cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Medicina
Published by Universitas Udayana
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 234 Documents
JUVENILE RHEUMATOID ARTHRITIS Sartika, I N; Santoso, Hendra; Kumara Wati, Dewi
Medicina Vol 39 No 1 (2008): Januari 2008
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Juvenile rheumatoid arthritis (JRA) is the most common rheumatic condition in children. JRA is defined as persistent arthritis in 1 or more joints for at least 6 weeks, with the onset before age 16 years. The etiology of JRA is unknown. Antigen activated CD4+ T cell stimulate monocytes, macrophages, and synovial fibroblasts to produce the cytokines Interleukin-1 (IL-1), IL-6, and tumor necrosis factor ? (TNF-?) and to secrete matrix metalloproteinases, which lead to chronic inflammation due to infiltration of inflammatory cell, angiogenesis, destruction of cartilage and bone with pannus formation. The 3 major subtypes of JRA are based on the symptoms at disease onset and are designated systemic onset, pauciarticular onset, and polyarticular onset. For all patients, the goals of therapy are to decrease chronic joint pain and suppress the inflammatory process. Poor prognostic have been observed in patients with polyarticular onset, rheumatoid factor, persistent morning stiffness, tenosynovitis, involvement of the small joints, rapid appearance of erosions, active late onset childhood, subcutaneous nodules, or antinuclear antibody.
Estimasi laju filtrasi glomerulus penderita leukemia limfoblastik akut yang mendapatkan kemoterapi metotreksat dosis tinggi Suradhipa, I Wayan; Ariawati, Ketut; Nilawati, Gusti Ayu Putu
Medicina Vol 47 No 2 (2016): Mei 2016
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.705 KB)

Abstract

Metotreksat dosis tinggi banyak digunakan dalam pengobatan leukemia limfoblastik akut (LLA) di Sub-Bagian Onkologi Pediatri. Pemberian metotreksat dosis tinggi menimbulkan efek toksik berupa disfungsi ginjal. Indikator disfungsi ginjal dapat dilihat dari nilai estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian MTX dosis tinggi pada pasien LLA terhadap kejadian disfungsi ginjal yang dinilai dari eLFG. Penelitian retrospektif, melibatkan 19 anak LLA yang mendapatkan kemoterapi sesuai protokol LLA di Sub-Bagian Hemato-Onkologi Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar pada bulan Januari 2011 sampai Desember 2013. Data mengenai nama, jenis kelamin, umur atau tanggal lahir, berat badan, tinggi, serum kreatinin, dan berapa kali sudah mendapatkan MTX dosis tinggi diperoleh dari rekam medis pasien. Nilai rerata eLFG sebelum dan sesudah pemberian MTX dosis tinggi didapatkan perbedaan yang bermakna. Nilai rerata eLFG setelah pemberian MTX dosis tinggi I, II, dan III menurun secara signifikan berturut-turut sebesar 277,10 ml/mnt/1,73m2 (SB 97,32), 248,05 ml/mnt/1,73m2 (SB 85,06), dan 212,65 ml/mnt/1,73m2 (SB 71,95) dengan P < 0,001. Disimpulkan, nilai rerata eLFG pasien LLA setelah pemberian MTX dosis tinggi I, II dan III didapatkan penurunan secara signifikan tetapi penurunan ini masih dalam rentang normal. High-dose methotrexate is widely used in the treatment of acute lymphoblastic leukemia (ALL) in pediatric oncology department. Administration of high-dose methotrexate cause toxic effects such as kidney dysfunction. Indicators of renal dysfunction can be seen from the value estimated glomerular filtration rate (eLFG). This study aims to describe estimation GFR (eGFR) in ALL patient after methotraxate high dose in pediatric. A retrospective study, in 19 children who receive chemotherapy according ALL protocol in Sanglah Hospital from January 2011 to December 2013. Data regarding name, sex, age or date of birth, weight, height, serum creatinine, and how many times have received high-dose MTX obtained from medical records of patients. ). There were differences between eGFR of patients before and after treatment with high dose methotrexate. The mean of eGFR after the first, the second and the third methotrexate high dose were decrease significant 277.10 ml/mnt/1.73 m2 (SD 97.32), 248.05 ml/mnt/1.73 m2 (SD 85.06), 212.65 ml/mnt/1.73 m2 (SD 71.95) with P < 0.001. It was concluded that eGFR patients with ALL decrease significant after treatment with high dose methotrexate but still in normal range of eGFR.
PERBEDAAN OSMOLALITAS DAN pH DARAH PADA TINDAKAN TRANSURETHRAL RESECTION OF PROSTATE (TURP) YANG DIBERIKAN NATRIUM LAKTAT HIPERTONIK 3 ML/KGBB DENGAN NATRIUM KLORIDA 0,9% 3 ML/KGBB Dewi, Srinami; Widnyana, Made Gede; Suranadi, Wayan
Medicina Vol 44 No 3 (2013): September 2013
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (132.169 KB)

Abstract

Transurethral resection of prostate (TURP) merupakan prosedur baku  dalam  penatalaksanaanhiperplasia prostat yang disertai retensi urin akut berulang atau kronis. Tindakan ini dikerjakandengan fasilitas air sebagai cairan irigasi. Salah satu komplikasi tindakan ini dikenal sebagai sindromTURP.  Kelebihan cairan intravaskular karena absorbsi cairan irigasi akan mengakibatkan terjadinyahiponatremia dilusional yang akan menurunkan  osmolalitas plasma. Perubahan kadar Nadan Lac dapat mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa yaitu asidosismetabolik. Penelitian ini merupakan uji klinik, melibatkan 22 pasien dewasa dengan status fisikASA II-III, yang menjalani operasi elektif TURP di ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUP SanglahDenpasar dengan anestesi regional dan menggunakan air sebagai fasilitas cairan irigasinya.  Sebelumtindakan TURP, saat mulai puasa, pasien diberikan cairan ringer dextrose 40 ml/kgBB/hari,sesampainya di kamar persiapan IBS dilanjutkan diberikan cairan ringer laktat 10 ml/kgBB.Randomisasi blok dilakukan untuk alokasi subyek ke dalam dua kelompok yaitu  kelompok NLH(kelompok perlakuan) yang mendapatkan cairan awal natrium laktat hipertonik 3 ml/kgBB dan-kelompok NaCl (kelompok kontrol) yang mendapatkan cairan awal natrium klorida 0,9% 3 ml/kgBB.Dilakukan pemeriksaan osmolalitas dan pH darah sebelum, selama, dan sesudah tindakan TURP.Hasil penelitian mendapatkan perbedaan osmolalitas darah antara kelompok NLH dengan kelompokNaCl pada saat pra-operasi, durante operasi, dan pasca-operasi dengan nilai 285,3248 vs 283,3205,P= 0,0028;  287,0259 vs  284,6813, P= 0,045; dan  288,7668 vs 285,9444, P= 0,033. Juga terdapatperbedaan nilai pH darah antara kelompok NLH dengan kelompok NaCl  pada saat pra-operasi,durante operasi dan post-operasi dengan nilai 7,4864 (0,7018) vs 7,4055 (0,5646), P= 0,07;  7,4636(0,02976) vs  7,4318 (0,03945), P= 0,045; dan 7,4791 (0,03727) vs 7,4327 (0,5569), P= 0,033. Statushemodinamik lebih baik pada kelompok NLH. Enam dari 11 pasien pada kelompok NaCl mengalamihipotensi dan membutuhkan lebih banyak efedrin intravena  sedangkan pada kelompok NLH hanya 2pasien. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian cairan awal natrium laktathipertonik lebih efektif dalam mempertahankan osmolalitas dan pH darah dibandingkan cairan natriumklorida 0,9% pada tindakan TURP yang menggunakan air sebagai fasilitas cairan irigasi.
PENINGKATAN KEAMANAN IKAN TONGKOL (AUXIS THARZARD, LAC) DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DITINJAU DARI MUTU KIMIAWI DAN MIKROBIOLOGIS Pandit I G, Suranaya
Medicina Vol 39 No 1 (2008): Januari 2008
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam mengkonsumsi ikan masyarakat harus memahami sifat ikan yang cepat mengalami proses pembusukan, karena kandungan protein yang tinggi dan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba pembusuk. Ikan tongkol jika dibiarkan pada suhu kamar, segera akan membusuk dan bila dikonsumsi dapat menimbulkan keracunan. Keracunan disebabkan oleh adanya bakteri Enterobacteriacea dan lain-lain yang mengurai asam amino histidin dan menghasilkan histamin. Bakteri terdapat pada kulit tubuh, tinja, isi perut dan insang ikan. Penelitian eksperimental ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 2x3 yaitu penyiangan dan suhu penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan kadar histamin, jumlah bakteri dan jumlah Coliform dengan pola peningkatan yang berbeda, dimana uji anava menunjukkan beda nyata (p<0,05) untuk penyiangan dan suhu penyimpanan kecuali interaksi. Peningkatan jumlah bakteri lebih disebabkan karena faktor suhu penyimpanan dibandingkan dengan faktor penyiangan. Penerapan teknologi tepat guna berupa penyiangan dan suhu penyimpanan 0oC mampu meningkatkan keamanan ikan tongkol ditinjau dari mutu kimiawi dan mikrobiologis. Penyiangan dan suhu penyimpanan 0oC mampu menghambat pembentukan kadar histamin, jumlah bakteri dan jumlah Coliform serta masih dinyatakan aman untuk dikonsumsi sampai hari ke 10.
NEODYMIUM:YTTRIUM-ALUMINIUM-GARNET LASER HYALOIDOTOMI PADA PERDARAHAN SUBHYALOID PREMAKULA Rismawati, Nyoman Novita; Andayani, Ari; Budhiastra, Putu
Medicina Vol 46 No 3 (2015): September 2015
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.351 KB)

Abstract

Perdarahan subhyaloid premakula merupakan akumulasi darah pada lapisan subhyaloid di depanmakula yang menimbulkan penurunan visus mendadak tanpa rasa nyeri. Penyebabnya adalah kelainanvaskular, kelainan hematologi, valsalva retinopati, trauma atau sindrom Terson’s.Dilaporkan satukasus perdarahan subhyaloid premakula yang ditangani dengan laser hyaloidotomi menggunakanlensa goldmann three-mirror di RSUP Sanglah Denpasar. Penderita mengeluh mata kiri kaburmendadak tanpa nyeri 2 hari sebelumnya.Visus mata kiri 1/60 pinhole tidak maju.Segmen anteriordalam batas normal.Segmen posterior terlihat gambaran perdarahan subhyaloid pada area makulaberbatas tegas,boat-shaped,air fluid level, dan berukuran 6 disc diameter.Terapi konservatif, laserhyaloidotomi dengan lensa mainster, dan pneumatic displacement tidak berhasil,kemudian dilakukanlaser hyaloidotomi ulang dengan lensa goldmann three-mirror. Visus menjadi 6/10 pada 15 menitsetelah laser hyaloidotomi ulang dan 6/6 saat kontrol 1 bulan. [MEDICINA 2015;46:189-94].Premacular subhyaloid hemorrhageis defined as blood accumulation in the subhyaloid membranewhich on premacular area can cause significant visual acuity loss without pain. It caused by vascular orhematologic disorders, valsalva retinopathy, trauma or Terson’s syndrome. We reported a case ofpremacular subhyaloid hemorrhage managed by laser hyaloidotomy with goldmann three-mirror lensin Sanglah Hospital. The patient complained with left eye blur suddenly without pain since 2 daysbefore. Visual acuity on left eye 1/60 pinhole no improved. Anterior segment within normal limit.Posterior segment was found premacular subhyaloid hemorrhage with well demarcated, boat shaped,air fluid level, and 6 disc diameters in size. Conservative management, laser hyaloidotomy with mainsterlens, and pneumatic displacement showed no improvement, then laser hyaloidotomy with goldmannthree-mirror lens was performed. Visual acuity became 6/10 fifteen minutes afterward and 6/6 on 1month follow up. [MEDICINA 2015;46:189-94].
MALIGNANT TRITON TUMOR NERVUS SURALIS YANG BERASAL DARI PLEXYFORM NEUROFIBROMA Maharini Rahayu, Ni Made; Juli Sumadi, I Wyn; Ekawati, Ni Putu; Saputra, Herman
Medicina Vol 44 No 2 (2013): Mei 2013
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252.056 KB)

Abstract

Tumor ganas yang berasal dari saraf tepi atau tumor dengan diferensiasi elemen-elemen selubung saraf disebut sebagai malignant peripheral nerve sheath tumors (MPNST). Sebuah varian dari MPNST yang memperlihatkan pembentukan otot lurik disebut sebagai malignant Triton tumor. Diagnosis malignant Triton tumor harus memenuhi kriteria diagnosis MPNST dan dibuktikan adanya diferensiasi rhabdomyoblas. Kasus ini dibahas oleh karena insidennya jarang, yaitu kurang dari 5% dari keseluruhan tumor ganas jaringan lunak. Pasien adalah seorang wanita, 40 tahun, dengan nodul pada cruris dan siku kanan. Pemeriksaan mikroskopis dengan pulasan  hematoxylin eosin  pada cruris menunjukkan gambaran yang khas untuk MPNST, serta terlihat sebaran sel-sel rhabdomyoblas yang positif terhadap pengecatan Desmin dan S-100. Tumor pada siku dan nervus suralis menunjukkan gambaran plexyform neurofibroma. Berdasarkan histopatologi konvensional dan imunohistokimia, kasus disimpulkan sebagai malignant Triton tumor nervus suralis yang berasal dari plexyform neurofibroma.[MEDICINA 2013;44:135-140]
PREVALENCE AND HEMATOLOGY PROFILES OF ANEMIA IN PATIENTS WITH ACUTE LOWER RESPIRATORY INFECTION Adi Wirawan, I Ketut; Ariawati, Ketut; Subanada, Ida Bagus
Medicina Vol 43 No 2 (2012): Mei 2012
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.641 KB)

Abstract

Anemia remains a major health problem worldwide, both in developed or developing countries. Approximately, 30% of world population suffered from anemia, and half of it is due to iron deficiency anemia (IDA). Clinical aspect of iron deficiency is lack of immunity. Objectives of this study were to measure prevalence and anemia profile on hospitalized children with acute lower respiratory tract infection (ALRI). This study was a crossectional descriptive study, using children with diagnosed of ALRI in Sanglah Hospital Denpasar, on January-December 2009. Children aged 6-59 months with diagnosed of ALRI and admitted for this study was 74 children. Most of them were male (69%), aged 6-11 months (57%), and 61% suffered from pneumonia. Most children with ALRI (64%) suffered from anemia, and 80% of them suffered from IDA. At ALRI group who were diagnosed with IDA, the average concentrations of hemoglobin, MCHC, SI, TIBC and transferin saturation were 9.72 g/dl, 32.76 g/dl, SI 21.03 µg/dl, 364.19 µg/dl and 6.05% respectively. It was concluded that prevalence of anemia in patients with ALRI was 64%, and 80% of them were IDA. Most ALRI patients with anemia (76%) have less iron status.
Korelasihipotensiortostatik dan fungsi kognitif padapasien geriatri diRSUP Sanglah Putra, I Komang Wisuda Dwija; Kuswardhani, A Tuty
Medicina Vol 47 No 3 (2016): September 2016
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (59.662 KB)

Abstract

Tujuanpenelitianiniadalahuntuk mengetahui hubungan tekanan darah dan fungsi kognitif pada pasienhipotensi ortostatik. Metode yang dipergunakanadalah analisis potong lintang, pada pasien rawat jalan dipoliklinik geriatri RSUP Sanglah. Hipotensiortostatikadalahpenurunan minimal 20 mmHg tekanandarahsistolikdanatau 10 mmHg padatekanandarahdiastolikdariperubahanposisi baring kedudukatauberdiridenganselangwaktu 3 menit. Fungsi kognitif menggunakan skormini mental state examination(MMSE)danmontreal cognitive assessment (MOCA). Padapenelitianini didapatkanperbedaan yang signifikanpada skor MMSE dan MOCA pada pasien hipotensi ortostatik berdasarkan tingkat pendidikan,skor MMSE(simpangbaku/SB) padakelompokpendidikan SMA dandi atasnyasebesar 21,31(2,983) berbanding16,79(4,526) padakelompokpendidikan SMP dandi bawahnya (nilai P=0,003 IK 95% 1,694sampai7,359) danuntukskor MOCA (SB) sebesar17,75(3,396)berbanding13,36(4,088) dengannilai P=0,003IK95% 1,594sampai 7,191. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara tekanan darah diastolik saatberbaring dengan skor MMSE (r=0,481,nilaiP=0,007 dengan IK95% 22,836sampai41,132) dan terdapatkorelasi positif yang signifikan antara tekanan darah sistolik dan diastolik saat berbaring dengan skorMOCA (r=0,370 dan 0,447). Simpulanpenelitianini adalah tekanan darah memiliki korelasi denganpenurunan fungsi kognitif. Penelitianlanjutandenganjumlahsampel yang lebihbesar diperlukanuntukmengetahui hubungan tekanan darah dengan fungsi kognitif pada pasien hipotensi ortostatik.[MEDICINA.2016;50(3):7-11].The purpose of this study was to determine the relationship of blood pressure and cognitive function inorthostatic hypotension patients. The method used was a cross-sectional analysis on outpatient at geriatricclinic of Sanglah Hospital. Hypotension orthostatic was defined as a decrease at least 20 mmHg systolicblood pressure and or reduction of at least 10 mmHg diastolic blood pressure from lying position to sittingor standing position within 3 minutes. Cognitive function using themini mental state examination(MMSE)andmontreal cognitive assessment(MOCA) score. In this study, a significant difference in MMSE scoreand MOCA on patients with orthostatic hypotension based on their education level, MMSE score standarddeviation(SD) in high school education and above group is 21.31 (16.79), compare with number of juniorhigh and bellow group is 2.983 (4.526), (p value=0.003 95% CI 1.694 to 7.359) and for MOCA score(17.75 (3.396) and 13.36 (4.088)) with p value=0.003CI 95% 1.594 to 7.191. There wasa significantpositive correlation between diastolicblood pressure when lying down with MMSE score (r=0.481, pvalue=0.007 with CI 95% 22.836 to 41.132) and there is a significant positive correlation between systolicand diastolic blood pressure when lying down with MOCA score of (r=0.370 and 0.447). Theconclusion ofthis study was that the blood pressure has a correlation with declining of cognitive function. Larger studiesare necessary to determine the relationship between blood pressure and cognitive function on patients withorthostatic hypotension.[MEDICINA.2016;50(3):7-11].
PENATALAKSANAAN ANESTESIA PADA LAPAROTOMI KISTOMA OVARII PERMAGNA Sinantyanta, Hadyan; Sujana, Ida Bagus
Medicina Vol 45 No 2 (2014): Mei 2014
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.38 KB)

Abstract

Kistoma ovarii permagna masih sering dijumpai di RSUP Sanglah Denpasar. Kasus ini berisiko tinggi selama periode perioperatif. Seorang wanita, 25 th, didiagnosis kistoma ovarii permagna, pasien tampak kurus dengan perut sangat besar dan aktifitasnya terganggu. Fungsi kardio-respirasi normal. CT scan abdomen: massa ukuran 30,3 x 34,9 x42,1 cm. Sebelum induksi dipasang CVC dan arteri line. Dengan posisi setengah duduk dilakukan laringoskopi – intubasi. Pasca-operasi respirasi tidak adekuat, sehingga perlu  ventilasi kendali di ICU. Saat induksi pasien diposisikan setengah duduk, sedikit miring kiri untuk mencegah regurgitasi-aspirasi dan aorto-caval compresion. Terjadi masalah ventilasi tidak adekuat pasca operasi yang kemungkinan karena sisa obat opioid, pelumpuh otot, faktor mekanik diafragma, otot-otot bantu pernapasan dan nyeri. Anestesiologis harus memperhatikan fungsi fisiologis dalam batas normal dan memfasilitasi pembedahan dapat dilakukan secara aman. [MEDICINA 2014;45:139-42]   .  
A 44-DAY OLD MALE INFANT WITH THORACOABDOMINAL ECTOPIA CORDIS OF PENTALOGY CANTRELL’S SYNDROME Yuliantini, Tri; Gunawijaya, Eka; Putu Yasa, Ketut
Medicina Vol 44 No 1 (2013): Januari 2013
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1231.095 KB)

Abstract

Ectopia cordis is a rare and impressive congenital abnormality, occurring in 5.5 to 7.9 per 1 million live births. The defect is characterized by partial or complete displacement of the heart out of the thoracic cavity. This defect require a staged procedure to achieve a complete repair. We reported a 44-day-old male infant presented with symptoms of tachypnea and mild cyanosis since birth. On physical examination, the child looked lethargic with a weak cry. The midline defect extended from the lower margin of the neck to the umbilicus. The sternum was completely bifid, with an inter-ridge distance of 6 cm, through which the heart was protruded for 4-5 cm and the apex pointed anteriorly. The first and second heart sounds were normal with ejection holosystolic murmur. The diagnosis was ectopia cordis. A two dimensional echocardiography showed complete atrioventricular septal defect, which was known as a group of cyanotic congenital heart defect. The infant was referred subsequently to the neonatal intensive care unit with the ventilator support. Historically, the prognosis of this condition is poor. Our patient died before surgery being performed.