Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Makna Lirik Lagu Sekar Gadung dalam Pementasan Lengger Lanang Langgeng Sari: Perspektif Semiotika Riffaterre Marahayu, Nila Mega; Suhardi, Imam; Yanti, Sri Nani Hari
Jurnal Sastra Indonesia Vol 8 No 3 (2019): November
Publisher : Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jsi.v8i3.36029

Abstract

Artikel ini membahas makna lirik Lagu Sekar Gadung dalam pementasan Lengger Lanang Langgeng Sari melalui perspektif Semiotika Riffaterre. Artikel ini dilatarbelakangi kesakralan atas keutamaan lirik lagu Sekar Gadung dalam pementasan seni tari Lengger Lanang Langgeng Sari. Selain itu, dilatarbelakangi pula oleh ekistensi lagu tersebut sebagai sastra lokal sekaligus seni rakyat yang tetap mampu menarik perhatian masyarakat modern ini. Analisis dalam artikel ini menggunakan teori semiotika riffateterre dan metode yang digunakan adalah metode pemaknaan melalui pembacaan semiotika tingkat pertama atau heuristik dan pemaknaan secara retroaktif atau hermeneutik. Kedua metode pembacaan tersebut mengantarkan pada penafsiran secara utuh lagu tersebut bahwa Lagu Sekar Gadung adalah lagu yang sarat dengan unsur lirik yang estetik. Selain itu, lagu sekar gadung memiliki makna , sebagai lagu yang diyakini sarat akan kemagisan karena mampu mengundang indang berupa ruh atau jiwa leluhur, sehingga  menghidupkan (menyemangati) penari lengger dalam keprofesionalan sebagai penari dan gerakan-gerakan tari yang lebih hidup.   This article discussed the meaning of Sekar Gadung song lyric in the Lengger Lanang Langgeng Sari performance through the Riffaterre?s semiotics perspective.The background of this research was the sanctity of Sekar Gadung song lyrics in the Lengger Lanang Langeng Sari dance performance. In addition, it was also derived from the existence of the song as both local literature and traditional art which still attract the attention of modern people. The analysis applied Rifateterre?s Semiotics theory and the method used was the meaning interpretation through the first stage semioticreading or heuristics and the retroactive meaning interpretation or hermeneutics. Both of the reading methods lead to a thorough interpretation that Sekar Gadung is a song that comprises aesthetic lyrics. In addition, Sekar Gadung song has some meanings, namely as a song which is believed as full of magic because it can invite indang in the form of spirit or soul of the ancestors in order to enliven (to support) the lengger dancers and their professionalism as the dancers and makes their dance movement more lively.
Makna Lirik Lagu Sekar Gadung dalam Pementasan Lengger Lanang Langgeng Sari: Perspektif Semiotika Riffaterre Marahayu, Nila Mega; Suhardi, Imam; Yanti, Sri Nani Hari
Jurnal Sastra Indonesia Vol 8 No 3 (2019): November
Publisher : Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini membahas makna lirik Lagu Sekar Gadung dalam pementasan Lengger Lanang Langgeng Sari melalui perspektif Semiotika Riffaterre. Artikel ini dilatarbelakangi kesakralan atas keutamaan lirik lagu Sekar Gadung dalam pementasan seni tari Lengger Lanang Langgeng Sari. Selain itu, dilatarbelakangi pula oleh ekistensi lagu tersebut sebagai sastra lokal sekaligus seni rakyat yang tetap mampu menarik perhatian masyarakat modern ini. Analisis dalam artikel ini menggunakan teori semiotika riffateterre dan metode yang digunakan adalah metode pemaknaan melalui pembacaan semiotika tingkat pertama atau heuristik dan pemaknaan secara retroaktif atau hermeneutik. Kedua metode pembacaan tersebut mengantarkan pada penafsiran secara utuh lagu tersebut bahwa Lagu Sekar Gadung adalah lagu yang sarat dengan unsur lirik yang estetik. Selain itu, lagu sekar gadung memiliki makna , sebagai lagu yang diyakini sarat akan kemagisan karena mampu mengundang indang berupa ruh atau jiwa leluhur, sehingga menghidupkan (menyemangati) penari lengger dalam keprofesionalan sebagai penari dan gerakan-gerakan tari yang lebih hidup. This article discussed the meaning of Sekar Gadung song lyric in the Lengger Lanang Langgeng Sari performance through the Riffaterre’s semiotics perspective.The background of this research was the sanctity of Sekar Gadung song lyrics in the Lengger Lanang Langeng Sari dance performance. In addition, it was also derived from the existence of the song as both local literature and traditional art which still attract the attention of modern people. The analysis applied Rifateterre’s Semiotics theory and the method used was the meaning interpretation through the first stage semioticreading or heuristics and the retroactive meaning interpretation or hermeneutics. Both of the reading methods lead to a thorough interpretation that Sekar Gadung is a song that comprises aesthetic lyrics. In addition, Sekar Gadung song has some meanings, namely as a song which is believed as full of magic because it can invite indang in the form of spirit or soul of the ancestors in order to enliven (to support) the lengger dancers and their professionalism as the dancers and makes their dance movement more lively.
BUDAYA BANYUMASAN TAK SEKADAR DIALEK (REPRESENTASI BUDAYA BANYUMAS DALAM PROSA KARYA AHMAD TOHARI) Imam Suhardi
Jurnal Elektronik WACANA ETNIK Vol 4, No 1 (2013): Jurnal Elektronik WACANA ETNIK
Publisher : Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/we.v4.i1.44

Abstract

Pelestarian budaya Banyumasan kembali bergaung di jagat penginyongan. Beberapa diskusi dan lokakarya tak urung membicarakan hal itu. Semakin memudarnya penggunaan dialek ngapak-ngapak (sebagai subsistem budaya) di kalangan generasi muda menjadi perbincangan hangat beberapa budayawan Banyumas.  Padahal, bahasa Banyumasan merupakan aset budaya yang sangat penting. Istiyani (2004:6) menyatakan bahwa pandangan dunia adalah perefleksian pengalaman, pengetahuan, dan pemahaman dalam bentuk bahasa yang merupakan hasil penerimaan rangsangan dari alam sekitar melalui pancaindranya. Pandangan dunia komunitas bahasa dapat ditentukan dengan memeriksa sejumlah kosakata (Suhandano, 2004 dalam Syarifuddin, 2008:41). Berdasar pada teori tersebut dapat dikatakan bahwa Bahasa Banyumas sebagai sistem lingusitik sudah tentu memiliki pola khas yang akan merujuk pada pola dasar metalitas (basic assumption) masyarakat Banyumas.
PERSPEKTIF BOURDIEU PADA POLA INTERRELASI PADA EKSISTENSI LENGGER LANANG LANGGENG SARI DALAM PERTUNJUKAN SENI DI BANYUMAS lynda susana widya ayu fatmawaty; NILA MEGA MARAHAYU; SHOFI MAHMUDAH BUDI UTAMI; IMAM SUHARDI
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 7, No 2 (2018): Jurnal Jentera
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (554.74 KB) | DOI: 10.26499/jentera.v7i2.916

Abstract

Penelitian ini berjudul Perspektif Bourdieu pada Pola Interrelasi pada eksistensi Lengger Lanang Langgeng Sari dalam Pertunjukan Seni di Banyumas bertujuan untuk mengungkap pola interrelasi mendukung eksistensi Lengger Lanang di Banyumas. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yang menggunakan teori Bourdieu untuk menganalisis fenomena ini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa arena, modal, habitus, dan lintasan adalah unsur-unsur yang saling terkait yang mendukung eksistensi lengger lanang hingga saat ini. Namun, bidang ini menunjukkan sebagai pemantik munculnya kembali Komunitas Lengger Lanang Langgeng Sari dalam seni pertunjukan Banyumas. Lebih jauh, modal diakui sebagai modal budaya dan simbolik di mana mereka dikelilingi oleh seniman tradisional dan pemerintah yang mendukung mereka. Modal simbolis juga mengarah pada penerimaan masyarakat untuk keunikan. Sementara, habitus adalah keterampilan lengkap setiap anggota di masyarakat yang mengikat mereka dalam harmoni. Akhirnya, lintasan ini didefinisikan sebagai penerimaan lengger sepenuhnya karena Lengger dikaitkan dengan Banyumas pada pekerja seni lainnya di Banyumas ini.Penelitian ini berjudul Perspektif Bourdieu pada Pola Interrelasi pada eksistensi Lengger Lanang Langgeng Sari dalam Pertunjukan Seni di Banyumas bertujuan untuk mengungkap pola interrelasi mendukung eksistensi Lengger Lanang di Banyumas. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yang menggunakan teori Bourdieu untuk menganalisis fenomena ini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa arena, modal, habitus, dan lintasan adalah unsur-unsur yang saling terkait yang mendukung eksistensi lengger lanang hingga saat ini. Namun, bidang ini menunjukkan sebagai pemantik munculnya kembali Komunitas Lengger Lanang Langgeng Sari dalam seni pertunjukan Banyumas. Lebih jauh, modal diakui sebagai modal budaya dan simbolik di mana mereka dikelilingi oleh seniman tradisional dan pemerintah yang mendukung mereka. Modal simbolis juga mengarah pada penerimaan masyarakat untuk keunikan. Sementara, habitus adalah keterampilan lengkap setiap anggota di masyarakat yang mengikat mereka dalam harmoni. Akhirnya, lintasan ini didefinisikan sebagai penerimaan lengger sepenuhnya karena Lengger dikaitkan dengan Banyumas pada pekerja seni lainnya di Banyumas ini.
Pluralism Camp: Menguatkan Sikap Keberagaman Inklusif pada Santri di Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto Ulul Huda; Imam Suhardi; Noor Asyik
Solidaritas: Jurnal Pengabdian Vol. 2 No. 2 (2022): Solidaritas: Jurnal Pengabdian
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24090/sjp.v2i2.7075

Abstract

Pada era post truth dewasa ini menandai ruang publik, dimana umat beragama terpanggil untuk memainkan peran sosialnya menjadi pewarta dan saksi kebenaran. Tentu hal tersebut merupakan tantangan tersendiri yang harus dihadapi. Melalui kebenaran yang didakwahkannya tersebut, seharusnya menjadi berkat dan rahmat kemasalatan bagi umat manusia secara holistik. Namun pada realitasnya justru terjadi penguatan terhadap arus fundamentalisme dan radikalisme dalam kehidupan umat beragama dan bernegara. Kecenderungan tersebut dapat diantisipasi dengan mengembangkan sikap inklusivisme dalam beragama. Pesantren menjadi lembaga pendidikan Islam yang dinilai mampu membentuk santri dilandasi dengan nilai moralitas. Meski di beberapa pesantren juga tidak luput dari pemberitaan dan kasus radikalisme, namun setidaknya pesantren telah menujukkan kekonsistenannya dalam menjaga gawang persatuan bangsa dan berkontribusi besar bagi bangsa Indonesia. Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) ini bertujuan untuk memberikan pendampingan dalam penguatan sikap keberagamaan inklusif santri di Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto melaui program Kemah Pemuda Lintas Agama yang bertajuk “Pluralism Camp”. Kegiatan tersebut dikemas dalam kegiatan yang berbasis edutainment dan melibatkan peserta lintas agama. Metode pelaksanaa PkM ini meliputi tahap persiapan yaitu workshop kerja dan studi literatur, tahap pelaksanaanya meliputi persiapan, pelaksanana dan evalusi. Adanya kegiatan Pluralism Camp yang diikuti oleh santri akan menumbuhkan kesadaran bahwa keberagaman perlu dirawat bukan dipermasalahkan, selain itu untuk menumbuhkan sikap inklusivisme dan semangat kebangsaan, kegiatan Pluralism Camp memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah dapat menghargai diri santri sendiri dan juga peserta Pluralism Camp yang diantaranya merupakan peserta lintas agama, menumbuhkan pola pikir peserta yang terbuka dan cerdas, menjadikan peserta peka terhadap hambatan pada masalah sosial dan menjadikan peserta mudah dalam menghargai setiap perbedaan budaya dan tradisi yang ada di lingkungan sekitar. Sedangkan evaluasi kegiatan Pluralism Camp dilakukan setelah kegiatan kemah berakhir, evaluasi dilakukan dengan membuat refleksi dalam bentuk tulisan (esai).
Diseminasi Moderasi Beragama Melalui Peran Strategis Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Huda, Ulul; Suhardi, Imam; Asyik, Noor; Sugiarti, Iis
Jurnal Dialog Vol 47 No 1 (2024): Dialog
Publisher : Sekretariat Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kementerian Agama RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47655/dialog.v47i1.809

Abstract

Abstrak Menguatnya sikap intoleransi, ekstrimisme, dan radikalisme perlu mendapat respon yang komprehensif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa motif aksi kekerasan dan intoleransi dapat dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi, sosial, politik maupun motif ideologi. Ketika hal tersebut dibarengi oleh sikap keberagamaan yang ekstrim maka seseorang mudah terpengaruh terhadap pemahaman keberagamaan ekstremistik-fundamentalistik. Maka untuk merespon fenomena tersebut perlu melakukan penguatan moderasi beragama kepada masyarakat. Dalam konteks Banyumas, salah satu elemen yang strategis dalam melakukan diseminasi moderasi beragama adalah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Banyumas. Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan metode kualitatif-deskriptif. Data penelitian diperoleh melalui wawancara, observasi, Forum Group Discussion, dan kajian pustaka. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis dimana konsep moderasi beragama tidak sebatas pada wacana melainkan dalam ranah praktis. Tujuan penelitian ini adalah memetakan peran strategis FKUB dalam mendiseminasikan moderasi beragama di Banyumas. Hasil penelitian menujukkan bahwa peran strategis FKUB Banyumas dalam mendiseminasikan moderasi beragama di Banyumas yaitu: 1) diseminasi melalui interfaith dialog; 2) diseminasi pada pelajar melalui program FKUB goes to school; 3) diseminasi moderasi beragama berbasis local wisdom; dan 4) diseminasi melalui pendekatan literasi dan media sosial. Abstract The strengthening of intolerance, extremism and radicalism requires a comprehensive response. Several studies have shown that motives for acts of violence and intolerance can be motivated by economic, social, political and ideological motives. When this is accompanied by extreme religious attitudes, one is easily influenced by extremist-fundamentalist religious understandings. So to respond to this phenomenon it is necessary to strengthen religious moderation in society. In the context of Banyumas, one of the strategic elements in disseminating religious moderation is the Banyumas Religious Harmony Forum (FKUB). This research is a field research (field research) with a qualitative-descriptive method. Research data were obtained through interviews, observations, Forums Group Discussion, and literature review. This study uses a sociological approach where the concept of religious moderation is not limited to discourse but in the practical realm. The purpose of this research is to map the strategic role of FKUB in disseminating religious moderation in Banyumas. The results of the study show that the strategic roles of FKUB Banyumas in disseminating religious moderation in Banyumas are: 1) dissemination through interfaith dialogue; 2) dissemination to students through the FKUB goes to school program; 3) dissemination of religious moderation based on local wisdom; and 4) dissemination through literacy approaches and social media.
Mantra as Local Wisdom in the Ritual of Bonokeling Community, Pekuncen Village, Jatilawang District, Banyumas Regency Suhardi, Imam; Huda, Ulul
Jurnal Lingua Idea Vol 14 No 2 (2023): December 2023
Publisher : Faculty of Humanities, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jli.2023.14.2.9316

Abstract

Local wisdom is a collective culture that is spread and passed down traditionally in oral language. In this context, a mantra is a type of folk poetry found in almost various cultures in the Archipelago. The use of mantras in culture is inseparable from its role in a particular society. One of the communities that are still consistent in preserving the wisdom of mantras is the indigenous people of Bonokeling, who live in Pekuncen Village, Jatilawang District, Banyumas Regency. The Bonokeling indigenous people often use mantras in their various rituals. The mantra recited by the Bonokeling indigenous people has a hidden meaning. The strings of the mantra reflect the spirituality that surrounds it so that the intent and purpose of its use can be revealed.
Peningkatan Keterampilan Retorika untuk Kepemimpinan Remaja di Rumah Kreatif Wadas Kelir Resticka, Gita Anggria; Nurdiyanto, Erwita; Suhardi, Imam; Marahayu, Nila Mega; Nurharyani, Octaria Putri
Jurnal Pengabdian Masyarakat Indonesia Vol 4 No 6 (2024): JPMI - Desember 2024
Publisher : CV Infinite Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52436/1.jpmi.3182

Abstract

Rumah Kreatif Wadas Kelir (RKWK), Purwokerto Selatan merupakan organisasi komunitas yang menaungi remaja-remaja berkreativitas tinggi dengan berbagai pembelajaran yang berfokus pada bidang literasi. Berdasarkan survei awal, para remaja RKWK belum memiliki kepercayaan diri tinggi untuk berbicara di depan umum karena sarana sosialisasi berorganisasi yang terbatas. Saat ini kepiawaian dalam retorika atau public speaking menjadi modal tersendiri untuk menunjang penampilan. Kepiawaian ini akan didapatkan karena persiapan yang cukup, memperkaya diri dengan budaya literasi atau membaca, memperkaya diri dengan perbendaharaan kosakata, terus latihan berbicara dan selalu meningkatkan wawasan kita dengan selektif memilih dan memilah informasi media massa. Kurangnya forum pelatihan retorika dan kurangnya wawasan mengenai teknik dasar berretorika serta kurangnya rasa percaya diri atas gagasan yang dituangkan secara lisan, sehingga para remaja RKWK tidak memiliki pengalaman berlebih dalam berorganisasi. Sehubungan dengan hal tersebut, ketidakmampuan seorang pemimpin organisasi dalam menyampaikan pesan-pesan kepada bawahan akan berimplikasi pada tidak terciptanya hubungan interpersonal yang baik dalam organisasi tersebut. Jenis pelatihan dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini yaitu pelatihan pembuatan konten yang terdiri atas pengayaan materi jenis-jenis retorika, gaya penyampaian retorika, gaya bahasa, pemahaman audience atau penonton yang dihadapi dan tips untuk mengatai demam panggung dengan pengelolaan kepercayaan diri yang baik. Dengan adanya peningkatan kemahiran dalam retorika atau public speaking ini diharapkan akan membuat para remaja RKWK menjadi lebih percaya diri, mudah bergaul dan positif diterima oleh masyarakat. Salah satu transfer pengetahuan yang dianggap penting untuk para remaja RKWK yaitu berkaitan dengan keterampilan berbicara khususnya dalam teknik dasar berbicara. Pelaksanaan kegiatan ini menggunakan pendekatan group achievement theory. Khalayak sasaran pada kegiatan pengabdian masyarakat ini yaitu para remaja yang mengelola unit kegiatan di RKWK.