cover
Contact Name
laili
Contact Email
laili.wahyunita@iain-palangkaraya.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
maslahah@iain-palangkaraya.ac.id
Editorial Address
G. Obos St., Islamic Centre, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia, Postal Code 73112
Location
Kota palangkaraya,
Kalimantan tengah
INDONESIA
El-Mashlahah
ISSN : 20891790     EISSN : 26228645     DOI : 10.23971
Core Subject : Social,
Jurnal eL-Maslahah adalah Jurnal yang dikelola oleh Fakultas Syariah IAIN Palangka Raya, terbit dua kali dalam setahun (Juli dan Desember) sebagai wahana transfer dan komunikasi ilmu dalam aspek Syariah, Hukum Islam, Hukum Positif, Hukum Ekonomi Syariah, dan kajian-kajian Keislaman Kontemporer
Arjuna Subject : -
Articles 181 Documents
SEBUAH TINJAUAN TERKAIT HAK DASAR KAUM DIFABEL DALAM BINGKAI KESETARAAN WARGA NEGARA Rahmad Rahmad
El-Mashlahah Vol 9, No 2 (2019)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v9i2.1349

Abstract

Kaum disabilitas merupakan bagian masyarakat yang tidak terpisahkan. Mereka seringkali mendapat perlakuan yang tidak adil, misalnya saja dalam akses fasilitas sosial yang cenderung tidak ramah terhadap mereka. Negara telah mengeluarkan dasar hukum terkait perlindungan mereka, secara yuridis negara  sudah mempersiapkan instrumen terkait. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah sejauh mana implementasi aturan tersebut di masyarakat. Tulisan ini coba menelaah dasar hukum terkait permasalahan tersebut yang coba di kaitkan dengan ideologi Pancasila. Apabila kita telaah melalui ideologi bangsa ini dalam jabaran pada butir-butir penjelmaannya juga menunjukkan bagaimana kesetaraan dan keadilan menjadi sangat diperhatikan. Khusus bidang pendidikan, dasar hukum terkait telah lengkap ada dan lengkap serta sesuai tingkatan, untuk akses yang berkeadilan dalam bidang pendidikan. Beberapa fakta ini tentu menunjukkan bahwa Pancasila dengan operasionalisasinya yang tertuang dalam butir-butir pada silanya, kemudian dengan konstitusi tertulisnya yaitu Undang-Undang Dasar 1945 baik sebelum amandemen maupun sesudah amandemen. Hal tersebut menunjukkan bahwa Negara dengan ideology Pancasila dan dasar hukum lainnya telah memberi sebuah bukti bagaimana Pancasila telah membuktikan sebagai sebuah ideology yang meletakkan harkat dan martabat manusia menjadi sama atau tidak ada perbedaaan karena asal usul ataupun bentuk fisik yang berbeda.
MENTHALAQ ISTERI SEDANG HAID TINJAUAN DALAM HADITS Syaikhu Syaikhu
El-Mashlahah Vol 9, No 1 (2019)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/el-mas.v9i1.1333

Abstract

Problematika dalam rumah tangga yang di latar belakangi banyak hal, mengakibatkan kecendrungan seorang suami dan istri lebih cepat mengambil  keputusan perceraian. Pernikahan bagi umat manusia adalah sesuatu yang sangat sakral dan mempunyai tujuan yang sakrat pula, dan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh syari’at. Tujuan yang hakiki dalam sebuah penikahan adalah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah yang selalu dihiasi mawaddah dan rahmah. Bila rumah tangga yang didirikan telah terjadi ketimpangan seperti salah satu kedua belah pihak suami istri sudah berkurang rasa cintanya, menipisnya rasa saling percaya, mengutamakan egois masing-masing, saling tidak menghormati, dan sebagainya, sebuah keluarga demikian sudah tidak dapat dipertahankan lagi keutuhannya dan jalan yang terbaik adalah memutuskan pernikahan dengan perceraian. Hal ini dibenarkan oleh Islam kalau memang benar-benar sulit diperbaiki dan dipertahankan demi kebaikan masa depan kedua belah pihak. Legalisasi yang diberikan oleh syara' terhadap pensyari'atan thalaq itu juga didukung oleh dalil logika, di mana apabila kondisi antara suami dan istri itu memburuk sehingga jika sepasang suami dan istri itu dipaksa untuk mempertahankan perkawinannya, justru akan menimbulkan ke-mafsadat-an dan ke-mudharat-an saja.  Permasalahan yang dihadapai bagaimana kalau isteri dalam keadaan haid?. Oleh sebab itu, perlu adanya pemahaman ulang tentang hal thalaq suami terhadap isteri yang sedang haid,  yang penulis bahas menurut  Hadits Nabi Muhammad Saw beserta dengan pendapat para ulama.
Pernikahan Adat Dayak Ngaju Perspektif Hukum Islam (Studi di Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah) Surya Sukti; Munib Munib; Imam S Arifin
El-Mashlahah Vol 10, No 2 (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i2.2284

Abstract

ABSTRACTDayak traditional marriage is a solution for those who have problems doing marriage according to the marriage law, such as underage marriages, interfaith marriages, there are even those who are married in customary ways then they live together and after a long time carry out marriage according to Islamic law. From the findings in the field, there are those who marry according to custom and after having new children marry in Islam. This phenomenon is very interesting to discuss and research, especially from the perspective of Islamic law. The requirement for a Dayak customary marriage is 17 points and this is quite heavy for the bridegroom, so do not enforce it, especially for the less fortunate prospective groom. Considering that many of the traditional Dayak marriages originate from the Hindu Kaharingan religion and some of them are against Islamic law, it is better for those who are married to be Muslim, so when opening the lawang sekepeng drinking tuak is replaced by drinking milk or other halal drinks. If there is a customary law that is against Islamic law, then the customary law should be defeated, such as interfaith marriage and underage marriage as well as traditional marriage and then gather as husband and wife before marriage in Islam.Keywords: Customary Marriage, Dayak Ngaju and Islamic Law.INTISARIPerkawinan adat dayak merupakan solusi bagi yang bermasalah melakukan perkawinan menurut undang-undang perkawinan, seperti nikah di bawah umur, nikah beda agama, bahkan masih ada yang nikah secara adat kemudian mereka hidup berkumpul dan setelah lama baru melaksanakan pernikahan secara syari’at Islam. Dari temuan di lapangan ada yang menikah secara adat dan setelah mempunyai anak baru menikah secara Islam. Fenomena ini sangat menarik untuk dibahas dan diteliti, apalagi ditinjau dari perspektif hukum Islam. Persyaratan pernikahan adat dayak ada 17 poin dan ini cukup berat bagi mempelai laki-laki, oleh sebab itu jangan dipaksakan terutama bagi calon mempelai laki-laki yang kurang mampu. Mengingat pernikahan adat dayak itu banyak bersumber dari agama Hindu Kaharingan dan di antaranya ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaiknya bagi yang menikah itu beragama muslim maka ketika membuka lawang sekepeng itu minum tuak diganti dengan minum susu atau minuman lainnya yang halal. Jika ada hukum adat yang bertentangan dengan hukum Islam maka sebaiknya hukum adat dikalahkan, seperti nikah beda agama dan nikah di bawah umur serta nikah adat kemudian berkumpul sebagaimana suami isteri sebelum nikah secara Islam.Kata Kunci: Pernikahan Adat, Dayak Ngaju dan Hukum Islam.
HUKUM ABORSI AKIBAT PERKOSAAN (ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI ) Sabarudin Ahmad
El-Mashlahah Vol 8, No 2 (2018)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/el-mas.v8i2.1321

Abstract

Aborsi akibat perkosaan merupakan permasalahan hukum yang baru. Pada tahun 2014 disahkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang membolehkan aborsi akibat perkosaan, sebagai pelaksana dari Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Ketentuan ini menjadi perdebatan, tidak terkecuali dalam pandangan hukum Islam. Karena sebelumnya belum ada hukum positif yang membolehkannya. Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif, metode analisis datanya ialah content analysis, kemudian menelaahnya menggunakan teori Peraturan Perundang-Undangan, teori Hak Asasi Manusia, teori Keadilan, dan teori Maqāṣid Syarīʽah. Hasil penelitian ini ialah bahwa  Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi membolehkan aborsi akibat perkosaan karena korban perkosaan mengalami trauma psikolgis, dengan persyarataan kehamilan tidak lebih dari 40 hari, dan diselenggarakan dengan prosedur yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab. Sedangkan ditinjau dari hukum Islam hasilnya ialah bahwa aborsi akibat perkosaan tidak diperbolehkan, karena tidak terwujudnya Maqāṣid Syarīʽah (ḥifẓual-nafs dan ḥifẓual-nasl). Selain itu, ketentuan ini juga melanggar hak asasi manusia dan tidak mencerminkan keadilan, yang telah mengesampingkan hak-hak janin, padahal kemudaratan perempuan korban perkosaan tidak sampai pada tingkatan aḍ-ḍaruriyat, hanya tingkatan al-ḥājiyat.
KOMPARATIF HUKUM ACARA PIDANA POSITIF DAN HUKUM ACARA PIDANA ISLAM (JINAYAH) ACEH DALAM PROSES PENYIDIKAN Dahyul Daipon
El-Mashlahah Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i1.1780

Abstract

AbstractThis research aims to examine the differences of investigation process between the book of Procedural Criminal Law Constitution (KUHAP) or the Constitution number 8 of 1981 about Positive Procedural Criminal Law and Qanun Aceh number 7 of 2013 about Jinayat Procedural Law. The method used is the yuridis normative law research method. The Identification of problem is How is the investigation process based on the book of Procedural Criminal Law Constitution (KUHAP)? How is the investigation process based on Qonun Aceh number 7 of 2013 about Jinayat Procedural Law? What is the differences of investigation process based on Positive Procedural Criminal Law and Qanun Aceh number 7 of 2013 about Jinayat Procedural Law? The Result of analysis is Investigation process in KUHAP starts of the Investigation. Enforcement, Examination, Settlement, and Submition the case file to the public presecutor, it is process of investigation that written in the Constutition number 7 of 2013 about Jinayat Procedural Law. It mentions in verse 110 until 132. The differences of investigation process based on Positive Procedural Criminal Law and Qanun Aceh number 7 of 2013 about Jinayat Procedural Law are (1)related to paradigms of investigation description that different managed, (2) related to the investigator authority, and (3) related to the direct investigation of crime/jarimah.  AbstrakTujuan penelitian ini ialah untuk mengkaji perbedaan proses penyidikan antara Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Positif dengan Qonun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat. Adapun metode yang digunakan ialah metode penelitian hukum normatif yuridis (yuridis normative). Rumusan masalahnya ialah Bagaimana Proses Penyidikan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)? Bagaimana Proses Penyidikan menurut Qonun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat? Apa Perbedaan Proses Penyidikan menurut Hukum Acara Pidana Positif dan Qonun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat? Adapun hasil dan pembahasannya ialah Proses Penyidikan menurut KUHAP ialah mulai dari Penyelidikan. Penindakan, Pemeriksaan, Penyelesaian dan serta penyerahan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum, Bahwa proses Penyidikan yang tercatum di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat ialah tercantum di dalam Pasal 110 sampai dengan Pasal 132. Adapun terkait Perbedaan Proses Penyidikan menurut Hukum Acara Pidana Positif dan Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat ialah (1) terkait tentang paradigma penjelasan penyidikan yang diatur berbeda, (2) terkait tentang wewenang penyidik dan (3) terkait dengan penyidikan langsung tindak pidana/jarimah.Kata Kunci: Proses, Penyidikan, Qonun, Aceh,
DISPENSASI KAWIN DI BAWAH UMUR (ANALISIS PUTUSAN MK NO.74?PUU-XII/2014 UJI MATERIIL PASAL 7 AYAT 2 UU PERKAWINAN) Norhasanah Norhasanah
El-Mashlahah Vol 8, No 1 (2018)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/el-mas.v8i1.1092

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pertimbangan hakim dalam putusan MahkamahKonstitusi Nomor 74 / PUU-XII / 2014 tentang Peninjauan Kembali Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 Pasal 7 Ayat (2) Interpretasi frasa “pejabat lainnya”, serta implikasi dari keputusanMahkamah Konstitusi. Jenis penelitian ini bersifat -normatif dengan menggunakan pendekatanhukum (statute approach). Jenis penelitian ini adalah metode penelitian eksplanatif yangmenjelaskan, memperkuat, atau menguji ketentuan hukum yang merupakan dasar dari keputusan peninjauan kembali Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 7 ayat (2). Teknik pengumpulan bahan hukum dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan teknik penelitian pustaka dan wawancara. Bahan hukum yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bahan, yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang terdiri dariundang-undang dalam undang-undang, keputusan pengadilan, buku, kamus hukum, dan jurnalilmiah dan diproses dengan metode deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwapenilaian hakim dalam keputusan menggunakan metode interpretasi gramatikal dari kata "atau"dalam teks artikel. Oleh karena itu diketahui bahwa hukum perkawinan menyediakan pilihanbebas bagi orang-orang yang ingin meminta dispensasi pernikahan asalkan ada kesulitan atauakses terbatas ke yurisdiksi Pengadilan. Dari bunyi teks Pasal 7 Ayat (2) dilihat dari sifathukumnya, pasal tersebut bersifat fakultatif / mengatur. Ini berarti bahwa dalam keadaankonkretnya dispensasi pernikahan melalui Pengadilan dapat dikesampingkan karena kesulitanatau keterbatasan akses sehingga pasal tersebut tidak mengikat atau harus dipatuhi olehPengadilan. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi secara yuridis harus diambil lebih lanjutsehingga substansi yang diberikan kewenangan perkawinan di bawah umur memiliki payunghukum sebagai legal formal yang jelas. Sementara di tingkat sosiologis, putusan itumemunculkan dualisme otoritas antara Pengadilan dan Kantor Urusan Agama. Oleh karena itu,upaya untuk menyelaraskan peran Mahkamah dengan lembaga adalah dengan menjaga prosesdispensasi di Kantor Urusan Agama melalui proses pengadilan oleh Pengadilan.
PERKAWINAN ADAT BANJAR DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL MITOS LEVI-STRAUSS Eka Suriansyah
El-Mashlahah Vol 9, No 1 (2019)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/el-mas.v9i1.1395

Abstract

Pembahasan tentang mitos yang beredar di masyarakat selalu dikaitkan dengan cerita rakyat atau legenda hidup di masyarakat  yang banyak melekat dalam life cyrcle rites manusia; kelahiran, perkawinan dan kematian. Banyak ditemukan mitos dalam perkawinan adat Banjar yang harus dilakukan agar terhindar dari hal negatif atau untuk mendapatkan kebaikan dari ritual   tersebut.   Misalkan   menghidangkan   kokoleh   sebagai   hidangan   selamatan   saat melepaskan rombongan orang tua pria melamar pihak perempuan agar memperoleh hasil (bapakoleh). Perlakuan yang dilakukan masyarakat dalam upaya mewujudkan atau tindak preventif terhadap mitos yang mengitarinya jika disandingkan dengan logika rasionalitas secara umum tentu ia dikategorikan hal-hal yang irasional. Namun berbeda dengan sudut pandang antroplog yang beranggapan bahwa tidak ada yang tidak mempunyai makna dalam realitas sosial. Benda yang diam tak bergerak seperti kayu yang tergeletak dipinggir jalan nampak tak bermakna bagi sebagian orang, akan tetapi bagi mereka merupakan penanda (simbol) yang mempunyai makna. Mereka memahami realitas dibalik berbagai simbol seperti sebuah buku bacaan  yang menceritakan sebuah kisah tentang kenyataannya. Begitu pula prosesi perkawinan adat Banjar yang banyak diliputi berbagai mitos, jika dilihat dalam teori struktural mitos Levi-Strauss maka ia adalah sebuah realitas tersendiri yang sarat dengan cerita yang merefleksikan deep structure manusia
Fitur Transaksi Platform Gojek: Paylater dalam Tinjauan Hukum Islam dan Fatwa No. 116/DSN-MUI/IIX/2017 tentang Uang Elektronik Syariah Yenni Batubara
El-Mashlahah Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/elma.v11i1.2626

Abstract

Lending and borrowing in the millennial era are not limited to face to face. The emergence of FinTech makes it easy for people to transact with various products, one of which is online credit. With online credit, people can shop now and pay later with the PayLater feature. The PayLater feature is widely used by various platforms, one of which is Gojek and its PayLater Gojek. Gojek PayLater provides loans of up to IDR 500,000 / month for users which can be used to transact on the Gojek application only by ordering various services. This feature can be used by Gojek platform users in accordance with the provisions set by Gojek PayLater. So this research aims to determine whether the concept of borrowing and borrowing (qarad) Gojek PayLater is in accordance with the Islamic Syariat, which will be analyzed using the concept of qarad, and Fatwa No. 116 /DSN-MUI/IX/2017 About Sharia Electronic Money. The research method used is an empirical study with a socio-legal research approach, and analyzed by inductive descriptive techniques. Based on the results of the analysis carried out, it can be concluded that the implementation of the Gojek PayLater e-money qaradh contract has met the pillars of qarad, but the qarad requirements in particular have not been fulfilled and the conditions set by Gojek for the use of the PayLater feature are not in accordance with the provisions of the DSN-MUI fatwa.
CORAK TAFSIR MU'TAZILAH Ahmad Dasuki
El-Mashlahah Vol 7, No 2 (2017)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/el-mas.v7i2.1425

Abstract

Perbedaan penafsiran dikalangan para mufassir, merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari. Perbedaan ini tidak hanya disebabkan oleh perbeedaan tingkat kecerdasan atau latar belakang pemikiran dan kecenderungan seseorang, melainkan juga disebabkan oleh pengaruh lingkungan, kondisi sosial politik, pengalaman, dan peristiwa-peristiwa sejarah, serta penemuan ilmiah. Keragaman penafsiran tersebut menurut Shihab ditunjang pula oleh al-Qur’an yang keadaannya seperti yang digambarkan Darraz bahawa “al-Qur’an bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut pandang, metode dan coraknya tersebut, penulis hanya ingin membahas salah satu metode dan coraknya saja. Metode yang akan dibahas itu adalah metode tafsir tahlily dengan corak i’tizaly yang sangat menonjolkan akal pikiran ketimbang wahyu, inilah yang kemudian dinamai dengan tafsir bil ra’yi yang banyak dilakukan oleh tokoh-tokoh Mu’tazilah. Hal ini yang membuat mereka jatuh kepada tafsir bil ra’yi al-madzmumah atau as-sayyi’ah, tetapi paling tidak tafsir mereka ini merupakan cikap bakal lahirnya Tafsir bil al-Ra’yi atau Tafsir bi al-Ma’qul (penalaran akal pikiran) dan merupakan khazanah ilmu-ilmu keislamanan
Konsep Urf sebagai Sumber Hukum dalam Islam Dar Nela Putri
El-Mashlahah Vol 10, No 2 (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i2.1911

Abstract

ABSTRACTProblems of an increasingly complex society require proper resolution. Islamic law that makes the Al-Qur'an and al-Hadith as the main reference there is a time does not explain Islamic law in detail, while Muslims must live their lives according to Islamic rules, norms and laws are required to always be relevant to the development of increasingly complex times. Ijtihad is needed in dealing with this problem, one of the products of ijtihad is t urf which can be used as a solution and as a source of Islamic law. The method used in this study is a descriptive qualitative analysis research method and includes a type of research that is literature study. Now ‘Urf is something that is known by many people and done by them, both from words or deeds or something left behind. This article discuss the concept of urf which can be used as a source of Islamic law. The results of the discussion of the concept are First, 'Urf must apply continuously or mostly apply. Second, 'Urf which is the legal source for an action must be present at the time the action is held. Third, there is no affirmation (nash) that is contrary to 'URF. Fourth, the use of 'urf will not lead to the exclusion of certain texts from the shari'ah because the texts of shara' must take precedence over 'urf.Keywords: The 'urf Concept, Source of Islamic Law, and Ijtihad Ulama.INTISARIPermasalahan masyarakat yang semakin kompleks menghendaki adanya penyelesaian dengan tepat namun tetap sesuai dengan  hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Al-hadist sebagai rujukan utamanya.  Terkadang ada yang tidak dijelaskan oleh keduanya,  ummat Islam harus menjalankan kehidupannya sesuai aturan, norma dan hukum Islam dituntut untuk selalu relevan terhadap perkembangan zaman yang semakin kompleks, maka diperlukan ijtihad para ulama dalam menangani problem ini yang salah satu produk ijtihadnya adalah ‘urf. ‘Urf dapat dijadikan solusi dan sebagai salah satu sumber dalam  hukum Islam. ‘Urf ialah sesuatu yang telah diketahui oleh orang banyak dan mereka mengerjakannya. Artikel ini akan membahas konsep ‘urf  yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum Islam tersebut. Adapun hasil pembahasan dari  konsep tersebut adalah Pertama, 'Urf harus berlaku secara kontiniu. Kedua, 'Urf yang dijadikan sumber hukum bagi suatu tindakan harus terdapat pada waktu diadakannya tindakan tersebut. Ketiga, Tidak terdapat  penegasan (nash) yang berlawanan dengan 'urf. Keempat, 'urf digunakan dengan tidak mengesampingkan nash yang pasti dari syari`at.  Sebab nash-nash syara` harus diutamakan atas 'urf.Kata Kunci: Konsep 'urf, Sumber Hukum Islam, dan Ijtihad Ulama.