Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Upaya Perolehan Hak Atas Indikasi Geografis Terhadap Kerajinan Batik Dengan Corak “Batik Gonggong” Di Kepulauan Riau Irene - Svinarky; Lenny Husna
Kertha Patrika Vol 39 No 03 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2017.v39.i03.p05

Abstract

Di bidang hak kekayaan intelektual, perlindungan terhadap hak tak berwujud (immateril) yang diperoleh dari hasil kreatifitas dan intelektualitas manusia untuk mengelola segala hal sumber daya alam yang berada di sekitarnya yang dikenal dengan perlindungan indikasi geografis. Dilakukannya pendaftaran Hak Indikasi Geografis ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dapat memberikan perlindungan hukum terhadap nama asal barang. Masyarakat Kepulauan Riau memanfaatkan alam (laut) untuk mengembangkan kerajinan batik dengan corak motif “Batik Gonggong.” Motif cangkang siput gonggong yang merupakan hewan khas yang berasal dari Kepulauan Riau dipadukan dengan pakaian batik menjadi ciri khas yang menarik, penuh dengan makna implisit yang menunjukan kekhasan suatu wilayah. Untuk menjaga kekhasan produk tersebut seharusnya diikuti dengan perlindungan hukum yang dapat untuk melindungi komoditas masyarakat pengrajin “Batik Gonggong” di Kepulauan Riau dari praktek persaingan curang dalam perda-gangan. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Hasil dari penelitian ini adalah pendaftaran Hak Indikasi Geografis harus melengkapi persyaratan pendaftaran dan uraian-uraian mengenai karakteristik dan kualitas yang membedakan barang tertentu dengan barang lain yang memiliki kategori sama, dan menjelaskan tentang hubungannya dengan daerah tempat barang tersebut dihasilkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Kendala yang dihadapi adalah masih sulitnya mendefi-nisikan karakter indikasi geografis terhadap produk. Selain itu, terdapat tim kajian yang terdiri dari masyarakat pengrajin batik gonggong, pemerintah dan akademisi, mengingat pendaftaran indikasi geografis ini sifatnya komunal.
UNIFIKASI DAN KODIFIKASI TERHADAP JUAL-BELIDALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Ukas -; Lenny Husna
Jurnal Cahaya Keadilan Vol 7 No 2 (2019): Jurnal Cahaya Keadilan
Publisher : LPPM Universitas Putera Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33884/jck.v7i2.1389

Abstract

Dalam globalisasi, perdagangan internasional merupakan suatu kenyataan bahwa kehidupan aktivitas ekonomisetiap negara tidak dapat terpisah dari negaralain, apalagi setelah meratifikasi Uruquay Roundpada tahun 1994. Bahkan masyarakat suatu negara tertentu,mau tidak mau akan berhubungan dengan masyarakat negara laindalam menjalankan kegiatan jual belinya. Halini menjadi semakin penting dengan adanya saling ketergantungan antara negara maupun masyarakatnya dengan negaralain ataupun masyarakat lain dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.Jual beli barangatau produk internasionalhampir tidak bisa dihindari lagi oleh pelaku ekonomidalam hal transaksi barang/produk disuatu negara. Masalah dikemudian hari mengenai jual-beli internasional ini karena melibatkan berbagai unsur, antara lain adalah sistem ekonomi masing–masing negara, kebijakan ekonomi dan politiksuatu negara, dan yang paling banyak mendapatkan perhatian diantara kalangan ilmuwan juga kemungkinan adanya perbedaan budaya dan kebiasaan masing-masing dari sistem hukum yang berbeda di suatu negara tersebut.
PERAN PEMERINTAH DALAM UPAYA PENGAMBILALIHAN FLIGHT INFORMATION REGION (FIR) SINGAPURA ATAS WILAYAH UDARA KEPULAUAN RIAU Lenny Husna; Agus Riyanto
Jurnal Cahaya Keadilan Vol 7 No 2 (2019): Jurnal Cahaya Keadilan
Publisher : LPPM Universitas Putera Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (389.361 KB) | DOI: 10.33884/jck.v7i2.1418

Abstract

Indonesia telah menjadi negara pihak pada konvensi Chicago sejak tahun 1950. konvensi ini pada prinsipnya sangat menjunjung tinggi kedaulatan negara atas wilayah ruang udaranya. Akan tetapi menyadari resiko yang besar dari transportasi udara dan untuk kepentingan bersama masyarakat internasional, dalam beberapa hal konvensi membatasi kebebasan negara dalam mengatur lalu lintas transportasi udara. Negara harus patuh pada jalur-jalur penerbangan yang diatur dalam enroute charts International Civil Aviation Organization (ICAO) serta siapa yang diberi kewenangan untuk mengawasi dan mengatur lalu lintas penerbangan disuatu kawasan melalui penetapan Flight Information Region (FIR). Hampir setara dengan usia kemerdekaan Indonesia, ruang udara Indonesia di wilayah Kepulauan Riau dikuasai dan dikendalikan Singapura,hal ini di karenakan kita dinilai belum mampu mengelola FIR sendiri untuk ruang udara diatas Kepulauan Riau. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi perjanjian internasional mengenai pendelegasian FIR penerbangan diatas wilayah udara Kepulauan Riau kepada Singapura. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, teknik analisis data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Pendelegasian tersebut tentu menimbulkan beberapa kerugian-kerugian terhadap negara Indonesia yaitu Dibidang Keamanan masyarakat Kepualauan Riau dan dibidang ekonomi, Perdagangan dan investasi. Karena itu perlu adanya “political will”dari pemerintah untuk mengupayakan pengambilan kembali FIR Kepulauan Riau yang didelegasikan kepada Singapura
ALTERNATIF PEMIDANAAN DENDA HARIAN (DAY FINE) DALAM MENGHADAPI OVERCAPACITY LEMBAGA PERMASYARAKATAN: STUDI PERBANDINGAN HUKUM INDONESIA – JERMAN Muhammad Angga Fathurrahman; Tri Pancarini; Ade Reza Rahmat Hidayat; Lenny Husna
Jurnal Cahaya Keadilan Vol 9 No 2 (2021): Jurnal Cahaya Keadilan Vol. 9 No. 2 Oktober 2021
Publisher : LPPM Universitas Putera Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33884/jck.v9i2.4507

Abstract

Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia merupakan warisan negara jajahan. Wetboek van Strafrecht (WvS) tidak dapat dipungkiri bahwa aturan yang terdapat dalam kitab KUHP ini masih memiliki kekurangan dan belum mampu mengisi kokosongan hukum. Aturan pidana pokok dalam pasal 10 KUHP menyatakan pidana pokok berupa pidana mati, penjara, kurungan dan denda. Formulasi pasal pidana dalam hukum positif Indonesia memilik kecenderungan pada pidana pokok penjara. Dengan tidak seimbangnya pidana masuk dan pidana keluar mengakibatkan lembaga permasyarakatan mengalami overcapacity. Dengan terjadinya overcapacity lembaga permasyaratan membuat lembaga berwenang ini sulit untuk mampu memberikan hak – hak tahanan secara layak. Problematika ini menjadi ujian bagi penegak dan perumus undang – undang untuk melakukan pembaharuan hukum dengan studi perbandingan hukum pidana. Melalui perbandingan hukum pidana alternatif KUHP Indonesia dengan KUHP Jerman dikenal German Criminal Code menemukan metode alternatif pidana yakni denda harian (day fine) sebagai alternatif pemidanaan sebagai langkah mengantisipasi overcapacity lembaga permasyarakatan.
JCK KASUS PENYELESAIAN BATAS LAUT ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA Lenny Husna; Elsa Maria; Selpiana Br Nababan
Jurnal Cahaya Keadilan Vol 10 No 2 (2022): Jurnal Cahaya Keadilan Vol. 10 No. 2 Oktober 2022
Publisher : LPPM Universitas Putera Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33884/jck.v10i2.6460

Abstract

Subyek konflik Sipadan dan Ligitan dibawa ke Mahkamah Internasional pada tahun 1998, dan pada hari Selasa, 17 Desember 2002, ICJ menyampaikan putusan tentang masalah sengketa Sipadan-Ligatan antara Indonesia dan Malaysia. Akibatnya, Malaysia memperoleh 16 suara dalam pemungutan suara lembaga tersebut, sedangkan hanya satu hakim yang memilih Indonesia. 15 dari 17 hakim adalah hakim tetap MI, dengan satu orang Malaysia dan satu orang Indonesia di antaranya. Akibatnya, Malaysia harus diperhitungkan (Tanpa memutuskan masalah wilayah perairan dan batas laut), Kerajaan Inggris (Malaysia kolonial) telah mengambil upaya administratif yang nyata, seperti mengeluarkan peraturan untuk melestarikan burung yang terancam punah dan mengenakan pungutan penyu. Sejak tahun 1930, pengumpulan telur telah berlangsung, dan mercusuar telah beroperasi sejak tahun 1960-an. Sementara itu, operasional pariwisata Malaysia terabaikan, begitu pula penyangkalan yang didasarkan pada chain of title (suite milik Sultan Sulu), yang gagal membangun perbatasan maritim antara Malaysia dan Indonesia di Selat Makassar.
Globalization and Its Influence on Social Inequalities and Poverty Alleviation in Indonesia Indah Maysa Amirtha; Timbul Dompak; Lubna Salsabila; Lenny Husna
International Journal of Social Science and Humanity Vol. 1 No. 4 (2024): December : International Journal of Social Science and Humanity
Publisher : Asosiasi Penelitian dan Pengajar Ilmu Sosial Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62951/ijss.v1i4.161

Abstract

Globalization has induced substantial changes across multiple facets of life in Indonesia, encompassing social, economic, and cultural dimensions. This study seeks to examine the effects of globalization on social inequality and poverty in Indonesia. The results demonstrate that globalization generates significant opportunities via access to global markets, foreign capital, and cutting-edge technologies. Nonetheless, these advantages are not uniformly allocated, leading to increasing societal inequalities. Communities possessing access to education, technology, and economic resources are more adept at leveraging globalization, but marginalized groups, such as the rural impoverished, often fall behind. Transformations in economic frameworks, urban development, and the impact of global culture intensify regional and socioeconomic disparities. While globalization can alleviate poverty via economic expansion, its advantages frequently favor particular demographics, therefore exacerbating the disparity between the affluent and the impoverished. This study underscores the significance of inclusive and equitable measures to alleviate the adverse effects of globalization. The government must improve access to education, technology, and economic opportunities for marginalized people while bolstering regional development to promote equality. Effective management of globalization can facilitate sustainable development and mitigate social inequality in Indonesia. Without sufficient action, globalization threatens to intensify inequalities and poverty within society.
Globalization And Its Influence On Social Inequalities And Poverty Alleviation In Indonesia Indah Maysa Amirtha; Timbul Dompak; Lubna Salsabila; Lenny Husna
International Journal of Social Science and Humanity Vol. 2 No. 1 (2025): March : International Journal of Social Science and Humanity
Publisher : Asosiasi Penelitian dan Pengajar Ilmu Sosial Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62951/ijss.v2i1.179

Abstract

Globalization has induced substantial changes across multiple facets of life in Indonesia, encompassing social, economic, and cultural dimensions. This study seeks to examine the effects of globalization on social inequality and poverty in Indonesia. The results demonstrate that globalization generates significant opportunities via access to global markets, foreign capital, and cutting-edge technologies. Nonetheless, these advantages are not uniformly allocated, leading to increasing societal inequalities. Communities possessing access to education, technology, and economic resources are more adept at leveraging globalization, but marginalized groups, such as the rural impoverished, often fall behind. Transformations in economic frameworks, urban development, and the impact of global culture intensify regional and socioeconomic disparities. While globalization can alleviate poverty via economic expansion, its advantages frequently favor particular demographics, therefore exacerbating the disparity between the affluent and the impoverished. This study underscores the significance of inclusive and equitable measures to alleviate the adverse effects of globalization. The government must improve access to education, technology, and economic opportunities for marginalized people while bolstering regional development to promote equality. Effective management of globalization can facilitate sustainable development and mitigate social inequality in Indonesia. Without sufficient action, globalization threatens to intensify inequalities and poverty within society.
EFEKTIVITAS HUKUM PELAYANAN PEMBERIAN ALOKASI LAHAN OLEH BP BATAM PASCA PENGABUNGAN JABATAN ANTARA KEPALA BP BATAM DAN WALIKOTA BATAM Nurwati; Lenny Husna
JOURNAL EQUITABLE Vol 10 No 1 (2025)
Publisher : LPPM, Universitas Muhammadiyah Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37859/jeq.v10i1.8868

Abstract

Badan Pengusahaan Batam yang sebagai pemegang Hak Pengelolaan Lahan saat ini sering kali dikeluhkan atas lambatnya pelayanan pengurusan dokumen-dokumen yang menjadi kewenangannya. Dalam hal ini, seluruh urusan lahan harus melalui BP Batam. Banyak sekali dokumen-dokumen lahan yang perlu diketahui dan bahkan diurus untuk kepemilikan lahan di Kota Batam, terjadinya dualisme kewenangan antara Pemerintah Kota Batam (Pemkot Batam) dan Batam Pengusahaan Batam (BP Batam). Dualisme kewenangan ini, mengakibatkan terjadinya ketidak akuran antara Pemkot Batam dan BP Batam dalam menjalankan pemerintahan di Kota Batam. Segala upaya pemerintah belum mampu untuk menyelesaikan persoalan ini sehingga strategi yang diupayakan yaitu ingin menjadikan Batam sebagai Kawasan Ekonomi Khusus. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini bersifat yuridis- normatif, pendekatan yuridis-normatif merupakan pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep- konsep, asas-asas hukum serta Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2007 tentang Perdaganagn Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Kesimpulan dari penelitian ini untuk mengetahui efektivitas pelayanan, kendala-kendala dan upaya-upaya Badan Pengusahaan Batam dalam proses alokasi lahan untuk pengelolaan lahan dan pemberian hak atas tanah pasca pengabungan jabatan Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) dengan Walikota Batam. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang berkaitan langsung dan pengambilan data-data dari berbagai sumber.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA AKIBAT PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS NEGARA Astra, Rendy; Lenny Husna
SCIENTIA JOURNAL Vol 4 No 5 (2022): Volume 4 Nomor 5 2022
Publisher : LPPM Universitas Putera Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Air pollution is a problem that currently still occurs in the Southeast Asia region, which is the result of forest fires, the impact of which is directly felt by two other neighboring countries, namely Malaysia and Singapore. As for in this paper, the author makes two formulations of legal issues regarding state responsibility in the Asean Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) and the responsibility of the Indonesian state for forest fires in the Sumatran Riau region. Based on the data and findings that the authors obtained in this study, Indonesia must carry out State Responsibility internationally as a country that has resulted in haze pollution as contained in Articles 35 to 37 of the 2001 ILC Draft concerning State Responsibility in the form of restitution, compensation, or satisfaction. And the conclusion contained in this journal is that the form of accountability carried out by the Indonesian state is a form of satisfaction or an official apology conveyed by the Indonesian government. Meanwhile, when Indonesia has ratified the AATHP agreement, automatically Indonesia and other participating countries are jointly responsible for the pollution of haze and smoke pollution in the Southeast Asian region. Keywords: State Accountability, Haze Pollution, Cross Borders
KOMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA DARI SUDUT PANDANG HUKUM PERDATA INTERNASIONAL Silfia, Ayu; Lenny Husna
SCIENTIA JOURNAL Vol 5 No 2 (2022): Volume 5 Nomor 2 2022
Publisher : LPPM Universitas Putera Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Marriage is an significant occurrence in human existence and has always been an eventthat is considered sacred because it relies on religious concepts in its implementation. Thereligious side of marriage is contained in law number 1 of 1974 concerning marriage.according to article 57 of law number 1 of 1974 concerning marriage or also called themarriage law, which defines mixed marriage in law is a marriage that occurs between twoIndonesians and people from other countries to be subject to different laws, differences incitizenship. One of the parties is an Indonesian citizen. However within 1 (one) year of thehusband and wife's return to Indonesia, if a mixed marriage performed overseas can berecognized as legal under indonesian law, consequently, in accordance with the terms ofarticle 56 paragraph 2 of the marriage law, the marriage certificate must be recorded at thelocal civil registry office. The causes of mixed marriages in Indonesia are discussedin thisarticle.