Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Salivary Fluoride and pH Levels After Using Toothbrush With 2-Minute Timer (Prototype Trial) Prihastari, Lisa; Mardiyah, Farida; Mahda, Mahda; Nabila, Nabila; Andini, Revadilla; Isaputra, Rifqi Ramadheni; Priyadharsini, Sonya
Insisiva Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi Insisiva Vol 13, No 1 (2024): May
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/di.v13i1.19017

Abstract

The recommended tooth brushing duration is 2 minutes to obtain optimal fluoride levels in the mouth. Unfortunately, many people, especially teenagers and children, struggled to comply with the minimum duration. This study developed and tested the effectiveness of a toothbrush with a 2-minute timer prototype. This study determined the gaps and the mean scores of salivary pH, fluoride levels, plaque scores, and the number of Streptococcus mutants between the control group that used manual toothbrushes and the experimental group that used the prototype. A crossover and single-blind method was employed, involving 40 second-grade junior high school students selected using a simple random sampling technique. Data was collected by measuring the pH, fluoride levels, and the number of Streptococcus mutants bacteria in unstimulated saliva. The plaque score was also calculated using the Quigley-Hein modified Turesky plaque index (TMQHPI). The average fluoride level obtained by the experimental group was higher (8.86 ± 1.29) than the one of the control group (1.46 ± 0.44). The Independent T-test showed a significant difference in fluoride levels (p = 0.0001), while no significant difference in salivary was found in pH (p = 0.58) between both groups. The toothbrush with a 2-minute timer prototype developed in this study increased the fluoride levels, preventing dental caries and restoring salivary pH levels.
PRAKTIK KESIAPSIAGAAN DALAM MENGHADAPI BAHAYA KESELAMATAN DAN PENYAKIT SAAT BANJIR Mahda, Mahda; Nurullita, Ulfa; Mifbakhuddin, Mifabkhuddin
Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Vol. 8 No. 1 (2024): Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Publisher : Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmstkik.v8i1.17784

Abstract

Flood disasters pose risks to safety and disease. Bandarharjo sub-district is an area prone to tidal flooding because it is located close to the coastline of Semarang City. In 2019, 3 residents suffered from Leptospirosis, of which 1 person died. The purpose of writing is to find out community preparedness practices for facing safety hazards and the dangers of disease due to floods. The method used is quantitative descriptive research using a cross sectional approach. The research subjects were 92 residents of RW 1, Bandarharjo Village, Semarang, who were interviewed using a questionnaire about their actions in dealing with safety and health hazards caused by flooding. All data was analyzed descriptively. The results of the research are that the education level of respondents who graduated from high school is 47.8%, the average length of stay in the location is 34 years, 34.78% of residents have preparedness practices for safety hazards during floods in the ready category, while 61.96% are classified as very ready in terms of preparedness practices. face the danger of disease during floods. 28.3% of respondents received sources of information via the internet, 31.5% of respondents had attended first aid outreach/training, 64.1% had attended scouting training, and 16.3% flood simulation training. Based on the analysis, the study's conclusion is that the preparedness practices of RW 1 residents of Bandarharjo Subdistrict to face safety hazards due to floods are included in the ready category, while the practices for facing the dangers of disease during floods are included in the very ready category. Keywords: Flood; Preparedness; Safety; Disease Abstrak Bencana banjir memberikan risiko pada keselamatan dan penyakit. Kelurahan Bandarharjo merupakan daerah rawan banjir rob karena berada pada posisi yang berdekatan dengan garis pantai Kota Semarang. Pada tahun 2019, 3 warga menderita Leptospirosis, di mana 1 orang di antaranya meninggal. Tujuan penulisan yaitu untuk mengetahui praktik kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bahaya keselamatan dan bahaya penyakit akibat banjir. Metode yang digunakan adalah Penelitian deskriptif kuantitatif ini menggunakan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian yaitu warga RW 1 Kelurahan Bandarharjo Semarang berjumlah 92 orang yang diwawancarai menggunakan kuesioner tentang tindakannya dalam menghadapi bahaya keselamatan dan kesehatan akibat banjir. Semua data dianalisis secara deskriptif.  Hasil penelitian yaitu Tingkat pendidikan responden tamat SMA 47,8%, rata-rata lama tinggal di lokasi tersebut 34 tahun,  34.78% warga mempunyai praktik kesiapsiagaan terhadap bahaya keselamatan saat banjir dalam kategori  siap, sedangkan 61,96% tergolong sangat siap dalam praktik kesiapsiagaan menghadapi bahaya penyakit saat banjir. 28.3% responden mendapatkan sumber informasi melalui internet, 31,5 % responden pernah mengikuti sosialisasi/pelatihan P3K, 64,1% pernah mengikuti pelatihan kepramukaan, dan pelatihan simulasi banjir 16,3%. Berdasarkan analisis, kesimpulan studi yaitu bahwa praktik kesiapsiagaan warga RW 1 Kelurahan Bandarharjo menghadapi bahaya keselamatan akibat banjir termasuk dalam kategori siap, sedangkan praktik menghadapi bahaya penyakit saat banjir termasuk dalam kategori sangat siap.
Implementasi Q.S. Al-Maidah Ayat 35 dalam Praktik Tawasul di Pondok Pesantren Ar-Raudhah Mahda, Mahda; Bashori, Bashori
Al-Muhith: Jurnal Ilmu Qur'an dan Hadits Al-Muhith Vol. 3, No. 1 (2024)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Qur'an (STIQ) Amuntai Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35931/am.v3i1.3686

Abstract

Tawasul dalam praktiknya kadang tak selaras dengan aturan syari’at agama Islam, sehingga membuat para pelaku tawasul terjatuh ke dalam kesyirikan. Terlepas dari itu, pada dasarnya tawasul merupakan suatu perkara yang diperintahkan oleh Allah swt., kepada setiap hambanya sebagaimana terdapat dalam Q.S. al-Maidah ayat 35. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman para mu’allim di Pondok Pesantren Ar-Raudhah terhadap Q.S. al-Maidah ayat 35 dan bagaimana implementasi dari pemahaman tersebut dalam praktik tawasul di Pondok Pesantren Ar-Raudhah. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dipakai yaitu observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan tahapan reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Hasil yang diperoleh yaitu Q.S. al-Maidah ayat 35 menurut para mu’allim di Pondok Pesantren Ar-Raudhah berisi tentang perintah Allah swt., untuk mendekatkan diri kepada-Nya yang disebut dengan tawasul. Sedangkan implementasi dari pemahaman tersebut dalam praktik tawasul di Pondok Pesantren Ar-Raudhah adalah dengan cara membaca syair tawasul sammaniyah yang dilaksanakan setiap satu pekan sekali. Sehingga implementasi tersebut merupakan bentuk tawasul kepada orang shaleh yakni Syeikh Samman. Berdasarkan hal ini, penting kiranya bagi kita untuk mengetahui pengetahuan dasar sebelum menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dari Tradisi ke Kohesi Sosial: Fungsi Sosial Halal Bihalal dalam Perspektif Merton Hidayat, Rian; Desi, Erawati; Mahda, Mahda
Kutubkhanah Vol 25, No 1 (2025): Januari - Juni
Publisher : Lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyrakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/kutubkhanah.v25i1.37383

Abstract

Halal bihalal adalah tradisi khas masyarakat Muslim Indonesia yang dilakukan setelah Halal bihalal adalah tradisi budaya yang khas di kalangan Muslim Indonesia yang dilaksanakan setelah Idul Fitri sebagai bentuk saling memaafkan dan mempererat hubungan sosial. Tradisi ini tidak berasal dari wilayah pusat Islam seperti Mekkah atau Madinah, melainkan tumbuh melalui proses adaptasi budaya lokal. Artikel ini mengkaji fungsi sosial dari halal bihalal dengan menggunakan teori fungsionalisme struktural Robert K. Merton. Metode yang digunakan adalah studi pustaka dengan menelaah berbagai sumber yang membahas praktik halal bihalal serta konsep fungsi manifes dan laten dalam teori Merton. Hasil penelitian menunjukkan bahwa halal bihalal tidak hanya berfungsi sebagai perayaan keagamaan tahunan, tetapi juga sebagai mekanisme sosial yang memperkuat kohesi dan harmoni dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. Secara manifes, tradisi ini mempererat hubungan antarindividu secara langsung, sedangkan secara laten, ia memperkuat norma sosial tentang persatuan dan saling menghormati. Studi ini menunjukkan bahwa tradisi keagamaan yang dikontekstualisasikan secara budaya dapat menjadi instrumen efektif dalam menjaga integrasi dan stabilitas sosial.