Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

MEMPELAJARI BERBAGAI SUHU AWAL PEREBUSAN TERHADAP KEHILANGAN PROTEIN DAGING SAPI BAGIAN HAS DALAM Sari, Dian Novita; Murtado, A.D.; Muchsiri, Mukhtarudin
Edible: Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Teknologi Pangan Vol 5, No 1 (2016): Edible
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/jedb.v5i1.639

Abstract

Mempelajari Berbagai Suhu Awal Perebusan terhadap Kehilangan Protein Daging Sapi Bagian Has Dalam. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan suhu awal perebusan yang mampu memperkecil kehilangan protein dan sifat indrawi daging, dan untuk optimalisasi perebusan. Penelitian ini dilaksanakan dilaboratorium Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang pada bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan April 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara non fakorial dengan faktor perlakuan dengan faktor perlakuan berbagai suhu awal perebusan daging sapi yang terdiri dari empat faktor perlakuan dan diulang sebanyak empat kali. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah untuk analisis kimia dilakukan analisis kadar protein pada daging mentah dan daging sapi bagian has dalam yang sudah direbus. Analisis fisik dilakukan uji residu pada air rebusan dan susut daging setelah perebusan pada daging sapi bagian has dalam. Sedangkan uji organoleptik meliputi warna, aroma dan penampakan total dengan menggunakan uji hedonik. Perlakuan suhu awal perebusan daging berpengaruh sangat nyata terhadap kadar protein, kehilangan kadar protein, residu air rebusan, susut volume dan susut berat daging sapi has dalam rebus. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan D4 (suhu awal perebusan 1000C) dengan nilai rata-rata 14,54%, Kehilangan Kadar Protein tertinggi terdapat pada perlakuan D1 (suhu awal perebusan 400C) dengan nilai rata-rata 22,08% Residu air rebusan tertinggi terdapat pada perlakuan D1 (suhu awal perebusan 400C) dengan nilai rata-rata 1,38%. Susut volume tertinggi terdapat pada perlakuan D1 (suhu awal perebusan 400C) dengan nilai rata-rata 65,461%. Susut berat tertinggi terdapat pada perlakuan D1 (suhu awal perebusan 400C) dengan nilai rata-rata 48,696%. Uji organoleptik terhadap warna, aroma dan penampakan total pada perlakuan D4 (suhu awal perebusan 1000C) mempunyai tingkat kesukaan tertinggi terhadap warna, aroma dan penampakan total daging sapi dibanding perlakuan D1, D2, D3, Untuk mendapatkan daging sapi rebus yang baik penulis menyarankan sebaiknya menggunakan perlakuan D4 (suhu awal perebusan 1000C).
PEMANFAATAN PATI GANYONG SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN PEMPEK IKAN GABUS (Channa striata) Muchsiri, Mukhtarudin; Sylviana, Sylviana; Martensyah, Rendi
Edible: Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Teknologi Pangan Vol 10, No 1 (2021): Edible : Jurnal Penelitian Ilmu dan Teknologi Pangan
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/jedb.v10i1.3641

Abstract

Umbi ganyong merupakan salah satu bahan pangan yang dapat diolah menjadi tepung pati ganyong dan berpotensi sebagai substitusi tepung tapioka dalam pembuatan pempek ikan gabus karena memiliki karakteristik yang hampir sama. Selain itu, tepung pati ganyong  dapat dijadikan bahan baku pangan fungsional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi rasio pati ganyong yang dapat digunakan sebagai substitusi tepung tapioka , serta pengaruhnya terhadap sifat kimia, fisik dan sensori  pempek ikan gabus. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non Faktorial dan diulang sebanyak 4 kali. Parameter yang diamati meliputi kadar air, kadar protein, kekenyalan dan uji organoleptik. Kadar air, kadar protein dan tingkat kekenyalan tertinggi terdapat pada perlakuan G5(Pati Ganyong 100% : Tapioka 0%),  dengan nilai rata-rata secara berturut –turut yaitu 59.29 %, 8.48 %, dan 410.15 gF. Kadar air,kadar protein dan tingkat kekenyalan terendah terdapat pada perlakuan G5(Pati Ganyong 100% : Tapioka 0%), dengan nilai rata-rata secara berturut–turut yaitu 51.13 %, 7.77 % dan 280.30 gF. Tingkat kesukaan terhadap aroma, rasa dan warna pempek ikan gabus dengan perbandingan tepung pati ganyong dan tapioka pada skala 1-5  mendapat skor tertinggi yang terdapat pada perlakuan G5 (Pati Ganyong 100% : Tapioka 0%),, masing-masing dengan skor 3.39, 3.38 dan 4.04. Sementara itu, skor terendah baik dari segi aroma, rasa dan warna pempek ikan gabus adalah perlakuan G5(Pati Ganyong 100% : Tapioka 0%),, masing-masing dengan skor 2.78, 2.52 dan 2.96. 
MEMPELAJARI FORTIFIKASI KALSIUM TEPUNG TULANG IKAN TENGGIRI TERHADAP SUSU KEDELAI Setiawan, Agung; Muchsiri, Mukhtarudin; Alhannasir, Alhannasir
Edible: Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Teknologi Pangan Vol 4, No 1 (2015): Edible
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/jedb.v4i1.474

Abstract

Mempelajari Fortifikasi kalsium tepung tulang ikan tenggiri terhadap susu kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formulasi penggunaan tepung tulang ikan tenggiri terhadap susu kedelai yang terbaik menurut tingkat kesukaan dan kandungan gizi. Penelitian ini telah dilaksakan di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang dan Balai Riset dan Standarisai Industri Palembang (BARISTAND Industri Palembang) pada bulan Mei sampai bulan September 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara non faktorial dengan faktor perlakuan persentase tepung tulang ikan tenggiri yang terdiri dari lima faktor perlakuan dan diulang sebanyak tiga kali ulangan.Adapun parameter yang di amati untuk analisis kalsium, sedangkan untuk uji organoleptik menggunakan Uji Hedonik meliputi aroma, warna, dan rasa. Nilai tertinggi kadar kalsium terdapat pada perlakuan A4 dengan nilai 11,2 % sedangkan untuk nilai terendah terdapat pada perlakuan A0 dengan nilai 0,05 %. Hasil organoleptik menggunakan uji hedonik terhadap aroma, rasa dan warna. Untuk aroma, rasa, dan warna berpengaruh nyata maka dilakukan uji conover. Perlakuan A1 (5% Tulang Ikan tenggiri dan 95 % susu kedelai) dari hasil analisis kimia dan uji organoleptik A1 merupakan perlakuan yang terbaik.
STUDI PERBANDINGAN TEPUNG BERAS DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KERIPIK KULIT SINGKONG Wahyuni, Indah Fitri; Dasir, Dasir; Muchsiri, Mukhtarudin
Edible: Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Teknologi Pangan Vol 2, No 1 (2013): Edible
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/jedb.v2i1.489

Abstract

This research aims to study the ratio of rice flour and tapioca flour in the manufacture of leather cassava chips produced. This research has been conducted in the laboratory of the Faculty of the University of Muhammadiyah Palembang Pertanin in January to March 2012. This research used Randomized Block Design (RBD) are arranged in a non-factorial combinations of five treatment and repeated five times, with each factor treatment T1 (90% rice flour and tapioca flour 10%), T2 (rice flour 80 % and 20% starch), T3 (70% rice flour and tapioca flour 30%), T4 (60% rice flour and tapioca flour 40%) and treatment T5 (50% rice flour and tapioca flour 50%). Parameters observed in this study, to include the chemical analysis of water content and carbohydrate content. organoleptic tests include flavor and color to the test level of preference and level of crispness to the test ranking. While the physical analysis of volume shrinkage. The results showed that the highest water content contained in the treatment T5 (50% rice flour and tapioca flour 50%) with an average value of 3.438% and the lowest water content at T1 treatment (90% rice flour and tapioca flour 10%) with a mean value average 2.160%. Comparison of the type of flour used can affect carbohydrate content of cassava chips on the skin. Treatment T1 (90% rice flour and tapioca flour 10%) had the highest carbohydrate content than other treatments. Treatment T2 has the highest level of preference for flavor chips cassava peel treatment than T3, T1, T4 and T5. T2 treatment is treatment with an optimal ratio of flour. Treatment T2 (80% rice flour and tapioca flour 20%) had the highest level of preference for color chips cassava peel treatment than T3, T1, T4 and T5. Because rice flour has a higher protein content than starch. Treatment T2 (80% rice flour and tapioca flour 20%) had the highest level of crispness in the skin of cassava chips than treatment T3, T1, T4 and T5. Rice flour is used can affect the crispness of the skin cassava chips. Comparison of the type of flour used can affect the volume shrinkage in the skin of cassava chips. Treatment T1 (90% rice flour and tapioca flour 10%) had the lowest shrinkage volume compared to other treatments.
MEMPELAJARI PENGARUH PERBANDINGAN BUAH PEPAYA DAN KELOPAK ROSELA SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SAUS “CASELA” Putra, Adhe Dharma; Muchsiri, Mukhtarudin; Yani, Ade Vera
Edible: Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Teknologi Pangan Vol 1, No 1 (2012): Edible
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/jedb.v1i1.485

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan buah pepaya dan kelopak rosela sebagai bahan baku pembuatan saus “casela”. Metode penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok yang disusun secara non faktorial terdiri dari enam tingkat faktor perlakuan dan diuji sebanyak empat kali. Dengan masing-masing perlakuan adalah R0 (100% buah pepaya dan 0% kelopak rosela), R1 (90% buah pepaya dan 10% kelopak rosela), R2 (80% buah pepaya dan 20% kelopak rosela), R3 (70% buah pepaya dan 30% kelopak rosela), R4 (60% buah pepaya dan 40% kelopak rosela) dan R5 (50% buah pepaya dan 50% kelopak rosela). Parameter yang diamati terdiri dari analisis kimia meliputi kadar air dan kadar vitamin C, uji fisik yaitu tingkat kekentalan. Sedangkan uji organoleptik terdiri dari rasa, warna, dan aroma. Hasil penelitian, bahwa perbandingan buah pepaya dan kelopak rosela berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar vitamin C dan tingkat kekentalan. Penilaian uji organoleptik menunjukkan bahwa perbandingan buah pepaya dan kelopak rosela berpengaruh nyata terhadap rasa, warna, dan aroma saus “casela”. Perlakuan R2 menghasilkan saus “casela” terbaik dengan kadar air (60,109%), kadar vitamin C (12,135mg/100g), tingkat kekentalan (15,30cPs), rasa (3,95), warna (4,14) dan aroma (3,69) dengan kriteria agak disukai sampai disukai oleh panelis.
PENGARUH FORMULASI TEPUNG BATANG, DAUN DAN BUNGA KECOMBRANG (Nicolaia speciosa Horan) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA SIMPAN CUKO PEMPEK Fitriansyah, Idil; Muchsiri, Mukhtarudin; Alhanannasir, Alhanannasir
Edible: Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Teknologi Pangan Vol 6, No 1 (2017): Edible
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/jedb.v6i1.626

Abstract

This research method is an experiment using a randomized block design (RAK) nonfactorial. Factors treatment which starch formulation stems, leaves and flowers kecombrang (F) and which consists of four (4) formulation of treatment and repeated 4 (four) times. Each treatment is F1 (Formulation Flour Trunk 1%: Leaves 2%: Interest 3%), F2 (Formulation Flour Trunk 2%: Leaves 3%: Interest 1%) F3 (Formulation Flour Trunk 3%: Leaves 1%: flowers 2%) F4 (Formulation Flour Trunk 2%: leaves 2%: 2% interest). The parameters observed in this study, for chemical analysis includes total acid and pH levels prior to storage on day 0 and after storage at day 12, while the organoleptic tests include color, flavor and aroma in cuko pempek prior to storage on day 0 and after storage at day 12 as well as physical observations done visually by looking at the signs of froth and viscosity changes during storage cuko pempek with intervals of 3 days until day 12. The results showed that the powder formulations influence stems, leaves and flowers kecombrang the characteristics and storability cuko pempek very significant effect on total acid before storage at day 0 and after storage on the 12th day, a very significant effect on the pH cuko pempek before storage at day 0 and after storage at day 12. The results of organoleptic test showed that the powder formulations influence stems, leaves and flowers kecombrang significantly affect aroma before storage at day 0 and after storage on the 12th day. No real effect on the taste cuko pempek prior to storage on day 0 and significantly affect flavor cuko pempek after storage on the 12th day and no real effect on the color cuko pempek before storage at day 0 and after storage at day 12. The test results storability by visual observation of the presence or absence of foaming and viscosity changes in cuko pempek during storage of 12 days all treatments showed no foam and no change of viscosity on cuko pempek generated during storage day 0 to day 12.
Karakteristik Kimia Tepung Bonggol Pisang Kepok Dengan Berbagai Suhu dan Pengeringan Suyatno, Suyatno; muchsiri, Mukhtarudin; Ilham, Muhammad
Edible: Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Teknologi Pangan Vol 12, No 1 (2023): Edible: Jurnal Penelitian Ilmu dan Teknologi Pangan
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/jedb.v12i1.7914

Abstract

Pisang kepok merupakan tanaman yang banyak terdapat di Indonesia. Bagian bonggol pisang sebagai bahan pangan belum dimanfaatkan secara maksimal, salah satunya dalam bentuk tepung. Pada kegiatan pertanian, bonggol pisang sering dimanfaatkan sebagai bahan pupuk alami karena mengandung banyak unsur mineral dan kaya serat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia tepung bonggol pisang kepok dengan berbagai suhu dan lama pengeringan. Metode yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial, masing-masing dengan tiga perlakuan yakni; suhu 50 oC selama 12 jam (S1L1), 15 jam (S1L2), selama 18 jam (S1L3); suhu 70 oC selama 12 jam (S2L1), selama 15 jam (S2L2), selama 18 jam (S2L3); dan suhu 90 oC selama 12 jam (S3L1), selama 15 jam (S3L2), selama 18 jam (S3L3). Hasil penelitan menujukkan bahwa kadar tertinggi tepung bonggol pisang kepok yang dihasilkan terdapat pada perlakuan S1L1 (11,89 %) dan terendah pada perlakukan S3L3 (9,26 %). Kadar karbohidrat tertinggi terdapat pada perlakuan S3L3 (65,58 %) dan terendah pada S1L1 (9,26 %).
Mutu Organoleptik Tepung Bonggol Pisang Kepok Dengan Berbagai Suhu dan Pengeringan Muchsiri, Mukhtarudin; Suyatno, Suyatno; Ilham, Muhammad; Sari MZ, Rika Puspita
Edible: Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Teknologi Pangan Vol 11, No 1 (2022): Edible: Jurnal Penelitian Ilmu dan Teknologi Pangan
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/jedb.v11i1.8213

Abstract

Pisang merupakan jenis buah tropis yang banyak tumbuh di Indonesia, termasuk salah satunya yaitu pisang kepok. Semua bagian tanaman pisang dapat dimanfaatkan baik sebagai pangan, pakan maupun pupuk. Umumnya, hanya buah dan jantung pisang yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Batang dan bonggol digunakan sebagai bahan pakan dan pupuk. Bagian bonggol pisang kaya mineral dan berpotensi diolah menjadi bahan pangan berbentuk tepung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu organoleptik tepung bonggol pisang kepok dengan berbagai suhu dan lama pengeringan. Metode yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial, masing-masing dengan tiga perlakuan yakni; suhu 50 oC selama 12 jam (S1L1), 15 jam (S1L2), selama 18 jam (S1L3); suhu 70 oC selama 12 jam (S2L1), selama 15 jam (S2L2), selama 18 jam (S2L3); dan suhu 90 oC selama 12 jam (S3L1), selama 15 jam (S3L2), selama 18 jam (S3L3). Hasil penelitan menujukkan bahwa nilai kesukaan panelis tertinggi untuk aroma dan warna, masing-masing terdapat pada perlakuan S2L2 dengan skor  4,05 (disukai) dan 4,25 (disukai). Sementara tingkat kehalusan tertinggi terdapat pada perlakukan S1L1 yaitu menempatiurutan paling halus dengan skor 4.05 (halus).
Development of Land Suitability Assessment Applications for Sorghum, Sweet Potato and Sugarcane Rahim, Supli; Muchsiri, Mukhtarudin; Supli, Ahmad Affandi; Damiri, Nurhayati; Supli, Nur Aslamiah; Aminah, Iin Siti; Djazuli, Abid; Rosmiah, Rosmiah
Journal of Smart Agriculture and Environmental Technology Vol. 2 No. 2 (2024): August 2024: Published, 2024-08-10
Publisher : Indonesian Soil Science Society of South Sumatra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60105/josaet.2024.2.2.61-66

Abstract

Cultivation of food crops should be done on suitable land based on the results of the soil suitability assessment. The Soil Suitability Assessment Framework was initiated by the Food and Agriculture Organization (FAO). Today, smartphones have become a ubiquitous technology for solving problems in most environments, including: Assessment of soil suitability for food crops, plantations and many others. This white paper aims to address these benefits by transforming the framework into a mobile app. This solution aims to help land users conduct land valuations more effectively and efficiently. A rule-based system (RBS) algorithm is used to build the framework into a set of rules that are interconnected to draw land suitability conclusions. Regulations relate to annual rainfall, land topography, drainage, soil type, pH, flood risk, soil fertility, soil depth, etc. Only three of his food crops, sorghum, sweet potato, and sugarcane, will be evaluated in this study. Agroclimatic data governing crop suitability have evolved into generic and crop-specific criteria. An application that assesses land suitability for three food crops will be available on the Play Store for smartphones. Usability models were surveyed by 35 respondents who used the app. The user-friendliness of the app was evaluated as "very good."
The Effect of Cayyey Chill Formulation (Capsicum frutescens Linn) Against Cuko Pempek Alhanannasir, Alhanannasir; Muchsiri, Mukhtarudin; Vera Yani, Ade; Rizki Amelia, Kiki; Sebayang, Nico Syahputra
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol 25 No 1 (2025)
Publisher : Politeknik Negeri Lampung.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25181/jppt.v25i1.3968

Abstract

Cuko is a black pempek sauce originating from South Sumatra Province made from cayenne pepper, garlic, tamarind, palm sugar and salt. This study aims to determine the level of spiciness of pempek cuko against the formulation of manik cayenne pepper, genie cayenne pepper and sekar cayenne pepper. The research was conducted in the Laboratory of the Faculty of Agriculture, Muhammadiyah University of Palembang, Testing Laboratory of the Bogor Agricultural Post-Harvest Instrument Standards Center from December 2023 to August 2024. The research method used a Randomized Block Design (RAK) arranged in a Non-Factorial manner with 7 treatments C1 (15 grams of manik cayenne pepper: 15 grams of genie cayenne pepper: 15 grams of sekar cayenne pepper), C2 (20 grams of manik cayenne pepper: 20 grams of genie cayenne pepper: 20 grams of sekar cayenne pepper), C3 (15 grams of manik cayenne pepper: 15 grams of genie cayenne pepper: 20 grams of sekar cayenne pepper), C4 (15 grams of manik cayenne pepper: 20 grams of genie cayenne pepper: 20 grams of sekar cayenne pepper) C5 (20 grams of manik cayenne pepper: 15 grams of genie cayenne pepper: 20 grams of sekar cayenne pepper) C6 (20 grams of manik cayenne pepper: 20 grams of genie cayenne pepper: 15 grams of cayenne pepper sekar) C7 (20 grams of cayenne pepper manik: 15 grams of cayenne pepper genie: 15 grams of cayenne pepper sekar). The parameters observed included chemical analysis of vitamin C levels and Capsaicin levels. The results showed that the effect of cayenne pepper formulation on cuko pempek had no significant effect on vitamin C and Capsaicin levels. The highest vitamin C levels were found in treatment C2 with an average of 30.988% and the lowest vitamin C levels were found in treatment C1 with an average of 30.102%. The highest Capsaicin levels were found in treatment C5 with an average of 41.4% and the lowest Capsaicin levels were found in treatment C1 with an average of 24.61%. The results of the hedonic test on color, aroma, and taste had a significant effect on cuko pempek