Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Validasi Metode Penetapan Kadar Lisinopril dalam Spiked Plasma Secara Ultra Performance Liquid Chromatography Melalui Derivatisasi dengan 1-Fluoro 2,4 Dinitrobenzen Sumiyani, Ririn; Martono, Sudibyo; Sugiyanto, .
JFIOnline | Print ISSN 1412-1107 | e-ISSN 2355-696X Vol 8, No 1 (2016)
Publisher : Indonesian Research Gateway

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT: A rapid, accurate, and sensitive method for determining lisinopril in spiked plasma was developed by means using an Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC) with 1-fluoro 2,4 dinitrobenzen (FDNB) derivatization. Lisinopril was precolumn derivatized with FDNB at optimum condition, i.e. room temperature and borate buffer at pH 11, subsequently analyzed with UPLC. Isocratic condition of acetate buffer (0.01 M, pH 3.50) : acetonitrile : metanol = 70 : 10 : 20 (v/v/v) as mobile phase, 0.3 mL/min of flow rate at λ 296 nm were applied at Acquity BEH C18 column, resulting a linearity of lisinopril at range of concentration of 5,0-100 ng/mL (Y = 410,59x + 211,91, r = 0.93). The accuration of the established method was achieved by 88,59±6,01 to 101,70± 2,56% recovery, while the precision was shown with RSD value of 2,57- 8,16 %, limit of detection (LOD) instrument of 0,73 ng/mL and limit of quatification (LOQ) 2,44 ng/mL, dwith R2 = 0,9987 dan r = 0,9993. In addition, the resulted LOD and LOQ more or less similar with the published HPLC-MS-MS method (1.03-10.0 ng/mL). Hence, it could be concluded that the developed UPLC method can be used as an alternative method for determining lisinopril in plasma.Keywords: Lisinopril, FDNB, derivatization, UPLCABSTRAK: Penetapan kadar lisinopril dalam spiked plasma secara Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC) melalui derivatisasi dengan 1-fluoro 2,4 dinitrobenzen (FDNB) merupakan metode yang cepat, sensitif dan akurat. Derivatisasi precolumn lisinopril dan FDNB optimum pada suhu kamar, suasana dapar borat pH 11,0, dilanjutkan analisis secara UPLC isokratis menggunakan kolom Acquity BEH C dan fase gerak dapar asetat (0,01 M pH 3,50): asetonitril:metanol (70: 10: 20, v/v/v), laju alir 0,3 mL/menit pada λ 296 nm, menghasilkan linieritas kadar lisinopril dalam spiked plasma pada rentang 5,0 -100 ng/mL terhadap luas area lisinopril-DNB dengan persamaan Y = 410,59x + 211,91 dengan R2 = 0,9987 dan r = 0,9993 Akurasi metode ditunjukkan dengan nilai % rekoveri sebesar 88,59±6,01 smpai dengan 101,70± 2,56 %. Ketelitian ditunjukkan dengan nilai RSD 2,57- 8,16 %, sedangkan Batas Deteksi Instrumen = 0,73 ng/ mL dan Batas Kuantitasi = 2,44 ng/mL. Hasil Batas Deteksi penelitian ini relatif sama dengan Batas Deteksi penetapan kadar lisinopril secara HPLC-MS (1,03- 10,0 ng/mL). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode ini berpotensi dikembangkan sebagai metode alternatif pengganti HPLC-MS untuk penetapan lisinopril dalam plasma.Kata kunci: Lisinopril, FDNB, derivatisasi, UPLC
Validasi Metode Penetapan Kadar Lisinopril dalam Spiked Plasma Secara Ultra Performance Liquid Chromatography Melalui Derivatisasi dengan 1-Fluoro 2,4 Dinitrobenzen Sumiyani, Ririn; Martono, Sudibyo; Sugiyanto, .
Jurnal Farmasi Indonesia Vol 8, No 1 (2016)
Publisher : Jurnal Farmasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (418.293 KB) | DOI: 10.35617/jfi.v8i1.417

Abstract

ABSTRACT: A rapid, accurate, and sensitive method for determining lisinopril in spiked plasma was developed by means using an Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC) with 1-fluoro 2,4 dinitrobenzen (FDNB) derivatization. Lisinopril was precolumn derivatized with FDNB at optimum condition, i.e. room temperature and borate buffer at pH 11, subsequently analyzed with UPLC. Isocratic condition of acetate buffer (0.01 M, pH 3.50) : acetonitrile : metanol = 70 : 10 : 20 (v/v/v) as mobile phase, 0.3 mL/min of flow rate at λ 296 nm were applied at Acquity BEH C18 column, resulting a linearity of lisinopril at range of concentration of 5,0-100 ng/mL (Y = 410,59x + 211,91, r = 0.93). The accuration of the established method was achieved by 88,59±6,01 to 101,70± 2,56% recovery, while the precision was shown with RSD value of 2,57- 8,16 %, limit of detection (LOD) instrument of 0,73 ng/mL and limit of quatification (LOQ) 2,44 ng/mL, dwith R2 = 0,9987 dan r = 0,9993. In addition, the resulted LOD and LOQ more or less similar with the published HPLC-MS-MS method (1.03-10.0 ng/mL). Hence, it could be concluded that the developed UPLC method can be used as an alternative method for determining lisinopril in plasma.Keywords: Lisinopril, FDNB, derivatization, UPLCABSTRAK: Penetapan kadar lisinopril dalam spiked plasma secara Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC) melalui derivatisasi dengan 1-fluoro 2,4 dinitrobenzen (FDNB) merupakan metode yang cepat, sensitif dan akurat. Derivatisasi precolumn lisinopril dan FDNB optimum pada suhu kamar, suasana dapar borat pH 11,0, dilanjutkan analisis secara UPLC isokratis menggunakan kolom Acquity BEH C dan fase gerak dapar asetat (0,01 M pH 3,50): asetonitril:metanol (70: 10: 20, v/v/v), laju alir 0,3 mL/menit pada λ 296 nm, menghasilkan linieritas kadar lisinopril dalam spiked plasma pada rentang 5,0 -100 ng/mL terhadap luas area lisinopril-DNB dengan persamaan Y = 410,59x + 211,91 dengan R2 = 0,9987 dan r = 0,9993 Akurasi metode ditunjukkan dengan nilai % rekoveri sebesar 88,59±6,01 smpai dengan 101,70± 2,56 %. Ketelitian ditunjukkan dengan nilai RSD 2,57- 8,16 %, sedangkan Batas Deteksi Instrumen = 0,73 ng/ mL dan Batas Kuantitasi = 2,44 ng/mL. Hasil Batas Deteksi penelitian ini relatif sama dengan Batas Deteksi penetapan kadar lisinopril secara HPLC-MS (1,03- 10,0 ng/mL). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode ini berpotensi dikembangkan sebagai metode alternatif pengganti HPLC-MS untuk penetapan lisinopril dalam plasma.Kata kunci: Lisinopril, FDNB, derivatisasi, UPLC
Penetapan Kadar Kurkuminoid dalam Ekstrak Campuran Curcuma domestika Val dan Curcuma xanthorrizha Roxb. Sebagai Bahan Baku Jamu Saintifik Secara KLT - Densitometri risthanti, reine risa; sumiyani, ririn; wulansari, devyani diah; anawati, tita juli
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 5, No 1 (2019)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Terapi alternatif menggunakan bahan alam semakin diminati oleh masyarakat belakangan ini. Salah satu terapi alternative yang digemari adalah jamu. Penggunaan jamu sebagai terapi alternative perlu dibuktikan secara ilmiah melalui proses saintifikasi jamu. Jamu saintifik merupakan terobosan yang diharapkan dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan sebagai terapi alternatif. Kontrol kualitas pada jamu perlu dilakukan untuk menjamin efektivitas dan keamanannya. Pada penelitian ini akan dilakukan kontrol kualitas pada bahan baku formula jamu antihiperurisemia yaitu ekstrak campuran kunyit (Curcuma domestica Val.) dan temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.). Tujuan penelitian ini untuk mentapkan kadar kurkuminoid dalam ekstrak campuran kunyit dan temulawak sebagai bahan baku jamu saintifik antihiperurisemia secara KLTdensitometri. Ekstrak campuran kunyit dan temulawak diperoleh melalui proses ekstraksi dengan metode Ultrasonic-assisted extraction (UAE) dengan pelarut etanol p.a. Fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 F254 nm dan fase gerak yang digunakan adalah kloroform-metanol (9:1). Berdasarkan hasil validasi metode, kurkumin dapat terpisah dengan baik dari kurkuminoid dengan nilai Rs = 2 dan koefisien korelasi kurva baku pada rentang kadar 10-800 ppm adalah r = 0,9803. Metode ini juga menghasilkan presisi dan akurasi yang baik yaitu RSD = 4,55% untuk presisi dan 89,00% - 97,35% untuk akurasi, sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh AOAC. Sensitivitas yang dihasilkan adalah 4,31 ppm untuk LOD dan 14,37 ppm untuk LOQ. Hasil penetapan kadar kurkuminoid diperoleh kadar kurkuminoid rata-rata pada sampel 1a, 1b, dan 1c berturut-turut adalah 9,83%, 9,92% dan 10,72%.
Penetapan Kadar Kurkuminoid dalam Ekstrak Campuran Curcuma domestika Val dan Curcuma xanthorrizha Roxb. Sebagai Bahan Baku Jamu Saintifik Secara KLT - Densitometri risthanti, reine risa; sumiyani, ririn; wulansari, devyani diah; anawati, tita juli
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 5, No 1 (2019)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Terapi alternatif menggunakan bahan alam semakin diminati oleh masyarakat belakangan ini. Salah satu terapi alternative yang digemari adalah jamu. Penggunaan jamu sebagai terapi alternative perlu dibuktikan secara ilmiah melalui proses saintifikasi jamu. Jamu saintifik merupakan terobosan yang diharapkan dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan sebagai terapi alternatif. Kontrol kualitas pada jamu perlu dilakukan untuk menjamin efektivitas dan keamanannya. Pada penelitian ini akan dilakukan kontrol kualitas pada bahan baku formula jamu antihiperurisemia yaitu ekstrak campuran kunyit (Curcuma domestica Val.) dan temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.). Tujuan penelitian ini untuk mentapkan kadar kurkuminoid dalam ekstrak campuran kunyit dan temulawak sebagai bahan baku jamu saintifik antihiperurisemia secara KLTdensitometri. Ekstrak campuran kunyit dan temulawak diperoleh melalui proses ekstraksi dengan metode Ultrasonic-assisted extraction (UAE) dengan pelarut etanol p.a. Fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 F254 nm dan fase gerak yang digunakan adalah kloroform-metanol (9:1). Berdasarkan hasil validasi metode, kurkumin dapat terpisah dengan baik dari kurkuminoid dengan nilai Rs = 2 dan koefisien korelasi kurva baku pada rentang kadar 10-800 ppm adalah r = 0,9803. Metode ini juga menghasilkan presisi dan akurasi yang baik yaitu RSD = 4,55% untuk presisi dan 89,00% - 97,35% untuk akurasi, sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh AOAC. Sensitivitas yang dihasilkan adalah 4,31 ppm untuk LOD dan 14,37 ppm untuk LOQ. Hasil penetapan kadar kurkuminoid diperoleh kadar kurkuminoid rata-rata pada sampel 1a, 1b, dan 1c berturut-turut adalah 9,83%, 9,92% dan 10,72%.
Pengaruh Pelarut terhadap Optimasi Reaksi Derivatisasi Lisinopril dengan 1-Fluoro-2,4-Dinitrobenzene serta Pemilihan Standar Internalnya Ririn Sumiyani; Sudibyo Martono; Sugiyanto Sugiyanto
MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana) Vol. 1 No. 1 (2016): JUNE
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (593.786 KB) | DOI: 10.24123/mpi.v1i1.49

Abstract

Telah dilakukan penelitian untuk mengoptimasi reaksi derivatisasi lisinopril dalam pelarut aquadesdan metanol dengan 1-fluoro-2,4-dinitrobenzene (FDNB) serta memilih standard internal. Gabapentin, amlodipin,enalapril, dan metoprolol dipilih sebagai kandidat standar internal (IS). Pada kondisi optimum reaksilisinopril, standar internal harus membentuk produk derivatisasi dengan FDNB. Reaksi derivatisasi lisinoprildalam pelarut aquades optimum pada pH 9,5 bufer borat dengan pemanasan pada suhu 70°C selama 25 menit.Pada kondisi ini yang dapat membentuk produk derivatisasi hanya gabapentin. Analisis lisinopril dengan standarinternal secara High Performance Liquid Chromatography (HPLC) menggunakan kolom Novapack C18 (250mm x 4,60 mm) dan fase gerak buffer asetat (0,02 M, pH 3,5):asetonitril = 55:45 dengan laju alir 0,8 ml/min. Pemisahanlisinopril-DNB dan gabapentin-DNB terjadi pada waktu retensi berturut-turut 12,06 dan 18,86 menitdengan waktu analisis 25 menit. Karena waktu analisis terlalu panjang, maka dicari alternatif waktu preparasidan analisis yang lebih cepat. Reaksi derivatisasi lisinopril dalam pelarut metanol, didapatkan kondisi optimumpada pH 11,0 tanpa pemanasan. Pada pelarut metanol, selain lisinopril, gabapentin, amlodipin, enalapril, danmetoprolol juga membentuk produk derivatisasi dengan FDNB sehingga berpotensi sebagai standar internal.Namun demikian, pada analisis secara Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC) menggunakan kolomAcquity BEH C18, fase gerak buffer asetat (0,01 M, pH 3,5):asetonitril:metanol = 70:15:15 dengan laju alir 0,3ml/min, semua standar internal tidak terpisah dengan produk derivatisasi lisinopril. Disimpulkan bahwa lisinoprildalam pelarut metanol lebih efektif karena reaksi derivatisasi dengan FDNB tidak memerlukan pemanasan.Analisis lisinopril dalam pelarut air dengan standar internal gabapentin menggunakan HPLC kolom NovapackC18 memerlukan waktu analisis 25 menit, sedangkan dalam pelarut metanol dengan UPLC menggunakan kolomAcquity BEH C18, analisis melalui derivatisasi dengan FDNB dapat dilakukan tanpa standar internal denganwaktu retensi lisinopril-DNB 4,67 menit.
Pengaruh Komposisi Molar terhadap Karakteristik dan Stabilitas Fisikokimia Komplek Inklusi Alfa Arbutin dengan Hidroksipropil Beta Siklodekstrin Menggunakan Metode Kneading Elvi Setianingsih Suckristiana; Ni Luh Dewi Aryani; Ririn Sumiyani
MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana) Vol. 2 No. 3 (2019): JUNE
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1236.366 KB) | DOI: 10.24123/mpi.v2i3.1700

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi alfa arbutin dengan hidroksipropilbeta siklodekstrin (HPBCD) yang dibentuk kompleks inklusi dengan menggunakan metode kneading,dibandingkan campuran fisiknya terhadap karakteristik dan stabilitasnya, yang disimpan pada suhu40o±2oC dan kelembaban 75%±5% selama 30 hari. Variasi komposisi molar alfa arbutin : HPBCD pada campuran fisik yaitu 1:1 (F1), 2:1 (F2), dan 1:2 (F3), sedangkan pada komplek inklusinya adalah 1:1 (F4), 2:1 (F5),dan 1:2 (F6). Interaksi padatan yang terbentuk pada komplek inklusi dan campuran fisik dikarakterisasi denganmorfologi, gugus fungsi, titik lebur, kadar alfa arbutin dan hidrokinon sebagai hasil urainya, serta uji disolusi.Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pembentukan komplek inklusi antara alfaarbutin dengan HPBCD yang dibuat dengan metode kneading. Hasil pembentukan komplek inklusi yang palingbaik secara berurutan adalah pada F6, F4, dan F5, karena memberikan perbedaan karakteristik fisikokimiasecara bermakna. Komplek inklusi menunjukkan kristal amorf yang lebih homogen, kadar alfa arbutin yanglebih tinggi dan stabil (48,32 ± 0,10%), serta laju disolusi yang lebih cepat dengan persen terdisolusi palingtinggi dibanding formula lainnya. Tidak terjadi perubahan fisikokimia baik pada campuran fisik maupun komplek inklusinya, dan hidrokinon yang merupakan hasil urai alfa arbutin tidak terbentuk selama dilakukan ujistabilitas dipercepat.
PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK NANOEMULSI DAN NANOEMULSI GEL KOENZYM Q10 Silvi ayu Wulansari; Ririn Sumiyani; Ni Luh Dewi Aryani
Jurnal Kimia Riset Vol. 4 No. 2 (2019): Desember
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jkr.v4i2.16164

Abstract

Coenzyme Q10 is a compound that functions as an antioxidant with a large molecular weight of 863.36 g/mol and has lipophilic properties. This makes coenzyme Q10 need to be formulated to improve the solubility of the material and the delivery system in the skin. This study aims to determine the effect of surfactant variations (a combination of PEG-40 HCO and Span 80) on the physical characteristics of nanoemulsion and nanoemulsion gel preparations. Coenzyme Q10 is formulated using the rice bran oil oil phase with the combination surfactant. This research was made in 3 nanoemulsion formulas  FI, F2, F3 and 3 nanoemulsion gel formulas  F4, F5, F6. Evaluation of physical characteristics is done after 24 hours after the preparation is complete, observations made include organoleptic (shape, color and phase formed), pH, viscosity, droplet size, zeta potential and polydispersity index. The research data were processed statistically using the Kruskal-Wallis analysis and Mann-Whitney follow-up tests. The results showed that the surfactant concentration affected physical characteristics (viscosity, droplet size, zeta potential and polydispersity index) with a significantly different result (p <0.05) but the surfactant concentration did not affect the pH with the results not significantly different (p> 0.05)
DETERMINATION OF LEAD AND CADMIUM LEVELS IN CANNED SARDINES USING ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY Makayasa, Citra Hayu Adi; Sumiyani, Ririn; Budiono, Ryanto; Wijaya, Natasha Kezia; Vellisia, Nancy; Umami, Hidayatul
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina (JIIS): Ilmu Farmasi dan Kesehatan Vol 9 No 1 (2024): JIIS
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ISFI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36387/jiis.v9i1.1669

Abstract

Canned sardines are hermetically sealed and processed to ensure sterility and provide practical convenience in processing fish. Contact between food and canned causes the migration of metal elements into them. The high content of metals, lead (Pb) and cadmium (Cd) in canned food has a negative impact on health. This study aims to determine both metal levels in canned sardines and to identify the fulfillment of several validation parameters against Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Sardines were weighed, digested with concentrated HNO3:30% H2O2 and analyzed using AAS. Pb and Cd levels in canned sardines were not detected by AAS. This method meets the requirements of validation parameters, Pb and Cd, selective on specific wavelengths 283.3 nm and 228.3 nm, the standard curve is linear with a relative process standard deviation (Vx0) value < 5% and the Xp value is smaller than the lowest concentration in the standard curve, 0.69 mg/l and 2.31 mg/l are the results of the Limit of Detection (LOD) and Limit of Quantitation (LOQ) values of Pb while Cd 0.20 mg/l and 0.67 mg/l, 80-120% is %recovery of accurate parameters and a relative standard deviation (RSD) value < 2% is precision parameters. The SSA method can be used to quantitatively determine Pb and Cd levels in canned sardines.
Determination of ethanol and acetic acid content in local brands of apple vinegar: gas chromatography test for halal requirements Sumiyani, Ririn; Budiono, Ryanto; Khamila, Henni Matul; Pramesti, Tia Antika; Rachmaniah, Orchidea
Journal of Halal Product and Research (JHPR) Vol. 7 No. 2 (2024): Driving Global Halal Value Chain, What Should We Do?
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jhpr.vol.7-issue.2.137-146

Abstract

Apple vinegar is commonly made from fermented apple juice, which involves two consecutive stages of fermentation: alcoholic and acetic acid fermentation. Both Saccharomyces cerevisiae and Acetobacter acetii are involved in fermentation. Apple vinegar has various benefits, such as stabilizing blood pressure, treating rheumatism, and detoxifying toxins. Excessive consumption of this product may cause damage to the esophagus, low blood potassium levels or hypokalemia, diarrhoea, and ulcers due to the high acetic acid content. Moreover, the ethanol content also needs to be determined. It should be lower than 0,5% to fulfil the halal requirements for certification. The local brands of apple vinegar in Indonesia are generally produced by small-medium enterprises (SMEs), especially in Malang, Indonesia. Commercial brands of various apple vinegar, XCJO, YSW, THT, NTF, and BST, were sampled for their ethanol and acetic acid content in one method of analysis: gas chromatography, utilizing the high volatility properties of ethanol and acetic acid. The samples contain 17.73%, 11.45%, 6.43%, 2.67%, and 1.49% v/v of acetic acid, respectively, for XCJO, YSW, THT, NTF, and BST. At the same time, the ethanolic content is 0.11 and 0.02% v/v for XCJO and YSW, respectively, which are lower than the label value informed. Meanwhile, the rest of the brands' content is 4.00%, 2.39%, and 3.21% ethanol for THT, NTF, and BST, respectively. In addition, the acetic acid content of XCJO is high. A consumer should be aware of dilution before consuming the XCJO apple vinegar. It is unnecessary in the case of YSW, THT, NTF, and BST. Keywords: Analysis, Fermentation, Halal, Small-medium enterprises
Measuring Ethanol Content in Kolesom, a Javanese Wine, and Traditional Wine of Bali by Gas Chromatography (GC): Ensuring Halal Label for Traditional Herbal Medicine Rachmaniah, Orchidea; Budiono, Ryanto; Sumiyani, Ririn; Sabrina, Melia Indah; Sakdiyah, Sakdiyah; Sabella, Julietta Salwa; Safira, Chyntia Aulia; Safitri, Bella Intan
Halal Research Vol 3 No 2 (2023): July
Publisher : Halal Center ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j22759970.v3i2.736

Abstract

Wine is an alcoholic drink that results from the fermentation of grape juice with the help of microbes. One of the variants of wine circulating in Indonesia is wine Kolesom. Kolesom, also known as ginseng wine. Gingseng/kolesom/temulawak is classified as grapes wine with other food ingredients as an addition. It contains EtOH in between 7-24 %v/v according to the quality standard of Kolesom in The Regulation of the National Agency of Drug and Food Control of Republic Indonesia (BPOM) No. 5/2021. Kolesom extracts, considered nutritious for health, are added to grape juice, though it is Khmer and haram. In traditional herbal medicine, kolesom usually use as an addition, giving the body a strong taste, warm effect, and vitality. Adding kolesom in Jamu is a choice depending on the customer's favor. Kolesom wine is classified as B-class liquor, containing 5-20% v/v ethanol. Considering that most Indonesian citizens are Muslim, it is necessary to analyze and cross-check information to the customer about the level content of the alcohol in Javanese wine, kolesom. Ensuring the correct information to the customer and halal lifestyle. Gas chromatography equipped with a flame ionized detector (GC-FID) is proposed as a method for analyzing the ethanol (EtOH) content in kolosem, Javanese wine, as well as the traditional wine of Bali. The results showed that the proposed GC-FID method was well-validated.