Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Pendampingan Anak-Anak dalam Mendeteksi Perubahan Perilaku Akibat Trauma Bom Teroris di Rusunawa Wonocolo Sidoarjo Wiwin Ainis Rohtih; M. Mukhid Mashuri

Publisher : LPPM Universitas Yudharta Pasuruan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.407 KB) | DOI: 10.35891/js.v1i2.2143

Abstract

there was a deep trauma in the minds of people, this can be seen in psychological problems, especially children. The psychological trauma can result in depression and anxienty disorders, at a more severe level can lead to post traumatic stress disorder (PTSD). The lack of knowledge and skills of parents makes this problem reguires an active role from various parties, one of the by providing assistance to detect behavioral changes that occur in children. This Assistance uses the Participatory Action Research (PAR) method, with the formulation of stategies: personal approach, community approach, and collaboration with relevant institutions and psychology consultants with capacity building. The results of this community service program have been able to increase awareness, care, and the abilty of parents, teachers of religious institutions in traumatic child care. In addition, solidarity was formed between citizens and also religious institutions for children victims of terrorist bombings. Efforts to strengthen the role of the family will become a new movement in the Rusunawa Wonocolo area in taking part responsibly for social problems that accur, especially assistance for children who are traumatized.
PENAFSIRAN KEPEMIMPINAN PEREMPUAN PRESPEKTIF AL-SYAIKH AL-FAQIH MUHAMMAD MUTAWALLI AL- SYA’ROWI Fauziyah, Amanda Rizqiyatul; M. Mukhid Mashuri; Miftarah Ainul Mufid; Ahmad Zainuddin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 6 No. 1 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v6i1.5153

Abstract

ABSTRAK Kepemimpinan perempuan kerap kali menjadi problema di tengah masyarakat. Banyak beberapa pihak yang meragukan akan seorang perempuan menjadi seorang pemimpin, dari segi ilmu khasbi dan wahbi Allahpun, dapat kita telisik bahwa perempuan dirasa sangat bisa menjadi seorang pemimpin. Karena ilmu khasbi dan wahbi Allah itu berlaku bagi setiap hamba muslim laki laki ataupun perempuan. Adapun dari segi sosial atau politik. Dalam penelitian ini, kami merujuk pada tafsir Sya’rowi, yang didalamnya menjelaskan mengenai kepemimpinan perempuan dalam surat An-Nisa’ ayat 34. Yang menjelaskan bahwa kepemimpian perempuan itu boleh asalkan seorang perempuan itu adalah hamba yang taat dan tidak meninggalkan kewajiban sebagai seorang hamba Allah, dan juga sebagai seorang istri. Namun dalam Al-Qur’an penjelasan mengenai kepemimpinan perempuan masih belum tertera secara gamblang, hanya terdapat satu ayat yang menjelaskan bahwa laki - laki dan perempuan harus menjadi penolong atas satu sama lain. Sehingga dapat kita tafsirkan bahwa kepemimpinan perempuan jelas boleh, hanya Allah melebihkan sebagian kepemimpinan tersebut pada seorang laki–laki. Tujuan dan hasil dari penelitian ini yakni untuk dan dapat mengetahui bagaimana penafsiran Sya’rowi sendiri mengenai kepemimpinan perempuan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif lebih fokus pada deskripsi dan interpretasi data. Penelitian ini melibatkan pengumpulan data non-numerik, seperti wawancara, observasi, atau analisis teks, untuk memahami fenomena atau keadaan dalam konteks yang lebih luas. Memungkinkan peneliti untuk menjelajahi kompleksitas, makna, dan hubungan sosial dalam fenomena yang diteliti. kualitatif bersifat subjektif dan interpretatif, dengan fokus pada konteks dan makna. kami melengkapi penelitian ini dengan menggunakan metode study kasus untuk memantau bagaimana pengimplemetasian yang sudah terjadi dalam real life agar memperkuat data dan apa yang sedang kami teliti. Keywords:Kepemimpinan Perempuan, Al-Syaikh Al-Faqih Muhammad Mutawalli Al- Sya’rowi, Tafir Sya’rowi
SOLUSI TANTRUM DALAM TAFSIR AN-NUR KARYA HASBI ASH-SHIDDIEQY Chamida, Nor; M. Mukhid Mashuri; Dr. Miftarah Ainul Mufid; Ahmad Zainuddin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 6 No. 1 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v6i1.5155

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini dilatar belakangi oleh beberapa fenomena yang sering terjadi dikalangan masyarakat sekarang terhadap anak kecil yang meledakkan amarahnya karena adanya keinginan yang tidak terpenuhi. Al-Qur’an tidak hanya menjelaskan hal-hal yang bersangkutan dengan agama, ketauhidan, dan lain sebagainya. Dalam al-Qur’an juga dijelaskan mengenai petunjuk dan penyembuh segala penyakit. Lalu, bagaimana pandangan Hasbi Ash-Shiddieqy dalam tafsir An-Nur? dan bagaimana pandangan ulama tafsir kontemporer lainnya dalam menganggapi ayat tersebut? dalam al-Qur’an dijelaskan mengenai nafs atau kata lain dari jiwa. Nafs dapat diartikan sebagai sesuatu yang membahas tentang sisi dari manusia. Penetian ini berupa penelitian kepustakaan (Library Research), yang mana datanya bersumber dari bahan-bahan kepustakaan yang terdiri dari: 1) data primer yaitu Tafsir An-Nur, 2) data sekunder berupa Al-Qur’an dan terjemahnya, Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab, Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, Tafsir Ibnu Katsir karya Syaikh Muhammad Ali as-Shabuni, dan buku-buku yang terkait dengan ilmu pengetahuan al-Qur’an dan pembahasannya. Teknis pengumpulan data yang digunakan oleh penulis membutuhkan dokumentasi berupa catatan, lampiran, dan beberapa dokumen yang berkaitan dengan judul. Selanjutnya menggunakan langkah-langkah maudhu’i dan yang paling utama yaitu mengenai ayat-ayat al-Qur’an yang dibahas, terjemah dan tafsiran dari para mufasir, dan diambil dari buku, artikel maupun jurnal yang terkait. Dari penafsiran Hasbi Ash-Shiddieqy dalam tafsir An-Nur nafs al-ammarah yang terdapat pada pelaku tantrum dapat hilang dan berganti menjadi nafs muthmainnah dengan proses yang tidak singkat disertai dengan upaya-upaya untuk menggapainya karena allah tidak akan membiarkan hambanya tersesat apabila manusia tersebut sudah ikhtiar dalam kebaikan selaras dengan pedoman dalam al-Qur’an. Keyword: Tantrum, Solusi, Tafsir An-Nur
ISTIDRAJ DALAM TAFSIR AL-JILANI KARYA SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI Ilmaya, Luthfi; Miftarah Ainul Mufid; Ahmad Zainuddin; M. Mukhid Mashuri
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 6 No. 2 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v6i2.5363

Abstract

Abstract This research was conducted against the background of human concerns, especially believers, when they have an abundance of wealth or worldly pleasures in any form. Some people are worried that the worldly pleasures they have will become istidraj for them. In this research, we also discuss istidraj according to the views of Shaykh Abdul Qadir al-Jilani. This research was conducted with the aim of knowing the concept of the Koran regarding Istidraj and knowing the opinion of Shaykh Abdul Qadir al-Jilani in his work, Tafsir al-Jilani, regarding Istidraj. This research is a type of library research. This research uses the thematic or maudhu'i method. In Tafsir al-Jilani, the theme of istidraj is explained by interpreting the verses of the Koran which discuss istidraj with the characteristics of monotheism or mysticism. The definition of istidraj in al-Jilani's interpretation is a test in the form of worldly pleasures and pleasures given to people who disobey God's commands, these pleasures can make people more negligent towards their Lord and make them further away from God's grace. People who receive istidraj will be given sudden punishment when they are careless in their enjoyment. He gave directions on how humans should respond to worldly pleasures so that they do not become istidraj for humans. Keywords: Istidraj, Tafsir Al-Jilani, Shaykh Abdul Qadir Al-Jilani.
KONSEP KELUARGA HARMONIS : (Perbandingan Buya Hamka dan Wahbah Al- Zuhayli dalam Qs. Ar-Rum 21) Yunita, Nabella Deliana; Miftarah Ainul Mufid; M. Mukhid Mashuri; Ahmad Zainuddin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 6 No. 3 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v6i3.5467

Abstract

ABSTRAKDalam prespektif Tafsir al- Azhar dan al- Munir konsep keluarga harmonis , dengan fokus pada Surat Ar-Rum ayat 21. Dalam Tafsir Al-Azhar, konsep keluarga harmonis dijabarkan sebagai ketentraman dan ketenangan rumah tangga terdapat dalam sebuah ikatan pernikahan dalam rumah tangga, serta menghasilkan keturunan dengan melakukan hubungan seksual . Sementara itu, dalam Tafsir Al-Munir, konsep keluarga harmonis didefinisikan dengan suami istri berdasarkan cinta dan sayang akan menimbukan ketenraman dan kedamaian, serta penuhi hak dan kewajiban antara keduanya. Penelitian kualitatif dan analisis data yang digunakan pada metode ini dari kitab Tafsir Al-Azhar dan Al-Munir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tafsir Al-Azhar lebih fokus pada aspek dalam rumah tangga menuju ketenangan dan ketentraman, sedangkan Tafsir Al-Munir lebih menekankan pada aspek cinta dan kasih sayang suami istri.Dalam penelitian ini, beberapa postulat dijabarkan untuk membangun idealitas keluarga harmonis, seperti membangun prinsip berpasangan dan berkesalingan, menjaga diri panasnya kobaran neraka, agar menjadi keluarga yang bahagia dunia akhirat dengan meminta ridha dari Allah SWT. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa Tafsir Al-Azhar dan Al-Munir memiliki persamaan dalam menjelaskan konsep keluarga harmonis, tetapi memiliki perbedaan dalam fokus dan penekanan pada beberapa aspek.Keyword: Al-Qur’an, Tafsir al-Azhar, Tafsir Al- Munir.
UPAYA MEMBANGUN KESEHATAN MENTAL ANAK DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN Muhammad Fitri Al Muzakki; Miftarah Ainul Mufid; Ahmad Zainuddin; M. Mukhid Mashuri
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 6 No. 3 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v6i3.5512

Abstract

Mental health atau kesehatan mental anak sangat perlu di perhatikan guna mengkontrol tingkat kemampuan anak dalam melangsungkan sosialisasi di sekolah dan di area sosial. Menjaga kesehatan mental anak pula hendak berakibat pada kepuasan hidup serta sikap anak. Masa anak muda ialah fase pertumbuhan mental berikutnya sehabis masa- masa kritis yang kerap terjalin pada masa anak- anak. Penyakit kesehatan mental anak datang dalam berbagai bentuk, seperti gangguan perilaku, kecemasan, kesedihan, dan gangguan defisit perhatian serta hiperaktif. Dari bermacam kasus yang timbul dalam kehidupan keluarga, seperti halnya anak yang mengalami broken home dapat menjadi benih dan menumbukan sifat anak menjadi cemas, sampai-sampai anak menjadi depresi dan yang yang lebih parah lagi akan menyebabkan retaknya struktur keluarga. Masa anak- anak dini merupakan masa dimana seorang anak dapat meningkatkan bermacam kemampuan, salah satunya mempersiapkan kesehatan mentalnya di masa depan serta meningkatkan karakter yang menyenangkan. Oleh sebab itu, kesehatan mental seseorang anak mencakup 3 aspek: 1) bagaimana perasaannya terhadap dirinya sendiri( ialah apakah dia bisa menerima dirinya apa adanya), 2) bagaimana perasaannya terhadap orang lain ( ialah apakah dia bisa menerima orang lain apa adanya), 3) seberapa baik anak dapat menghadapi tantangan dalam kehidupan tiap hari. Hari. 4) Pengasuhan keluarga pada anak. 5) Memilih teman yang baik. 6) Lingkungan yang sehat.
REINTERPRETASI KONSEP DAKWAH QS. AN-NAHL AYAT 125 (APLIKASI TEORI HERMENEUTIKA MA’NA CUM MAGHZA) KGS. Muhammad Zaki; Ahmad Zainuddin; M. Mukhid Mashuri; Miftarah Ainul Mufid
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 6 No. 3 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v6i3.5513

Abstract

Sejalan dengan pesatnya kemajuan zaman dan semakin kompleksnya kehidupan masyarakat, tuntutan terhadap dakwah semakin beragam. Dakwah tidak lagi dapat dilaksanakan hanya dengan cara konvensional. Saat ini, dakwah diuntut untuk lebih profesional, memerlukan pengetahuan, keterampilan, planning, dan manajemen yang handal. Al-Quran telah menyediakan konsep dan metode untuk berdakwah agar proses dakwah dapat dilaksanakan dengan efektif. Alih-alih memberikan solusi dalam perkembangan dakwah, sering kali, dakwah digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran Islam namun malah menimbulkan aksi-aksi intoleran. Beberapa pihak berpegang pada prinsip “untuk menegakkan nahi munkar’’, yang sering kali diartikan dengan tindakan kekerasan dan anarkis, mereka menganggap tindakan tersebut sesuai dengan konsep dakwah tuntutan al-Qur’an. Berbeda dengan golongan toleran berprinsip moderat menyeru dengan tanpa unsur kekerasan atau paksaan yang lebih mengedepankan islam rahmatan lil ‘alamin. Terlihat perbedaan nyata, dalam polemik yang terjadi, disebakan pemahaman substansi nash yang dipahami dari setiap golongan ini terjadi kontras.Tujuan penelitian ini yaitu untuk menggali makna dakwah kembali (reinterpretasi), yang tertulis di dalam al-Quran. Metode penelitian yang dipakai dalam studi ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yang akan menganalisis pemahaman konsep dakwah dalam Q.S An-Nahl: 125 dengan menerapkan pendekatan Ma’na Cum Maghza. Agar menghasilkan solusi atau jalan tengah pada peneltian yang dibahas, dalam teori ini terdapat tiga tahapan yang harus diteliti seorang peneliti yakni : (1) makna historis (al-ma’na at-tarikhi), (2) signifikansi fenomenal historis (al-maghza at-tarikhi), dan (3) signifikansi fenomenal dinamis (al-maghza al-mutaharrik), untuk konteks ketika teks al-Qur’an ditafsirkan. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa al-Maghza al-mutaharik li al-Mu’ashiri (signifikansi fenomenal dinamis) Q.S an-Nahl [16]: 125 adalah anjuran untuk menjaga perdamaian dan kerukunan antar sesama, kemudian sabar ketika mendapat musibah atau ujian serta memberikan pendidikan yang baik dan benar dalam lingkup keluarga maupun lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
PENAFSIRAN DZIKIR DALAM SURAT AL-BAQARAH AYAT 152 MENURUT SYEKH IBNU AJIBAH (STUDI ANALISIS KITAB TAFSIR BAHRUL MADID) Muhammad Abbel Saktya Nugraha; M. Mukhid Mashuri; Ahmad Zainuddin; Miftarah Ainul Mufid
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 6 No. 3 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v6i3.5514

Abstract

Artikel ini dibuat berdasarkan mirisnya kondisi masyarakat dizaman modern ini yang tersebar maraknya kegelisahan disebabkan berbagai macam problematika kehidupan. Permasalahan ini membutuhkan jawaban dari Al-Qur’an dimana Al-Qur’an adalah sumber cahaya kehidupan yang menerangi alam semesta serta pusat jawaban dari segala macam permasalahan, yakni satu-satunya metode yang terpampang denan jelas adalah dengan berdzikir. Demikian ini penulis mencoba menganalisis penafsiran tentang dzikir dalam surat Al-Baqarah Ayat ke 152 menurut penafsiran Syekh Ibnu Ajibah dalam Tafsir Bahrul Madid. Sementara metode penelitian yang digunakan adalah analis deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan cara menganalisa makna yang termuat dalam berbagai sumber primer maupun sekunder dan mengeksplorasi serta menguraikan penelitian dengan deskripsi. Selain itu, metode penelitian tafsir yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode riset dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan buku-buku, jurnal, artikel, catatan, lampiran,dan literatur-literatur lainnya untuk memahami bagaimana ayat 152 surat Al-Baqarah tentang dzikir ini menyelesaikan problematika diantara umat pada zaman sekarang.
Konsep Zuhud Prespektif  Dr. Atabik Lutfi, M.A Dalam  Tafsir Tazkiyah Fina Nur Jannah; Ahmad Zainuddin; M. Mukhid Mashuri; Miftarah Ainul Mufid
Al-Qolamuna: Journal Komunikasi dan Penyiaran Islam Vol. 1 No. 3 (2024): Komunikasi dan Dakwah al-Qur'an
Publisher : 4

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71242/93fbps43

Abstract

Setiap manusia pasti mengharapkan kehidupan yang baik, dan cenderung mengikuti kemauan-kemauan yang di kendalikan oleh hawa nafsu masing-masing, mereka cenderung ingin menguasai dunia, yang mana kebanyakan orang yang salah faham terhadap zuhud, banyak yang mengira kalau zuhud adalah meninggalkan harta, menolak segala kenikmatan dunia, dan mengharamkan yang halal.  Zuhud bukanlah meninggalkan kenikmatan dunia, dan juga bukan seseorang yang mengenakan pakaian yang lusuh, bukan berarti seseorang yang miskin, bukan juga seseorang yang hanya duduk di masjid, beribadah dan beribadah saja tanpa melakukan kegiatan lainnya. Hakikat zuhud yaitu mengalihkan kesenangan dari sesuatu kepada sesuatu yang lebih baik, zuhud memiliki posisi yang paling utama setelah manusia taqwa kepada Allah. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu metode maudhu’i Metode yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif, yang menekankan hal terpenting suatu perkara. Sedangkan jenis penelitian yang di pakai yaitu penelitian kepustakaan, yang menggunakan pengumpulan informasi dan data melalui berbagai literatur. Dan dalam metode penafsirannya, menggunakan metode tafsir maudhu‟i (tematik), yaitu metode yang mengarahkan pandangan kepada tema tertentu, kemudian mencari pandangan al-Qur‟an mengenai tema tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menuntun setiap orang kepada kezuhudan. Dalam Tafsir Tazkiyah banyak sekali paparan tentang zuhud dalam kehidupan sehari-hari di antaranya yaitu mnusia di anjurkan untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan yang mana sekarang banyak manusia yang cenderung ingin unggul dari orang lain. sifat berlomba-lomba dalam kebaikan akhirat merupakan puncak tertinggi untuk orang-orang yang berbakti kepada Alllah SWT. selanjutnya kita harus selalu tawakkal kepada Allah dengan bentuk menyerahkan seluru persoalan kita kepada Allah, yang mana tidak ada rencana apapun kecuali takdir Allah. Abstract Every human being certainly hopes for a good life, and tends to follow the desires that are controlled by their respective lusts, they tend to want to rule the world, which most people misunderstand about zuhud, many think that zuhud is leaving wealth, rejecting all worldly pleasures, and forbidding what is halal. Zuhud is not leaving worldly pleasures, and also not someone who wears shabby clothes, does not mean someone who is poor, nor is it someone who just sits in the mosque, worshiping and worshiping without doing other activities. The essence of zuhud is to divert pleasure from something to something better, zuhud has the most important position after humans are pious to Allah. The method used in this study is the maudhu'i method. The method used is a qualitative approach, which emphasizes the most important thing in a matter. While the type of research used is library research, which uses the collection of information and data through various literature. And in the interpretation method, it uses the Maudhu'i (thematic) interpretation method, namely a method that directs one's gaze to a certain theme, then looks for the view of the Qur'an regarding that theme. This research aims to guide everyone to asceticism. In the Tafsir Tazkiyah there are many explanations about asceticism in everyday life, including that humans are encouraged to always compete in goodness, where nowadays many people tend to want to be superior to other people. The nature of competing for goodness in the afterlife is the highest peak for people who are devoted to Allah SWT. Next, we must always trust Allah in the form of submitting all our problems to Allah, where there is no plan except Allah's destiny.
The Meaning of Fasting in Contextual Interpretation Interpretation of Ma'na cum Maghzah in Q.S. Al-Baqarah verse 183 Akhmad Ja'far Shodiq; M. Mukhid Mashuri; Wiwin Ainis Rohti
al-Afkar, Journal For Islamic Studies Vol. 8 No. 2 (2025)
Publisher : Perkumpulan Dosen Fakultas Agama Islam Indramayu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31943/afkarjournal.v8i2.2223

Abstract

Ma'na cum maghzāh approach initiated by Prof. Sahiron Syamsuddin. This research is based on the understanding that fasting is not just a ritual of holding back hunger and thirst, but rather a form of worship that contains deep spiritual, social, and moral dimensions. Through the ma'na cum maghzāh method, this article explores the literal meaning (ma'na) of the verse and explores the goals, wisdom, and moral messages (maghzāh) that are relevant to the challenges of contemporary life. The results of the study show that fasting, as mandated in the Qur'an, has the ultimate goal of achieving piety, which is not only vertical (relationship with Allah) but also horizontal (social relations). This approach interprets fasting as a means of tazkiyatun nafs (purification of the soul) and character formation that has implications for the creation of spiritual and social awareness, fostering empathy, justice, self-control, and social solidarity. This article concludes that a contextual understanding of fasting through the lens of ma'na cum maghzāh can present a more applicable and transformative meaning of worship for Muslims in facing the complexities of modern life.