Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Yulianto, Winasis; Amalia, Dyah Silvana
CERMIN: Jurnal Penelitian Vol 7 No 2 (2023): Agustus - Desember
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/cermin_unars.v7i2.4015

Abstract

Salah satu hasil penting amandemen ketiga UUDN RI Tahun 1945 adalah pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sebelum amandemen ketiga UUDN RI Tahun 1945, tidak ada satu pasal pun yang mengatur pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Tiga kali pemakzulan presiden yang pernah terjadi di Indonesia, bukan pemakzulan secara yuridis, tetapi pemakzulan secara politis. Presiden Sukarno dan Presiden Abdurahman Wahid dimakzulkan tetapi belum menggunakan mekanisme hukum melalui Mahkamah Konstitusi. Penulisan ini akan mengangkat dua poblem hukum: pertama, apakah istilah yang termakub dalam UUDN RI Tahun 1945 pemberhentian dan diberhentikan sudah tepat menurut Bahasa Indonesia Hukum. Kedua, bagaimana mekanisme pemberhentian Presiden menurut UUDN RI Tahun 1945 pasca amandemen. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan konseptual (Conceptual Approacch), pendekatan sejarah (Historical Approach), pendekatan kasus (Case Approach), dan pendekatan perbandingan hukum (Comparition Approach). Dari pembahasan penulisan ini dapat disimpulkan bahwa kata “pemberhentian”, dan “diberhentikan” kurang tepat. Dengan demikian menurut bahasa Indonesia hukum, perlu diubah dengan kata “Pemakzulan” untuk kata “pemberhentian” dan kata “dimakzulkan” untuk kata “diberhentikan”.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMBUBARKAN PARTAI POLITIK Yulianto, Winasis; Amalia, Dyah Silvana
CERMIN: Jurnal Penelitian Vol 7 No 1 (2023): JANUARI - JULI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/cermin_unars.v7i1.2933

Abstract

Pasal 24C ayat (1) Undag-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Pembubaran Partai Politik melalui aspek hukum ini merupakan hasil amandemen ketiga UUD NRI Tahun 1945. Pembubaran partai politik melalui jalur hukum ini merupakan konsekuensi dari pernyataan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal ini juga karena ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 merupakan pergeseran dari supremasi Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi supremasi Konstitusi. Metode Penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yang artinya bahwa penelitian ini menggunakan norma hukum sebagai sarana untuk menganalisis permasalahan. Sedangkan metode pendekatan dalam penelitian ini menggunakan: statute approach, conseptual approach, historical approach, dan comparition approach. Untuk menganalisis dalam peneltian ini adalah menggunakan penafsiran sistematika hukum.
Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Makanan Kadaluwarsa Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Prasetyo, Aditya; Yulianto, Winasis; Amalia, Dyah Silvana
CERMIN: Jurnal Penelitian Vol 7 No 2 (2023): Agustus - Desember
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/cermin_unars.v7i2.4962

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh beredarnya makanan kadaluwarsa yang tetap diperdagangkan oleh pihak pelaku usaha, penelitian ini bertujuan pertama ingin mengetahui bentuk perlindungan konsumen terhadap makanan kadaluwarsa. Kedua untuk mengetahui akibat hukum bagi pelaku usaha yang tetap memperdagangkan makanan kadaluwarsa. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi menggunakan tipe penelitian doktrinal. Penelitian hukum doktrinal (Doctrinal Reserch) adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan eksposisi yang bersifat sistematis mengenai aturan hukum yang mengatur bidang hukum tertentu, menjelaskan bagian yang sulit untuk dipahami dari suatu aturan hukum, menganalisis hubungan antara aturan hukum yang satu dengan yang lain, menjelaskan bagian hukum, dan juga mencakup prediksi perkembangan suatu aturan hukum tertentu pada masa yang akan datang
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PEMAKZULAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Yulianto, Winasis; Amalia, Dyah Silvana
MIMBAR INTEGRITAS : Jurnal Pengabdian Vol 3 No 1 (2024): JANUARI 2024
Publisher : Biro Administrasi dan Akademik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/mimbarintegritas.v3i1.4097

Abstract

Salah satu hasil penting amandemen ketiga UUDN RI Tahun 1945 adalah pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sebelum amandemen ketiga UUDN RI Tahun 1945, tidak ada satu pasalpun yang mengatur pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sekalipun amandemen ketiga sudah 23 tahun berlalu, kita belum pernah memiliki pengalaman pemakzulan secara yuridis dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia. Dua kali pemakzulan presiden yang pernah terjadi di Indonesia, bukan pemakzulan secara yuridis, tetapi pemakzulan secara politis. Presiden Sukarno dan Presiden Abdurahman Wahid dimakzulkan tetapi belum menggunakan mekanisme hukum melalui Mahkamah Konstitusi. Penulisan ini akan mengangkat dua poblem hukum: pertama, apaka istilah yang termakub dalam UUDN RI Tahun 1945 pemberhentian dan diberhentikan sudah tepat menurut Bahasa Indonesia Hukum. Kedua, bagaimana mekanisme pemberhentian Presiden menurut UUDN RI Tahun 1945 pasca amandemen. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan konseptual (Conceptual Approacch), pendekatan sejarah (Historical Approach), pendekatan kasus (Case Approach), dan pendekatan perbandingan hukum (Comparition Approach). Dari pembahasan penulisan ini dapat disimpulkan bahwa kata “pemberhentian”, dan “diberhentikan” kurang tepat. Hal ini didasari pemikiran bahwa “pemberhentian” dan “diberhentikan” bukanlah bahasa hukum. Dengan demikian menurut bahasa Indonesia hukum, perlu diubah dengan kata “Pemakzulan” untuk kata “pemberhentian” dan kata “dimakzulkan” untuk kata “diberhentikan”. Prosedur pemakzulan diawali dengan pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela dan/atau terbukti tidak memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau Wakil Presiden. Pendapat DPR tersebut didaftarkan ke MK, dengan persyaratan 2/3 anggota DPR harus hadir dan 2/3 anggota DPR yang hadir mendukung pendapat DPR. Bila MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR. Paling lambat 30 hari sejak MPR menerima usul tersebut, MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR. Keputusan MPR atas usul DPR tersebut harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri ¾ anggota dan disetujui 2/3 dari jumlah anggota MPR yang hadir.
REKONSTRUKSI PENGATURAN SENGKETA KEWENANGAN MENGADILI DI LINGKUNGAN KEKUASAAN KEHAKIMAN Yulianto, Winasis; Amalia, Dyah Silvana
FENOMENA Vol 15 No 1 (2021): MEI
Publisher : Fakultas Hukum - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/fenomena.v19i1.1456

Abstract

Rekonstruksi Pengaturan Sengketa Kewenangan Mengadili di Lingkungan Kekuasaan Kehakiman adalah riset untuk melakukan rekonstruksi kembali pengaturan sengketa kewenangan mengadili di lingkungan kekuasaan kehakiman mulai tahun 1945 hingga dewasa ini. Tujuan yang hendak dicapai dalam riset ini adalah menemukan politik hukum pembentuk undang-undang tenatng sengketa mengadili di lingkungan kekuasaan kehakiman. Metode penelitian yang dipergunakan dalam riset ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan permasalahan riset. Hasil riset menunjukkan bahwa sengketa kewenangan menagdili di lingkungan kekusaaan kehakiman berada di Mahkamah Agung.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGUJI UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR Amalia, Dyah Silvana
FENOMENA Vol 16 No 2 (2022): NOVEMBER
Publisher : Fakultas Hukum - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/fenomena.v20i2.2401

Abstract

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia merupakan Lembaga Negara sebagai produk amandemen Ketiga UUD NRI Tahun 1945. Amandemen Ketiga tersebut menetapkan bahwa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia harus sudah terbentuk pada 17 Agustus 2003. Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menetapkan bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban: a. menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, b. menyelesaikan sengketa lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, c. membubarkan partai politik d. menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum. Sedangkan satu kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memutus pendapat DPR bahwa Presiden atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh presiden dan wakil presiden menurut UUD. Namun penelitian ini hanya mendiskusikan kewenangan MK dalam pengujian undang-undang terhadap UUD. Penelitian ini adalah penelitian hukum normative dengan menggunakan berbagai norma hukum sebagai bahan analisis. Kesimpulan diambil dengan menggunakan penafsiran hukum.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA DALAM MEMBUBARKAN PARTAI POLITIK Yulianto, Winasis; Amalia, Dyah Silvana
FENOMENA Vol 18 No 1 (2024): MEI
Publisher : Fakultas Hukum - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/fenomena.v22i1.4426

Abstract

Pasal 24C ayat (1) Undag-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, untuk selanjutnya dsebut UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Pembubaran Partai Politik melalui aspek hukum ini merupakan hasil amandemen ketiga UUD NRI Tahun 1945. Sebelumnya, pembubaran partai politik dilakukan oleh Pemerintah. Pembubaran partai politik melalui jalur hukum ini merupakan konsekuensi dari pernyataan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal ini juga karena ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 merupakan pergeseran dari supremasi Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi supremasi Konstitusi. Metode Penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yang artinya bahwa penelitian ini menggunakan norma hukum sebagai sarana untuk menganalisis permasalahan. Sedangkan metode pendekatan dalam penelitian ini menggunakan: statute approach, conseptual approuch, historical approuch, dan comparition approuch. Untuk menganalisis dalam peneltian ini adalah menggunakan penafsiran sistematika hukum. Kesimpulan akan menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini.
PRESIDEN MELAKUKAN KUNJUNGAN KE LUAR NEGERI, APAKAH TERJADI KEKOSONGAN KEKUASAAN PRESIDEN yulianto, winasis; Amalia, Dyah Silvana
FENOMENA Vol 18 No 02 (2024): NOVEMBER
Publisher : Fakultas Hukum - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/fenomena.v19i02.5565

Abstract

Sejak dilantik sebagai Presiden Republk Indonesia pada 20 Oktober 2024 lalu, Presiden Republik Indonesia mulai tanggal 8 November 2024 akan melakukan kunjungan ke beberapa negara, yaitu ke Tiongkok, ke Amerika Serikat, Peru, Brasil dan terakhir ke Inggris. Dengan kepergian Presiden Prabowo ke luar negeri tersebut mengakibatkan negara Indonesia terjadi kekosongan kekuasaan Presiden. Permasalahan yang diajukan dalam penulisan ini adalah a. hasil apa saja yang diperoleh Presiden Prabowo ke luar negeri. B. apakah terjadi kekosongan kekuasaan Presiden selama Presiden Prabowo melakukan kunjungan ke luar negeri. Metode yang dipergunakan dalam penelitan ini adalah metode penelitian normative. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ketika Presiden Prabowo melakukan kunjungan ke luar negeri, tidak terjadi kekosongan kekuasaan Presiden. Hal ini dikarenakan Presiden menerbtkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2024 tentang Penugasan Wakil Presiden melaksanakan Tugas Presiden
TINJAUAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA OLEH YURISDIKSI TATA USAHA NEGARA DI INDONESIA Yulianto, Winasis; Amalia, Dyah Silvana
FENOMENA Vol 19 No 01 (2025): MEI
Publisher : Fakultas Hukum - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/fenomena.v19i01.6456

Abstract

Empat kali Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, untuk selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945, melahirkan sistem check and balances antar lembaga negara. Sistem ini berbeda jauh bilamana dibandingkan dengan sistem sebelumnya yang meletakkan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi di Indonesia. Dalam sistem check and balances, semua lembaga negara menjadi sejajar, mengingat tidak ada lagi lembaga tertinggi negara. Penulisan ini mengukan permasalahan bagaimana keberadaan penugujian KTUN di N. Hasil studi bahwa pengujian KTUN DI PTUN membuat lebih dirumit system pengujian penyertaan Perundang-Undangan di Indonesia.