17 : 40 menit, tegangan tarik 17 %, masa jenis 1 g/ml, ketahan retak lentur diamati secara visual tidak ada keretakan dan pampatan tetap 22%.Kata kunci : arang cangkang sawit, sol gel, kompon karet.
Perbandingan penggunaan beberapa jenis zat warna dalam proses pewarnaan serat nanas ., Luftinor
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 22, No 1 (2011): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2735.567 KB)

Abstract

The research in pineapple fibre coloring has been done by comparing 3 coloring agents which consisted of reactive, napthol and vessel coloring agents. The research objective was to determine the proper coloring agents used in pineapple fibre coloring. It was started by fibre decortification/separation process, degumming process using 5 g/l, 10 g/l, 15 g/, 20 g/l, and 25 g/l of caustic soda solution followed by coloring process by using reactive, napthol and vessel coloring agents at 4%, 6%, and 8% concentration. The tests for previously colored pineapple fibre were consisted of color level, color fastness towashing and color fastness to ironing. The results showed that increase in caustic soda concentration at degumming process can increase color level and color fastness, whereas increase in concentration of coloring agent solution can increase the color level. The optimum condition was found in degumming process by using caustic soda concentration of 15 g/l, reactive coloring agent concentration of 6% having color level (K/S value) of 22,69, color fastness to washing of 4–5 (good), and color fastness to ironing of 4–5 (good) for dry ironing as well as 4 (good) for wet ironing.Keywords: Pineapple fibre, decortification, coloring agent, reactive AbstrakPenelitian pewarnaan serat nanas telah dilakukan dengan membandingkan penggunaan 3 jenis zat warna, yaitu zat warna reaktif, zat warna naphtol dan zat warna bejana, tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan zat warna yang tepat dapat digunakan dalam proses pewarnaan serat nanas. Percobaan dimulai dari proses dekortikasi/pemisahan serat, proses degumming menggunakan larutan soda kaustik 5 g/l, 10 g/l, 15 g/l, 20 g/l dan 25 g/l, dilanjutkan dengan proses pewarnaan masing-masing dengan menggunakan zat warna reaktif, zat warna naphtol dan zat warna bejana, dengan konsentrasi larutan zat warna masing-masing 2%, 4%, 6% dan 8%. Pengujian dilakukan terhadap serat nanasyang sudah diwarnai meliputi ketuaan warna, ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan ketahanan luntur warna terhadap gosokan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatkan konsentrasi soda kaustik dalam proses degumming dapat meningkatkan ketuaan warna dan ketahanan luntur warna, sedangkan meningkatkan konsentrasi larutan zat warna dalam proses pewarnaan dapat meningkatkan ketuaan warna. Kondisi optimal dalam proses pewarnaan serat nanas diperoleh pada proses degumming dengan konsentrasi soda kaustik 15 g/l, menggunakan zat warna reaktif dengan konsentrasi zat warna 6%, menghasilkan ketuaan warna (nilai K/S) 22,69,ketahanan luntur warna terhadap pencucian 4–5 (baik) dan ketahanan luntur warna terhadap gosokan 4–5 (baik) untuk gosokan kering dan 4 (baik) untuk gosokan basah.Kata Kunci: Serat nanas, dekortikasi, zat warna, reaktif
Karakteristik briket dari tongkol jagung dengan perekat tetes tebu dan kanji ., Nasruddin; Affandy, Risman
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 22, No 2 (2011): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3140.208 KB)

Abstract

The research objective is to study the briquette characteristics produced from pressing process with sugarcane molasses and tapioca flour adhesives. Materials used in this study were 20 mesh corn stem, sugarcane molasses adhesive and tapioca flour adhesives. The treatments were consisted of briquettes without adhesive, briquettes with 4% and 7% sugarcane molasses adhesive as well as briquettes with 4% and 7% tapioca flour adhesive respectively using 20 gram of corn stem. The pressing for corn stem into briquettes was conducted by using pressure of 1, 2, 3, 6 and 10 tonf. The tested parameters for briquettes were water content by using gravimetric method, specific gravity by using gravimetry method and calory value by using bomb calorimeter. The results showed that treatment of 20 gram corn stem with 7% tapioca flour adhesive at 10 tonf pressure had water content of 6.245%, specific gravity of 1.31 g/cm3 and calory value of 4.791 calory/g, respectively.Keywords : Corn stem, sugarcane molasses adhesive, tapioca flour adhesive, briquette AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik briket yang dihasilkan dari proses pengempaan dengan perekat tetes tebu dan perekat kanji. Bahan yang digunakan terdiri dari tongkol jagung ukuran 20 mesh, perekat tetes tebu dan perekat kanji. Briket yang dihasilkan merupakan variasi perlakuan tanpa bahan perekat, dengan perekat tetes tebu 4% dan 7% dari 20 gram berat tongkol jagung, dan dengan bahan perekat kanji 4% dan 7% dari 20 gram berat tongkol jagung. Proses pengempaan tongkol jagung menjadi briket dilakukan pada gaya tekan pengepresan dengan variasi gaya tekan 1, 2, 3, 6, dan 10 tonf. Pengujian briket meliputi kadar air dengan metode oven, berat jenis dengan metode gravimetri dan nilai kalor dengan bomb kalorimeter. Hasil uji menunjukkan untuk perlakuan 20 gram tongkol jagung menggunakan perekat kanji 7% pada gaya tekan pengempaan 10 tonf mengandung kadar air 6,245%, berat jenis 1,31 g/cm3 dan nilai kalor 4.791 kal/g.Kata Kunci : Tongkol jagung, tetes tebu, kanji, briket
Penggunaan bentonit sebagai pengental dalam proses pewarnaan kain tenun palembang ., Luftinor
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 22, No 2 (2011): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1820.548 KB)

Abstract

This study aims to determine the extent of bentonite can be used as athickener in the process of dyeing cloth dab Tajung Palembang and research has been carried out starting with the manufacture of materials bentonite thickener, making pastadab by varying the concentration of bentonite 100, 200, 300 and 400 g / 1 kg of pasta dab.Each pasta stored for 0 days, 2 hours and 4 days, yarn material that has been compiled inorder to design stained by using a paste pencoletan dab dye that has been prepared in accordance with the desired pattern, then aerated, then washed and dried woven. Woven fabric obtained by testing the aging of color, the color fastness to washing and rubbing, the sharpness of the motive, the stiffness of cloth and dab the stability of the paste. Results showed that increasing the concentration of bentonite in the pasta dab will improve the sharpness Tajung fabric pattern, did not reduce either thecolor fastness to washing andpolishing cloth and does not add stiffness. Optimalconditions in the process of dyeingcloth dab Tajung Palembang bentonite obtained at a concentration of 200 g / 1 kg of pastapasta dab dab and long storage 0 days, producing a color decay K / S 16.21, colorfastness to washing and rubbing each 4 - 5, 4 and 3-4 and the sharpness of motif 3.0.Keywords : bentonite, paste, dab AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana bentonit dapat digunakan sebagai pengental dalam proses pewarnaan colet kain Tajung Palembang dan penelitian sudah dilakukan dimulai dengan pembuatan pengental dari bahan bentonit, pembuatan pasta colet dengan memvariasikan konsentrasi bentonit 100, 200, 300 dan 400 g/1 kg pasta colet. Masing-masing pasta disimpan selama 0 hari, 2 hari dan 4 hari, bahan benang yang telah disusun dalam rangka disain diwarnai dengan cara pencoletan menggunakan pasta zat warna colet yang telah disiapkan sesuai dengan motif yang diinginkan, selanjutnya diangin-anginkan, dicuci dan dikeringkan kemudian ditenun. Kain tenun yang diperoleh dilakukan pengujian berupa ketuaan warna, ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan gosokan, ketajaman motif, kekakuan kain dan kestabilan pasta colet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi bentonit dalam pasta colet akan meningkatkan ketajaman motif kain Tajung, tidak mengurangi ketahanan luntur warna baik terhadap pencucian maupun gosokan dan tidak menambah kekakuan kain. Kondisi optimal dalam proses pewarnaan colet kain Tajung Palembang diperoleh pada konsentrasi bentonit 200 g/1 kg pasta colet dan lama penyimpanan pasta colet 0 hari, menghasilkan ketuaan warna K/S 16,21, ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan gosokan masing-masing 4-5, 4 dan 3-4 serta ketajaman motif 3,0.Kata kunci : bentonit, pasta, colet
Pembuatan biodiesel biji kepuh (Sterculia Foetida L.) dengan proses alkoholisis dengan katalisator buangan proses perengkahan minyak bumi pertamina unit II Palembang Roni, Kiagus Ahmad
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 23, No 1 (2012): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3656.004 KB)

Abstract

Kepuh (Sterculia foetida L.) seed oil is not utilized yet. Therefore, it should beprocessed to produce valuable product. One of the possible methods is alcoholysis with wasted solid catalyst obtained from Pertamina Unit II located in Palembang, as catalyst. With this process some benefits might be obtained from these wastes. The alkoholysis of kepuh seed oil with etanol and reactivated used solid catalyst at higher pressure was accomplished in an autoclave provided with manometer, thermometer, sampling device, heater, and mixer. The experiment was started by filling the autoclave with kepuh seed oil, alcohol, and the catalyst, then the heater and the mixer were switched on. Samples were taken out at 10 minutes intervals, and after being separated, the bottom layer was analyzed in order to determine its glycerol content using acetin method. By raising the temperature, catalyst concentration, rate of mixing, and ethanol-oil ratio, the glyceride conversion increased. From the value of k" , Reynolds index, the change of k" value with 10°C increase of temperature, and the value of the activation energy, it seemed that chemical reaction controlled the process. The alcoholysis of kepuh seed oil followed pseudo first order reaction with respect to the glyceride concentration. The equation of the reaction rate constant, k" , can be presented as : k" = 1659.21.52 e-4668.74/T {7.4976(10-3) + 4.6455(10-3)H} N 0.0529 P 0.1824 , with an experunental error ± 13.66 % for k" , and a deviation of x of ± 8.89 %. The relative favorable process conditions, were 60 minutes of reaction time, temperature of 110°C, catalyst concentration of 2 %, mixing velocity of 310 rpm, and alcohol-oil ratio of 6 mgek/mgek. Under this a condition the conversion was 70.91Keywords : Biodiesel, Kepuh, alkoholysis, wasted catalyst AbstrakMinyak biji kepuh (Sterculia foetida L.) belum banyak dimamfaatkan. Oleh karena itu, minyak biji kepuh ini perlu diolah, antara lain dengan proses alkoholisis, memakai katalisator buangan perengkahan minyak bumi Pertamina Unit II Palembang, yang juga merupakan limbah, agar dapat dimamfaatkan. Alkoholisis minyak biji kepuh pada tekanan lebih dari satu atmosfer dengan katalisator buangan perengkahan minyak bumi Pertamina Unit II Palembang, dijalankan dalam reaktor yang berupa autoklaf, yang dilengkapi dengan manometer, termometer, kran pengambil cuplikan, pemanas, dan pengaduk. Mula-mula autoklaf diisi minyak biji kepuh, alkohol, dan katalisator denganjumlah tertentu, lalu pemanas dan pengaduk dihidupkan dan diatur. Cuplikan diambil pada setiap selang waktu 10 menit dan selanjutnya lapisan bawah dianalisis kadar gliserolnya dengan cara asetin. Pada kisaran tertentu, peningkatan suhu, persentase katalisator, kecepatan putaran pengaduk, dan perbandingan etanol-minyak, mengakibatkan konversi gliserid bertambah. Berdasarkan nilai k", indeks Reynolds, perubahan nilai k" untuk setiap kenaikan suhu 10 °C, dan nilai tenaga pengaktif, ternyata reaksi kimialah yang mengendalikan kecepatan reaksi keseluruhan. Alkoholisis minyak biji kepuh mengikuti reaksi orde satu semu terhadap gliserid. Tetapan kecepatan reaksi k" mempunyai persamaan k" = 1659,2152 e -4668,74/ T (7,4976.10-3 + 4,6455.10-3H) N 0,0529 P 0, 1824 dengan ralat rata-rata hasil percobaan terhadap persamaan sebesar ± 13,66 % untuk k", dan penyimpangan x ± 8,89 %. Keadaan proses yang relatif baik, dijumpai pada waktu 60 menit, suhu 110 °C, persentase katalisator 2 %, kecepatan pengadukan 310 ppm, dan perbandingan alkohol-minyak 6 mgek/mgek. Pada keadaan itu konversi mencapai 0.7091 bagian.Kata Kunci : Biodiesel, kepuh, alkoholisis, katalis buangan
Kajian kandungan dan karakteristiknya pati resisten dari berbagai varietas pisang Musita, Nanti
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 23, No 1 (2012): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2762.445 KB)

Abstract

Production of banana in the Indonesia at this time reach 50 % from totally production in Asia and also having various banana type. Banana represent the source of very potential dietary fibre to keep in good health and resistant starch is included in group of dietary fibre. This research is used to 11 banana types, they are banana of ambon, batu, janten, kapas, kepok manado, kepok kuning, muli, nangka, raja bulu, raja sereh, and tanduk. Result of research indicate that (1) Starch rendemen and resistant starch banana of ambon (8,58%; 29,37%), batu (0,87%; 39,35%), janten (3,95%; 26,17%), kapas (5,08%; 26,55%), kepok kuning (22,01 %; 27,70%), kepok manado (12,24%; 27,21%), muli(6,62%; 26,42%), nangka (3,12%; 26,28%), raja bulu (24,12%; 30,66%), raja sereh (2,32%; 25,63%), and tanduk (2,07%; 29,60%), (2) Water absorpsion and swelling power banana of ambon (1,44 ml/g;2,53 g/g), batu (0,80 ml/g; 1,76 g/g), kepok kuning (1,49 ml/g; 2,58 g/g), raja bulu (0,89 ml/g; 2,11 g/g), and tanduk (1,32 ml/g; 2,23 g/g, and represent the resistant starch type 2 (RS Type II), (3) Banana of raja bulu has content and characteristic resistant starch better than banana of kepok kuning, ambon, tanduk, and batu.Keywords : content and characteristic, resistant starch, banana AbstrakProduksi pisang Indonesia saat ini mencapai 50 % dari total produksi Asia, dan juga mempunyai berbagai jenis pisang. Pisang adalah sumber serat pangan yang sangat potensial menjaga kesehatan, dan pati resisten termasuk kelompok serat pangan. Penelitian ini menggunakan 11 jenis pisang yaitu pisang ambon, batu, janten, kapas, kepok kuning, kepok menado, muli, nangka, raja bulu, raja sereh, dan tanduk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Rendemen pati dan kadar pati resisten pisang ambon (8,58%; 29,37%), batu (0,87%; 39,35%), janten (3,95%; 26,17%), kapas (5,08%; 26,55%), kepok kuning (22,01%; 27,70%), kepok manado (12,24%; 27,21%), muli (6,62%; 26,42%), nangka (3,12%; 26,28%), raja bulu (24,12%; 30,66%), raja sereh (2,32%; 25,63%), dan tanduk (2,07%; 29,60%), (2) Daya serap air dan daya kembang pisang ambon (1,44 ml/g; 2,53 g/g), batu (0,80 ml/g; 1,76 g/g), kepok kuning (1,49 ml/g; 2,58 g/g), raja bulu (0,89 ml/g; 2,11 g/g), dan tanduk (1,32 ml/g; 2,23 g/g), dan termasuk pati resisten tipe 2 (RS type II), (3) Pisang raja bulu mempunyai kandungan dan karakteristik pati resisten yang lebih baik dibandingkan pisang kepok kuning, ambon, tanduk, dan batu.Kata kunci : kajian dan karakteristik, pati resisten, pisang
Penentuan kondisi proses pengeringan temu lawak untuk menghasilkan simplisia standar Manalu, Lamhot P.; Tambunan, Armansyah H.; Nelwan, Leopold O.
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 23, No 2 (2012): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3157.131 KB)

Abstract

The purpose of this research was to study the effect of drying conditions on the simplicia quality of java turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) and determine the best conditions to make standardized simplicia. There are some criteria such as the conditions which can reach the standard moisture content of 10%, drying time is relatively fast, the result of dried simplicia still contains high level of curcumin, optimum shrinkage and good visual appearance. The results showed that the final moisture content can not reach 10% at the drying temperatures below 50 °C and RH above 40%. The average surface area shrinkage during the drying process crude ginger was 66.2%. There is a tendency of the lower temperatures and higher RH drying the higher levels of curcumin. Drying condition for Java turmeric recommended by this research is at a temperature of 50 °C and 30% RH.Keywords : Curcumin, drying, java turmeric, quality standardAbstrakTujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh kondisi proses pengeringan terhadap mutu simplisia temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan menentukan kondisi proses pengeringan terbaik untuk menghasilkan simplisia standar. Kriteria kondisi tersebut adalah yang dapat memenuhi kadar air standar 10%, waktu pengeringan yang relatif cepat, hasil pengeringannya masih mengandung kadar kurkumin yang tinggi dan penyusutan serta tampilan visual yang optimal. Hasil studi menunjukkan bahwa pada kondisi pengeringan di bawah suhu 50 oC dan RH diatas 40% kadar air akhir temu lawak tidak dapat mencapai kadar air standar. Rata-rata penyusutan luas permukaan simplisia temu lawak selama proses pengeringan adalah 66,2%. Terdapat kecenderungan semakin rendah suhu dan semakin tinggi RH pengeringan maka semakin tinggi kadar kurkumin simplisia temu lawak. Kondisi proses pengeringan simplisia temu lawak yang direkomendasikan adalah pada suhu 50 oC dan RH 30%.Kata kunci : Kurkumin, mutu, pengeringan, standar, temu lawak

Page 7 of 39 | Total Record : 387


Filter by Year

2010 2022


Filter By Issues
All Issue Vol 33, No 1 (2022): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 32, No 2 (2021): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 32, No 1 (2021): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 31, No 2 (2020): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 31, No 1 (2020): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 30, No 2 (2019): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 30, No 1 (2019): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 29, No 2 (2018): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI0 Vol 29, No 2 (2018): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 29, No 1 (2018): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 29, No 1 (2018): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 28, No 2 (2017): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 28, No 2 (2017): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 28, No 1 (2017): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 28, No 1 (2017): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 27, No 2 (2016): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 27, No 2 (2016): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 27, No 1 (2016): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 27, No 1 (2016): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 26, No 2 (2015): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 26, No 2 (2015): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 26, No 1 (2015): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 26, No 1 (2015): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 25, No 2 (2014): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 25, No 2 (2014): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 25, No 1 (2014): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 25, No 1 (2014): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 24, No 2 (2013): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 24, No 2 (2013): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 24, No 1 (2013): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 24, No 1 (2013): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 23, No 2 (2012): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 23, No 2 (2012): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 23, No 1 (2012): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 23, No 1 (2012): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 22, No 2 (2011): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 22, No 2 (2011): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 22, No 1 (2011): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 22, No 1 (2011): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol 21, No 2 (2010): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN Vol 21, No 2 (2010): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN Vol 21, No 1 (2010): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN Vol 21, No 1 (2010): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN More Issue