cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik
ISSN : 20866313     EISSN : 25284673     DOI : -
Core Subject : Economy,
Journal of Economics and Public Policy (hence JEKP) is a national journal providing authoritative source of scientific information for the policy maker, researcher, and student. We publish original research papers, review articles, and case studies focused on economics and public policies as well as related topics. All papers are peer-reviewed by at least two reviewers. JEKP is released and published by Centre for Research, Expert Body of The House of Representatives of The Republic Indonesia and managed to be issued twice a year.
Arjuna Subject : -
Articles 202 Documents
Kinerja Industri Manufaktur di Provinsi-Provinsi Sumatera Tahun 2010-2015 [Manufacturing Industry Performance in Sumatra Provinces 2010-2015] Juli Panglima Saragih
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 9, No 2 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v9i2.747

Abstract

Manufaturing industry has given significant contribution to Indonesia’s gross domestic product since 2005-2010. Most of manufacturing industry in Sumatera island were mainly represented by agroindustry, and oil and gas industries. This research aims to analyze manufacturing industry performance in Sumatera island in terms of its share in Sumatra GDP and comparing it to total production of national manufacturing industry. This study uses Location Quotient methods to analyse contribution of manufacturing industry on Sumatra GDP. This study finds that Location Quotient of manufacturing industry of Sumatera island is overall less than 1 in period of 2010-2015. It indicates that manufacturing industry in Sumatra gives less significant contribution to overall of GDP of Sumatra. However, in terms of provinces in Sumatera island, the highest shares of manufactuting industry to GDP were in three provinces, namely, North Sumatra, Riau islands, and Riau provinces. Whilst in other provinces in Sumatra, the shares of industry to GDP were moderate and small. This study suggests that to improve the shares of industry in Sumatera island to GDP, the government must diversify its manufacturing industries from natural resource base to other local specific base resources. These findings should be accommodated in future policy to improve the economic growth in Sumatera island in particular and Indonesia in general. Keywords: manufacturing industry, Location Quotient, performance of industry sector, gross domestic product, Sumatera IslandAbstrakIndustri manufaktur merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian nasional. Kontribusinya semakin meningkat terhadap PDB selama periode tahun 2005-2010. Industri manufaktur di Pulau Sumatera sebagian besar berbasis perkebunan, sumber daya alam (SDA), minyak, dan gas bumi. Penelitian ini bertujuan mengkaji dan menganalisis kinerja industri manufaktur di Pulau Sumatera dengan menggunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Estimasi penghitungan LQ menggunakan data-data industri manufaktur se-Sumatera dalam periode tahun 2010-2015. Dari hasil analisis LQ tersebut diperoleh antara lain bahwa industri manufaktur di Pulau Sumatera periode tahun 2010-2015 memiliki nilai LQ ˂ 1. Ini menunjukkan secara agregat industri manufaktur di Pulau Sumatera masih belum dapat diandalkan untuk percepatan pertumbuhan ekonomi (PDB) regional Pulau Sumatera walaupun berkontribusi positif terhadap industri manufaktur nasional. Namun jika berdasarkan LQ provinsi, industri manufaktur tumbuh signifikan hanya terjadi di tiga provinsi, yakni Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Riau, dan Riau. Sedangkan dua provinsi, yakni Provinsi Sumatera Selatan dan Lampung ditemukan memiliki pertumbuhan moderat. Lima provinsi lainnya mengalami pertumbuhan yang sangat lambat dalam periode yang sama. Antara pulau di Indonesia, kontribusi industri manufaktur Pulau Sumatera relatif besar setelah Pulau Jawa dibandingkan dengan pulau lain di luar Pulau Jawa. Oleh karena itu, solusi yang dapat ditempuh adalah perlunya diversifikasi industri di Pulau Sumatera sesuai potensi sumber daya yang dimiliki untuk memperkuat struktur industri manufaktur di Pulau Sumatera tersebut. Diversifikasi industri dimaksud tidak hanya industri berbasis perkebunan dan sumber daya alam. Kebijakan industri nasional ke depan selayaknya memerhatikan temuan studi ini supaya pertumbuhan industri di Pulau Sumatera semakin optimal.Kata kunci: industri manufaktur, kinerja sektor industri, Produk Domestik Bruto, Sumatera
Pengolahan Biji Kakao Produksi Perkebunan Rakyat untuk Meningkatkan Pendapatan Petani [Processing of Smallholder Plantations Cocoa Production to Increase Farmers Income] Radot Manalu
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 9, No 2 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v9i2.1006

Abstract

The cocoa commodity is one of the plantation commodities in Indonesia which has an important role for the national economy to increase the country’s foreign exchange. However, the quality of Indonesian cocoa, especially the production of smallholder cocoa beans, is still low. The results showed that smallholder plantations farmers in South Sulawesi Province did not pay attention to the quality of cocoa beans because usually farmers sell cocoa beans that have not been fermented. If farmers of smallholder cocoa plantations process cocoa beans with fermentation technology will get better quality and economic value because the price of fermented cocoa beans is higher than the price of unfermented cocoa beans with a price difference of around Rp3,000/kg - Rp5,000/kg. In addition to improving quality to obtain better economic value, the results of the study also show that animal feed from fermented cocoa beans is also better than non-fermented cocoa beans. The purpose of this study is to review and formulate policy recommendations to improve the quality of cocoa beans produced by smallholders to increase farmer income. Therefore, technical guidance on the management of cocoa beans from the local government to smallholder plantation farmers is very important so that the quality of farmer cocoa beans can be improved. Furthermore, in the future the cocoa development program in the future must be directed towards efforts to realize high-quality cocoa bean products, so as to obtain better economic value especially for farmers as suppliers of cocoa beans. This study uses a qualitative method with a descriptive approach. The research sample was taken through purposive sampling technique. Data analysis was carried out with a qualitative exploratory approach with a research framework for post-harvest cocoa bean processing so that it could explain and answer problems in the study.Keywords: processing, quality, cocoa, income, farmers, technologyAbstrakKakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan di Indonesia yang memiliki peranan penting bagi perekonomian nasional untuk peningkatan devisa negara. Namun demikian, mutu kakao Indonesia khususnya produksi biji kakao perkebunan rakyat masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji dan merumuskan saran kebijakan guna meningkatkan mutu biji kakao produksi perkebunan rakyat untuk meningkatkan pendapatan petani. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengambilan sampel penelitian dilakukan melalui teknik purposive sampling dan analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif eksploratif dengan kerangka penelitian pengolahan biji kakao pascapanen sehingga dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para petani perkebunan rakyat di Provinsi Sulawesi Selatan belum memerhatikan mutu biji kakao karena pada umumnya petani menjual biji kakao hasil pertaniannya yang belum difermentasi. Jika petani perkebunan kakao rakyat mengolah biji kakao dengan teknologi fermentasi akan mendapatkan mutu dan nilai ekonomi yang lebih baik karena harga biji kakao fermentasi lebih tinggi dari harga biji kakao yang tidak difermentasi dengan selisih harga sekitar Rp3.000/kg – Rp5.000/kg. Selain peningkatan mutu untuk memperoleh nilai ekonomi yang lebih baik, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pakan ternak dari limbah biji kakao yang difermentasi juga lebih baik dibandingkan dengan biji kakao yang tidak fermentasi. Oleh karena itu, bimbingan teknis pengelolaan biji kakao dari pemerintah daerah kepada petani perkebunan rakyat sangat penting agar mutu biji kakao petani dapat ditingkatkan. Selanjutnya, secara berkelanjutan program pengembangan kakao di masa depan harus diarahkan kepada upaya mewujudkan produk biji kakao yang bermutu tinggi, sehingga dapat memperoleh nilai ekonomi yang lebih baik terutama bagi petani sebagai pemasok biji kakao.Kata kunci: pengelolaan, mutu, kakao, pendapatan, petani, teknologi
The Role of Mass Communications to the Market Interventions of Rice Commodity in Indonesia [Peran Komunikasi Massa terhadap Intervensi Pasar Komoditas Beras di Indonesia] Kumara Jati; Arie Mardiansyah
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 9, No 2 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v9i2.990

Abstract

The rice is a staple food for the people and significantly contributes to economic development in Indonesia. Occasionally a market intervention should be implemented by the Government of Indonesia during the low harvest season to control and to manage the price of rice and the inflation, so low-income society could meet their basic needs. This study examines how communication aspect is really important as a part of market intervention mechanism to control the price and the stock of rice in Indonesia. Autoregressive and Moving Average, Autoregressive Conditional Heteroskedasticity/Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity, and the Structural Time-Series Model are applied with a dummy variable on daily and monthly data of the stock and the price of rice from January 1, 2015 until June 27, 2016. It can be inferred from the data that the form of mass communication by the government to relevant stakeholders (channel distribution and consumers) can run well, especially in order to maintain the supply and the price stabilization of rice. Nevertheless, the ARMA(1,1)-GARCH(1,1) model with dummy variables, inter alia mass communication, and also the number of market operations and rice policy, are not so influential on the price of rice, but more influence on the stock of rice. Then, the Structural Time-Series Model shows that the fluctuation of price and stock is affected by seasonal and cycle components especially more fluctuated in the month of January-March. Therefore, the relevant authorities are expected to maximize the rice policy in order to maintain the price stability in the short term, medium term, and long term.Keywords: market intervensions, ARMA, ARCH/GARCH, Structural Time-Series ModelAbstrakBeras merupakan makanan pokok bagi masyarakat dan secara signifikan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia. Terkadang intervensi pasar harus dilaksanakan oleh pemerintah di luar musim panen untuk mengendalikan dan mengelola harga beras dan inflasi, sehingga masyarakat berpenghasilan rendah dapat memenuhi kebutuhan mereka. Penelitian ini mengkaji bagaimana aspek komunikasi sangat penting sebagai mekanisme intervensi pasar untuk mengendalikan harga dan stok beras di Indonesia. Autoregressive and Moving Average and Autoregressive Conditional Heteroskedasticity/Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity serta the Structural Time-Series Model digunakan dengan variabel dummy pada data stok dan harga beras, baik harian maupun bulanan, antara 1 Januari 2015 hingga 27 Juni 2016. Hasil analisis menyimpulkan bahwa komunikasi massa oleh pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan (pelaku usaha dan konsumen) dapat berjalan dengan baik terutama untuk menjaga pasokan dan stabilitas harga beras. Sedangkan analisis lebih lanjut Model ARMA(1,1)-GARCH(1,1) dengan variabel dummy yaitu komunikasi massa, serta jumlah operasi pasar dan kebijakan beras kurang berpengaruh terhadap harga beras namun lebih berpengaruh terhadap stok beras. Kemudian, the Structural Time-Series Model menunjukkan bahwa naik turunnya harga dan stok beras berasal dari komponen musiman dan siklus terutama lebih berfluktuasi pada bulan Januari-Maret. Oleh karena itu, otoritas terkait diharapkan dapat memaksimalkan kebijakan beras untuk menjaga stabilitas harga dan stok beras dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.Kata kunci: intervensi pasar, ARMA, ARCH/GARCH, Structural Time-Series Model
Eksistensi dan Determinan Middle Income Trap di Indonesia [Existence and Determinants of Middle Income Trap in Indonesia] Hotmaria Elecktawati Lumbangaol; Ernawati Pasaribu
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 9, No 2 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v9i2.984

Abstract

World Bank has classified that Indonesia has been included in lower-middle income countries in the last 13 years. This shows that Indonesia’s economic growth is quite stagnant for a long time and made Indonesia very potential to enter MIT. This study applies to identify whether Indonesia is already included in MIT. The time series analysis of ECM is also used to determine actions that can be taken in the long term to get out or avoid MIT. GNP per capita as the basis classification of income groups of countries in the world used as a variable to see MIT. The results show that both in the short and long term, service sector and high-educated labour have a positive effect to GNP per capita. The agricultural sector has a positive effect only in the short term, while the manufacturing sector is negatively affected in the long term. Economic structure condition that not supported together by these economic sectors show that economic structural transformation did not go well and indicates that Indonesia has fallen into MIT. The government is expected to improve the services sector, PMTB, and high-educated labour and improve the agricultural and manufacturing sectors in Indonesia as a way to get out from MIT and transition to developed countries.Keywords: MIT, GNP per capita, ECMAbstrakBank Dunia mengklasifikasikan negara Indonesia ke dalam kelompok negara dengan pendapatan menengah ke bawah (lower-middle income country) selama 13 tahun terakhir. Hal ini, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stagnan dalam waktu yang lama dan membuat potensi Indonesia masuk jebakan pendapatan menengah (middle income trap) sangat besar. Penelitian ini, diantaranya bertujuan untuk mengidentifikasi apakah Indonesia telah masuk dalam MIT. Analisis time series ECM digunakan sekaligus untuk mengetahui tindakan apa yang perlu dilakukan dalam jangka panjang untuk keluar atau terhindar dari jebakan pendapatan menengah. PNB per kapita sebagai dasar pengklasifikasian kelompok pendapatan negara-negara di dunia digunakan sebagai variabel untuk melihat MIT. Didapatkan hasil bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang sektor jasa dan jumlah tenaga kerja berpendidikan tinggi akan berpengaruh positif terhadap PNB per kapita. Sektor pertanian berpengaruh positif hanya dalam jangka pendek, sedangkan sektor manufaktur berpengaruh negatif dalam jangka panjang. Struktur perekonomian yang tidak didukung bersama-sama oleh sektor-sektor ekonomi ini menunjukkan bahwa transformasi struktur ekonomi tidak berjalan dengan baik dan mengindikasikan Indonesia telah masuk dalam jebakan pendapatan menengah. Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan sektor jasa, PMTB, dan tenaga kerja berpendidikan tinggi (human capital), serta memperbaiki sektor pertanian dan manufaktur di Indonesia sebagai upaya keluar dari jebakan pendapatan menengah dan bertransisi menuju negara maju.Kata kunci: MIT, PNB per kapita, ECM
Hubungan Dana Bagi Hasil dengan Penerimaan Daerah dan Kemiskinan Provinsi Kalimantan Timur [Relationship of Revenue Sharing with Regional Revenue and Poverty in East Kalimantan Province] Mandala Harefa
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 9, No 2 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v9i2.1159

Abstract

The policy of regional autonomy within fiscal decentralization has significantly increased the amount of fiscal transfer fund to province, as well as municipality/district level. Those policy aims to reduce inter-regional inequality of regional fiscal capacity in order to improve the quality of public services in each regional government. But, based on other previous research, those policy doesn’t have significant impact on overall revenue of East Kalimantan Province Budget. This study aims to analysis whether fiscal transfer policy such as revenue sharing from natural resources giving positive impact on revenue of East Kalimantan Province. This study uses qualitative methods to explain problems related to the implementation of fiscal decentralization policy. The results of this study showed that the revenue sharing from natural resources received by East Kalimantan Province in recent years had exactly decrease. One of the factors is the impact of the declining of natural resource production, in this case, the simultaneous decline of coal production which is due to a drastic decrease in prices on the world market. This factor has a significant impact on the implementation of regional development programs and on the efforts to reduce poverty. Therefore, the government of East Kalimantan Province must find any alternatives in spending funds sourced from DBH for productive investments that have a multiplier effect on regional economic development. This condition can be seen from the results of the accelerated economic growth of East Kalimantan Province which is still below the national average of 0.90 percent.Keywords: fiscal transfers, local revenue, revenue sharing funds, balancing funds, natural resourcesAbstrakKebijakan otonomi daerah yang disertai desentralisasi fiskal secara signifikan telah meningkatkan jumlah dana yang ditransfer ke daerah provinsi dan kabupaten/kota. Dari beberapa hasil kajian, kebijakan tersebut ternyata belum berdampak pada peningkatan penerimaan daerah bagi Provinsi Kalimantan Timur. Studi ini dilakukan untuk mengkaji apakah transfer fiskal melalui Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) dan Pajak akan berpengaruh terhadap penerimaan daerah dan diharapkan dapat mengurangi kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki sumber daya alam cukup besar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menjelaskan permasalahan terkait pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal pada Provinsi Kalimantan Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DBH SDA dan Pajak yang diperoleh Provinsi Kalimantan Timur dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan, sehingga berpengaruh pada penerimaan daerah secara keseluruhan. Salah satu faktornya adalah penurunan jumlah produksi SDA, misalnya penurunan produksi batu bara akibat penurunan harga batu bara yang cukup drastis. Faktor ini berdampak signifikan terhadap pelaksanaan program pembangunan daerah dan dalam upaya menekan tingkat kemiskinan. Oleh Karena itu, pemerintah Provinsi Kalimantan Timur harus mencari alternatif dalam membelanjakan dana yang bersumber dari DBH untuk investasi yang produktif yang berdampak ganda terhadap perkembangan perekonomian daerah. Kondisi ini dapat dilihat dari hasil akselerasi pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur masih di bawah rata-rata nasional yang mencapai 0,90 persen.Kata kunci: transfer fiskal, pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana perimbangan, sumber daya alam
Analisis Saluran Pemasaran Lima Pangan Pokok dan Penting di Lima Kabupaten Sumatera Utara [Analysis of Marketing Channel of the Five Essentials and Important Food in Five Districts of North Sumatra] Muhammad Ilham Riyadh
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 9, No 2 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v9i2.1075

Abstract

The lack of equal distribution of food, and the imbalance of distribution channels from producers to consumers shows that the production systems and distribution systems of some foods are disrupted because the quality of transportation facilities and infrastructure is much damaged so that price increases at the consumer level are far greater than the price increases at the producer level. The research objectives are to analyze (1) the supply channel of food commodities, (2) the efficiency of trading in each trading channel, and (3) the trade policy of food commodities. This research was conducted in North Sumatra Province with 5 Districts having superiority in food commodities, namely Simalungun (rice), Karo (corn), Dairi (red onion), North Tapanuli (red chili), and Langkat (beef). Methods of analysis of trading margins, farmer’s share, and B/C ratio. The length of the marketing channel will increase the price disparity so that it can harm farmers and consumers. Rice commodities experience 132 percent high disparity and the highest profit ratio of farmers for red chili commodities is 45.31 percent. The highest farmer share of red chili is 89 percent. The structure of the market structure faced by farmers of rice, corn, shallots, red chili, and beef cattle tends to be imperfect market competition. The price of the agreement between the seller and the buyer is the result of the bargaining, while the way the buyer payments for the price of the agreement can be in cash and installments. One of the effort that can be done to improve marketing efficiency is to prepare a strong and skilled farmer institution in entrepreneurship in an effort to foster farmers and specialize in the delivery and marketing of commodities.Keywords: trading, food, marketing channels, farmer share, revenueAbstrakKurang meratanya ketersediaan pangan dan timpangnya jalur distribusi dari produsen ke konsumen akibat kualitas sarana dan prasana transportasi yang rendah akan menstimulasi kenaikan harga di tingkat konsumen jauh lebih besar dibandingkan dengan kenaikan harga di tingkat produsen. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) saluran pemasaran komoditas pangan, (2) efisiensi tata niaga pada setiap saluran pemasaran, dan (3) kebijakan tata niaga komoditas pangan. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara dengan 5 daerah kabupaten yang memiliki keunggulan komoditas pangan, yaitu Simalungun (beras), Karo (jagung), Dairi (bawang merah), Tapanuli Utara (cabai merah), dan Langkat (sapi). Metode analisis menggunakan margin tata niaga, farmer’s share, dan B/C ratio. Panjangnya saluran pemasaran akan meningkatkan disparitas harga yang tinggi sehingga dapat merugikan petani dan konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas padi mengalami disparitas paling tinggi, yaitu sebesar 132 persen, sedangkan rasio keuntungan petani komoditas cabai merah tertinggi, yaitu sebesar 45,31 persen dan untuk Farmer share tertinggi dicapai komoditas cabai merah, yaitu sebesar 89 persen. Tata struktur pasar yang dihadapi oleh petani beras, jagung, bawang merah, cabai merah, dan daging sapi potong cenderung persaingan pasar tidak sempurna. Harga kesepakatan penjual dan pembeli merupakan hasil dari tawar-menawar, sedangkan cara pembayaran pembeli atas harga kesepakatan bisa dengan cara tunai dan angsuran. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pemasaran adalah mepersiapkan kelembagaan petani yang kuat dan terampil dalam kewirausahaan guna membina petani serta mengkhususkan diri untuk pelayanan dan pemasaran komoditas.Kata kunci: tata niaga, pangan, saluran pemasaran, farmer share, pendapatan
Model Sistem Dinamis: Simulasi Formulasi Kebijakan Publik [Dynamic System Model: Simulation Method in Formulation Public Policy] Lesmana Rian Andhika
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 10, No 1 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v10i1.1242

Abstract

The Dynamic System Model can be practical decision-making tools that allow testing various scenarios of policy formulation. This study focuses on describe policy formulation in a simulation using Dynamic System Model, the purpose of applying the model is to observe a variety of complex structures and may influence the objectives based on the phenomenon of the identified problem. Furthermore, Dynamic System Model can see changes in policy behavior and allow feedback schemes to provide information flows to design complex policy formulations. This study was conducted with a meta-data-analysis approach, aimed to develop systematic knowledge of certain phenomena through analysis of data processed from selected secondary data. To develop argumentation, this study also refers to several cases of previous research and treated as evidence. The results of this study provide information that in a policy formulation simulation model with a dynamic system used aspects of analysis, planning, and control. These three aspects provide a means for assessing the possible causes of irregularities, resulting variety of possible analyzes of various sources of information, methods, references to determine feedback from all related analyzes in a dynamic system. Thus, provide an early warning about the need for further action, but from these three aspects might have an effect, change and deviation from one part of the system, and often differ from what was intended. For this reason, irregularities provide a signal for additional analysis, whether the policy/strategy has been effectively implemented.Keywords: simulation, model, dynamic system, policy formulationAbstrakModel Sistem Dinamis dapat menjadi alat pendukung pengambilan keputusan praktis yang memungkinkan untuk menguji berbagai skenario formulasi kebijakan. Penelitian ini berfokus untuk menggambarkan Model Sistem Dinamis formulasi kebijakan dalam sebuah simulasi, tujuan dari penerapan model tersebut untuk mengamati berbagai struktur yang kompleks, dan mungkin memengaruhi tujuan berdasarkan fenomena masalah yang teridentifikasi. Selain itu, Model Sistem Dinamis dapat melihat perubahan perilaku kebijakan dan memungkinkan skema umpan balik untuk memberikan arus informasi merancang formulasi kebijakan yang lebih kompleks. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan meta-data-analysis, bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan secara sistematis tentang fenomena tertentu melalui analisis data yang diolah dari data sekunder terpilih. Untuk mengembangkan argumentasi penelitian ini juga merujuk kepada beberapa kasus penelitian terdahulu dan diperlakukan sebagai bukti. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa dalam model simulasi formulasi kebijakan dengan sistem dinamis digunakan aspek analysis, planning, dan control. Ketiga aspek ini menyediakan sarana untuk menilai kemungkinan penyebab penyimpangan, menghasilkan berbagai kemungkinan analisis dari berbagai sumber informasi, metode, referensi untuk menetapkan umpan balik dari semua analisis yang terkait dalam sistem dinamis. Dengan demikian memberikan peringatan dini tentang perlunya tindakan lebih lanjut, namun dari ketiga aspek tersebut mungkin menimbulkan efek, perubahan dan penyimpangan satu bagian dari sistem, dan sering berbeda dari pada yang dimaksudkan. Untuk itu penyimpangan memberikan sinyal untuk analisis tambahan, apakah kebijakan/strategi telah diterapkan secara efektif.Kata kunci: simulasi, model, sistem dinamis, formulasi kebijakan
Analisis Faktor Inflasi Bulanan Provinsi Banten 2011-2017 [Factor Analysis of Monthly Inflation in Banten Province, 2011-2017] Euis Naya Sari
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 10, No 1 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v10i1.1166

Abstract

Understanding the changes of inflation rate in a specific region is very essential, in order for the local government to maintain the inflation and to issue policies when inflation instability occurs. Inflation rate is one of the important indicators that reflects the economic development of a region. Inflation rate is measured by involving several variables taken from various types of expenditures. This study therefore aims to analyze subgroup expenditure variables which play significant role in explaining the monthly inflation rate in Banten Province, by focusing on the Consumer Price Index of three major cities, i.e. Serang, Tangerang, and Cilegon, using literature studies supported by quantitative descriptive analysis Kaiser-Meyer-Olkin Test, Bartlett Test, and factor analysis. For the factor analysis, the monthly data series for the period of 2011-2017 (84 months) consisting of 35 subgroups of goods/services, each of which is formed by several commodities, is analyzed. The data is obtained from the prices of goods/services recorded in every week or month. The results showed that, based on the factor analysis, only 26 variables out of 35 subgroup variables can be grouped into 5 factors, the remaining subgroup variables cannot be included in any factor. These 26 variables can explain as much as 34 percent in the variation of the monthly inflation rate. Meanwhile, the other 66 percent is explained by other factors which are not included in the model. In addition, the study also concluded that the causes of inflation during the study period were demand-pull inflation and cost-push inflation.Keywords: consumer price index, inflation, Banten Province AbstrakPerkembangan tingkat perekonomian dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah inflasi. Sementara itu tingkat inflasi sendiri banyak dipengaruhi oleh beberapa variabel, seperti pengeluaran yang dikelompokkan menjadi berbagai subkelompok. Dengan demikian, pemahaman tentang perkembangan tingkat inflasi sangat penting untuk diketahui oleh pemerintah daerah agar dapat mempertahankan tingkat inflasi dan mengeluarkan kebijakan ketika terjadi masalah. Berkaitan dengan hal itu, penelitian ini bertujuan menganalisis variabel-variabel pengeluaran subkelompok yang berperan dalam menjelaskan tingkat inflasi bulanan di Provinsi Banten. Penelitian ini fokus pada data ekonomi Provinsi Banten tahun 2011-2017, terutama pada Indeks Harga Konsumen (IHK) dari tiga kota besar di Banten, yaitu Serang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon, dengan menggunakan kajian pustaka yang ditunjang dengan analisis deskriptif kuantitatif dan Uji KMO (Kaiser-Meyer-Olkin), Uji Bartlett, serta Analisis Faktor terhadap data sekunder. Dalam analisis faktor digunakan 5 faktor yang berasal dari data inflasi pada 35 subkelompok pengeluaran barang/jasa dengan data series bulanan tahun 2011-2017 (84 bulan). Masing-masing subkelompok terbentuk dari beberapa komoditas yang datanya berasal dari pencatatan harga barang/jasa di setiap minggu atau bulannya. Hasil kajian ini menunjukkan, berdasarkan hasil analisis faktor dari 35 variabel subkelompok yang dipilih, hanya 26 variabel yang dapat dikelompokkan ke dalam 5 faktor, sisanya tidak masuk dalam faktor manapun. Sebanyak 26 variabel tersebut dapat menjelaskan variasi tingkat inflasi bulanan di Provinsi Banten, yaitu sebesar 34 persen. Sisanya dijelaskan oleh faktor lain yang belum masuk di dalam model. Selain itu, dapat dijelaskan pula bahwa inflasi di Provinsi Banten selama periode penelitian disebabkan oleh demand-pull inflation dan cost-push inflation. Kata kunci: indeks harga konsumen, inflasi, Provinsi Banten
Isu Sosial-Budaya dan Ekonomi Seputar Fenomena Penjual Madu Warga Suku Baduy ke Wilayah DKI Jakarta dan Sekitarnya [Socio-Cultural and Economic Issues Regarding the Baduy People Phenomena Selling Traditional Honey to Jakarta and its Surrounding Areas] Hariyadi Hariyadi
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 10, No 1 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v10i1.1165

Abstract

The Baduy people phenomena selling their traditional honey to Jakarta and its surrounding areas reflects common phenomena amid changes in the social lives, economic rationalism, demographic changes, and spill-over effect from other people’s life style. In the long term, however, such a phenomenon may disanvantage the community it self. With the very limited rate of their access to education and high embededdness to their social and cultural values, this phenomenon may expose them to the urban people values. This study aims to analyse factors driving the phenomena, analysing what impacts the phenomena may pose to the Baduy people socio-cultural life, and finally what government may responds to this issue. By using the social changes and socio-cultural life system theoritical perspective, this basic qualitative study concluded that in the context of strengthened socio-cultural and economic values putting land as living invaluable modalities, the Baduy people phenomenon selling their traditional honey to Jakarta and its surrounding areas may give an impact to the degrading of the community’s socio-cultural and economic values. This study recommends the needs for the government to thoroughly oversee the implementation of social forestry program and to set an affirmative policies to manage social issues in the Baduy indigenous people including to this phenomena.Keywords: Baduy customary community, honey-sale phenomena, socio-cultural and economic values, social issues, social change AbstrakFenomena masyarakat Suku Baduy yang menjual madu ke Jakarta dan sekitarnya mencerminkan fenomena umum seiring dengan adanya pergeseran pola kehidupan, rasionalisme ekonomis, faktor pertumbuhan demografis, dan efek-tetesan gaya hidup masyarakat non-Suku Baduy sendiri. Di dalam jangka panjang, bagaimanapun fenomena ini dapat merugikan masyarakat Suku Baduy itu sendiri. Sangat terbatasnya tingkat pendidikan dan tingginya keterikatan terhadap nilai-nilai sosio-budaya mereka, fenomena ini akan menghadapkan mereka pada nilai-nilai sosio-budaya dan ekonomi masyarakat urban. Studi ini ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mendorong terjadinya fenomena tersebut dan dampaknya terhadap keberadaan sistem kehidupan sosio-budaya mereka, serta apa yang perlu dilakukan pemerintah terhadap persoalan ini. Dengan menggunakan kerangka pemikiran tentang perubahan sosial dan pembangunan sistem kehidupan sosial budaya, kajian dasar dengan pendekatan kualitatif menyimpulkan bahwa konteks kuatnya nilai-nilai sosio-budaya dan ekonomis setempat sebagai modal kehidupan utama, fenomena masyarakat Suku Baduy tersebut dapat berpotensi menggerus nilai-nilai sosio-budaya dan ekonomi masyarakat Suku Baduy tersebut. Kajian ini merekomendasikan pemerintah pusat dan daerah untuk mengawal implementasi program perhutanan sosial dan kebijakan masyarakat hukum adat untuk mempertahankan sistem kehidupan sosio-ekonomi dan budaya masyarakat tersebut. Keperluan ‘intervensi’ pemerintah untuk mendorong kebijakan-kebijakan afirmatif untuk mengelola fenomena tersebut menjadi hal yang perlu mendapatkan kemauan politik pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah.Kata kunci: Suku Baduy, penjual madu, nilai-nilai sosio-budaya dan ekonomis, perubahan sosial, persoalan sosial
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia Berdasarkan Indeks Komposit Pertumbuhan Inklusif dan Faktor yang Memengaruhinya [Economic Growth of Provinces in Indonesia Based on Inclusive Growth Composite Index and The Influence Factors] Saputri Kusumaningrum; Risni Julaeni Yuhan
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol 10, No 1 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jekp.v10i1.1150

Abstract

In 2016, the high growth of Gross Regional Domestic Product (GRDP) in several provinces in Indonesia was also followed by high income inequality, poverty and unemployment, such as in Papua, Gorontalo, and Southeast Sulawesi. This condition is not in accordance with the concept of inclusive growth. The concept explains that in achieving economic growth all levels of society must participate in the process and economic growth can also be enjoyed by all levels of society. Therefore, the purpose of this study was to find out the level of growth of inclusive provincial achievements in Indonesia in 2016 and analyze the factors that influence these achievements. This study uses 2 methods, namely the inclusive growth composite index adopted from McKinley (2010) and multiple regression to answer related factors that influence it. The data used is sourced from the BPS, the Ministry of Health, and Bank Indonesia. The results show that there are no provinces in Indonesia that have achieved inclusive growth that excelled (index values 8 to 10) in 2016. Most provinces in Indonesia achieved satisfactory inclusive growth (index values 4 to 7) and there were two provinces having unsatisfactory categories (index value < 4) namely Papua and East Nusa Tenggara. In addition, this study analyzes the factors that influence the inclusive growth of provinces in Indonesia using multiple linear regression analysis. The results of regression analysis show that gross fixed capital formation, trade openness, and the ratio of MSME credit to GRDP affect inclusive growth.Keywords: economic growth, inclusive growth, inclusive growth composite indexAbstrakPada tahun 2016, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang tinggi di beberapa provinsi di Indonesia ternyata diikuti pula ketimpangan pendapatan, kemiskinan, dan penganggurannya yang tinggi, seperti di Papua, Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara. Kondisi tersebut tentu saja belum sesuai dengan konsep pertumbuhan inklusif, di mana dalam mencapai pertumbuhan ekonomi maka seluruh lapisan masyarakat harus ikut serta dalam prosesnya dan dapat menikmati hasilnya. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat capaian pertumbuhan inklusif provinsi di Indonesia pada tahun 2016 dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi capaian tersebut. Pendekatan penelitian menggunakan 2 metode, yaitu indeks komposit pertumbuhan inklusif yang diadopsi dari McKinley (2010) dan regresi berganda untuk menjawab terkait faktor-faktor yang memengaruhinya. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Kesehatan, dan Bank Indonesia. Hasil analisis menujukkan bahwa ternyata belum ada provinsi di Indonesia yang memiliki capaian pertumbuhan inklusif berkategori unggul (nilai indeks: 8-10) selama tahun 2016. Sebagian besar provinsi di Indonesia mencapai pertumbuhan inklusif dengan kategori memuaskan (nilai indeks: 4-7) dan terdapat dua provinsi yang memiliki kategori tidak memuaskan (nilai indeks: < 4), yaitu Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu, penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan inklusif provinsi di Indonesia menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa pembentukan modal tetap bruto, keterbukaan perdagangan, dan rasio kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terhadap PDRB memengaruhi pertumbuhan inklusif.Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan inklusif, indeks komposit pertumbuhan inklusif