Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Diversi Sebagai Perwujudan Restorative Justice Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Di Indonesia Triputra, Yuli Asmara; Merita, Enni; Afriani, Kinaria
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum Vol 9, No 1 (2022): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v9i1.668

Abstract

Abstrak Sistem peradilan pidana khusus bagi anak tentu memiliki tujuan khusus bagi kepentingan masa depan anak dan masyarakat yang di dalamnya terkandung prinsip-prinsip keadilan. Keadilan restoratif adalah suatu metode yang secara filosofinya dirancang untuk menjadi suatu resolusi penyelesaian dari konflik yang sedang terjadi dengan cara memperbaiki keadaan ataupun kerugian yang ditimbulkan dari konflik tersebut.Dialog dan mediasi dalam keadilan restoratif melibatkan beberapa pihak di antaranya pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak-pihak lainnya yang terkait. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengadopsi keadilan restorative dalam penanganan perkara anak dengan kewajiban penerapan diversi pada semua tingkat pemeriksaan dalam system peradilan pidana, mulai dari penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di persidangan.Diversi yang didasarkan pada diskresi dari aparat penegak hukum adalah upaya melindungi anak dari tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan terbaik bagi anak. Kata Kunci : Anak, Diversi, Restoratif Justice Abstract The special criminal justice system for children certainly has a special purpose for the future interests of children and society in which the principles of justice are embodied. Restorative justice is a method that is philosophically designed to be a resolution to an ongoing conflict by improving conditions or losses arising from the conflict. Dialogue and mediation in restorative justice involve several parties including the perpetrator, the victim, the perpetrator's family or the victim. , and other related parties. Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System adopts restorative justice in handling child cases with the obligation to implement diversion at all levels of examination in the criminal justice system, starting from investigation, prosecution and examination at trial. Diversion is based on the discretion of enforcement officers The law is an effort to protect children from actions that are contrary to the best interests of the child.
TANGGUNGJAWAB NEGARA MELINDUNGI GURU DALAM MELAKSANAKAN TUGAS PROFESIONALNYA Triputra, Yuli Asmara; Kesuma, Derry Angling; Oktanisa, Silvana; Meirani, Wasitoh
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2020: Volume 7 Nomor 1 Desember 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v0i0.333

Abstract

Abstrak Guru adalah pendidik profesional yang tugas dan perannya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Negara selaku pemangku kewajiban dalam melindungi warga negara terkhusus guru, dituntut peran aktifnya dalam melindungi guru dari tindakan kriminalisasi akibat melaksanakan tugas profesionalnya. Pada tataran peraturan, pemerintah telah melakukan tindakan aktif berupa pengundangan beberapa peraturan terkait tugas dan peran guru. Namun dalam taraf penegakan hukum, masih sering ditemui guru yang berhadapan dengan hukum akibat laporan dari orang tua murid atas tindakan guru yang mendisiplinkan murid. Mahkamah Agung selaku judex juris, melalui Putusan Nomor : 1554K/ Pid/ 2013 telah memvonis bebas guru di Majalengka yang bernama Aop Saopudin selaku terdakwa karena Mahkamah Agung menganggap apa yang dilakukannya sudah menjadi tugasnya dan bukan bukan merupakan suatu tindak pidana dan terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas perbuatan/tindakannya tersebut karena bertujuan untuk mendidik agar menjadi murid yang baik dan berdisiplin. Putusan Mahkamah Agung merupakan wujud tanggungjawab negara melalui lembaga kekuasaan kehakiman memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kata Kunci : Tanggungjawab negara, Perlindungan, Guru. Abstract Teachers are professional educators whose duties and roles have been regulated in the legislation. The state as a stakeholder in protecting citizens, especially teachers, is required to play an active role in protecting teachers from criminalization due to carrying out their professional duties. At the regulatory level, the government has taken active action in the form of the invite of several regulations related to the duties and roles of teachers. However, in law enforcement level, there are still often teachers who face the law due to reports from parents of students for the actions of teachers who discipline students. The Supreme Court as judex juris, through The Verdict Number: 1554K / Pid / 2013 has sentenced a free teacher in Majalengka named Aop Saopudin as a defendant because the Supreme Court considers what he did has become his duty and not a criminal act and the defendant can not be sentenced for his actions because it aims to educate to be a good student and disciplined. The Supreme Court's decision is a manifestation of the state's responsibility through the institution of judicial power to provide protection to teachers in carrying out their professional duties.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK DAN BERITA BOHONG Kesuma, Derry Angling; Triputra, Yuli Asmara
Solusi Vol 22 No 3 (2024): SOLUSI
Publisher : Faculty of Law, University of Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36546/solusi.v22i3.1397

Abstract

The problem that the author raises is regarding the reason why the Constitutional Court decided to grant part of the judicial review lawsuit filed by Haris Azhar and Fatia Maulidiyanti, and to remove Article 14 and Article 15 of Law Number 1 of 1946 concerning Criminal Law Regulations regarding the spread of fake news or hoaxes. by using normative legal research methodology, The Constitutional Court has decided and granted part of the judicial review lawsuit filed by Haris Azhar and Fatia Maulidiyanti, which then removed Article 14 and Article 15 and Article 310 of Law Number 1 of 1946 concerning Criminal Law Regulations regarding the spread of fake news or hoaxes. "In the main petition, granting the petitioners' petition in part. Declaring that Article 14 and Article 15 of Law Number 1 of 1946 concerning Criminal Law Regulations (State Gazette of the Republic of Indonesia II Number 9) are contrary to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and do not have binding legal force," said Chief Justice Suhartoyo in Jakarta. The state may not reduce freedom of opinion with absolute provisions or conditions that what is conveyed is something that is true or not a lie. The Constitutional Court also stated that the elements of "fake news or notification" and "uncertain news, or excessive news" in Article 14 and Article 15 of Law No. 1 of 1946 are norms that contain restrictions on expressing opinions freely in the public sphere. Therefore, the Constitutional Court is of the opinion that the norms in Articles 14 and 15 of Law No. 1 of 1946 can trigger the occurrence of rubber articles that can create legal uncertainty. Regarding the application of Article 310 paragraph (1) of the Criminal Code, the Constitutional Court decided that the article was unconstitutional. The Constitutional Court changed the wording of the article to "anyone who intentionally attacks the honor or good name of a person by accusing them of something verbally, the intention of which is clearly so that it is known to the public, is threatened with defamation with a maximum prison sentence of nine months or a maximum fine of four thousand five hundred rupiah".
Investigasi Kerusakaan Screw pada Mesin Expeller di Pabrik Kelapa Sawit PT. Hindoli Mill Sungai Lilin Lubis, Daffa Ghifari; Taufikurrahman, Taufikurrahman; Triputra, Yuli Asmara; Y., Rizky Brillian Y.; Syafei, Syafei
TEKNIKA Vol. 19 No. 2 (2025): Teknika Mei 2025
Publisher : Politeknik Negeri Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.14948812

Abstract

Penelitian ini diambil dikarenakan terjadi kerusakaan pada mesin expeller yang terdapat di komponen screw expeller yang sering haus, penelitian bertujuan menganalisa faktor penyebab terjadinya keausan dan patah pada screw expeller di mesin press, mengetahaui material yang lebih tepat pada screw expeller, mengetahui keausan hasil pengujian dari hasil pengujian screw, dan memperoleh angka kekerasan dan tekanan terhadap material dari screw. Metode yang dilakukan adalah observasi dan pengujian secara langsung, salah satu caranya menginvestigasi kerusakannya dengan cara melakukan beberapa pengujian yaitu pengujian keausan dan pengujian kekerasan. Dari pengujian tersebut didapatkan beberapa hasil yaitu bahan dari screw expeller adalah baja paduan rendah dengan material ASTM A485-1, hasil terbaik dari uji keausan tersebut adalah 0,000063225 mm3/kg.m, dan uji kekerasan menggunakan metode vickers dan hasil terbaik dari uji kekerasan tersebut adalah 175,1633102.
Investigasi Sifat Mekanis Journal Bearing Turbin Gas di PLTGU Keramasan Nur, Muhammad Ilham Fauzi; Taufikurrahman, Taufikurrahman; Triputra, Yuli Asmara
TEKNIKA Vol. 20 No. 1 (2026): Teknika Januari 2026 (In Progress)
Publisher : Politeknik Negeri Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.17431695

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi sifat mekanis material journal bearing yang digunakan pada turbin gas di PLTGU Keramasan, di mana bantalan berbahan dasar timah Babbitt berperan penting dalam mengurangi gesekan pada poros berputar berkecepatan tinggi. Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan teknik eksperimen laboratorium, meliputi uji keausan (wear test), uji impak (impact test), dan analisis struktur mikro (microstructure analysis). Hasil uji keausan menunjukkan nilai keausan spesifik rata-rata sebesar 1881,1 µm yang menandakan material mengalami keausan namun masih dalam batas wajar. Uji impak menggunakan metode Charpy menghasilkan nilai rata-rata energi serap sebesar 2,8667 Joule yang menunjukkan ketangguhan material terhadap beban kejut. Pengamatan struktur mikro mengungkap adanya fasa Cu₆Sn₅ dan SbSn dalam matriks SnSbCu yang memberikan kombinasi kekuatan dan ketahanan aus. Secara keseluruhan, material timah Babbitt menunjukkan performa mekanik yang baik untuk aplikasi journal bearing, namun peningkatan komposisi timah atau optimasi proses pelapisan dapat dipertimbangkan untuk memperpanjang umur pakai dan meningkatkan keandalan. Penelitian ini diharapkan menjadi acuan dalam pemilihan dan pengembangan material bantalan pada industri pembangkit listrik.
Harmonisasi Peraturan Daerah Terhadap Peraturan Perundang-Undangan dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Triputra, Yuli Asmara
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2016: Volume 3 Nomor 1 Desember 2016
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v3i1.61

Abstract

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (terakhir diundangkan dengan UU No. 23 Tahun 2014) tentang Pemerintahan Daerah telah menjadi dasar dan memberikan legitimasi bagi daerah untuk melaksanakan otonomi seluas-luasnya guna mengatur urusan rumah tangganya pasca runtuhnya rezim Orde Baru yang bercorak sentralistik. Kewenangan daerah untuk mengatur urusan pemerintahannya diperkuat dengan diterbitkannya Tap MPR No. III/ MPR/ 2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan Republik lndonesia jo. UU No. 12 Tahun 20ll yang memberikan tempat bagi Peraturan Daerah (Perda) di dalam sistem hukum nasional. Kewenangan daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya melalui Perda menimbulkan persoalan tersendiri bila dikaitkan dengan sinkronisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berada di atasnya, bahkan tidak jarang bertentangan dengan peraturan selevel undang-undang. Hal ini seringkali menjadi kendala dalam pembangunan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik lndonesia, utamanya di bidang investasi. Lemahnya pengawasan pemerintah pusat dalam proses pembentukan suatu Perda merupakan salah satu indikator mengapa kerap terjadi tumpang tindih antara Perda terhadap peraturan yang berada di atasnya. Kata Kunci: Peraturan Daerah, Peraturan Perundang-undangan, Otonomi Daerah, Harmonisasi Peraturan, Investasi. Abstract: Act No. 22 of 1999 (the last regulated by Act. 23 of 2014) on District Government has become the foundation and legitimize for district to carry out the widest possible autonomy to manage household affairs after the collapse of the Indonesia New Order regime patterned centralized. The Goverment District authority to manage the affairs of goverment is strengthened by the issuance of TAP MPR No. III / MPR / 2000 about Source of Law and Order Procedure Legislation of the Republic of Indonesia jo. Act No. 12 of 2011 which provides space for the District Regulation (Perda) in the national legal system. The goverment district authority to manage the affairs of the household throught legislation raises its own problems when associated with synchronization of the laws and regulations that are in it, even less so at odds with level regulatory legislation. This are frequantly an obstacle to national development in the framework of the Republic of Indonesia, particularly in the fields of investment. Weak supervision by the central government in the process of establishing a regulation is one indicator of why the frequent overlap between regulation of the rules above it. Daftar Pustaka Abdul Bari Azed, Harmonisasi Legislasi Pusat dan Daerah Melalui Penguatan Peran dan Fungsi DPRD di Bidang Legislasi, dalam Tim Penyusun Buku Hakim Konstitusi, Menata Ulang Sistem Peraturan Peraturan Perundang-undangan Indonesia Jejak Langkah dan Pemikiran Hukum Hakim Konstitusi Prof. H.A.S. Natabaya, SH., LL.M., Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2008. Agus Syamsuddin, Mengenai Otonomi Daerah Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dalam Asnawi Arbain, Akuntabilitas Produk Legislasi Daerah : Kritik Terhadap UU No. 32 Tahun 2004, Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS)- Japan Internasional Cooperation Agency (JICA), Jakarta, 2007. Asnawi Arbain, Akuntabilitas Produk Legislasi Daerah : Kritik Terhadap UU No. 32 Tahun 2004, Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS)- Japan Internasional Cooperation Agency (JICA), Jakarta, 2007. Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945, UNSIKA, Karawang, 1993. Detik News, Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-JK Mendagri Batalkan Ribuan Perda Penghambat Investasi, 19 Oktober 2016. HAW. Widjaja, Percontohan Otonomi Daerah di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1998. H. Djoko Sudantoko, Dilema Otonomi Daerah, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2003. Hassan Shaddily, dkk, Ensiklopedi Indonesia, Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta. Irawan Soetijo, Pengawasan terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, Bina Aksara, Jakarta, 1983. Ismantoro Dwi Yuwono, Kumpulan Perda Bermasalah & Kontroversi, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012. Kusnu Goesniadhie, Harmonasisasi Hukum Dalam Perspektif Perundang-Undangan (Lex Specialis suatu Masalah), Penerbit JP BOOKS, Surabaya, 2006. M. Dahlan Al Barry, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Arkola, Yogyakarta, 1995. Moh. Hasan Wangakusumah, dkk, Perumusan Harmonisasi Hukum tentang Metodologi Harmonisasi Hukum, BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta, 1996/1997. Ni'matul Huda, Hubungan Pengawasan Produk Hukum Daerah antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jurnal Hukum FH-UII, Yogyakarta, No. Edisi Khusus, Vol. 16 Oktober 2009. Robert Bocock, Pengantar Komprehensif untuk Memahami Hegemoni, Penerbit Jalasutra, Yogyakarta, Tanpa Tahun. Satya Arinanto & Ninuk Triyanti (editor), Memahami Hukum Dari Konstruksi sampai Implementasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009. Siti Nurbaya, Problematika Politik Hubungan Pusat-Daerah Dalam Sistem Desentralisasi di Indonesia, dalam Satya Arinanto & Ninuk Triyanti (editor), Memahami Hukum Dari Konstruksi sampai Implementasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009. SF. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Alternatif di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997. Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 43/Dikti/2006 tentang Rambu-Rambu u Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, Edisi Kedua, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008. Perundang-undangan Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang- undangan Republik Indonesia. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 jo. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 jo. UU No. 51 Tahun 2009. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan RI. Keppres No. 188 Tahun 1998, tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang. Lampiran Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000, tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004, sub program Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Internet http://ads.hukumonline.com/berita/, Ini Empat Catatan Terkait Perda Penghambat Investasi di Daerah, diakses 20 Desember 2016 www.kppod.org/index.php: Perda-bermasalah-hambat-investasi, diakses 27 Januari 2013
TANGGUNGJAWAB NEGARA MELINDUNGI GURU DALAM MELAKSANAKAN TUGAS PROFESIONALNYA Triputra, Yuli Asmara; Kesuma, Derry Angling; Oktanisa, Silvana; Meirani, Wasitoh
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2020: Volume 7 Nomor 1 Desember 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v0i0.333

Abstract

Abstrak Guru adalah pendidik profesional yang tugas dan perannya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Negara selaku pemangku kewajiban dalam melindungi warga negara terkhusus guru, dituntut peran aktifnya dalam melindungi guru dari tindakan kriminalisasi akibat melaksanakan tugas profesionalnya. Pada tataran peraturan, pemerintah telah melakukan tindakan aktif berupa pengundangan beberapa peraturan terkait tugas dan peran guru. Namun dalam taraf penegakan hukum, masih sering ditemui guru yang berhadapan dengan hukum akibat laporan dari orang tua murid atas tindakan guru yang mendisiplinkan murid. Mahkamah Agung selaku judex juris, melalui Putusan Nomor : 1554K/ Pid/ 2013 telah memvonis bebas guru di Majalengka yang bernama Aop Saopudin selaku terdakwa karena Mahkamah Agung menganggap apa yang dilakukannya sudah menjadi tugasnya dan bukan bukan merupakan suatu tindak pidana dan terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas perbuatan/tindakannya tersebut karena bertujuan untuk mendidik agar menjadi murid yang baik dan berdisiplin. Putusan Mahkamah Agung merupakan wujud tanggungjawab negara melalui lembaga kekuasaan kehakiman memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kata Kunci : Tanggungjawab negara, Perlindungan, Guru. Abstract Teachers are professional educators whose duties and roles have been regulated in the legislation. The state as a stakeholder in protecting citizens, especially teachers, is required to play an active role in protecting teachers from criminalization due to carrying out their professional duties. At the regulatory level, the government has taken active action in the form of the invite of several regulations related to the duties and roles of teachers. However, in law enforcement level, there are still often teachers who face the law due to reports from parents of students for the actions of teachers who discipline students. The Supreme Court as judex juris, through The Verdict Number: 1554K / Pid / 2013 has sentenced a free teacher in Majalengka named Aop Saopudin as a defendant because the Supreme Court considers what he did has become his duty and not a criminal act and the defendant can not be sentenced for his actions because it aims to educate to be a good student and disciplined. The Supreme Court's decision is a manifestation of the state's responsibility through the institution of judicial power to provide protection to teachers in carrying out their professional duties.
Diversi Sebagai Perwujudan Restorative Justice Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Di Indonesia Triputra, Yuli Asmara; Merita, Enni; Afriani, Kinaria
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 9 No. 1 (2022): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v9i1.668

Abstract

Abstrak Sistem peradilan pidana khusus bagi anak tentu memiliki tujuan khusus bagi kepentingan masa depan anak dan masyarakat yang di dalamnya terkandung prinsip-prinsip keadilan. Keadilan restoratif adalah suatu metode yang secara filosofinya dirancang untuk menjadi suatu resolusi penyelesaian dari konflik yang sedang terjadi dengan cara memperbaiki keadaan ataupun kerugian yang ditimbulkan dari konflik tersebut.Dialog dan mediasi dalam keadilan restoratif melibatkan beberapa pihak di antaranya pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak-pihak lainnya yang terkait. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengadopsi keadilan restorative dalam penanganan perkara anak dengan kewajiban penerapan diversi pada semua tingkat pemeriksaan dalam system peradilan pidana, mulai dari penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di persidangan.Diversi yang didasarkan pada diskresi dari aparat penegak hukum adalah upaya melindungi anak dari tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan terbaik bagi anak. Kata Kunci : Anak, Diversi, Restoratif Justice Abstract The special criminal justice system for children certainly has a special purpose for the future interests of children and society in which the principles of justice are embodied. Restorative justice is a method that is philosophically designed to be a resolution to an ongoing conflict by improving conditions or losses arising from the conflict. Dialogue and mediation in restorative justice involve several parties including the perpetrator, the victim, the perpetrator's family or the victim. , and other related parties. Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System adopts restorative justice in handling child cases with the obligation to implement diversion at all levels of examination in the criminal justice system, starting from investigation, prosecution and examination at trial. Diversion is based on the discretion of enforcement officers The law is an effort to protect children from actions that are contrary to the best interests of the child.
Pelaksanaan Asas Hukum Retroaktif Terhadap Penegakan Hukum Pidana Matrill Triputra, Yuli Asmara; Rohman Hasyim
Disiplin : Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum sumpah Pemuda Vol. 29 No. 3 (2023)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/disiplin.v28i1.1357

Abstract

Retroactive problems arise as a consequence of the application of the principle of legality. The principle of legality itself can be studied based on various aspects, such as historical aspects, socio-criminological aspects, aspects of legal reform in relation to imperative and linear views, aspects related to criminal politics and studies from our Weltanschaung perspective, namely Pancasila, a study of each aspect This gives different implications regarding the principle of legality which in the view of science the difference will actually enrich the repertoire of criminal law itself. The prohibition of retroactive application of a criminal regulation contained in Article 28 I paragraph (1) of the Second Amendment of the 1945 Constitution raises the implications of regulations under the 1945 Constitution cannot override this principle. The application of the Retroactive Principle is only related to material criminal law. From the sentences "nullum delictum" which means "no offense" and "nulla poena" which means "no crime" shows that this is the realm of material criminal law. The application of the Retroactive Principle cannot be applied to formal criminal law in general, namely the Criminal Procedure Code, but the Retroactive Principle can be applied to formal criminal law specifically, namely the KPK Law.