Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

Prevalensi mutasi K-RAS pada karsinoma kolorektal di RS Mayapada tahun 2019-2020 Irisha Kirana Wiradisuria; Sony Sugiharto
Tarumanagara Medical Journal Vol. 4 No. 1 (2022): TARUMANAGARA MEDICAL JOURNAL
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/tmj.v4i2.18318

Abstract

Karsinoma kolorektal adalah keganasan yang terjadi pada usus besar dan rektum. Di Indonesia, karsinoma kolorektal berada di posisi keempat kanker terbanyak. Mutasi gen K-RAS adalah mutasi gen yang paling sering ditemui pada karsinoma kolorektal. Gen tersebut memberikan instruksi untuk membuat protein K-Ras yang merupakan bagian dari jalur pensinyalan yang dikenal sebagai jalur RAS/MAPK. Pasien karsinoma kolorektal dengan mutasi gen K-RAS membuat pasien tidak terpengaruh oleh obat anti-EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor). Studi ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi mutasi K-RAS pada penderita karsinoma kolorektal. Studi ini bersifat deskriptif dengan desain potong lintang. Studi ini dilakukan pada pasien karsinoma kolorektal di RS Mayapada pada tahun 2019-2020. Sampel studi sebanyak 30 sampel yang diambil secara consecutive sampling dan dilihat apakah terjadi atau tidaknya mutasi gen K-RAS. Kriteria inklusi pada pasien ini adalah semua pasien karsinoma kolorektal di RS Mayapada selama periode penelitian, memiliki rekam medis lengkap termasuk pemeriksaan DNA sequencing. Pengambilan data mutasi K-RAS dilakukan melalui data rekam medis pasien. Hasil studi menunjukan bahwa 11 dari 30 pasien (36,7%) terdeteksi adanya mutasi gen K-RAS. Mutasi gen K-RAS yang ditemui pada kodon 12, 13, 61 dan 146, di mana mutasi paling banyak berada pada kodon 12 (4 dari 11 pasien), diikuti kodon 13 dan 61 (masing-masing sebanyak 3 orang).
Prevalensi mutasi epidermal growth factor receptor (EGFR) pada adenokarsinoma paru di Rumah Sakit MRCCC Siloam Jakarta Budiarjo Notonagoro Raharjo; Sony Sugiharto
Tarumanagara Medical Journal Vol. 4 No. 2 (2022): TARUMANAGARA MEDICAL JOURNAL
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/tmj.v4i2.18052

Abstract

Kanker paru merupakan kanker kedua terbanyak setelah kanker payudara di seluruh dunia. Data Globocan 2020 memperlihatkan terdapat 2.206.771 kasus kanker paru (11,4%) dari 19.292.789 kasus kanker di dunia. Kanker paru juga menyebabkan kematian terbanyak dari seluruh kematian karena kanker. Di Indonesia kanker paru menempati urutan ketiga setelah kanker payudara dan serviks. Insiden mutasi epidermal growth factor receptor (EGFR) pada adenokarsinoma paru lebih tinggi pada wanita dari populasi Kaukasia dan Asia.  Selain itu, wanita Asia yang tidak merokok memiliki tingkat mutasi genetik yang lebih tinggi. Indonesia adalah negara besar dengan lebih dari 300 kelompok etnis yang berbeda dengan tingkat potensi mutasi yang berbeda. Studi ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan jenis mutasi EGFR pada pasien adenokarsinoma paru. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah deskriptif dengan menggunakan desain cross-sectional. Studi ini menggunakan 130 sampel dari pasien RS MRCCC Siloam yang menderita adenokarsinoma paru selama tahun 2019-2020. Prevalensi mutasi EGFR sebanyak 47 kasus (36,2%). Jenis mutasi EGFR yaitu delesi exon 19 sebanyak 25 kasus (19,2 %), mutasi titik L858R exon 21 sebanyak 18 kasus (13,8 %), mutasi titik  T790M exon 20; L858R exon 21 sebanyak 2 kasus (1,5%), delesi exon 20 dan mutasi titik L861Q exon 21 masing-masing sebanyak 1 kasus (0,8%).  
Limb amputation in squamous cell carcinoma patient with history of leprosy Rasikha Tsamara F; Ruth Brigitta S; Andre Setiawan; Sony Sugiharto
Science Midwifery Vol 10 No 6 (2023): February: Midwifery and Health Sciences
Publisher : Institute of Computer Science (IOCS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35335/midwifery.v10i6.1117

Abstract

Leprosy is a chronic granulomatous disease affecting the skin and peripheral nerves caused by Mycobacterium leprae that results in neuropathy, deformity, and auto-amputation of digits. If auto-amputation does not occur, wound will lead to chronic skin injury which become one of risk factors for squamous cell carcinoma (SCC). Early diagnosis and prompt treatment was essential to treat chronic limb ulcer to prevent further development of SCC. To report a patient with history of leprosy with chronic ulcer in right foot that first started as a marble-sized boil a year ago. The patient underwent below knee amputation for treatment. Methods is Clinical case documentation and the patient medical record was collected and narrated chronologically in a case report. Literature review was conducted non-systematically by article database and manual searching through search engine. A 46-years old male with history of leprosy was admitted with chronic ulcer in right foot, difficulty walking and enlarged lymph nodes in both of inguinal region. The patient underwent below-knee amputation and lymph node excisional biopsy. Histopathology finding was squamous cell carcinoma without metastasis to the lymph nodes. The patient showed good outcomes post-operatively and currently undergoing rehabilitation for artificial limbs. Main treatment for SCC is wide excision, but when abnormalities are found in limbs and interferes with function, wide excision can be performed as below-knee amputation for complete treatment. This procedure can also treat chronic limb ulcer in patient with history of leprosy to prevent further development of SCC
GRANULOMA PIOGENIKUM PADA WAJAH Cindy Christian; Ruth Brigitta Salim; Felix Ongko; Tamia Asri Jeser; Fairin Zahrani; Irene Dorthy Santoso; Sony Sugiharto
JURNAL DARMA AGUNG Vol 31 No 1 (2023): FEBRUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Darma Agung (LPPM_UDA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/ojsuda.v31i1.3035

Abstract

Granuloma piogenikum (GP) atau lobular capillary hemangioma adalah lesi proliferatif jinak pada pembuluh darah kulit dan mukosa yang biasanya muncul sebagai lesi soliter, sessile, atau bertangkai dengan permukaan yang rentan terhadap perdarahan, ulserasi, serta pengerasan kulit (crusting), dimana penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan dalam segi kosmetik. Pencetus tersering GP antara lain trauma ringan terus menerus, iritasi kronis, higienitas yang rendah, kelainan hormonal, kehamilan, infeksi, dan obat-obatan seperti retinoid sistemik maupun topikal (isotretinoin dan acitretin), antiretroviral (indinavir), antineoplastik (5-fluorouracil), dan agen imunosupresi (etanercept). Tumor ini sering timbul sebagai lesi soliter ataupun lesi multipel. Terapi GP bervariasi, mulai dari topikal menggunakan krim imiquimod maupun tindakan berupa bedah eksisi, bedah listrik (electrocauter), cryotherapy, sclerotherapy, kuret, hingga laser Nd:YAG (Neodymium-Doped Yttrium Aluminium Garnet). Pada laporan kasus ini, kami melaporkan GP yang ditemukan pada perempuan berusia 47 tahun dengan benjolan di pipi kiri sejak satu bulan lalu. Pada pemeriksaan didapatkan papul bertangkai eritematosa soliter berukuran 1 cm x 0,5 cm x 0,8 cm. Lesi dilakukan tindakan shave eksisi biopsi dan dilanjutkan pemeriksaan patologi anatomi (PA). Berdasarkan hasil pemeriksaan PA menunjukkan jaringan berbentuk polipoid dilapisi epitel berlapis gepeng atrofik pada bagian atas, disertai proliferasi kapiler-kapiler darah berbentuk lobular dengan “feeding artery”.
Mastering OSCE Sony Sugiharto
Ebers Papyrus Vol. 19 No. 2 (2013): EBERS PAPYRUS
Publisher : Medical Faculty Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ENDOMETRIOSIS KOLON LESI JINAK YANG SERING DISANGKA GANAS Sony Sugiharto
Ebers Papyrus Vol. 18 No. 2 (2012): EBERS PAPYRUS
Publisher : Medical Faculty Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Endometriosis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan adanya kelenjar dan stroma endometrium  di  luar  uterus.  Kasus ini           diperkirakan  menyerang  5-10%  wanita  usia reproduktif  tetapi   dari   beberapa  laporan  terjadi  juga   pada  wanita   postmenopause. Endometriosis diklasifikasikan sebagai endometriosis  pelvis  dan  ekstrapelvis.  Mayoritas endometriosis ekstrapelvis terdapat pada rektum dan kolon sigmoid. Endometriosis kolon umumnya  asimtomatik,   namun  terkadang  dapat   menimbulkan  gejala  seperti  gejala gastrointestinal  antara  lain:  perdarahan  rektum,  konstipasi,  muntah,  diare  dan  nyeri abdomen. Diagnosis endometriosis kolon sukar ditegakkan karena biasanya hanya mengenai bagian luar  dinding kolon  seperti lapisan serosa atau  submukosa. Jarang penetrasi ke lapisan mukosa oleh  karena  itu  pada  pemeriksaan barium  enema  dan  kolonoskopi, endometriosis sering dicurigai sebagai keganasan kolon. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah   MRI,     CT-Scan, Rectal   Endoscopic Sonography (RES),  dan transvaginal ultrasonography(TVUS), walaupun masih kontroversi diyakini dapat membantu menegakkan diagnosis endometriosis  preoperatif. Diagnosis pasti baru bisa ditegakkan bila ditemukan jaringan endometrium pada pemeriksaan histopatologi baik dari biopsi maupun hasil operasi. Terapi yang biasa dilakukan adalah reseksi kolon segmental/diskoid melalui laparoskopi dan terapi hormonal untuk mengobati dan mencegah kekambuhan.
Lupa, Tanda Awal Kepikunan? Sony M Sugiharto
Ebers Papyrus Vol. 15 No. 2 (2009): EBERS PAPYRUS
Publisher : Medical Faculty Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diagnosis Appendisitis Akuta dengan Skor Alvarado dan Modifikasinya Sony Sugiharto
Ebers Papyrus Vol. 15 No. 3 (2009): EBERS PAPYRUS
Publisher : Medical Faculty Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Appendisitis akuta adalah penyebab tersering penyakit abdomen akut yang memerlukan tindakan bedah segera. Diagnosis appendisitis akuta biasanya ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan  fisik dan laboratorium. Ketepatan diagnosis sangat penting. Mengang­ kat appendiks yang normal tentu menjadi beban ekonomi bagi pasien maupun asuransi kesehatan, sebaliknya salah diagnosis dan keterlambatan operasi meningkatkan kesakitan, kematian dan biaya perawatan. Skor Alvarado adalah salah satu dari banyak skoring untuk diagnosis appendisitis akuta. Skor Alvarado didasarkan pada anamnesis (nyeri yang ber­ pindah, anoreksia,mual/muntah), pemeriksaan  fisik (nyeri tekan di regia abdomen kanan bawah/ iliaka kanan, nyeri lepas dan kenaikan suhu) dan beberapa laboratorium sederhana (leukosit, pergeseran netrofil ke kiri) sehingga sangat mudah untuk diaplikasikan. Banyak penelitian appendisitis akuta dilakukan dengan menggunakan skor Alvarado. Pada aplikasi di rumah sakit hitung jenis tidak selalu dilakukan maka beberapa peneliti membandingkan skor Alvarado dan skor Alvarado yang dimodifikasi.  Pada penelitian didapatkan jika skor Alvarado atau skor Alvarado yang dimodifikasi >7, maka  pasien  mungkin  menderita appendisitis akuta dan harus dirujuk ke rumah sakit untuk operasi. Skor Alvarado dan skor Alvarado yang dimodifikasi merupakan perangkat yang berguna   untuk diagnosis appendisitis akuta. 
Panduan Praktis Etika Profesi Dokter Sony Sugiharto
Ebers Papyrus Vol. 15 No. 3 (2009): EBERS PAPYRUS
Publisher : Medical Faculty Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Histopathological Study of Sinonasal and Nasopharyngeal Lesions in Sumber Waras Hospital Jakarta from 2017-2023 Dewi, Yunita; Sugiharto, Sony
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 13, No 4 (2024): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/dmj.v13i4.45913

Abstract

Background: Various non-neoplastic and neoplastic lesions arise from the sinonasal tract and nasopharynx. Polyps are the most frequently reported sinonasal lesions, with a prevalence of 2 %. Nasopharyngeal carcinoma is a common malignancy in Indonesia, with 19.943 new cases. Histopathological examination is the gold standard for diagnosis because management and prognosis vary among different lesions. Objective: The aim is to determine the incidence of various non-neoplastic and neoplastic lesions and to study the histopathological features with regard to age and gender. Methods: This study was a descriptive observational study with a cross-sectional design. The sample was retrieved from the histopathological records in Sumber Waras Hospital Jakarta from February 2017 to December 2023. The inclusion criteria were all patients with sinonasal or nasopharyngeal lesions that have been biopsied and then done histopathological examination at Sumber Waras Hospital Jakarta. The exclusion criteria were incomplete data and patients with histopathological diagnoses of necrotic tissue and inflammation. The sample consisted of 73 patients with a total of 76 cases, as 3 patients had multiple diagnoses. The data collected were later analyzed with SPSS software. Results: Among 73 patients, 54 were males and 19 were females. A maximum number of cases were diagnosed in the age group of 51-60. Among 43 sinonasal lesions, 25 (58,2%) were non-neoplastic and 18 (42%) were neoplastic lesions. Inflammatory polyps (42%) were the most common among the sinonasal lesions. Of 33 nasopharyngeal lesions, there were 2 (6,1%) non-neoplastic and 31 (93,9%) neoplastic lesions. The majority of these were of nasopharyngeal carcinoma (84,8%). Conclusion: Histopathological examination is essential for diagnosing and classifying sinonasal and nasopharyngeal lesions.