Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

KAJIAN POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS DAN DIAGNOSA PASCAOPERASI HUBUNGANNYA DENGAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI DAERAH OPERASI (IDO) PADA PASIEN BEDAH DIGESTIF DI RUMAH SAKIT SWASTA Amelia, Kiki; Sumarny, Ros; Hasan, Delina; Komar, Hafid
Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Vol 6, No 1 (2019)
Publisher : Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTProphylaxis antibiotics are antibiotics given to patients who have not yet had an infection, but are thought to have a high risk of being infected or if an infected can have an adverse effect on the sufferer. Prophylaxis antibiotics are given to prevent surgical site infection (SSI). SSI is one of the most common post-surgical and nosocomial infections in surgical patients. This SSI can cause functional disability, decrease the quality of life of patients, increase morbidity and mortality and increase the length of care and maintenance costs. This study aimed to examine the pattern of the use of prophylaxis antibiotics on the incidence and SSI risk factors. This study was an observational analytic study with a cross sectional design. SSI observation was directly observed in postoperative wounds, the first in the treatment room at the time of dressing change, the second observation was carried out in the surgical clinic at the time of repeated control. Surgical site infection are classified into three types, namely SSI superficial incisional, SSI incisional inside, SSI organ. The total sample during the study period was 57. The results of this study showed the incidence of SSI in digestive surgery patients was 17.5% (10 out of 57 samples). SSI was found as early as the third day and no later than the fifth day of post surgery. Data analysis included univariate and bivariate data analysis. The most widely used prophylaxis antibiotics ware the third generation cephalosporin group ceftriaxone (96,5%), the time for partial prophylaxis antibiotics was given <60 minutes before the incision (71,9%), and the duration of prophylaxis antibiotics was >48 hours (71%). Chi-square bivariate analysis showed that the time of prophylactic antibiotics (p = 0.00) and postoperative diagnosis (p = 0.00) had a significant relationship to SSI incidence (p <0.05). Keywords : Antibiotic Prophylaxis, Surgical Area Infection, SSI, Digestive Surgery. ABSTRAK Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang diberikan kepada penderita yang belum mengalami infeksi, tetapi diduga berpeluang besar untuk terinfeksi atau bila terkena infeksi dapat berdampak buruk bagi penderita. Antibiotik profilaksis diberikan untuk mencegah Infeksi Daerah Operasi (IDO). IDO atau Surgical Site Infection (SSI) merupakan salah satu komplikasi pasca bedah dan infeksi nosokomial yang paling sering terjadi pada pasien bedah. IDO ini dapat menyebabkan ketidakmampuan fungsional, penurunan kualitas hidup pasien, peningkatan morbiditas dan mortalitas serta peningkatan lama perawatan dan biaya perawatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola penggunaan antibiotik profilaksis terhadap angka kejadian dan faktor resiko IDO. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian potong lintang (Cross sectional) prosfektif. Observasi IDO diamati secara langsung luka pascaoperasi, yang pertama diruang perawatan pada saat ganti perban, observasi kedua dilakukan di poliklinik bedah pada saat kontrol berulang. Infeksi Daerah Operasi diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu  IDO insisional superfisial, IDO insisional dalam, IDO organ/rongga. Total sampel selama periode penelitian sebanyak 57, dari hasil dari penelitian ini menunjukkan angka kejadian IDO pada pasien bedah digestif sebesar 17,5% (10 dari 57 sampel). IDO ditemukan paling cepat hari ketiga dan paling lama pada hari kelima. Analisa data meliputi analisa data univariat dan bivariate. Antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan adalah golongan sefalosporin generasi ketiga yaitu ceftriaxone (96,5%), waktu pemberian antibiotik profilaksis sebagian diberikan <60 menit sebelum insisi (71,9%), dan lama pemberian antibiotik profilaksis sebagia besar >48 jam (71%). Hasil analisa bivariate dengan Chi-square menunjukkan bahwa waktu pemberian antibioti profilaksis dan diagnosa pascaoperasi mempunyai hubungan bermakna terhadap angka kejadian IDO dengan nilai p-value 0,000 (p < 0,05).Kata kunci : Antibiotik Profilaksis, Infeksi Daerah Operasi, IDO, bedah digestif.
EFIKASI DAN KEAMANAN KAPSUL PARE (MOMORDICA CHARANTIA L)-PRIMAKUIN DAN DIHIDROARTEMISIN PIPERAQUIN-PRIMAKUIN PADA PASIEN MALARIA VIVAX DI RSUD MANOKWARI TAHUN 2019 Sikteubun, Christina Angela; Hasan, Delina; Abdillah, Syamsuddin
Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Vol 6, No 3 (2019)
Publisher : Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThe objective of the study was to determine the safety and efficacy of pare-primakuin capsules (KP-P) and dihydroartemesin piperaquine-primaquine (DHP-P) in uncomplicated malaria vivax. This was a clinical study, prospective, efficacy and safety evaluation of KP-P and DHP-P and followed by 42 days. ITT andPP was performed to compare KP-P and DHP-P efficacy. Safety was evaluated based on the incidance or severity of clinical symptoms by 42 days of follow up. based on the incidance or severity of clinical symptoms by 42 days of follow up. Total of 50 plasmodium vivax monoinfection suiTabel with the inclusion/exclusion criteria was randomized treated with KP-P or DHP-P. Patients during follow up did physical examination and checked for microscopic parasites, measurement of hemoglobin levels (day 0, 14, 28 and 42).  Therapeutic efficacy by day 42 in ITT and PP population were 96% (KP-P) and 92% (DHP-P). The means of parasite clearance and fever clearance were 3-5 day. All patients with gametocytes on day 0, generally were cleared on day 7 . There were an increasing number of patients with recovery hemoglobin at day 7 and 14: KP-P (24% and 100%) DHP-P (60% and 100%). One (4%) cases with KP-P and two 8%) with DHP-P had late treatment failure (LTF) at day 35. Adverse were mild, ie coughing and headaches for KP-P and nausea, headache, nausea, and vomiting. Pare-primaquine capsules and dihydroartemisinin-piperaquine capsules was safe and effective for the treatment of uncomplicated  malaria vivax. Keywords : Eficacy,Haemoglobin, , Safety, Parasite,Plasmodium. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi dan keamanan dari kapsul pare-primakuin (KP-P) dan dihidroartemisin piperakuin-primakuin (DHP-P) pada malaria vivax tanpa komplikasi. Penelitian ini merupakan penelitian klinis, prospektif, evaluasi efikasi dan keamanan diamati selama 42 hari. Efikasi dianalisis dan dibandingkan secara ITT dan PP. Keamanan obat dievaluasi berdasarkan timbulnya atau memberatnya gejala klinis dalam kurun waktu 42 hari. Total 50 subjek monoinfeksi plasmodium vivax yang memenuhi kriteria diobati secara acak dengan KP-P atau DHP-P. Pasien selama kunjungan ulang dilakukan pemeriksaan fisik dan cek parasit mikroskopis, diukur kadar hemoglobin (hari 0, 14, 28 dan 42). Efikasi terapeutik pada hari ke 42 per populasi ITT dan PP adalah 96% (KP-P) dan 92% (DHP-P). Rerata bebas parasit dan bebas demam adalah 3-5 hari untuk KP-P dan 3 hari untuk DHP-P. Pasien dengan  karier gametosit umumnya pada hari ke-7 sudah bebas gametosit. Terdapat peningkatan perbaikan hemoglobin pada hari ke 7, dan H14. Satu (4%) KP-P dan dua (8%) DHP-P mengalami kegagalan pengobatan kasep (Late Treatment Failure) di hari-35. Kejadian sampingan adalah ringan, yaitu batuk dan sakit kepala untuk KP-P dan DHP-P yaitu batuk, sakit kepala, mual, dan muntah. KP-P dan DHP-P adalah aman dan efektif pada pengobatan malaria vaivax tanpa komplikasi.Kata kunci : Efikasi, Hemoglobin, Keamanan, Parasit, Plasmodium
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita Di Daerah Pesisir Kota Sibolga Tahun 2020 Pasaribu, Rita Kristina; Santosa, Heru; Kumala, Shirly; Nurmaini, Nurmaini; Hasan, Delina
Syntax Idea Vol 3 No 6 (2021): Syntax Idea
Publisher : Ridwan Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-idea.v3i6.1232

Abstract

ISPA (Acute Respiratory Tract Infection) is a transmitted respiratory tract disease caused by environmental and human factors. Balita (below five year-old children) is very vulnerable to it. It was caused by virus or bacteria. The symptoms are high fever, followed by pain in throat, difficult to swallow, flu, and coughing with or without phlegm transmitted through patients' droplet (Riskesdas,2018). Revealed that, nationally, the prevalence of ISPA in balita was 12.8%, 8. 7% in North Sumatera, and 57% in Sibolga. The objective of the research was to analyze some factors which were correlated with the incidence of ISPA in balita at the coastal area of Sibolga . The data were gathered by using questionnaires. The research used cross sectional design. The samples were 265 (Isaac and Michael tables). The data were analyzed by using univariate analysis, bivariate analysis, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests. From the samples, it was found that 144 of them (54.3%) were affected by ISPA and 121 of them (45. 7%) were not. The result of univariate analysis showed that 141 respondents (53.2%) had good requirement for their floors, 146 of them (55.1%) for walls, 70 of them (26.4%) for air ventilation, 257 of them (97%) for room temperature, 225 of them (84.9%) for lighting, 233 of them (87.9%) for moisture, 181 of them (68. 3%) for population density. From the factor of children, it was found that there were 131 boys (49.4%), 188 of the balita (70.9%) were 6- 35 months old, 217 of them (81.9%) were not BBLR, 206 of them (77.7%) had bad nutrition, 160 of them (60.4%) got vitamin A, 139 of them (52.5%) got immunization completion, 177 of them (66.8%) were breastfed with ASI (breast milk), 202 of them (76. 2%) smoked, 40 of them (15.1 %) used wood as fuel, and 27 of them (10.2%) used mosquito coils The result of bivariate analysis showed that 8 (eight) independent variables which were correlated were smoking (p-value=0. 003), using mosquito coils (p-value=0.026), floors (p-value=0.033), walls (p-value=0.002), population density (p-value=0.001), nutritional status (pvalue=0.001), air ventilation (p-value=0.012), Vitamin A(p-value=0.024), and complete immunization (p-value=0.035). The result of multivariate analysis showed that the variables of smoking, condition of house walls, nutritional status, and immunization completion caused the incidence of ISPA in balita at the coastal area of Sibolga (75.8%). It is recommended that prevent ISPA by increasing nutritional status, ASI, visiting posyandu, and no smoking inside their houses.
Uji Efikasi Kapsul Pare-Primakuin dan DHP-Primakuin serta Pengaruhnya terhadap Kualitas Hidup Pasien Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi di RSUD Manokwari Tahun 2019 Wakum, Bastiana Marlina; Hasan, Delina; Syamsuddin
Poltekita : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 15 No. 2 (2021): August
Publisher : Poltekkes Kemenkes Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33860/jik.v15i2.482

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek terapi kombinasi obat antimalaria terhadap kualitas hidup pasien malaria falsiparum. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni (true-experimental). Jumlah sampel sebanyak 134 pasien penderita malaria di RSUD manokwari. Variable penelitian meliputi karakteristik responden, suhu aksila, hemoglobin, Gametosit (/µL darah), gejala klinis responden, Jumlah Parasit Aseksual dan Gametosit, dan Kualitas Hidup SF-36. Analisis data yang digunakan adalah uji che-square dan uji Mann Whitney. Hasil penelitian yaitu Pengobatan kapsul pare-primakuin mempunyai efikasi terhadap malaria falsiparum tanpa komplikasi dengan nilai ITT sebesar 92% dan PP sebesar 100%. Kualitas hidup pasien malaria falsiparum tanpa komplikasi pada pengobatan DHP-P lebih tinggi dibandingkan dengan KP-P yang ditinjau dari 8 domain yaitu: fungsi fisik, peran fisik, nyeri tubuh, kesadaran secara umum, vitalitas, sungsi sosial, peran emosional dan kesehatan mental. Kesimpulan yaitu Pengobatan DHP-primakuin lebih efektif dibandingkan dengan kapsul pare-primakuin dengan nilai ITT sebesar 96% dan PP sebesar 100%.
Cost Effectiveness Analysis Penggunaan Hepatoprotektor Pada Terapi Tuberkulosis di RS Paru Cisarua, Bogor Utaminingsih, Lukluk; Hasan, Delina; Kosasih, Alvin
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (717.79 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v5i7.1465

Abstract

Alternatif penggunaan hepatoprotektor pada terapi tuberkulosis dengan kejadian hepatitis imbas obat (DIH) memerlukan studi farmako ekonomi terutama Cost Efectiveness Analysis. Tujuan penelitian ini membandingkan cost effective pemakaian hepatoprotektor untuk mengatasi DIH pada pengobatan TB. Metode dengan desain kohort dan pengambilan data secara prospektif dari rekam medis penderita TB rawat inap yang mengalami DIH dan data rincian biaya pengobatan dari bagian keuangan RS Paru Cisarua Bogor. Sampel 90 pasien dibagi secara acak buta ganda yaitu kelompok 1 menggunakan plasebo, kelompok 2 menggunakan kurkumin dan kelompok 3 menggunakan lesitin. Parameter yang diukur adalah nilai kadar serum ALT hari ke 5, biaya langsung dan biaya tidak langsung. Hasil penelitian menunjukkan efektivitas hepatoprotektor pada pasien TB dengan DIH paling tinggi dalam menurunkan kadar ALT sampai nilai normal (<51IU/L) adalah plasebo sebanyak 11 pasien, kurkumin sebanyak 8 pasien, dan lesitin sebanyak 2 pasien. Efektivitas biaya berdasarkan nilai ACER pada plasebo, kurkumin dan lesitin secara berurutan adalah Rp 4.120.342,23/pasien, Rp 5.571.803,76/pasien dan Rp 25.444.523,64/pasien. Penggunaan kurkumin sebagai hepatoprotektor lebih cost effective dibandingkan lesitin akan tetapi kejadian DIH pada tatalaksana TB akan terkendali dengan sendirinya tanpa pemberian hepatoprotektor jika obat penyebab dihentikan. Kata kunci : Cost effectiveness analysis; hepatoprotektor; tuberkulosis.
Analisis Ketersediaan Obat Antihipertensi Dan Pengaruhnya Terhadap Pengobatan Pasien Hipertensi Di Puskesmas Kota Bandar Lampung Huda, Badrul; Kumala, Shirly; Hasan, Delina
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (526.936 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v5i6.1232

Abstract

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat / tenang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian jenis dan jumlah obat antihipertensi dengan standar pengobatan hipertensi, untuk mengetahui ketersediaan obat antihipertensi sesuai dengan jenis dan jumlahnya serta untuk mengetahui pengaruh ketersediaan obat antihipertensi terhadap pengobatan pasien hipertensi di puskesmas Kota Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan studi expost facto atau observasional yang bersifat deskriptif dengan teknik pengumpulan data secara retrospektif dan prospektif selama tahun 2017 pada 23 puskesmas di Kota Bandar Lampung. Analisa data menggunakan analisis deskriptif, analisis chi square dan analisis multivariat. Hasil uji chi square pada tingkat pendidikan dokter dan tenaga kefarmasian nilai Asymptotic Significance (2-sided) < 0,05 yaitu 0,027 dan 0,047, ketersediaan obat antihipertensi nilai Asymptotic Significance (2-sided) 0,005 dan 0,001 < 0,05, artinya variabel tersebut ada dengan kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi untuk pasien hipertensi. Pada analisis multivariat secara stimultan, ketersediaan obat antihipertensi paling berpengaruh atau dominan terhadap kebutuhan jenis dan jumlah obat antihipertensi untuk pasien hipertensi dilihat dari nilai significance yang paling kecil yaitu 0,005 dan dilihat dari nilai OR yang terbesar yaitu 5,588 .Dapat disimpulkan bahwa secara stimultan dan bersama-sama ketersediaan obat antihipertensi berpengaruh terhadap pengobatan pasien hipertensi. Kata Kunci : Ketersediaan Obat Antihipertensi, Pasien hipertensi, Pengobatan
Analisis Efektivitas Biaya Dialiser Single Use dan Reuse Layanan Hemodialisa Pasien Gagal Ginjal dan Pengaruhnya Terhadap Quality Of Life di RSUD Sekarwangi Novellasari, Firsa; Hasan, Delina; Andayani, Nurita
Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 (2024): OKTOBER 2024
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jn.v8i2.23880

Abstract

Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang prevalensinya terus meningkat, hemodialisis merupakan salah satu terapi untuk membantu fungsi ginjal. Untuk penghematan biaya, penggunaan dialiser sebagai komponen dalam hemodialisis menggunakan dialiser sekali pakai (single use) dan dialiser berulang (reuse). Rumah Sakit Umum Daerah Sekarwangi menyediakan jasa rawat jalan maupun rawat inap bagi pasien dengan penyakit ginjal kronik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manakah penggunaan dialiser yang paling efektif dan efisien yang di gunakan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan pendekatan prospektif dan retrospektif. Jumlah sampel yang dipilih adalah pasien rawat jalan yang menggunakan dialiser single use dibagi menjadi 30 pasien yang menggunakan dialiser A dan 30 pasien yang menggunakan dialiser B. Sedangkan yang menggunakan dialiser reuse dibagi menjadi 30 pasien yang menggunakan dialiser A dan 30 pasien yang menggunakan dialiser B yang aktif berobat selama tahun 2021. Data dianlisis dengan menggunakan metode Cost Effectiveness Analysis (CEA), pengukuran kualitas hidup dengan instrumen European Quality of Life-5 Dimension-5 level (EQ-5D-5L). Hasil analisis menunjukkan bahwa dialiser single use lebih efektif dalam menghasilkan perubahan outcome kreatinin, ureum, dan hemoglobin yang lebih baik dibandingkan dialiser reuse. Namun, dialiser reuse lebih efisien dari segi biaya dengan unit cost yang lebih rendah. Hasil juga menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien tidak berbeda signifikan dan menunjukkan kualitas hidup yang sama baik. antara penggunaan kedua jenis dialiser ini.
Pemberian Informasi Obat Pasien Dengan Resep Antibiotik dan Penyediaan Antibiotik Tanpa Resep di Tangerang Selatan: Providing Drug Information to Patients with Prescribing Antibiotics and Provision of Antibiotics without Prescription in South Tangerang Saibi, Yardi; Suryani, Nelly; Novitri, Suci Ahda; Hasan, Delina; Anwar, Vidia Arlaini
Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) (e-Journal) Vol. 6 No. 2 (2020): (October 2020)
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (428.448 KB) | DOI: 10.22487/j24428744.2020.v6.i2.15051

Abstract

A pharmacy is a place where pharmacists do their pharmaceutical work, serving directly and responsibly for patients who need their professional services. One form of direct service is the provision of drug information and counseling. The purpose of this study was to describe the drug information services provided by pharmaceutical personnel in the South Tangerang area pharmacy for patients who redeemed prescriptions using antibiotics. Patient simulation method was used to collect data to 100 pharmacies that were randomly selected based on data in the city health office. Recommendations were obtained from the South Tangerang branch of the Indonesian Pharmacists Association while ethical clearance was obtained from the ethical committee of the Faculty of Medicine, University of Indonesia. The results of this study indicate that 85% percent of pharmaceutical personnel who provide drug information for simulated patients are non-pharmacists. The most widely conveyed drug information items were the frequency of drug use delivered by 82% of pharmacists, received by the intended use (61%) and time of use (44%). Not related to pharmacy officers who submit the following information: drug interactions and ways to prevent them, side effects of drugs and how to prevent them; food and drinks that must be avoided as well as how to store drugs. As many as 49% of pharmacists provide additional antibiotics requested by patients without a prescription. Drug information points provided by pharmacy staff specifically by pharmacist had not been maximally delivered.
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (CEA) PADA PENGGUNAAN OBAT KOMBINASI ANTIHIPERTENSI CANDESARTAN+BISOPROLOL DAN CANDESARTAN+AMLODIPIN PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN BPJS DI RSUD KABUPATEN REJANG LEBONG Aninda, Fitri; Hasan, Delina; Derriawan, Derriawan
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 2 (2025): AGUSTUS 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i2.44179

Abstract

Hipertensi merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan jangka panjang dengan biaya yang cukup tinggi. Pemilihan terapi yang kurang tepat dapat menyebabkan hasil pengobatan tidak optimal dan meningkatkan beban ekonomi bagi pasien maupun penyedia layanan kesehatan. Untuk menentukan terapi antihipertensi yang paling efektif dan efisien, diperlukan analisis farmakoekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas dan efisiensi penggunaan kombinasi antihipertensi A (Candesartan+Bisoprolol) dengan kombinasi B (Candesartan+Amlodipin). Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan data sekunder dari rekam medis pasien rawat jalan peserta BPJS di RSUD Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, pada periode April–Juli 2024. Jumlah sampel terdiri dari 80 pasien, dengan masing-masing 40 pasien pada kelompok kombinasi A dan kombinasi B. Analisis dilakukan dengan uji Chi-Square untuk efektivitas serta analisis Cost-Effectiveness untuk efisiensi biaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi A lebih efektif dengan 33 pasien memiliki tekanan darah terkendali, sementara pada kombinasi B hanya 29 pasien. Dari segi efisiensi, kombinasi A juga lebih hemat dengan total biaya Rp 29.659.769,93, lebih rendah daripada kombinasi B. Berdasarkan perhitungan unit cost, ACER, dan ICER, kombinasi A lebih unggul secara keseluruhan. Kesimpulannya, kombinasi A lebih efektif dan efisien dibandingkan kombinasi B, meskipun berbeda dengan hasil penelitian RS Bhayangkara 2019 yang menyebut kombinasi A lebih efektif namun kombinasi B lebih efisien.
PENGARUH PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN PERBANDINGAN ANTARA SISTEM TMH DENGAN SISTEM MANDIRI INHEALTH Nathalia, Dede Dwi; Hasan, Delina; Aritonang, MGS
Media Farmasi: Jurnal Ilmu Farmasi Vol. 14 No. 1: Maret 2017
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12928/mf.v14i1.9828

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan seberapa besar pengaruh pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien antara sistem TMH dengan sistem Mandiri Inhealth. Dari data tahun 2009 sampai dengan 2015 terjadi peningkatan biaya kesehatan PT.TMH dan premi serta pelayanan kesehatan berupa manfaat asuransi (benefit) dan jenis pelayanan kesehatan yang diperoleh pasien PT. TMH tidak bisa tercover seluruhnya. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif dengan survei analitik. Pengukuran pelayanan kesehatan (variabel X1 dan X2) menggunakan konsep servqual (dimensi reliability, reponsiveness, assurance, empathy dan tangibles) serta pengukuran kepuasan pasien (variabel Y) dengan dimensi perceive performance dan expectation. Populasi dalam penelitian ini adalah kelompok pasien karyawan aktif dan pensiunan karyawan PT.TMH yang didata pada bulan Juli 2015 sampai dengan November 2015 dengan total jumlah 14.048. Metode pengambilan sampel dengan metode proportionate random sampling maka jumlah sampel yang diambil adalah 100 responden. Subyek penelitian ini adalah karyawan PT.TMH dan pensiunan PT. TMH yang tinggalnya di sekitar Jabodetabek. Dari hasil pengujian hipotesis diperoleh hasil uji t independen dengan nilai p = 0,000 < 0,05 untuk skor pelayanan kesehatan dan skor kepuasan pasien. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan dengan sistem PT. TMH dan pelayanan kesehatan dengan sistem Mandiri Inhealth mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan pasien, tetapi ada perbedaan yang signifikan pada kedua sistem tersebut dimana pelayanan kesehatan sistem PT.TMH lebih baik dan lebih memuaskan daripada sistem Mandiri Inhealth.