Penelitian ini mengkaji perlindungan hukum bagi petani penggarap dalam menjalankan kerjasama dengan pemilik lahan di bidang pertanian, ditinjau dari sudut pandang hukum Islam. Hal tersebut didasari bahwa di Indonesia, dalam kerja sama antara petani penggarap dan pemilik lahan, biasanya akad terjadi secara lisan bukan tertulis. Kerja sama lebih banyak mengandalkan saling mempercayai satu sama lain. Sistem kerjasama tersebut berisiko bagi kedua belah pihak, bila ada salah satu pihak yang melanggar perjanjian. Sementara risiko dan potensi kerugian terbesar ada pada pihak petani penggarap. Untuk hal tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan informasi yang mendalam dari berbagai pihak terkait potensi risiko dan akibat-akibatnya. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama pertanian di Kabupaten Gowa yang menggunakan akad Mukhabarah, yaitu benih dan modal lainnya disediakan oleh petani penggarap, sedangkan pemilik lahan hanya menyediakan lahan. Keuntungan diperoleh kedua belah pihak dari bagi hasil secara sama rata, setelah mengeluarkan biaya modal. Bentuk perlindungan hukum bagi petani masih berpegang kepada prinsip adat yang masih dipegang kuat oleh masyarakat petani di Kabupaten Gowa. Secara hukum Islam, prinsip adat tersebut termaktub dalam kaidah Al-Adatun Muhakkamah, yaitu adat kebiasaan yang dijadikan hukum, sehingga tidak menimbulkan perselisihan karena saling ridho, dan praktek bagi hasil yang saling menguntungkan antara petani penggarap dengan pemilik lahan yang dilandari oleh azas tolong menolong.Kata Kunci: Kerjasama Pertanian, Mukhabarah, Perlindungan Hukum