cover
Contact Name
Dr. Ifrani, S.H., M.H
Contact Email
ifrani@ulm.ac.id
Phone
+625113305255
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota banjarmasin,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Badamai Law Journal
ISSN : 25014086     EISSN : 25030884     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 198 Documents
IMPLEMENTASI PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI INDONESIA Muhamad Pazri
Badamai Law Journal Vol 1, No 2 (2016)
Publisher : Program Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/damai.v1i2.1822

Abstract

The purpose of this thesis is to determine and assess the implementation of Principle To recognize the importance of Good Governance in Financial Management System in Indonesia. To know Is General Principles of Local Financial management of the Implementation of Regional Finance can mewujukan Good Governance and How to Achieve Fiscal Management Principles for Being a Good Governance. Research in the writing of this law is to use the method of normative legal writing with properties that provide exposure deskrepsi study or overview of the implementation of Principles of Good Governance in Financial Management System In Indonesia and find How to Achieve Financial Management To Become Principles of Good Governance .. The law Primary use is legal action that the Minister of Home Affairs Number 21 Year 2011 concerning the Second Amendment of the Regulation of the Minister of Home Affairs Number 13 Year 2006 on guidelines for financial management, and secondary legal materials in the form of books and literature. After all the ingredients of the literature and research material collected then the materials are then processed and analyzed.According to this thesis and research results show that: First, the minimal prerequisites for achieving good governance is transparency, accountability, participation, legal empowerment, effectiveness and efficiency, and fairness. Second, implementation has Good Governance in Local Financial Management of renewal has always done.
DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT ATAS PANGAN STUDI DI KABUPATEN BANJAR Noor Hafidah; Mulyani Zulaeha; Lies Ariyani
Badamai Law Journal Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : Program Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/damai.v2i1.4064

Abstract

Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas pembangunan dan bertambahnya jumlah penduduk tentu di sisi lain memerlukan lahan dan ruang sebagai tempat untuk menampung  kegiatan pembangunan tersebut berlangsung. Penggunaan lahan oleh setiap aktivitas  pembangunan sedikitnya akan mengubah rona lingkungan awal menjadi rona lingkungan baru, sehingga terjadi perubahan kesinambungan lingkungan. Dengann terjadinya perubahan rona lingkungan apalagi sampai terjadi alih fungsi lahan pertanian maka hal ini merupakan ancaman terhadap pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan. Alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, serta kesejahteraan masyarakat pertanian dan perdesaan yang kehidupannya bergantung pada lahannya. Alih fungsi lahan-lahan pertanian subur selama ini kurang diimbangi oleh upaya-upaya terpadu mengembangkan lahan pertanian melalui pencetakan lahan pertanian baru yang potensial. Di sisi lain, alih fungsi lahan pertanian pangan menyebabkan makin sempitnya luas lahan yang diusahakan dan sering berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan petani. Oleh karena itu, pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan melalui perlindungan lahan pertanian pangan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan, dalam rangka meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya. Apalagi disadari bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat dan hak untuk memperoleh pangan tersebut merupakan salah satu hak asasi manusia. Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kebutuhan masyarakat akan dapat menciptakan ketidak-stabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.
PENERAPAN ASAS VICARIOUS LIABILITY TERHADAP ORANG TUA ATAS TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN ANAK Haris Supriyadi
Badamai Law Journal Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Program Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/damai.v3i1.6057

Abstract

Tujuan penelitian hukum ini adalah untuk mengetahui asas vicarious liability dapat diterapkan terhadap orang tua, atas tindak pidana yang dilakukan oleh anaknya dan untuk mengetahui Tindak pidana anak yang bagaimana yang dapat dimintakan pertanggungjawaban orang tua berdasarkan asas vicarious liability. Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan menginventarisir peraturan perundang-undangan serta mengkaji adanya kekaburan hukum mengenai penerapan asas vicarious liability terhadap orang tua atas tindak pidana yang dilakukan anak.Hasil penelitian menunjukan bahwa, Pertama Asas vicarious liability dapat diterapkan terhadap orang tua atau wali, atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak dalam konteks bentuk pengalihan tindak pidana, berdasarkan tujuan hukum itu sendiri yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum dalam penerapan hukum pidana di Indonesia. Pengalihan pertanggungjawaban pidana anak kepada orang tua bertolak dari bingkai yuridis dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak dan  pasal 9 Undang-Undang Nomor  4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
BUDAYA BERHUKUM BANGSA INDONESIA ifrani ifrani
Badamai Law Journal Vol 4, No 2 (2019)
Publisher : Program Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/damai.v4i2.8311

Abstract

Tata cara, ketertiban dan ketaatan kepada hukum dalam penegakannya dipengaruhi berbagai faktor, salah satunya adalah budaya masyarakatnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana budaya hukum masyarakat Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan mengkaji peraturan perundangan-undangan dan norma-norma yang berlaku. Hasil penelitian menunjukan bahwa penulis menawarkan tiga indicator yang dapat dijadikan haluan bagi perbaikan budaya hukum masyarakat yakni kepatuhan hukum masyarakat, moral hukum masyarakat, dan kesadaran hukum masyarakat. Namun pemenuhan tiga indikator yang penulis tawarkan ini terkendala dengan cara berhukum di Indonesia yang masih lebih didominasi berhukum dengan peraturan daripada berhukum dengan akal sehat. Berhukum dengan peraturan adalah berhukum minimalis, yaitu menjalankan hukum dengan cara menerapkan apa yang ditulis  dalam teks secara mentah-mentah. Cara berhukum dengan peraturan ini akan membawa pada kepatuhan hukum, tetapi tidak akan menumbuhkan moral hukum masyarakat yang dibutuhkan untuk mencapai kesadaran hukum. Adapun dalam hal ini berhukum dengan akal sehat adalah kunci penting guna membangun kesadaran hukum masyarakat.
KONSEP HUKUM JENIS PEKERJAAN KEGIATAN PENUNJANG PADA PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN PEMBORONG Sahrul Sahrul
Badamai Law Journal Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Program Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/damai.v3i2.9244

Abstract

Tujuan dari penelitian tesis ini adalah untuk untuk mengetahui dan menganalisis apa yang menjadi bentuk jenis pekerjaan penunjang pada perusahaan pemborongan menurut Pasal 65 ayat 2 huruf C Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan dan juga Untuk mengetahui dan menganalisis Apa akibat hukum jika jenis pekerjaan Pokok dikelola Perusahaan Pemborongan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan dua cara pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan, pendekatan dan konseptual.        Menurut hasil dari penelitian tesis ini menunjukkan bahwa : Pertama, Jenis Pekerjaan Kegiatan Penunjang Pada Perusahaan Pemborongan merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan kegiatan utama sesuai dengan alur kegiatan proses pelaksanaan.pekerjaan yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha yang dibentuk sesuai peraturan perundang-undangan; Kedua, bentuk konsep hukum jenis pekerjaan kegiatan penunjang pada perusahaan pemborongan ada 2 kategori yang dibahas yaitu pekerjaan yang tidak masuk ke perusahaan pemborongan meliputi foreman kapal, foreman lapangan, operator crane, operator head truck, petugas tally Marketing, Analis Kredit, Account Officer, Customer Service, Collector, Teller, Back Office, Air traffic controller (ATC), Aircraft Maintenance Engineer, Marshaller dan AVSEC kemudian pekerjaan yang masuk keperusahaan pemborongan meliputi security, cleaning service, pengemudi kendaraan dinas jabatan dan kendaraan dinas operasional dan pramusaji/ pramubakti.
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KERUGIAN KEUANGAN NEGARA PADABUMN/PERSERO Dwi Ananda Fajar Wati
Badamai Law Journal Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Program Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/damai.v1i1.256

Abstract

Issues regarding legal accountability to state-owned corporation loss toward state finance have been considered significant concerning the importance of the existence of the state-owned corporation as one of the driving wheel of national development. There are, however, numerous laws and regulations which regulate the state owned corporation. To some communities, these regulations tend to limit the performance of the corporations itself as an independent legal entity, and in turn, the corporation faces difficulties to compete with private corporations. Based on the issue, this thesis aims to evaluate the concept whether the wealth of the state-owned corporation is the wealth of the state; to evaluate whether the loss of state-owned corporation is a state loss; and to evaluate the legal accountability towards the loss and the settlement compensation of the state owned corporation administrators.     Based on the research, it is found that to this date, the accountability of the state-owned loss is regulated by multi laws, in which the private law, state administrative law, and criminal law. This fact is based on the vast interpretation of state finance in the State Finance Law, and in turn, the loss in this section is considered as the loss of state’s finance. This finding also shows that the legal accountability of state finance loss in a state owned corporation is regulated in the statutory laws associated with state finance and the regulation of the state owned corporation itself. Moreover, State-Owned Corporation is also regulated in the regulation about corporation and limited company as if it was a private company. Keywords :Responsibility, corporation, loss toward state finance Isu mengenai akuntabilitas hukum untuk kerugian perusahaan milik negara terhadap keuangan negara telah dianggap signifikan mengenai pentingnya keberadaan perusahaan milik negara sebagai salah satu penggerak roda pembangunan nasional. Namun demikian, banyak undang-undang dan peraturan yang mengatur perusahaan milik negara. Untuk beberapa komunitas, peraturan ini cenderung membatasi kinerja perusahaan itu sendiri sebagai entitas hukum independen, dan pada gilirannya, perusahaan menghadapi kesulitan untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan swasta. Berdasarkan hal tersebut, tesis ini bertujuan untuk mengevaluasi konsep apakah kekayaan perusahaan milik negara adalah kekayaan negara; untuk mengevaluasi apakah hilangnya perusahaan milik negara adalah kerugian negara; dan untuk mengevaluasi pertanggungjawaban hukum terhadap kerugian dan kompensasi penyelesaian BUMN administrator perusahaan. Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa sampai saat ini, akuntabilitas kerugian BUMN diatur oleh undang-undang multi-, di mana hukum privat, hukum administrasi negara, dan hukum pidana. Fakta ini didasarkan pada interpretasi yang luas dari keuangan negara dalam UU Keuangan Negara, dan pada gilirannya, hilangnya bagian ini dianggap sebagai kerugian keuangan negara. Temuan ini juga menunjukkan bahwa akuntabilitas hukum kerugian keuangan negara dalam sebuah perusahaan milik negara diatur dalam undang-undang hukum yang terkait dengan keuangan negara dan peraturan dari perusahaan milik negara itu sendiri. Selain itu, Milik Negara Corporation juga diatur dalam peraturan tentang perusahaan dan perusahaan terbatas seolah-olah itu sebuah perusahaan swastaKata kunci : BUMN/Persero,Kerugian Keuangan Negara, Pertanggungjawaban Hukum
EKSISTENSI PERSETUJUAN TERTULIS PRESIDEN UNTUK PEMANGGILAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PADA TAHAP PENYIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ASAS EQUALITY BEFORE THE LAW Riduan Noor
Badamai Law Journal Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : Program Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/damai.v2i1.3388

Abstract

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang pemanggilan anggota DPR RI melalui persetujuan tertulis  Presiden dalam  penyidikan dari perspektif asas equality before the law dan konsekuensi hukum yang akan timbul terhadap pemanggilan  anggota DPR RI yang diduga melakukan tindak pidana dalam penyidikan dengan  persetujuan tertulis  Presiden. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi sehingga diperoleh argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah. Eksistensi legis yang  mengharuskan  adanya persetujuan tertulis dari  Presiden terhadap pemanggilan anggota DPR RI untuk dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka dalam proses penyidikan adalah  bertentangan dengan asas  equality before the law. Hal ini secara tegas telah dijelaskan dalam konstitusional, yaitu pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Bahwa  secara defacto dan dejure Indonesia telah mencantumkan prinsip  equality before the law  dalam konstitusinya, dan sebagai konsekuensi logisny harus  dilaksanakan,  direalisasikan dan diakomodir asas ini dalam peraturan perundang-undangan dan kehidupan bernegara. Perlakuan istimewa anggota DPR itu telah memiliki legalitas melalui UU No. 17 Tahun 2014 (UU MD3) dan diperkuat lagi dengan Putusan  MK No. 76/PUU-XII/2014.  Di dalam proses penyidikan akan menimbulkan konsekuensi hukum dan berpotensi akan mengalami hambatan-hambatan, seperti mengganggu independensi peradilan, terjadinya penundaan pemeriksaan   dan keraguan penyidik dalam menindak lanjuti penyidikan tanpa adanya  surat persetujuan tertulis dari presiden.
LEGAL PROTECTION TO TRADITIONAL GOLD MINERS COMMITTING ENVIRONTMENTAL CRIME THROUGH PENAL MEDIATION Aldia Bela Ranti
Badamai Law Journal Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Program Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/damai.v3i1.6062

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dalam menentukan perlindungan hukum terhadap penambang emas tradisional serta  penyelesaiannya dapat dilakukan secara mediasi penal. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Perlindungan hukum terhadap tindak pidana pencemaran lingkungan hidup diatur di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini memuat  adanya perlindungan hukum, tetapi hanya kepada korban dan tidak diberikan juga untuk penambang emas tradisional. Seharusnya tidak kepada korban saja, namun juga terhadap penambang emas tradisionalnya yang bertujuan untuk memberikan rasa keseimbangan dan rasa keadilan serta tercapaian tujuan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, perlindungan hukum juga harus diberikan kepada para penambang emas tradisional dimana penambangan adalah satu-satunya mata pencaharian dalam menyambung hidup yang bersifat turun temurun namun perlindungan disini diberikan kepada mereka yang belum memulai penambangan bahwa menambang diperbolehkan dengan menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan. Kedua, penyelesaian perkara tindak pidana pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan oleh penambang emas tradisional tidak harus selalu dengan hukum pidana melainkan dapat dilakukan secara mediasi penal sebagai salah satu alternatif di dalam penyelesaiannya.
RELEVANSI PERLINDUNGAN KORBAN PENIPUAN DAN PENGGELAPAN OLEH OKNUM POLRI DENGAN PENJATUHAN SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK PROPESI POLRI Safitri Wikan Nawang Sari; Eroy Aryadi
Badamai Law Journal Vol 4, No 1 (2019)
Publisher : Program Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/damai.v4i1.6045

Abstract

Adanya korban yang perlu dilindungi hak-haknya dalam perkara yang  melibatkan oknum Anggota Polri Polres Banjarbaru berinisial AIPTU M, yang melakukan suatu tindak pidana penipuan dan penggelapan sesuai pasal 372 dan 378 KUHP. Tujuan dari penulisan ini adalah : (1) Sebagai pedoman dan keseragaman administrasi Penyidik Propam Polri dalam menjalankan tugasnya melakukan penyidikan perkara pelanggaran disiplin, pidana dan kode etik sesuai dengan Standar Operasional Prosedur; (2) Memberikan kejelasan tentang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 2 Tahun 2003 yang bersinergi dengan Surat Edaran Kapolri Nomor 6 Tahun 2014 sehingga para penyidik Propam mampu bertindak secara professional, Modern dan Terpercaya.        Hasil penelitian ini adalah : (1) korban An. NOERANA diarahkan agar melaporkan pengaduannya ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polres Banjarbaru terhadap perkara Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang dilakukan oknum berinisial Aiptu M terhadap dirinya dikarenakan ditemukan unsur pidana dalam pelanggaran yang dilakukannya, namun yang bersangkutan tidak mau melaporkan kasus pidananya dan hanya berharap disidangkan disiplin saja untuk dapat diselesaikan secara damai yang menguntungkan kedua belah pihak (win-win solution); (2) Oknum Polri berinisial AIPTU M dihadapkan pada sidang disiplin dan dijatuhi hukuman mutasi yang bersifat demosi.  terkait adanya korban lain yang melaporkan permasalahan yang sama melalui jalur perkara pidana, sampai dengan sekarang Sat Reskrim Polres Banjarbaru masih melakukan penyidikan.
BATAS KEWENANGAN ANTARA PENYIDIK POLRI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA NARKOBA Ferry Kurniawan Goenawi
Badamai Law Journal Vol 4, No 2 (2019)
Publisher : Program Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/damai.v4i2.9239

Abstract

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, memberikan kewenangan dalam penyidikan kepada Penyidik BNN & Penyidik Polri dalam melakukan penyidikan tindak pidana narkotika. Tentu akan menjadi tumpang tindih dalam penegakan tindak pidana narkotika, kalau tidak ada batasan dalam kewenangan masing-masing institusi baik BNN maupun Polri. Tujuan diadakannya penelitian ini adalah Untuk menganalisis alasan BNN diberikan kewenangan melakukan penyidikan tindak pidana narkoba serta menganalisis batasan kewenangan antara Penyidik BNN & Penyidik Polri dalam tindak pidana Narkoba.Alasan BNN diserahi wewenang penyidikan terhadap tindak pidana narkotika yaitu : a) semakin meningkatnya peredaran dan penyalahgunaan narkoba, b)  Penguatan BNN c)  Meningkatkan pemberantasan narkoba, dan d) efektivitas penyidikan tindak pidana narkotika.UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Penyidik BNN dari pada Penyidik Polri dalam . penyidikan tindak pidana narkotika.  Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika hanya memberikan kewenangan : a) membuat dan menyampaikan SPDP b) menyita, c) Menyisihkan benda sitaan untuk pembuktian, dan d) memusnahkan barang sitaan.

Page 2 of 20 | Total Record : 198