Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

PENYULUHAN HUKUM MENGENAI HUKUMAN MATI DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROPINSI MALUKU UTARA Nardiman, Nardiman
Jurnal Pengabdian Masyarakat AbdiMas Vol 8, No 01 (2021): Jurnal Pengabdian Masyarakat Abdimas
Publisher : Universitas Esa Unggul

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47007/abd.v8i01.4787

Abstract

East Halmahera Regency, which is located in North Maluku Province, is a splintering area from Maluku Province in 1999. East Halmahera Regency is inhabited by the Tagutil tribe. People in East Halmahera, some of the people live from farming and hunting in the forest.  In March 2019, the defendant Habel Lilinger alias Hambiki or Niklas Dilingar and his friends (as many as 6 people) were tortured and murdered against the victims, namely Harun Muharam, Halim Difa, Yusuf Halim, Karim Abdul Rahman and Habibu Salatun, which resulted in Yusuf Halim, Karim Abdul Rahman and Habibu Salaton died, while Halim Difa and Must Muharam suffered wounds. Persecution and murder were carried out in very, cruel, sadistic, cruel and inhuman ways, namely by repeatedly throwing river stones, shooting at the victim, stabbing with a spear, cutting or slashing the victim using a machete on the victim's hand, body and face repeatedly. , so that the victim's face is crushed and difficult to recognize, even though the victim is already in a helpless state. There is a need for legal counseling to citizens in East Halmahera, so as not to do eigenrichting which results in the death of victims and injuries, especially as our country as a rule of law, all problems in society must be resolved according to law. If the victims and the defendants did not know each other, it was only because of a moment's emotion which had fatal consequences. Between the victims and the defendants were still residents of East Halmahera district, only different villages, the defendants were from Dodaga village, while the victims were from Waci village.  Keywords : Legal counseling, death penalty, East Halmahera Regency 
Kebijakan Yudikatif untuk Mengatasi Disparitas Pidana dalam Tindak Pidana Korupsi yang Dikaitkan dengan Prinsip Kebebasan Hakim Antoni, Agus; Helvis, Helvis; Nardiman, Nardiman; Kartika, I Made
Social Science Academic Vol 2 No 2 (2024)
Publisher : Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37680/ssa.v2i2.5869

Abstract

Korupsi di Indonesia terjadi secara sistimatis dan berkembang ke hampir seluruh daerah di Indonesia baik di sektor pemerintahan maupun sector swasta (perusahaan). Hal ini tentu merugikan, sehingga sebagai bentuk upaya pemberantasan tindak pidana korupsi maka pemerintah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara independent berdasarkan amanat dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang kemudian diwujudkan melalui Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara khusus tentang KPK kemudian disempurnakan kembali dan terbitlah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019. Dalam penerapan asas kebebasan hakim, sudah seharusnya hakim mempunyai persepsi yang sama tentang menerapkan aturan hukum sehingga mengurangi terjadinya disparitas putusan. Selain itu, menerbitkan suatu pedoman dalam penjatuhan tindak pidana juga dibutuhkan untuk menyelaraskan pandangan hakim dalam menjatuhkan vonis perkara korupsi. Dengan adanya keseragaman pola pikir di dalam penjatuhan vonis perkara korupsi maka diharapkan tidak terjadi lagi adanya disparitas pemidanaan yang berujung kepada ketidakpuasan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative dan bertujuan untuk mengetahui tentang kaitannya asas kebebasan hakim dalam menyelesaikan perkara pidana serta bagaimana penerapan PERMA 1/2020 sebagai salah satu Langkah dalam mengurangi disparitas putusan pemidanaan.
Comparative Legal Analysis of The Death Penalty Provisions In Indonesia: The State Of Pancasila Law's Perspective (Case Study of Law Numbers 1 Of 1946 And Law Number 1 of 2023 Concerning The Criminal Code) Kurniawan, Kurniawan; Kantikha, I Made; Markoni, Markoni; Nardiman, Nardiman
Jurnal Legisci Vol 1 No 6 (2024): Vol 1 No 6 June 2024
Publisher : Ann Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62885/legisci.v1i6.312

Abstract

The death penalty is one tool used by law enforcement to deal with significant crimes. Its purpose is to deter criminals from committing similar crimes in the future and to make those who have not engaged them feel fearful of doing so. Following the reforms, the Republic of Indonesia's legal politics evolved into one that supports democracy. The surface issues concern how the death sentence laws are seen from the standpoint of the Pancasila legal state. This study aims to compare regulatory policies regarding the death penalty from the perspective of Pancasila's legal system. Normative juridical research is the analytical tool employed to explore this issue. The findings of this study, specifically the death penalty clauses included in Law Number 1 of 1946 and Law Number 1 of 2023 governing the Criminal Code, contain many different things that were initially the basic criminal death penalty, which were changed to special criminal penalties. There are also several relationships and comparisons between certain crimes because the principle of legality is still in effect. In the Indonesian context, the view of life is Pancasila, a joint agreement or consensus between the majority of the Indonesian nation.
Kebijakan Yudikatif untuk Mengatasi Disparitas Pidana dalam Tindak Pidana Korupsi yang Dikaitkan dengan Prinsip Kebebasan Hakim Antoni, Agus; Helvis, Helvis; Nardiman, Nardiman; Kartika, I Made
Social Science Academic Vol. 2 No. 2 (2024)
Publisher : Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37680/ssa.v2i2.5869

Abstract

Korupsi di Indonesia terjadi secara sistimatis dan berkembang ke hampir seluruh daerah di Indonesia baik di sektor pemerintahan maupun sector swasta (perusahaan). Hal ini tentu merugikan, sehingga sebagai bentuk upaya pemberantasan tindak pidana korupsi maka pemerintah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara independent berdasarkan amanat dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang kemudian diwujudkan melalui Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara khusus tentang KPK kemudian disempurnakan kembali dan terbitlah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019. Dalam penerapan asas kebebasan hakim, sudah seharusnya hakim mempunyai persepsi yang sama tentang menerapkan aturan hukum sehingga mengurangi terjadinya disparitas putusan. Selain itu, menerbitkan suatu pedoman dalam penjatuhan tindak pidana juga dibutuhkan untuk menyelaraskan pandangan hakim dalam menjatuhkan vonis perkara korupsi. Dengan adanya keseragaman pola pikir di dalam penjatuhan vonis perkara korupsi maka diharapkan tidak terjadi lagi adanya disparitas pemidanaan yang berujung kepada ketidakpuasan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative dan bertujuan untuk mengetahui tentang kaitannya asas kebebasan hakim dalam menyelesaikan perkara pidana serta bagaimana penerapan PERMA 1/2020 sebagai salah satu Langkah dalam mengurangi disparitas putusan pemidanaan.
The Legal Protection for Doctors Regarding Medical Consent for Additional Medical Procedures Inggas, Made Agus Mahendra; Markoni, Markoni; Kantikha, I Made; Nardiman, Nardiman
Eduvest - Journal of Universal Studies Vol. 4 No. 3 (2024): Journal Eduvest - Journal of Universal Studies
Publisher : Green Publisher Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59188/eduvest.v4i3.1072

Abstract

Informed Consent is a prerequisite before a medical procedure can be considered legally valid and provide legal protection. Additional medical procedures can raise ethical, medical, and legal issues. There is no specific legislation focusing on legal protection for doctors regarding these additional medical procedures, but general principles of Indonesian law provide room for doctors to defend themselves if they have served patients professionally in accordance with professional standards and professional ethics. The research aims to analyze the procedures for obtaining consent for additional medical procedures and the legal protection for doctors providing these services to patients. The research method is conducted using a normative juridical approach with conceptual and case approach. The research results indicate that the purpose of obtaining consent for medical procedures is to protect patients from medical procedures performed without their knowledge and to provide legal protection for doctors from unforeseen and negative consequences. In the case of additional medical procedures, there must be renewed consent, and the procedure for obtaining consent depends on the availability of family members, either during or after the procedure. Doctors must comply with all medical standards and maintain complete medical records. In conclusion, the procedure for obtaining consent for additional medical procedures should be conducted during the procedure if family members are present or after the procedure if family members are absent, and legal protection for doctors in additional medical procedures is ensured through renewed written consent, maintaining complete medical records, and adhering to professional standards.
Tinjauan Yuridis dalam Perkara Pidana Money Laundering Fryandika, Randi; Markoni, Markoni; Nardiman, Nardiman; Widarto, Joko
Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik Vol 12 No 3 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gresik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55129/.v12i3.2708

Abstract

Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan salah satu pedoman penting bagi penegakkan hukum atas TPPU. Namun, Undang-undang ini mendapat sorotan terutama Pasal 69 terkait diadili secara bersamaan atau tidaknya tindak pidana asal sebelum terjadinya TPPU sehingga membuat Undang-undang ini patut dipertanyakan kepastian dan keadilan hukumnya. Di sisi lain, pada praktiknya masih terdapat putusan hakim yang mengedepankan teori kepastian hukum dengan memastikan pelaku diadili sesuai dengan peraturan yang berlaku atas setiap perbuatannya baik itu TPPU maupun tindak pidana asalnya, salah satunya Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor 741/Pid.B//2014/PN.Bks. Hakim pada putusan ini juga mengedepankan teori keadilan hukum dengan mendakwa pelaku sesuai dengan setiap perbuatannya yang mengarah pada pelanggaran terhadap hukum pidana seperti menyalahgunakan jabatan dan korupsi. Pada kasus ini, hakim sangat mengedepankan prinsip efisiensi dalam peradilan dengan tetap dibuktikannya tindak pidana asal dalam proses peradilan TPPU. Bagaimanapun, demi efektivitas penegakkan terhadap hukum TPPU dan demi menghindari terjadinya perbedaan putusan pengadilan, sebaiknya TPPU digabung dengan tindak pidana asalnya. Selain yang demikian menjamin prinsip speed administration dan efisiensi peradilan, juga lebih memberi kepastian dan perlindungan hak asasi terhadap subjek hukum yang diduga melakukan TPPU maupun pihak yang menjadi korban atas TPPU.
Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Kandungan Bahan Makanan Dan Minuman Berbahaya Ditinjau Dari Peraturan Bpom Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Subiyakto*, Aries; Markoni, Markoni; Widarto, Joko; Nardiman, Nardiman
JIM: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah Vol 8, No 4 (2023): Agustus, Social Religious, History of low, Social Econmic and Humanities
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jimps.v8i4.27368

Abstract

The background of this research is because of the BPOM findings which reveal that syrup drugs circulating in the market contain the dangerous substances ethylene glycol (EG) and diethylene glycol (DEG). Law Number 8 of 1999 which is one of the bases in efforts to realize consumer legal protection of their rights, clear and correct information is needed regarding the safety and security of consumers in consuming drugs and the responsibility of manufacturers or distributors regarding defective products or dangerous. The emergence of this issue raises concerns among the public and causes losses for pharmacies or drugstores that sell syrup drugs. This research is a quantitative research using a normative approach. The research was carried out by studying laws and regulations, books, and journals (library research) related to BPOM's supervision of the distribution of drugs containing dangerous substances. The results of the study show that BPOM's supervision of the spread of drugs with dangerous ingredients is by carrying out field inspections and actions, product withdrawals and destruction, carrying out legal proceedings, revising regulations, educating the public. BPOM provides legal protection to the public only when consuming food that has a distribution permit, if the food does not have a distribution permit Loka BPOM only protects morally by educating the public.
Akibat Hukum Konflik Rumah Tangga yang Menyebabkan Perceraian Anggota Polri : (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Tigaraksa Nomor 239/Pdt.G/2023/PA.Tgrs) Jianto, Deddy; Markoni, Markoni; Widarto, Joko; Nardiman, Nardiman
Almufi Jurnal Sosial dan Humaniora Vol 1 No 2: Juli (2024)
Publisher : Yayasan Almubarak Fil Ilmi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63821/ash.v1i2.324

Abstract

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga. Seiring berjalan waktu, perkawinan dapat menimbulkan kekecewaan bagi pasangan dengan puncaknya yaitu perceraian. Perceraian merupakan peristiwa hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum, tak terkecuali dengan anggota Polri. Sumber data yang digunakan yaitu bahan hukum sekunder yang dikumpulkan dengan studi kepustakaan didukung dengan hasil wawancara yang selanjutnya dilakukan pengkategorian berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Penelitian ini membahas tentang akibat hukum bagi anggota Polri yang bercerai diluar ketentuan yang berlaku di lingkungan Polri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perceraian anggota Polri diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2010 dan Peraturan Kepolisian Nomor 6 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengajuan Perkawinan, Perceraian, dan Rujuk Bagi Pegawai Negeri di Kepolisian di antaranya ialah wajib mendapat izin dari pejabat berwenang, karena apabila tidak terpenuhi maka bagi anggota Polri yang melanggar ketentuan dapat berakibat dengan penjatuhan sanksi disiplin dan Kode Etik Profesi Polri bahkan bisa dikenakan pula dengan Sanksi Pidana jika pada prosesnya atau faktor yang mendasari munculnya pengajuan gugatan perceraian terdapat dugaan tindak pidana yang telah dilakukannya. Sanksi-sanksi tersebut merupakan manifestasi pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa setiap peraturan yang dikeluarkan oleh Instansi diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan kewenangannya.
Pertanggungjawaban Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Atas Pemberian Hak Tanggungan Terhadap Sertipikat Induk yang Belum Dipecah Yuliarti, Ghiska; Markoni, Markoni; Nardiman, Nardiman
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v9i2.15199

Abstract

Rumah sebagai tempat tinggal merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Makin tingginya kebutuhan masyarakat akan perumahan, membuat para pengembang berupaya membuat berbagai macam perumahan, mulai apartemen sampai cluster perumahan di pinggiran kota. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum dari para pihak dalam perjanjian kredit pemilikan rumah atas pemberian hak tanggungan terhadap sertipikat induk yang belum dipecah serta upaya yang dapat dilakukan oleh pihak konsumen yang merasa dirugikan. Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif, penelitian ini didasarkan pada bahan hukum primer, sekunder dan tersier dengan interpretasi dan sistematisasi antar peraturan perundang-undangan, serta menggunakan teori pertanggungjawaban hukum, teori perjanjian, dan teori jaminan hak tanggungan. Berdasarkan hasil penelitian banyak konsumen yang dirugikan akibat tidak langsungnya diberikan sertifikat kepada konsumen meskipun konsumen telah melakukan pelunasan. Hal tersebut dikarenakan karena serifikat belum dipecah masih dalam bentuk sertifikat induk. Kesimpulannya adalah para pihak dan Pejabat terkait dapat diminta pertanggungjawaban hukumnya bila terjadi kerugian terhadap pihak lain yang merasa dirugikan. Bahwa pertanggungjawaban hukum para pihak telah diatur dalam klausul perjanjian, kecuali jika perjanjian tersebut dilanggar, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut kerugiannya melalui proses musyawarah (non litigasi) atau proses pengadilan (litigasi).
Disparitas Hukuman Perkara Tindak Pidana Korupsi dan Pedoman Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi Oleh Mahkamah Agung Theresia, Yohana Maria; Markoni, Markoni; Nardiman, Nardiman
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v9i2.15210

Abstract

Dalam praktik peradilan penanganan perkara korupsi sering terjadi disparitas pidana yang tidak saja mengenai jangka waktu pemidanaan yang dijatuhkan, tapi juga mengenai jenis pidana serta praktik pelaksanaan pidana tersebut. Disparitas pemidanaan yang tidak dilandasi dasar dan alasan yang rasional berdampak negatif bagi proses penegakan hukum. Masalah penelitian dalam penulisan tesis ini, yaitu untuk menelaah lebih jauh latar-belakang pertimbangan hukum dan kendala hakim atas terjadinya disparitas hukum. Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer, sekunder dan tersier dengan interpretasi dan sistematisasi antar peraturan perundang-undangan, serta menggunakan teori penjatuhan hukuman, teori penegakan hukum, teori hukum pidana, teori pertimbangan hakim, dan teori pertanggung-jawaban pidana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peraturan Mahkamah Agung No. 1/2020 lahir dengan dilandasi dasar pemikiran bahwa penjatuhan pidana harus dilakukan dengan memperhatikan proporsionalitas pemidanaan tanpa menyampingkan kepastian hukum. Peraturan Mahkamah Agung ini juga lahir sebagai upaya nyata dalam hal memberikan tolok ukur yang memudahkan bagi hakim, terutama dalam hal penegakan hukum, berupa menetapkan berat ringannya pemidanaan, berdasarkan pertimbangan yang lengkap dan komprehensif atas kerugian negara, tingkat kesalahan, dampak, dan rentang pemidanaan, serta dengan tidak melupakan hal-hal yang meringankan dan memberatkan serta dengan tidak mengurangi kewenangan dan kemandirian hakim.