p-Index From 2020 - 2025
0.659
P-Index
This Author published in this journals
All Journal JURNAL ILMIAH PLATAX
Angkouw, Esther D.
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Isolation and Antibacterial Activity Test of Seagrass Epiphytic Symbiont Bacteria Thalassia hemprichii from Bahowo Waters, North Sulawesi Maarisit, Ismariani; Angkouw, Esther D.; Mangindaan, Remy E. P.; Rumampuk, Natalie D. C.; Manoppo, Henky; Ginting, Elvy Like
Jurnal Ilmiah Platax Vol. 9 No. 1 (2021): ISSUE JANUARY - JUNE 2021
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.9.1.2021.34320

Abstract

Seagrass is a higher plant and has the ability to produce bioactive compounds such as antibacterial. Seagrass is also a host to a variety of bacteria. Bacteria that live in the host will produce the same compounds as the host's body. The utilization of symbiotic bacteria with seagrasses as producers of bioactive compounds such as antibacterial can be used as a solution to reduce excessive seagrass uptake in nature. On the other hand, bacteria have the advantage of being fast and easy to grow and can be mass-produced and more economical. This study aims to isolate and test the antibacterial activity of the epiphytic bacteria of seagrass symbionts. Epiphytic bacteria of seagrass symbionts were grown on Nutrient Agar media directly in the field and bacterial isolation was carried out based on the morphological characteristics of the bacterial isolates. The antibacterial activity test was carried out using the disc method with the test bacteria Stapylococcus aureus, Streptococcus mutans, Escherichia coli, Salmonella thypi, and antibiotics as positive controls. The ability of bacteria to produce antibacterial was indicated by the formation of an inhibition zone around the paper disc containing the epiphytic bacteria of the seagrass symbiont T. hemprichii. A total of 3 isolates of epiphytic bacteria were isolated from T. hemprichii seagrass from Bahowo Waters, Tongkaina Village, Bunaken District, these isolates are namely Epifit 1, Epiphyte 2, and Epiphyte 3. Epiphyte 2 isolate had antibacterial activity against S. mutans, S. aureus, and S. thypi test bacteria, Epiphyte 3 isolate had antibacterial activity against S. mutans, and S. thypi test bacteria.Key words: Bacteria; Antibacterial; T. hemprichii; symbionts; BahowoAbstrakLamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi dan memiliki kemampuan menghasilkan senyawa  bioaktif seperti antibakteri. Lamun juga merupakan tempat hidup atau inang dari berbagai bakteri. Bakteri yang hidup pada inang akan menghasilkan senyawa yang sama dengan tubuh inangnya. Pemanfaatan bakteri yang bersimbiosis dengan lamun sebagai produsen senyawa bioaktif seperti antibakteri dapat dijadikan sebagai solusi dalam mengurangi pengambilan lamun yang berlebihan di alam. Dilain pihak, bakteri memiliki keunggulan karena pertumbuhan bakteri yang cepat dan mudah tumbuh, dapat diproduksi secara massal dan lebih ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menguji aktivitas antibakteri dari bakteri epifit simbion lamun T. hemprichii dari Perairan Bahowo.  Bakteri epifit simbion lamun ditumbuhkan pada media NA secara langsung di lapangan dan isolasi bakteri dilaksanakan berdasarkan karateristik morfologi isolat bakteri. Uji aktivitas bakteri dilakukan menggunakan metode cakram dengan bakteri uji S. aureus, S. mutans, E. coli, dan S. thypi dan antibiotik sebagai kontrol positif. Kemampuan bakteri menghasilkan antibakteri ditandai dengan terbentuknya zona hambat disekitar kertas cakram yang mengandung bakkteri epifit simbion lamun T. hemprichii.  Sebanyak 3 isolat bakteri epifit berhasil diisolasi pada lamun T. hemprichii dari Perairan Bahowo, Kelurahan Tongkaina, Kecamatan Bunaken yaitu Epifit 1, Epifit 2, dan Epifit 3. Isolat epifit 3 memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji S. thypi, isolat Epifit 2 terhadap bakteri uji S. mutans, S. aureus, dan S. thypi, isolat Epifit 3 terhadap bakteri uji S. mutans, dan S. thypi.Kata kunci: Bakteri; Antibakteri; T. hemprichii; Simbion; Bahowo
Study of the existence of algae, diversity of species, density, and distribution patterns in Meras waters Kalalembang, Delarosa; Kumampung, Deislie R. H.; Angkouw, Esther D.; Lintang, Rosita A. J.; Lasut, Markus T.; Darwisito, Suria
Jurnal Ilmiah Platax Vol. 12 No. 2 (2024): ISSUE JULY-DECEMBER 2024
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.v12i2.52979

Abstract

This study aims to determine macroalgae species and analyze the index of diversity, density, dominance, and distribution patterns around the waters of Meras Village, Bunaken District, Manado. This research was carried out for 4 months starting from July – October 2023. Macroalgae sampling performed during the day was observed using the tides app to view the tides. The method used is the line transect method with the Quadrant sampling technique used to obtain data. When sampling at the research site, a total of 3 transects of 50 m were made, which were drawn perpendicular to the coastline. The distance between the transects is 25 m the distance between the quadrants is 5 m with the size of the Quadrant used to retrieve data is 1 x 1 m². The results of this study as a whole obtained 23 macroalgae species distributed in 3 divisions, namely Chlorophyta, Phaeophyta, and Rhodophyta. In the Chlorophyta Division, 8 species were obtained, then the Phaeophyta Division obtained 6 species, while the Rhodophyta Division obtained 9 species. In macroalgae data obtained in this study ranged from diversity index (H’) as a whole of transect 1 H’ = 2,537, transect 2 H’ = 2,269, while for transect 3 H’ = 1,980. Species density and relative density from transect 1 to transect 3 obtained the highest density is Padina australis. Dominance (C) overall value in transect 1 C = 0.098, transect 2 C = 0.113, while in transect 3 C = 0.153. The distribution pattern of macroalgae species in transect 1 was categorized as random, while transects 2 and 3 were categorized as clustered. Keywords: Macroalgae, Diversity, Density, Dominance, Dispersal Patterns. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesies makroalga apa saja dan menganalisis indeks keanekaragaman, kepadatan, dominansi, dan pola penyebarannya di sekitar perairan Kelurahan Meras, Kecamatan Bunaken, Manado. Penelitian ini dilaksanakan 4 bulan mulai dari bulan Juli – Oktober 2023. Pengambilan sampel makroalga dilakukan pada siang hari diamati dengan menggunakan aplikasi tides untuk melihat pasang surut. Metode yang digunakan adalah metode garis transek (line transect) dengan teknik sampling kuadran modifikasi yang digunakan untuk memperoleh data. Saat pengambilan sampel di lokasi penelitian dibuat sebanyak 3 transek sepanjang 50 m yang ditarik tegak lurus dari garis pantai. Jarak antar transek 25 m dengan jarak antara kuadran yaitu 5 m dengan ukuran kuadran yang dipakai untuk mengambil data yaitu 1 x 1 m². Hasil pada penelitian ini secara keseluruhan diperoleh 23 spesies makroalga yang terdistribusi pada 3 divisi yaitu Chlorophyta, Phaeophyta, dan Rhodophyta. Pada divisi Chlorophyta diperoleh 8 spesies, kemudian divisi Phaeophyta diperoleh 6 spesies, sedangkan divisi Rhodophyta diperoleh 9 spesies. Pada data makroalga yang didapatkan di penelitian ini mulai dari indeks keanekaragaman (H’) secara keseluruhan dari Transek 1 H’ = 2.537, Transek 2 H’ = 2.269, sedangkan untuk Transek 3 H’ = 1.980. Kepadatan spesies dan kepadatan relatif dari Transek 1 hingga sampai Transek 3 diperoleh kepadatan tertinggi adalah Padina australis. Dominansi (C) secara keseluruhan nilai di Transek 1 C = 0.098, Transek 2 C = 0.113, sedangkan di Transek 3 nilai C = 0.153. Pola penyebaran spesies makroalga di transek 1 dikategorikan acak, sedangkan pada transek 2 dan 3 dikategorikan mengelompok. Kata kunci: Makroalga, Keanekaragaman, Kepadatan, Dominansi, Pola Penyebaran.
Blister Pearl Formation in Abalone, Haliotis varia Using Anestesia Gulo, Puji Eli Arnita; Mamangkey, Noldy Gustaf Frans; Ompi, Medy; Manembu, Indri Shelovita Manembu; Kawung, Nickson J.; Ginting, Elvy Like; Angkouw, Esther D.
Jurnal Ilmiah Platax Vol. 13 No. 1 (2025): ISSUE JANUARY-JUNE 2025
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.v13i1.60568

Abstract

Abalone pearl farming has significant potential to improve the livelihoods of coastal communities. This study aimed to measure early pearl blister layer thickness and analyze mortality in Haliotis varia following nucleus insertion. A four-month experimental study was conducted in Pulisan, North Sulawesi, Indonesia. Forty abalones underwent nucleus insertion using quick-drying adhesive after being anesthetized with benzocaine (1200 mg/L). Samples were collected monthly for two months to measure pearl layer thickness. Results showed that the average pearl layer thickness increased from 0.093 mm in the first month to 0.145 mm in the second month. However, mortality was highest in the treatment group (30%), followed by the control group with anesthesia (20%), and the control group without treatment (5%). This study concludes that pearl formation in H. varia is continuous but that insertion and anesthesia procedures stress individuals. These findings provide a foundation for developing more efficient and sustainable abalone pearl farming techniques. Keywords: Pearl, Pearl Production, Abalone, Haliotis varia, Anestesia. Abstrak Produksi mutiara abalone memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pertumbuhan awal lapisan mutiara blister dan menganalisis mortalitas pada abalone Haliotis varia setelah proses insersi inti mutiara. Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 4 bulan di perairan Pulisan, Sulawesi Utara. Sebanyak 40 individu abalone diinsersi inti mutiara menggunakan lem cepat kering setelah dibius dengan benzocaine (1200 mg/L). Sampel diambil setiap bulan selama dua bulan untuk mengukur ketebalan lapisan mutiara yang terbentuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata ketebalan lapisan mutiara meningkat dari 0,093 mm pada bulan pertama menjadi 0,145 mm pada bulan kedua. Namun, mortalitas tertinggi (30%) terjadi pada kelompok perlakuan insersi, diikuti oleh kelompok kontrol dengan perlakuan anestesi (20%) dan kelompok kontrol tanpa perlakuan (5%). Studi ini menyimpulkan bahwa proses pembentukan mutiara pada H. varia berlangsung terus-menerus, namun prosedur insersi dan anestesi memberikan tekanan pada individu abalone. Penelitian ini memberikan dasar penting untuk pengembangan teknik produksi mutiara abalone yang lebih efisien dan berkelanjutan. Kata kunci: Mutiara, Produksi Mutiara, Abalone, Haliotis varia, Anestesi.