Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

ANALISIS YURIDIS PERAN DAN FUNGSI PENGAWASAN MENGENAI PENCEMARAN LINGKUNGAN Ciptono, Ciptono; Arianto, Dian; Herningtyas, Tuti; Lestari, Linayati; Ashari, Erwin
JURNAL DIMENSI Vol 10, No 2 (2021): JURNAL DIMENSI (JULI 2021)
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/dms.v10i2.3324

Abstract

Lingkungan hidup merupakan salah satu bagian terpenting dalam menentukan kelangsungan hidup ekosistem. Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup tentu juga mengancam kehidupan ekosistem tersebut. Meningkatnya iklim investasi khususnya di bidang pertambangan dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup yang dapat mengancam kehidupan ekosistem didalamnya. Oleh karena itu, dibutuhkan peran dan fungsi pengawasan yang serius dan berkelanjutan, sehingga kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan dapat dicegah. Pengawasan pencemaran lingkungan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bintan terhadap perusahaan pertambangan ditinjau dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (studi lokasi PT. Lobindo Nusa Persada) dilakukan dengan memeriksa dokumen UKL-UPL, KA-ANDAL, ANDAL, dan AMDAL, dan kemudian dilanjutkan dengan melakukan suvey lapangan. Kegiatan tersebut dilakukan untuk memastikan apakah perusahaan pertambangan (studi penelitian di PT. Lobindo Nusa Persada) telah memenuhi prosedur dalam kegiatan pertambangan serta untuk memastikan bahwa tidak terjadi pencemaran dan perusakan lingkungan akibat dari kegiatan penambangan tersebut. Penelitian ini merupakan yuridis normatif yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer yang diperoleh dilapangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan bagaimana Pengawasan pencemaran lingkungan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bintan terhadap perusahaan pertambangan ditinjau dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (studi penelitian di PT. Lobindo Nusa Persada). Selain itu, dapat menemukan titik terang tentang bagaimana pemecahan masalah terhadap sengketa lingkungan hidup serta penerapan sanksinya bagi perusahaan yang melanggar ketentuan tentang Hukum Lingkungan.
TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PIHAK MASKAPAI TERHADAP PENUMPANG YANG MENGALAMI KETERLAMBATAN PENERBANGAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 89 TAHUN 2015 herningtyas, tuti; Putri, Meidia Dwi
PETITA Vol 2, No 1 (2020): Petita Vol 2 No. 1 Juni 2020
Publisher : PETITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (26.402 KB) | DOI: 10.33373/pta.v2i1.2582

Abstract

Penggunaan transportasi udara khususnya pesawat udara semakin hari kian meningkat. Pemilihan pesawat udara didasari pada tingkat kecepatan dan efisiensi waktu yang diberikan sehingga menjadi pilihan pertama bagi masyarakat dalam berpergian. Akan tetapi dalam pelakasanaannya, terdapat kendala-kendala yang dapat terjadi seperti keterlambatan penerbangan sehingga menimbulkan berbagai kerugian materil maupun imateril bagi penggunanya. Keterlambatan penerbangan sebuah maskapai seringkali dianggap hal yang biasa terjadi sehingga dapat dimaklumi sebagian kalangan pengguna moda transportasi ini. Dalam penyelesaiannya, pihak maskapai memiliki tanggungjawab untuk memberikan ganti rugi akibat keterlambatan penerbangan tersebut dan para penumpang yang dirugikan juga mendapatkan perlindungan hukum.Adapun rumusan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini yaitu tanggungjawab pihak maskapai di Bandara Hang Nadim Batam serta perlindungan hukum terhadap penumpang yang dirugikan akibat keterlambatan penerbangan.Metode penelitian yang penulis gunakan yaitu metode penelitian hukum yang berfungsi melihat hukum berdasarkan fakta-fakta yang terjadi dimasyarakat, dimana penelitian ini menekankan pada penggunaan data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung dan data sekunder dari studi kepustakaan.Berdasarkan hasil penelitian, dengan adanya konsep tanggungjawab praduga bersalah berarti pihak maskapai memiliki tanggungjawab memberikan kompensasi ganti rugi atas keterlambatan penerbangan yang terjadi serta  dalam proses penyelesaiannya yang apabila pihak maskapai tidak memberikan ganti rugi, penumpang dapat melakukan tuntutan ke pengadilan negeri di wilayah Indonesia, penyelesaian melalui jalur arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa lainnya sebagai bentuk perlindungan hukum bagi penumpang pengguna jasa penerbangan.Kata Kunci: Tanggungjawab, Penumpang, Keterlambatan Penerbangan,   Perlindungan Hukum   
TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PIHAK MASKAPAI TERHADAP PENUMPANG YANG MENGALAMI KETERLAMBATAN PENERBANGAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 89 TAHUN 2015 Herningtyas, Tuti; Putri, Meidia Dwi
PETITA Vol 2, No 1 (2020): PETITA Vol. 2 No. 1 Juni 2020
Publisher : PETITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.032 KB) | DOI: 10.33373/pta.v2i1.4018

Abstract

Penggunaan transportasi udara khususnya pesawat udara semakin hari kian meningkat. Pemilihan pesawat udara didasari pada tingkat kecepatan dan efisiensi waktu yang diberikan sehingga menjadi pilihan pertama bagi masyarakat dalam berpergian. Akan tetapi dalam pelakasanaannya, terdapat kendala-kendala yang dapat terjadi seperti keterlambatan penerbangan sehingga menimbulkan berbagai kerugian materil maupun imateril bagi penggunanya. Keterlambatan penerbangan sebuah maskapai seringkali dianggap hal yang biasa terjadi sehingga dapat dimaklumi sebagian kalangan pengguna moda transportasi ini. Dalam penyelesaiannya, pihak maskapai memiliki tanggungjawab untuk memberikan ganti rugi akibat keterlambatan penerbangan tersebut dan para penumpang yang dirugikan juga mendapatkan perlindungan hukum.Adapun rumusan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini yaitu tanggungjawab pihak maskapai di Bandara Hang Nadim Batam serta perlindungan hukum terhadap penumpang yang dirugikan akibat keterlambatan penerbangan.Metode penelitian yang penulis gunakan yaitu metode penelitian hukum yang berfungsi melihat hukum berdasarkan fakta-fakta yang terjadi dimasyarakat, dimana penelitian ini menekankan pada penggunaan data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung dan data sekunder dari studi kepustakaan.Berdasarkan hasil penelitian, dengan adanya konsep tanggungjawab praduga bersalah berarti pihak maskapai memiliki tanggungjawab memberikan kompensasi ganti rugi atas keterlambatan penerbangan yang terjadi serta  dalam proses penyelesaiannya yang apabila pihak maskapai tidak memberikan ganti rugi, penumpang dapat melakukan tuntutan ke pengadilan negeri di wilayah Indonesia, penyelesaian melalui jalur arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa lainnya sebagai bentuk perlindungan hukum bagi penumpang pengguna jasa penerbangan.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA SATWA YANG DILINDUNGI (STUDI KASUS DI DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS KEPOLISIAN DAERAH JAWA TIMUR) Budiman, Bait Agam; Herningtyas, Tuti
PETITA Vol 5, No 1 (2023): PETITA VOL. 5 NO. 1 JUNI 2023
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/pta.v5i1.5532

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan satwa yang di lindungi berdasarkan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekositemnya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yang merupakan penelitian lapangan, yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataan di masyarakat. Sumber data diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi-informasi data primer yang diperoleh secara langsung dilapangan yang ditujukan kepada penerapan hukum yang berkaitan dengan hukum pidana di Indonesia mengenai Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana satwa yang dilindungi telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku di dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekositemnya.. Sanksi tersebut tidak sebanding dengan biaya untuk perawatan satwa dan juga kerugian yang diderita negara dalam bentuk biaya rehabilitasi satwa. Hambatan dalam penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan satwa kurangnya kesadaran masyarakat dari bahaya satwa populasinya semakin menurun. Upaya yang dapat dilakukan aparat penegak hukum untuk mengatasi hambatan dalam penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan satwa menambah jumlah penyidik Polri dan BKSDA untuk melakukan pengawasan dan melakukan giat rutin patroli, dan melakukan sosiali larangan perburuan satwa kepada masyarakat.
PENEGAKAN HUKUM BAGI PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR DI BAWAH UMUR TANPA SURAT IZIN MENGEMUDI DITINJAU DARI UU NO 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI WILAYAH SURABAYA PUSAT Pramono, Muchammad Eko; Herningtyas, Tuti
PETITA Vol 5, No 2 (2023): PETITA VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2023
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/pta.v5i2.6140

Abstract

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk membahas dan menganalisa tentang penegakan hukum bagi pengemudi kendaraan bermotor di bawah umur tanpa Surat Izin Mengemudi berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di wilayah Surabaya Pusat serta membahas dan menganalisa tentang hambatan dalam penegakan hukum bagi pengemudi kendaraan bermotor di bawah umur tanpa Surat Izin Mengemudi berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di wilayah Surabaya Pusat. Penelitian ini termasuk dalam penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum bagi pengemudi kendaraan bermotor di bawah umur tanpa Surat Izin Mengemudi berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di wilayah Surabaya pusat adalah dilakukan dengan beberapa upaya yakni: a) Memberikan penjelasan bahwa peraturan lalu lintas penting; b) Melakukan razia lalu lintas; c) Memberi informasi atau sosialisasi.; serta d) Peningkatan aktivitas teknis lalu lintas dalam bentuk perbaikan jalan, atau tanda lalu lintas dan sistem yang mengawal aliran lalu lintas. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hambatan dalam penegakan hukum bagi pengemudi kendaraan bermotor di bawah umur tanpa Surat Izin Mengemudi berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di wilayah Surabaya pusat antara lain: keterbatasan persnonil dan jumlah kendaraan untuk melakukan patroli, kurangnya dana untuk kegiatan operasional, kurangnya sosialsasi dan kesadaran masyarakat tentang rambu-rambu lalu lintas.
PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DARI TUNTUTAN PIHAK KETIGA Herningtyas, Tuti; Handayani, Budi; Samuji, Samuji
PETITA Vol 6, No 1 (2024): PETITA VOL. 6 NO. 1 JUNI 2024
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/pta.v6i1.6789

Abstract

Perlindungan terhadap Pejabat Umum yaitu Notaris dari gugatan Pihak Ketiga demi menjalankan Tugas dan Jabatannya yang berdasarkan Surat Keputusan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, sangat penting guna menjamin segala hak dan kewajiban sebagai seorang Notaris, hal ini mengingat bahwa hal ini merupakan bentuk keadilan yang harus diberikan kepada seluruh Pihak yang terkait dalam hal melakukan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh beberapa Pihak dihadapan Notaris. Sebuah Pelanggaran Hukum yang dilakukan oleh Pihak-Pihak yang melakukan sebuah perbuatan hukum dihadapan Notaris tidak serta merta dapat menuntut secara Perdata kepada Pejabat yang mengesahkan atas Perbuatan hukum yang dilakukan tersebut, karena sebuah pelanggaran mengenai Kode Etik Notaris bukan merupakan sebuah pelanggaran Perdata maupun Pidana, hanya saja Notaris tersebut akan mendapatkan hukuman yang akan ditentukan oleh Majelis yang telah dibentuk berdasarkan Undang-Undang tentang Jabatan Notaris tersebut yaitu Majelis Pengurus Pusat Notaris, Majelis Pengurus Wilayah Notaris dan Majelis Pengurus Daerah Notaris.
Pasang Surut Demokrasi Dalam Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden Pasca Reformasi Abra, Emy Hajar; Hadiyanto, Alwan; Hanafi, Hanafi; Laila, Saviarnis; Ciptono, Ciptono; Arianto, Dian; Herningtyas, Tuti; Sriono, Sriono; Marfuah, Siti; Amin, Saifuddin
JURNAL DIMENSI Vol 14, No 1 (2025): JURNAL DIMENSI (MARET 2025)
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/dms.v14i1.7065

Abstract

Sebuah negara dikatakan berdemokrasi ketika dijalankannya sistem pemilihan umum. Begitupun dengan Indonesia yang sepanjang perjalanan pasca kemerdekaan telah menjalankan sistem pemilihan umum baik legislatif juga eksekutif dengan beragam formula dan perubahannya. Indonesia kemudian mulai berbenah sistem ketatanegaraan dengan didahului pada amandemen konstitusi yakni pada masa refromasi tahun 1998. Dalam perubahan konstitusi konstruksi pemilihan umum khususnya pada pemilihan presiden dan wakil presiden mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dari masa jabatan presiden, sistem pemilihan, asal presiden sampai pada proses pemberhentian. Sayangnya, perubahan konstitusi tidak berbanding lurus pada pelaksanaan undang-undang pemilu. Undang-undang pemilihan umum khususnya untuk presiden dan wakil presiden kian hari mengalami pasang surut nilai demokrasi. Lantas bagaimana melihat pasang surut demokrasi dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Indonesia. Metode penulisan ini adalah yuridis normatif dengan teknik pengumpulan dengan data kepustakaan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang kemudian dianalisa secara deksriptif kualitatif. Pasang surut demokrasi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia ini kemudian penulis kaji menggunakan tiga kategori sebagai pisau Analisa, dengan hasil dan kesimpulan sebagai berikut. Pertama ambang batas pemilihan umum presiden dan wakil presiden untuk menjadi pintu masuk dalam penyederhanaan partai politik demi penguatan system presidensial menjadi tidak tepat. Kedua; terkait konstruksi parpol Indonesia. Bahwa penyederhanaan partai politik harus memperhatikan alasan-alasan fundamental yang tidak dapat terlepas dari. Ketiga; terkait dengan produk hukum pemilihan umum, maka undang-undang pemilihan umum dari masa ke masa mengalami proses kemunduran demokrasi.
Implementasi Pemenuhan Hak Asimilasi bagi Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Surabaya Wahid, Nirfan Abdul; Rizky, Muchammad Catur; Herningtyas, Tuti
AL-MIKRAJ Jurnal Studi Islam dan Humaniora (E-ISSN 2745-4584) Vol. 5 No. 2 (2025): Al-Mikraj, Jurnal Studi Islam dan Humaniora
Publisher : Pascasarjana Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37680/almikraj.v5i2.7219

Abstract

The implementation of assimilation for prisoners is part of the fulfillment of the rights of inmates guaranteed in laws and regulations, especially Law Number 22 of 2022 concerning Corrections and Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 7 of 2022. However, in practice, the implementation of the assimilation program at the Surabaya Class I Correctional Institution has not been running optimally. This study aims to analyze the implementation of the fulfillment of prisoners' assimilation rights and identify the inhibiting factors. This study uses a qualitative method with data collection techniques through observation, interviews, and documentation. The results of the study show that all prisoners normatively have the same rights to obtain assimilation, but its realization has not been achieved due to lack of socialization, unfulfilled administrative and substantive requirements, and the failure to issue post-pandemic technical instructions from the ministry. These findings are analyzed using the theory of legal certainty, legal justice, and legal benefits which show that the fulfillment of rights is not yet balanced with the mandate of the regulation. The conclusion of this study confirms the gap between normative law and implementation in the field. This study contributes by showing the importance of policy reform and strengthening institutional capacity in guaranteeing prisoners' rights equally and effectively.