Articles
PUBLIKASI DATA PASIEN COVID-19 DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
Amanda Raissa;
Wiwik Afifah
COURT REVIEW Vol 1 No 1 (2021): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY SURABAYA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Indonesia is experiencing a health emergency, namely the Covid-19 Pandemic. The Covid-19 virus is a type of virus that causes infectious disease outbreaks which has the characteristics of transmission through droplets released by people infected with the Covid-19 virus. At the time of an outbreak with these characteristics, the public should know which subjects have been infected with the Covid-19 virus as a form of prevention so as not to be exposed to the Covid-19 Virus. However, this matter will be hampered because, as a country of law, Indonesia highly upholds human rights. So that Indonesia does not publish patient data because it is related to morals and also the privacy rights of these patients. This is certainly a dilemma in terms of handling Covid-19 because there are two interests that must be maintained, namely the interests of these patients and also the interests of confidentiality of Covid-19 patient data that must be maintained. Therefore, in this study the author will conduct a study about the publication of Covid-19 patient data based on the interests of the general public during the Covid-19 pandemic. The research method used This research will use a normative research method in which the author will review the related laws and regulations. The results of this study are that the confidentiality of patient data can be overridden under certain conditions that have been determined by law and one of them is at the time of the outbreak. So that when an outbreak occurs, patient data publication can be done on the basis of the public interest.
SISTEM PEMBUBARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DI INDONESIA
Wiwik Afifah
Jurnal Supremasi Volume 8 Nomor 1 Tahun 2018
Publisher : Universitas Islam Balitar, Blitar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (416.53 KB)
|
DOI: 10.35457/supremasi.v8i1.396
Indonesia sebagai Negara demokrasi, memberikan jaminan atas hak berkumpul, berpendapat dan berorganisasi. Indonesia sejak sebelum kemerdekaan memiliki ormas yang berbasis kedaerahan, agama dan lainnya yang semakin bertambah hingga saat ini. Namun eksistensi ormas hingga kini ada yang membahayakan kehidupan masyarakat bahkan dianggap membahayakan keutuhan Negara. Diantaranya ormas yang menyerukan kebencian, memposisikan perempuan sub ordinat, membawa nilai-nilai pembentukan Negara non demokrasi dan lainnya. Sehingga Negara Negara berupaya melakukan pembubaran terhadap organisasi kemasyarakatan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Alasan yang dijadikan dasar pembubaran yaitu melanggar kewajiban dan larangan tidak dikategorikan kedalam bentuk yang lebih spesifik sehingga terjadi multi tafsir yang dapat menstigma. Selain itu, pembubaran ormas masih ada yang tidak melibatkan lembaga yudiciil. Hal ini menjadi ancaman bagi keberlangsungan demokrasi mengingat Negara memiliki kuasa dominan atas pelaksanaan hak berorganisasi Kesimpulan penulis, pembubaran organisasi kemasyarakatan harus dengan batasan yang jelas dalam aturan hukum, juga karena bentuk pembatasan terhadap hak asasi manusia sebagai hak konstitusional yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, maka pembubarannya harus dilakukan oleh lembaga peradilan yaitu Mahkamah Konstitusi. Untuk menghindari kesewenangan-wenangan yang dilakukan oleh pemerintah maka keberadaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dapat dilakukan uji materil ke Mahkamah Konstitusi atau legislative review kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia .
KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA TERORISME DI INDONESIA
Wiwik Afifah
Jurnal Akrab Juara Vol 4 No 5 (2019)
Publisher : Yayasan Akrab Pekanbaru
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Indonesia as a state of law in accordance with the mandate of the constitution, was built into a democratic state that is equipped with human rights. However, in the course of the State, including extremist groups who carry out terror in the interests of certain groups. The number of terrorism cases as part of a crime needs attention in asking for their characteristics, models and forms. This is useful for the community and law enforcement to carry out prevention, anti-terror and handling efforts. This writing uses the normative juridical method. The results of this study have emerged many diverse characteristics of terrorism, consisting of individuals and groups, businesses, to religious, modern, and heroic oriented. Search for what is meant by activating online search, opening up the structure of the State, religious approach to modern life. The author of education-related forms of the entry of terrorism and the State of spending and coaching constantly in existence so as not to return to active agents who commit terror.
PERTANGGUNG JAWABAN NEGARA ATAS PEMBIARAN GIZI BURUK DI DAERAH 3 T (TERDEPAN, TERLUAR, TERTINGGAL) DI INDONESIA
Nauval Abhista Putra;
Wiwik Afifah
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 2 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.3783/causa.v2i2.1865
Hak hidup merupakan hak dasar yang menjadi tanggung jawab Negara. Pada awal tahun 2018, kabar buruk datang dari Indonesia bagian timur yaitu kabupaten Asmat provinsi Papua mengenai Kejadian Luar Biasa yakni gizi buruk dan campak. Dalam penelitian ini didapati isu hukum terkait pembiaran gizi buruk oleh Pemerintah apakah merupakan pelanggaran hak menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Selanjutnya, penulis melakukan penelitian ini secara normatif deskriptif dengan pendekatan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku serta pendekatan secara konseptual. Maka penulis memberi kesimpulan bahwa dalam penelitian ini, Kegagalan dalam Kejadian Luar Biasa tersebut merupakan bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara sebab hal tersebut menjadi kegagalan bagi Negara dalam melindungi dan memenuhi hak dasar warga negaranya. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa diantara hak yang dilanggar negara yaitu hak atas kesehatan, hak pertumbuhan anak, hak atas perlindungan, hak atas kesejahteraan anak, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak atas standar hidup yang layak dan termasuk pula hak hidup yang juga merupakan karunia Tuhan (hak non derogable).
LEGALITY OF CONTRACEPTIVE USE IN CHILDREN AND ADOLESCENTS BASED ON GOVERNMENT REGULATION NO. 28 OF 2024
Satrio Bagus Tatag Ananto;
Wiwik Afifah
Progressive Law Review Vol. 6 No. 2 (2024): November
Publisher : Faculty of Law-Universitas Bandar Lampung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.36448/plr.v6i2.224
This study aims to find out how the legality of contraceptive use in children and adolescents is based on Government Regulation No. 28 of 2024. The method used in this study is normative juridical using a statutory approach and a conceptual approach. The focus of the research is on adolescent reproductive health rights and human rights principles, as well as the challenges and implications of such policies. Although it aims to reduce the number of unwanted pregnancies among adolescents, the regulation has raised a variety of controversies, including moral and cultural issues. The results of this study show that the legality of the use of contraceptives for children and adolescents based on Government Regulation No. 28 of 2024 is still limited by strict legal provisions. Although this policy aims to protect the reproductive health of adolescents, restricting access to contraceptives can actually increase the risk of unwanted pregnancies and the spread of sexually transmitted diseases. Therefore, there needs to be a balance between legal regulations, health education, and social values to ensure better protection for adolescent reproductive health in Indonesia.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI SAKSI TINDAK PIDANA PENCABULAN
Muhammad Riki Saputra;
Wiwik Afifah
Transparansi Hukum Vol. 8 No. 1 (2025): TRANSPARANSI HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kadiri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
ABSTRAKSetiap orang merasa tidak nyaman dan khawatir dengan maraknya tindak kekerasan seksualterhadap anak di bawah umur. Merasa aman dan tenteram di lingkungan sekitar menjaditantangan tersendiri. Oleh karena itu, hukum harus lebih melindungi anak di bawah umuryang terlibat dalam tindak kekerasan seksual atau yang menyaksikan tindak pidana tersebut.Penegakan hukum dan bantuan psikologis yang lebih ketat diperlukan untuk menjaminbahwa anak-anak mendapatkan dukungan yang sesuai selama menjalani proses hukum.Akses terhadap informasi, rehabilitasi sosial dan medis, serta perlindungan dari perlakuanburuk merupakan hak anak yang harus dijunjung tinggi di semua tingkat peradilan. Semuaini harus sejalan dengan aturan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Sistem PeradilanPidana Anak (SPPA) No. 11 Tahun 2012. Pendekatan perundang-undangan, pendekatankonteks, dan pendekatan kasus merupakan metodologi hukum yang digunakan dalampenelitian ini.
Penerapan Patriotisme Dalam Perspektif Hukum (Studi Kasus Pada Sanggar Tari Puspa Dewi Surabaya)
Tomy Michael;
Syofyan Hadi;
Wiwik Afifah;
Fransiscus Nanga Roka;
Muhamad Khoirul Ma'arif;
Anam Iman Aulia;
Zidniy Ma Naviah;
Alienda Maulidiantie
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 4 No. 4: Juni 2025
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.56799/jceki.v4i4.9295
Dalam konteks ilmu hukum, sesuatu yang tidak diketahui harus ditelusuri secara normatif. Dalam tulisan ini berfokus menyelesaikan permasalahan akan makna patriotisme dalam Sanggar Tari Puspa Dewi Surabaya karena dalam praktiknya para penari anak hanya melakukan tarian secara global namun kurang mengetahui makna kebudayaan dalam ilmu hukum. Frasa “kurang mengetahui” yaitu peningkatan akan korelasi tarian dengan ilmu hukum. Metode yang digunakan adalah menggunakan penelitian empiris dengan pengumpulan data berupa wawancara, pelatihan dan pengolahan data lebih lanjut. Penyelesaian masalah pertama yaitu dengan mengadakan permainan ular tangga patriotisme dimana adanya permainan yang menggunakan daftar pertanyaan seputar pemahaman patriotisme. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa penari anak pada Sanggar Tari Puspa Dewi Surabaya merupakan bagian tidak terpisahkan sebagai subjek hukum yang menjunjung tinggi patriotisme dalam tari.
Disparatis Kewenangan Badan Narkotika Nasional dan Penyidik Kepolisian dalam Penyidikan Tindak Pidana Narkotika
Pungky Dwiki Enriko;
Wiwik Afifah
Konsensus : Jurnal Ilmu Pertahanan, Hukum dan Ilmu Komunikasi Vol. 1 No. 3 (2024): Juni: Jurnal Ilmu Pertahanan, Hukum dan Ilmu Komunikasi
Publisher : Asosiasi Peneliti Dan Pengajar Ilmu Sosial Indonesia
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.62383/konsensus.v1i3.240
Crimes, wrongdoings, criminal crimes, and punishable actions are all colloquially known as unlawful acts. There has been a recent uptick in reports of drug misuse. This is supported by the many news articles published in newspapers and online that touch with the topic of drug misuse, including smuggling, illicit commerce, arrests, and detentions. Law no. 35 of 2009, the Narcotics Law, was ultimately passed by the government in response to the seriousness of the problem and the widespread availability of illicit drugs in Indonesia. The goal of this law is to curb the growing problem of drug abuse and distribution inside the country. Everybody is crossing their fingers that the new drug legislation will be effective and that the current penalties for drug offenses may be decided upon properly. A nation's existence, particularly that of its youth, is greatly affected by drugs, which is why narcotics laws must be strictly enforced.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI SAKSI TINDAK PIDANA PENCABULAN
Muhammad Riki Saputra;
Wiwik Afifah
Transparansi Hukum Vol. 8 No. 1 (2025): TRANSPARANSI HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kadiri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30737/transparansi.v8i1.6733
Setiap orang merasa tidak nyaman dan khawatir dengan maraknya tindak kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Merasa aman dan tenteram di lingkungan sekitar menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, hukum harus lebih melindungi anak di bawah umur yang terlibat dalam tindak kekerasan seksual atau yang menyaksikan tindak pidana tersebut. Penegakan hukum dan bantuan psikologis yang lebih ketat diperlukan untuk menjamin bahwa anak-anak mendapatkan dukungan yang sesuai selama menjalani proses hukum. Akses terhadap informasi, rehabilitasi sosial dan medis, serta perlindungan dari perlakuan buruk merupakan hak anak yang harus dijunjung tinggi di semua tingkat peradilan. Semua ini harus sejalan dengan aturan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) No. 11 Tahun 2012. Pendekatan perundang-undangan, pendekatan konteks, dan pendekatan kasus merupakan metodologi hukum yang digunakan dalam penelitian ini. Penulis berkesimpulan bahwa hak-hak anak, baik sebagai saksi maupun korban, belum terlindungi secara memadai. Rehabilitasi medis dan sosial, baik di dalam maupun di luar lembaga, serta kemudahan akses informasi perkembangan kasus juga merupakan bagian dari hak tersebut, sebagaimana tercantum dalam Pasal 89 dan 90 UU SPPA. Kata Kunci: Tindak Pidana, Pencabulan, Perlindungan Hukum
Criminalization of Perpetrators of Spreading Radicalism Ideology Leading to Terrorism
Caleb Rainold Blesstian Marcellino;
Wiwik Afifah
International Journal of Social Sciences and Humanities Vol. 3 No. 1 (2025): International Journal of Social Sciences and Humanities
Publisher : LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi 45 Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55681/ijssh.v3i1.1510
The development of radicalism in the modern era makes it easy for someone to be influenced and join a radical organization. For example, for someone who does not have in-depth knowledge about religion. This makes it easier for the perpetrators of terrorism to spread their teachings to others so that they gain new knowledge and eventually become involved in acts of terrorism. The research aims to find out the regulation of punishment against perpetrators of the spread of radical terrorism. This research uses a normative legal research method using a statutory approach and a conceptual approach. The results of the study show that the Eradication of Terrorism Crimes is currently appropriate and well implemented, as evidenced by the decreasing number of acts of terrorism that occur. However, it needs to be further clarified, especially Radicalism Terrorism which has not been expressly regulated in laws and regulations. Regulations regarding the Criminalization of Perpetrators of Spreading Radicalism of Terrorism are contained in Article 12B Paragraph (3) and Article 13A of the Terrorism Law and Article 45A Paragraph (2) of the Electronic Law which explains that anyone who spreads violent teachings to commit acts of terrorism can be charged and punished.