cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Medicina
Published by Universitas Udayana
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 234 Documents
HIGH MYELOPEROXIDASE LEVEL AS A PROGNOSTIC FACTOR CARDIOVASCULAR EVENTS AT SIX MONTH IN PATIENTS PRESENTING WITH ACUTE CORONARY SYNDROME Budiana, I Putu Gede; Wita, I Wayan; Widiana, I Gede Raka
Medicina Vol 46 No 1 (2015): Januari 2015
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (204.925 KB)

Abstract

Cardiovascular disease (CVD) is the highest leading cause of death worlwide. Inflammation has beenimplicated  in  all  stages  in  the  evolution  of  atherosclerotic  plaques. Myeloperoxidase  (MPO)  is  anenzyme linked to both inflammation and oxidative stress. The aim of this study was to assess wetherhigh level of MPO is a prognostic factor of cardiovascular events at six month in patients presentingwith acute coronary syndrome (ACS). This study was a prospective cohort study, which took place atSanglah General Hospital Denpasar from 10 December 2011 until 10 December 2012. Subjects of thisstudy were 60 ACS patients which were enrolled by consecutive sampling. MPO levels was measuredat the first admission and the cardiovascular events during six month were observed. Sixty sampleswere involved in this study, 9 unstable patients  (11%), 11  NSTEMI patients (18.3%), and 40 STEMIpatients (66.7%). In 6 months observation, there was 14 (23.3%) patients had cardiovascular events.Nine patients (15%) had high MPO levels and 51 patients (85%) had low MPO levels.  The result of thisstudy were the ACS patients with high levels of MPO were tend to have more adverse cardiac events [hazard ratio (HR) 1.4; 95 % confidence interval (CI) 0.39 to 5.22; P = 0.591]. The relationship betweenMPO levels and incident cardiovascular event according to ARR (absolute risk reduction) was 11.76 %and NNT  (number need  to  treat) was 8. High MPO  levels gives benefit of  long  term prognostic  inpatients with acute coronary syndrome.  [MEDICINA 2015;46:16-21].Penyakit  kardiovaskular merupakan  penyebab  kematian  tertinggi  di  seluruh  dunia.  Inflamasimemegang peranan pada stadium pembentukan plak aterosklerosis. Myeloperoxidase (MPO) adalahenzim yang berhubungan dengan inflamasi dan stres oksidative. Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui kadar MPO yang tinggi sebagai faktor prognostik kejadian kardiovaskular dalam 6 bulanpada  penderita  sindrom  koroner  akut  (SKA). Penelitian  ini merupakan  kohort  prospektif,  yangbertempat di RSUP Sanglah dari 10 Desember 2011 sampai 10 Desember 2012. Sampel penelitianadalah 60 orang yang diambil secara consecutive sampling. Sampel yang memenuhi kriteria inklusidiperiksa kadar MPO saat masuk rumah sakit dan diamati kejadian kardiovaskular (KKV) selama 6bulan. Enam puluh penderita SKA yang dilibatkan dalam penelitian ini terdiri dari 9 orang pasienAPTS (15 %), 11 orang pasien NSTEMI (18,3 %) dan 40 orang pasien STEMI (66,7 %). Dalam pengamatanselama 6 bulan, didapatkan sebanyak 14 (23,3 %) orang pasien yang mengalami KKV. Sebanyak 9orang (15%) dengan kadar MPO tinggi dan 51 orang (85%) dengan MPO rendah. Pada penelitian inididapatkan  bahwa  pasien SKA  dengan kadar MPO  tinggi memberikan  outcome  yang  lebih  tinggidibanding dengan kadar MPO yang rendah (HR 1,4; IK 95 % 0,39-5,22; P = 0,591). Besar efek dari MPOterhadap KKV yang diukur dengan ARR (absolute risk reduction) adalah 11,76 % dan NNT (numberneed to treat) sebesar 8. Kadar MPO yang tinggi memberikan manfaat dalam prognostik jangka panjangpada pasien SKA. [MEDICINA 2015;46:16-21].
THE USE COXIB IN NOCICEPTIVE PAIN MANAGEMENT Eko P, Thomas
Medicina Vol 43 No 1 (2012): Januari 2012
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (720.135 KB)

Abstract

The advent of the Coxibs (COX-2 inhibitor) represented a significant theorical breakthrough in non-steroid anti inflammatory drugs (NSAIDs) treatment. The use of   NSAIDs is limited by by adverse reactions, especially their gastrointestinal (GI) toxicity. The selective COX-2 inhibitors were originally developed to minimize the adverse effect of conventional NSAIDs while maintaining the same analgesic and anti-inflammatory effects. Although the benefit of coxibs  in GI tract has been established the cardiovascular (CV) safety of coxibs still debatable. Several studies have reported an increased incidence of   cardiovascular related morbidity and mortality with the use of COX-2 inhibitor. A definitive answer to whether or not these drugs increase CV risk can only really be derived from multicenter purpose-designed, prospective randomized control trials. Circumstances under which COX-2 selective inhibitor  maybe appropriate are in patients at high GI risk and in patients who did not respond to multiple conventional NSAIDs. Health care providers must consider the efficacy, GI and CV risks, concomitant medications and costs when determining the appropriateness of COX-2 selective inhibitor therapy.(MEDICINA 2012;43:23-30).
Tata laksana gigitan ular yang disertai sindrom kompartemen di ruang terapi intensif Jaya, AA Gde Putra Semara; Panji, I Putu Agus Surya
Medicina Vol 47 No 2 (2016): Mei 2016
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.21 KB)

Abstract

Gigitan ular merupakan kegawatdaruratan yang telah diketahui secara global, terutama terjadi pada petani, nelayan, pemburu, dan pawang ular. Asia Tenggara merupakan area dengan insiden tinggi. Pada awal tahun 2009, kasus gigitan ular masuk ke dalam daftar penyakit tropis yang diterlantarkan menurut WHO, padahal gigitan ular menyebabkan puluhan ribu kematian setiap tahun dan berbagai kasus kecacatan fisis kronis pada korbannya. Kasus mengenai seorang petani, pria usia 53 tahun, dikonsulkan dengan gigitan ular dan sindrom kompartemen. Pasien dirawat di ruang terapi intensif dengan terapi antibisa ular, tata laksana suportif dan simtomatik sesuai dengan perkembangan penyakitnya, serta monitoring sindrom kompartemen dan komplikasi yang menyertai. Evaluasi terhadap sindrom kompartemen dan komplikasi lainnya menunjukkan hasil yang baik. Snake bite is a medical emergency which has been known globally, mainly in farmers, fishermen, hunters, and snake charmers. Southeast Asia is an area with a high incidence of snake bites. However, snake bites included into WHO’s list of neglected tropical diseases, early in 2009; whereas snake bites cause tens of thousands of deaths each year and many cases of chronic physical disability on its victims. This case about a farmer, a man aged 53 years, referred to our hospital with snake bites and compartment syndrome. Patients managed in the intensive care unit with antivenom serum, supportive and symptomatic therapy in accordance with the development of the disease, monitoring of compartment syndrome and complications. Evaluation of compartment syndrome and other complications showed good result.
PERAN MUTASI GEN p53 PADA KARSINOGENESIS SEL BASAL KULIT Dewi, Kadek Pramesti; Winarti, Ni Wayan
Medicina Vol 45 No 1 (2014): Januari 2014
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (143.519 KB)

Abstract

Karsinoma sel basal (KSB) merupakan keganasan kulit non-melanotik tersering dan mempunyai kaitan erat dengan paparan sinar ultra violet (UV). Keganasan ini berasal dari sel-sel pluripotensial stratum basalis epidermis maupun selubung akar folikel rambut. Gambaran klinis dan histopatologis terdiri dari KSB tipe klasik (noduler) dan KSB varian (tipe superfisial, fibroepithelial, KSB dengan diferensiasi adneksal, basoskuamous, infiltrating, morpheaform).Kanker pada tubuh manusia muncul karena adanya mutasi genetik pada gen-gen yang terlibat dalamkontrol pertumbuhan sel, seperti onkogen, tumor suppressor gene, gen apoptosis, dan DNA repair gene.Pada kebanyakan kasus KSB, gen yang tersering mengalami mutasi adalah tumor suppressor genep53. Mutasi ini timbul akibat paparan langsung sinar UV, bergantung pada dosis, durasi dan intensitas paparan.Gen p53 dikenal dengan sebutan guardian of the genome, karena fungsinya sebagai sensor terhadapterjadinya kerusakan DNA. Adanya kerusakan DNA menginduksi aktivasi p53 untuk menghentikan siklus sel saat memasuki fase G1, sehingga memberikan kesempatan kepada DNA repair proteinbekerja memperbaiki kerusakan DNA. Lebih dari itu, p53 juga mengaktivasi gen GADD45 (growth arrest and DNA damage) untuk membantu perbaikan DNA. Jika perbaikan gagal, p53 akanmengarahkan sel dengan DNA yang rusak ke mesin apoptosis.Pada sel-sel basal terpapar UV, gen p53 mengalami mutasi dan inaktivasi. Karena itu, sel-sel dengan DNA yang mengalami kerusakan non-lethal akan mengalami ekspansi klonal sehingga tumbuh menjadilesi pra kanker dan akhirnya kanker (KSB). [MEDICINA 2014;45:38-42]
NUTRISI ENTERAL PADA DIARE PERSISTEN P, Junara; S, Sudaryat; Suandi, IK.
Medicina Vol 38 No 1 (2007): Januari 2007
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

-
GANGGUAN TINGKAH LAKU PADA ANAK Pradnyawati, Dewi; Ardjana, I Gusti Ayu Endah
Medicina Vol 46 No 2 (2015): Mei 2015
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.632 KB)

Abstract

Gangguan tingkah laku pada anak merupakan gangguan perilaku yang bersifat negatif pada anakterhadap aturan dan lingkungan sekitar. Prevalens sering terjadi pada anak-anak dan remaja awal,lebih sering pada anak lelaki. Faktor biologis, faktor dari individu itu sendiri, dan faktor lingkungankeluarga merupakan penyebab dari gangguan tingkah laku. Diagnosis ditegakkan jika terpenuhi tigadari kriteria yang ada dan sudah berlangsung selama 12 bulan dengan paling sedikitnya satu kriteriamuncul dalam 6 bulan terakhir. Gejalanya pada anak-anak menyerupai gangguan pemusatan pikirandan hiperaktivitas, gangguan depresi, serta pemakaian zat terlarang. Terapi kognitif dan perilakumemberikan manfaat yang besar dalam penanganan gangguan tingkah laku didukung dengan terapikeluarga dan farmakologi menggunakan metylphenidate. Gangguan tingkah laku dapat berkembangmenjadi gangguan kepribadian anti sosial dan melakukan berbagai tindakan kriminal lainnya.[MEDICINA 2015;46:119-21].A behavior disorder in children is a disorder of children negative behavior to rule and the environmentsaround them. The most often prevalence is children and young teenager. Biological factors are their selfand family environment that can make the behavior disorders. The diagnosis is made if fulfilled threeof the existing criteria and has lasted for 12 months with at least one criterion appears in the last 6months. Symptoms in children resemble concentration and hyperactivity disorders, depressive disordersand the use of illicit substances. Cognitive and behavioral therapies offer significant benefits in thetreatment of behavioral disorders is supported by family therapy and pharmacological usemetylphenidate. Behavior disorder may develop into antisocial personality disorder and conduct variousother criminal acts. [MEDICINA 2015;46:119-21].
PROFILAKSIS RABIES NM, Susilawathi; AA, Raka Sudewi
Medicina Vol 40 No 1 (2009): Januari 2009
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (176.607 KB)

Abstract

Rabies merupakan penyakit ensefalitis akut yang disebabkan oleh virus RNA, famili Rhabdoviridae, genus lyssavirus. Anjing adalah reservoir utama penularan rabies, puluhan ribu kematian per tahun disebabkan oleh gigitan anjing rabies. Bila seseorang menunjukkan gejala rabies, biasanya selalu fatal.  Profilaksis terhadap rabies merupakan tindakan efektif dan aman. Mencuci luka dan vaksinasi segera setelah kontak dengan hewan tersangka rabies dapat mencegah timbulnya rabies hampir 100%. Strategi yang paling efektif untuk mencegah rabies adalah mengurangi penularan rabies pada anjing melalui vaksinasi.[MEDICINA 2009;40:55-9].
ZINC SERUM LEVEL AND PERIPHERAL BLOOD MONOCYTE COUNT OF MULTIBACILAR LEPROSY PATIENT LOWER THAN PAUCIBACILAR LEPROSY IN RSUP SANGLAH Kurniawan Dhana, Putu; Darma Putra, IGN; Wardhana, Made
Medicina Vol 43 No 3 (2012): September 2012
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (196.878 KB)

Abstract

Zinc has been known to have important role in the immune system. Zinc deficiency can inhibit activation and production cytokine of Th1 and  may cause cellular immunity dysfunction. This conditon also may cause changes of lymphopoiesis and hematopoiesis also peripheral blood of mononuclear cell as mononuclear fagocyte. The Aim of this study is to know zinc serum status and peripheral blood monocyte count of leprosy patient in Dermato Venerologi policlinic Sanglah hospital Denpasar. This study use cross sectional design. Sample of study take by consecutive sampling with sample size contains 75 patient.  Mean of zinc serum status on multibacillary leprosy patient is 5.66  (SB 11.74 ) found lower compare to paucibacillary leprosy patient 19.38 (SB 18.21) and statistically significant with P < 0.05. Mean of peripheral blood monocyte count in multibacillary patient is 7.12 (SB 2.53) lower compare to paucibacillary leprosy patient with 7.88 (SB 3.08), but statistically not significant with P > 0.05. Binary logistic analysis show the influence of zinc serum status to probability to have leprosy. This study suggest correction of serum zinc level in leprosy patient through nutritional approach or the granting of a supplement of zinc
Seorang penderita anemia berat dengan kemungkinan talasemia-? minor kombinasi hemoglobin e Panjaitan, Andi Manaek Hatimbulan; Suega, Ketut
Medicina Vol 47 No 3 (2016): September 2016
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (54.286 KB)

Abstract

Talasemia-?disebabkan olehpenurunan sintesis rantai beta dari globin. Hemoglobin E adalah salah satubentuk hemoglobinopatiyangasam amino glutamatnyadigantikan oleh asam amino lisin pada posisi 26 rantaiglobin ?. Kami melaporkan pasien lelaki 26 tahun dengan keluhan lemas badan. Pada pemeriksaan didapatkananemia berat hipokromik mikrositer, splenomegali, kardiomegali, dan peningkatan kadar HbA2 dan HbF.Dalam perawatan, pasien diberikan tranfusi PRC 1 kolf perhari sampai Hb >10 g/dl. Pembuktian hemoglobinE dengan analisis DNA metode PCR tidak dikerjakan karena biaya. Keluhan lemas badan teratasi dengantransfusi PRC. Pasien ini akan mengalami banyak tranfusi darahdengan akibat kelebihan besi padaorganorgantubuh.[MEDICINA.2016;47(3):58-62] ? Thalassemia is caused by decreasing synthesis of beta globin chains. Hemoglobin E is one ofhemoglobinopathies which glutamic amino acid was replaced by lysine amino acid at 26 ? globin chainposition. We reported a male patient 26 years old with complaintsof weakness. On physical examination wefound severe anemia, hipocromic micrositer, splenomegaly, cardiomegaly, and increasing the level of HbA2and HbF. During treatment, patient has got PRC transfusion one bag a day until Hb >10 g/dl. For provinghemoglobin E with DNA analysis and PCR has not be done due to financial problem. The weaknessimprovedby PRC transfusion. This patient will receive a lot of blood transfusion with its complication is iron overloadin the body.[MEDICINA. 2016;47(3):58-62]
TUMOR SEL BENIH CAMPURAN REGIO SACROCOCCYGEAL (YOLK SAC DAN TERATOMA MATUR) PADA SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 1 TAHUN Widhiasih, Ni Ketut Ari; Susraini, AAAN
Medicina Vol 45 No 3 (2014): September 2014
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (399.71 KB)

Abstract

Tumor  sel  benih merupakan  kelompok  tumor  yang mencerminkan  kapasitas  sel  induk    untukberdiferensiasi dalam berbagai  jalur. Tumor sel benih campuran setidaknya harus mengandung 2elemen sel benih yang berbeda, dengan salah satu elemen bersifat primitif. Kasus adalah seoranganak perempuan usia 1 tahun, dengan keluhan timbul benjolan yang tidak nyeri pada regio sakrumsejak  lahir. Serum alfa fetoprotein meningkat abnormal,  lebih dari 400µ/ml. Pemeriksaan CT-scanmenunjukkan massa yang heterogen,  lobulated, batas  tegas,  tepi  tidak  teratur, meluas ke  ronggapanggul sampai regio abdomen bawah dan mendesak buli ke superoanterior kanan. Tidak ditemukanproses metastasis pada organ hepar dan paru. Pasien kemudian   menjalani operasi pengangkatantumor. Pada pemeriksaan makroskopis, irisan permukaan tumor tampak mengandung area solid danmultikistik. Secara histomorfologi, tumor tersusun atas 2 elemen sel benih, yaitu elemen yolk sac danteratoma matur. Diagnosis ditegakkan berdasarkan data klinis, laboratorium, radiologis, gambaranmakroskopis, dan histopatologis. [MEDICINA 2014;45:182-187].