Kertha Semaya
E-Journal Kertha Semaya merupakan jurnal elektronik yang dimiliki oleh Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana. Materi muatan jurnal ini memfokuskan diri pada tulisan-tulisan ilmiah menyangkut lapangan Hukum Perdata atau Bisnis. Secara spesifik, topik-topik yang menjadi tema sentral jurnal ini meliputi antara lain: Hukum Perikatan, Hukum Perlindungan Konsumen, Hukum Perbankan, Hukum Investasi, Hukum Pasar Modal, Hukum Perusahaan, Hukum Pengangkutan, Hukum Asuransi, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, dan Hukum Perburuhan.
Articles
20 Documents
Search results for
, issue
"Vol 11 No 12 (2023)"
:
20 Documents
clear
PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN FATWA MUI TENTANG PRAKTIK PENGANGKATAN ANAK
Muhammad Ifdhol Khitamy;
Hasbullah Ja’far
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 12 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i12.p03
Penelitian ini memiliki tujuan menganalisis pertanggungjawaban hukum malpraktik medis pada dokter spesialis. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini bertujuan menganalisis pertanggungjawaban hukum malpraktik medis oleh dokter spesialis dalam konteks hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan malpraktik tidak spesifik, melainkan diatur secara implisit dalam Pasal 1371 BW dan Pasal 58 UU Kesehatan. Malpraktik tidak hanya terkait dengan kelalaian, tetapi juga dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu malpraktik perdata, pidana, dan administrasi, berdasarkan teori Guwandi yang diterjemahkan secara alternatif, sehingga malpraktik dibagi menjadi 3 (tiga) yakni malpraktik perdata, malpraktik pidana, dan malpraktik administrasi. Terdapat kekosongan hukum dalam peraturan perundang-undangan terkait penentuan tindakan kedokteran sebagai malpraktik. UU Kesehatan tidak memiliki pasal yang mengatur batasan-batasan tindakan malpraktik, yang menyebabkan ketidakpastian hukum. Penyelesaian kasus malpraktik medis di Indonesia sebaiknya dilakukan melalui mediasi untuk mencapai keputusan yang bermanfaat bagi kedua belah pihak, yaitu pasien dan dokter spesialis. Singapura juga mengutamakan jalur non-litigasi dalam penyelesaian kasus malpraktik, dengan kemungkinan pengajuan ke Pengadilan jika mediasi tidak berhasil. This research aims to analyze the legal accountability of medical malpractice by specialist doctors in the context of normative law. The type of research employed is normative legal research. The study aims to examine the legal accountability of medical malpractice by specialist doctors within the framework of normative law. The research findings indicate that the regulation of malpractice is not specific but is implicitly governed by Article 1371 of the Civil Code and Article 58 of the Health Law. Malpractice is not only related to negligence but can also be categorized into three types: civil, criminal, and administrative malpractice, based on Guwandi's theory, which is alternatively interpreted, resulting in the division of malpractice into three categories: civil, criminal, and administrative malpractice. There is a legal vacuum in the legislation concerning the determination of medical actions as malpractice. The Health Law lacks provisions that define the boundaries of malpractice actions, leading to legal uncertainty. The resolution of medical malpractice cases in Indonesia is preferably conducted through mediation to reach mutually beneficial decisions for both patients and specialist doctors. Singapore also prioritizes non-litigation methods in resolving malpractice cases, with the possibility of resorting to the courts if mediation fails.
REKONSTRUKSI KEWENANGAN DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM MELAKUKAN MONITORING DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN
Made Maylisca Theresia Mulya Diprasta;
Mokhamad Khoirul Huda;
Sulaksono Sulaksono
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 12 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i12.p08
Tujuan penelitian menganalisis pengaturan kewenangan Dewan Jaminan Sosial Nasional dalam pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan jaminan sosial serta memberikan pandangan tentang rekonstruksi kewenangan Dewan Jaminan Sosial Nasional dalam monitoring dan evaluasi Jamsostek. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif, pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Pengumpulan bahan hukum menggunakan studi dokumen dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil monitoring dan evaluasi dari Dewan Jaminan Sosial Nasional tidak pernah disampaikan ke Deputi Dinas Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Kesehatan. Dewan Jaminan Sosial Nasional diharapkan memperdalam kewenangannya terhadap monitoring dan evaluasi, sehingga tidak hanya menerima laporan dan menyatukan kegiatan, namun dapat langsung ke masing-masing Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Abstract The purpose of this study is to analyze the regulation of the authority of the National Social Security Council in monitoring and evaluating the implementation of social security and to provide views on the reconstruction of the authority of the National Social Security Council in monitoring and evaluating Jamsostek. This study uses a normative, sculptural, and conceptual juridical approach. Collection of legal materials using document study and analyzed descriptively. The results of the study show that the results of monitoring and evaluation from the National Social Security Council have never been submitted to the Deputy for Health Sector of the Health Social Security Administering Body. The National Social Security Council is expected to deepen its authority in monitoring and evaluation, so that it does not only receive reports and integrate activities, but can go directly to each BPJS Health Office.
KEBIJAKAN CASHLESS TERHADAP UANG KARTAL RUPIAH YANG DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG MATA UANG
Ni Made Pande Diah Maharani;
Made Gde Subha Karma Resen
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 12 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i12.p13
Penelitian ini difokuskan pada evaluasi kebijakan cashless yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang). Cashless merupakan sistem pembayaran yang tidak menggunakan uang fisik, melainkan bergantung pada sarana elektronik untuk transaksi keuangan. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk menilai kesesuaian kebijakan cashless dengan ketentuan yang terdapat dalam UU Mata Uang. Hasil dari penelitian ini yakni penggunaan cashless ternyata tidak selaras dengan UU Mata Uang, meskipun cashless merupakan sebuah kemajuan teknologi dalam bidang keuangan dan memungkinkan transaksi dalam mata uang Rupiah, hal ini menimbulkan pelanggaran terhadap UU tersebut. Salah satu contoh pelanggaran adalah adanya program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang didukung oleh pemerintah, dimana pada hal ini pembayaran tol hanya dapat dilakukan menggunakan uang elektronik. Hal ini bertentangan dengan ketentuan UU Mata Uang yang secara tegas mengatur bahwa Mata Uang yang sah di Indonesia adalah Rupiah dalam bentuk kertas dan logam, sementara belum terdapat regulasi yang mengatur penggunaan uang elektronik dalam sistem cashless. Untuk menggali pemahaman lebih lanjut, penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif atau legal research dengan pendekatan perundang-undangan atau statue approach serta pendekatan komparatif. Proses penelitian ini melibatkan pengumpulkan bahan hukum melalui studi kepustakaan atau library research dengan menggunakan sumber hukum primer, sekunder, dan non hukum. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk memberikan kontribusi dalam pembahasan regulasi yang relevan terkait penggunaan uang elektronik dalam sistem cashless di Indonesia. ABSTRACT This research is focused on evaluating the Cashless policy stipulated in Law Number 7 of 2011 concerning Currency (Currency Law). Cashless refers to a payment system that does not involve physical currency but relies on electronic means for financial transactions. The aim of this research is to assess the compatibility of the Cashless policy with the provisions outlined in the Currency Law.The findings of this study reveal that the use of Cashless is not in alignment with the Currency Law. Although Cashless represents a technological advancement in the field of finance and enables transactions in the Indonesian Rupiah currency, it raises concerns regarding violations of the Currency Law. One example of such a violation is the National Non-Cash Movement (GNTT) program supported by the government, where toll payments can only be made using electronic money. This contradicts the Currency Law, which explicitly states that the valid currency in Indonesia is the Rupiah in the form of paper and metal, with no regulations currently in place governing the use of electronic money in the Cashless system. To gain a deeper understanding, this research adopts the normative legal research method or legal research approach with statutory analysis and a comparative approach. The research process involves collecting legal materials through literature review or library research, utilizing primary, secondary, and non-legal sources. Thus, this research aims to contribute to discussions on relevant regulations concerning the use of electronic money in the Cashless system in Indonesia.
KEDUDUKAN SURAT PERNYATAAN PENGUASAAN FISIK BIDANG TANAH TERHADAP TRANSAKSI PENGALIHAN TANAH MENURUT HUKUM AGRARIA
Henny Pertiwi Gani;
Richard C. adam
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 12 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i12.p04
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai keabsahan hukum pernyataan penguasaan fisik bidang tanah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang transaksi peralihan hak atas tanah termasuk pernyataan tersebut. Penelitian ini menggunakan metodologi yuridis normatif, yang mencakup dua pendekatan berbeda: pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yang terdiri atas sumber hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dalam sistem hukum pertahanan Indonesia, kedudukan pernyataan kepemilikan fisik suatu benda ditetapkan melalui suatu akta hak. Akta hak ini berfungsi sebagai prasyarat dalam proses pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat tanah. Pernyataan tertulis mengenai penguasaan fisik suatu bidang tanah tertentu merupakan bukti penguasaan fisik atas hak atas tanah, sedangkan sertifikat tanah merupakan bukti kepemilikan yang sah menurut Undang-Undang Pokok Agraria. Transaksi pengalihan tanah dapat dilakukan melalui penggunaan sertifikat atau surat pernyataan yang menetapkan kepemilikan fisik atas bidang tanah. Dokumen-dokumen ini ditandatangani dan diakui oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) atau PPAT sementara. The objective of this study was to assess the legal validity of a declaration of physical possession of land parcels in compliance with Law No. 5 of 1960 and the legislation governing land transfer transactions including such declarations. The present study used a normative juridical methodology, including two distinct approaches: the statutory approach and the case approach. This study employs secondary data sources, which consist of primary legal resources, secondary legal materials, and tertiary legal materials, obtained via library research. The findings of this research indicate that within the Indonesian defense law system, the position of a statement on physical ownership of property is established via a deed of rights. This deed of rights serves as a prerequisite in the land registration process and the issuance of land certificates. A written declaration regarding the physical possession of a certain piece of land serves as evidence of physical control over land rights, while a land certificate serves as evidence of legal ownership in accordance with the Basic Agrarian Law. Land transfer transactions may be conducted via the use of certificates or statements that establish physical ownership of land parcels. These documents are duly signed and recognized by the PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) or the temporary PPAT.
IMPLEMENTASI ETIKA PROFESI PENEGAK HUKUM DALAM PERSIDANGAN
Della Savelya;
Yuwono Prianto
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 12 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i12.p17
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai standar-standar etika di persidangan serta peran etika dalam menunjang asas-asas peradilan akan dengan melakukan kajuan mengkaji implementasi etika profesi di persidangan melalui penelitian deskriptif analitis yang didukung dengan pendekatan kualitatif yang menggunakanserta data primer dan sekunder. Penelitian bertujuan untuk mengetahui standar etika yang belaku di persidangan dan perannya dalam menunjang asas-asas peradilan. Dengan adanya penelitian ini, diketahui bahwasanya meskipun kode etik memegang peran penting dan memiliki standar-standar yang jelas, namun dalam pelaksanaannya masih sering dikesampingkan guna memenuhi kepentingan pribadi. This research is expected to add insight into the ethical standards in court and the role of ethics in supporting the principles of justice by examining the implementation of professional ethics in court through descriptive analytical research supported by a qualitative approach that uses primary and secondary data. The research aims to determine the ethical standards that apply in court and their role in supporting the principles of justice. With this research, it is known that although the code of ethics plays an important role and has clear standards, but in its implementation it is still often put aside to fulfill personal interests.
ANALISA HUKUM ANAK REMAJA YANG TERLIBAT TINDAK PIDANA DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK (LPKA) KELAS II KABUPATEN KARANGASEM
Dewa Ayu Putri Sukadana
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 12 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i12.p18
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aturan hukum yang digunakan dalam permasalahan anak remaja yang terlibat Tindak Pidana di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Kabupaten Karangasem. Studi ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta. Penelitian ini menggunakan pendekatan yang dilakukan dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara maupun memperoleh informasi lainnya di LKPA Kabupaten Karangasem guna memberikan infromasi dan data terkait dengan permasalahan yang di teliti dan pendekatan perundang–undangan dan pendekatan yang dilakukan berpedoman dengan pada peraturan perundang – undangan yang mengatur atau membahas mengenai aturan hukum mengenai Batasan usia anak yang melakukan tindak pidana dan faktor yang menyebakan anak melakukan tindak pidana untuk mendapat data yang lengkap dan akurat berdasarakan ketentuan yang berlaku. Hasil studi anak yang sebagai pelaku tindak pidana dengan mengutamakan dikembalikan kepada orang tuanya untuk dididik demi kepentingan dan kesejahteraan si anak, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. ABSTRACT This study aims to find out the legal rules used in the problems of teenagers who are involved in criminal acts at the Class II Special Development Institution for Children (LPKA), Karangasem Regency. This study uses an empirical juridical research method with a statutory approach and a fact approach. This research uses an approach that is carried out by conducting direct research into the field which is carried out by conducting interviews and obtaining other information at the LKPA of Karangasem Regency to provide information and data related to the problems being examined and the statutory approach and the approach carried out is guided by regulations legislation that regulates or discusses legal rules regarding the age limit for children who commit crimes and factors that cause children to commit crimes to obtain complete and accurate data based on applicable regulations. The results of the study of children who are perpetrators of criminal acts with priority are returned to their parents to be educated for the interests and welfare of the child, as mandated in Article 14 of Law Number 23 of 2002 concerning Child Protection.
PERLINDUNGAN DATA PRIBADI BAGI PENERIMA DANA FINTECH LENDING DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF INDONESIA
Priskila Angeline;
Putri Triari Dwijayanthi
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 12 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i12.p19
Studi ini bertujuan untuk mengkaji perlindungan data pribadi penerima manfaat dalam hukum positif Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan data pribadi konsumen fintech lending diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang secara jelas menjelaskan penyelenggara fintech sebagai pengendali data pribadi wajib memperoleh izin yang tegas dan sah dari subjek data pribadi sebelum dilanjutkan untuk dilakukannya pemrosesan data pribadi serta berkewajiban untuk melindungi data pribadi. Selain itu, Penyedia Layanan Fintech harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari pemilik data sebelum memproses data tersebut. Jika terdapat pelanggaran pengunaan data pribadi yang dilakukan maka pemilik data dapat melakukan upaya hukum baik secara administratif, perdata dan pidana. ABSTRACT This study aims to examine the protection of beneficiaries' personal data in Indonesian positive law. This research uses normative legal research methods with a conceptual approach and a statutory approach. The research results show that the protection of personal data of fintech lending consumers is regulated in Financial Services Authority Regulation Number 10 of 2022 concerning Information Technology-Based Joint Funding Services and Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection which clearly explains that fintech operators as personal data controllers must obtain express and legal permission from the personal data subject before continuing to process personal data and the obligation to protect personal data. In addition, Fintech Service Providers must obtain prior permission from the data owner before processing the data. If there is a violation of the use of personal data, the data owner can take legal action both administratively, civilly and criminally.
PENGALIHAN HAK RAHASIA DAGANG MELALUI MERGER: PERSPEKTIF ASET TIDAK BERWUJUD PERSEROAN TERBATAS
I Komang Chandra Putra Wirawan;
Ni Ketut Supasti Dharmawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 12 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i12.p15
Penulisan artikel ini bertujuan untuk menelaah pengaturan rahasia dagang yang dimiliki oleh Perseroan Terbatas, serta untuk menganalisis pengalihan hak rahasia dagang sebagai kategori aset tidak berwujud berkaitan dengan Perseroan Terbatas yang melakukan penggabungan (merger). Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep melalui analisis bahan hukum interpretasi sistematis. Hasil studi menunjukkan bahwa hak rahasia dagang dapat dimiliki oleh Perseroan Terbatas dengan mengacu pada Pasal 4 UU Rahasia Dagang. Dalam konteks Perseroan Terbatas, rahasia dagang menjadi bagian dari aset tidak berwujud, yaitu aktiva perusahaan yang dirahasiakan sebagai modal perusahaan untuk bersaing dengan perusahaan kompetitor. Berkaitan dengan pengalihan Rahasia Dagang dalam hal Perseroan Terbatas melakukan merger, UU Rahasia Dagang tidak mengatur secara tegas seperti halnya dalam UU Hak Cipta, UU Paten, dan UU Merek dan Indikasi Geografis. Namun demikian mekanisme pengalihan hak Rahasia Dagang dalam hal perusahaan merger selain mengacu pada UU Perseroan Terbatas, juga melalui teknik interpretasi relevan mengacu pada ketentuan hukum kekayaan intelektual lainnya yang telah mengatur secara eksplisit. ABSTRACT The purpose of this article is to examine the trade secret arrangements owned by Limited Liability Companies, as well as to analyze the transfer of trade secret rights as a category of intangible assets related to Limited Liability Companies that are merging. This study uses a normative legal research method with a statutes approach and a conceptual approach through systematic interpretation of the legal material analysis. The results of the study show that the right to trade secrets can be owned by a Limited Liability Company concerning Article 4 of the Trade Secret Law. In the context of a Limited Liability Company, trade secrets are part of intangible assets, namely company assets that are kept secret as company capital to compete with competing companies. Concerning the transfer of Trade Secrets if a Limited Liability Company undergoes a merger, the Trade Secret Law does not stipulate as strictly as the Copyright Law, Patent Law, and Trademark and Geographical Indication Law. However, the mechanism for transferring Trade Secret rights in the case of a merging company, in addition to referring to the Limited Liability Company Law, also through relevant interpretation techniques refers to other intellectual property law provisions that have been explicitly regulated.
PERTANGGUNGJAWABAN RUMAH SAKIT ATAS TINDAKAN KELALAIAN PERAWAT YANG TIDAK MEMILIKI SURAT TANDA REGISTRASI
Maria Ibella Vianka;
Andryawan Andryawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 12 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i12.p20
Seorang tenaga kesehatan yaitu perawat wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai bukti tertulis seorang perawat sudah teregistrasi. Registrasi berarti pencatatan resmi bagi tenaga kesehatan yang sudah memiliki sertifikat kompetensi. STR ini menjadi syarat kualifikasi tenaga kesehatan untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan membahas mengenai penting dan fungsinya STR sebagai kualifikasi yang wajib dimiliki tenaga kesehatan ditinjau dari peraturan perundang-undangan. Selain itu, penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab institusi rumah sakit bagi pasien akibat tindakan tenaga kesehatan yaitu perawat yang tidak memiliki STR sebagai orang yang bekerja dibawah pengawasan dan naungannya melakukan kelalaian. Penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif dengan mempergunakan data primer berupa peraturan perundang-undangan, buku, jurnal dan website dan data sekunder melalui wawancara. Dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa STR merupakan syarat mutlak yang dimiliki oleh tenaga kesehatan seperti tercantum berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Sebagai institusi pemberi pelayanan kesehatan yang mempekerjakan tenaga kesehatan sebagai karyawan dibawahnya, institusi harus bertanggungjawab terhadap setiap kerugian yang disebabkan karyawannya berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. A health worker, namely a nurse, is required to have a Registration Certificate (STR) as written proof that a nurse has been registered. Registration means official recording for health workers who already have a competency certificate. This STR is a qualification requirement for health workers to be able to provide health services to the community in hospitals. This research aims to discuss the importance and function of STR as a qualification that health workers must have in terms of statutory regulations. Apart from that, this research discusses the responsibility of hospital institutions for patients due to the actions of health workers, namely nurses who do not have STR as people who work under their supervision and auspices commit negligence. This research uses normative juridical methods using primary data in the form of statutory regulations, books, journals and websites and secondary data through interviews. This research concluded that STR is an absolute requirement for health workers as stated in Law no. 17 of 2023 concerning Health. As an institution providing health services that employs health workers as subordinate employees, the institution must be responsible for any losses caused by its employees based on the Civil Code.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR TERKAIT FORCED DELISTING OLEH BURSA EFEK INDONESIA
Maureen Linus;
Christine S.T Kansil
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 12 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i12.p16
Tujuan penelitian ini mengetahui akibat hukum dan perlindungan bagi Investor terkait adanya Forced Delisting oleh Bursa Efek Indonesia. Metode penelitian yang dipakai yaitu penelitian hukum normative, penelitian yang membahas tentang konsep atau ajaran ilmu hukum. Hasil pembahasan dari penelitian ini adalah Delisting akan berdampak buruk bagi investor. Sebab, pihak pemegang saham minoritas tidak mempunyai kesempatan untuk mengajukan keberatan atas penghapusan pencatatan yang berdampak pada hilangnya nilai investasi yang telah dilakukannya. (RPOJK) 04/2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan di Sektor Pasar Modal yang mengamanatkan emiten yang wajib melakukan delisting sahamnya oleh Bursa untuk membeli seluruh saham yang diperdagangkan secara publik. Berdasarkan pasal 69 ayat I RUU ini, perusahaan wajib membeli kembali seluruh saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik dan pemegang saham publik dengan kurang dari 50 pihak atau mencatatkan efeknya dibatalkan oleh BEI. Hal ini tentunya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pasar modal, sehingga memberikan perlindungan berupa pembelian kembali saham ketika emiten tersebut telah delisting di Bursa. The aim of this research is to determine the legal consequences and protection for investors related to Forced Delisting by the Indonesian Stock Exchange. The research method used is normative legal research, namely research that discusses the concepts or teachings of legal science. The results of the discussion from this research are that delisting will have a negative impact on investors. This is because minority shareholders do not have the opportunity to submit objections to the delisting which results in the loss of the value of the investment they have made. (RPOJK) 04/2020 concerning Implementation of Activities in the Capital Markets Sector which mandates issuers who are required to delist their shares by the Exchange to purchase all publicly traded shares. Based on article 69 paragraph I of this bill, companies are required to buy back all shares owned by public shareholders and public shareholders with less than 50 parties or have their securities listed as canceled by the IDX. This will certainly increase public confidence in the capital market, thus providing protection in the form of share buybacks when the issuer has been delisted on the Stock Exchange.