Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Yulianto, Winasis; Amalia, Dyah Silvana
CERMIN: Jurnal Penelitian Vol 7 No 2 (2023): Agustus - Desember
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/cermin_unars.v7i2.4015

Abstract

Salah satu hasil penting amandemen ketiga UUDN RI Tahun 1945 adalah pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sebelum amandemen ketiga UUDN RI Tahun 1945, tidak ada satu pasal pun yang mengatur pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Tiga kali pemakzulan presiden yang pernah terjadi di Indonesia, bukan pemakzulan secara yuridis, tetapi pemakzulan secara politis. Presiden Sukarno dan Presiden Abdurahman Wahid dimakzulkan tetapi belum menggunakan mekanisme hukum melalui Mahkamah Konstitusi. Penulisan ini akan mengangkat dua poblem hukum: pertama, apakah istilah yang termakub dalam UUDN RI Tahun 1945 pemberhentian dan diberhentikan sudah tepat menurut Bahasa Indonesia Hukum. Kedua, bagaimana mekanisme pemberhentian Presiden menurut UUDN RI Tahun 1945 pasca amandemen. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan konseptual (Conceptual Approacch), pendekatan sejarah (Historical Approach), pendekatan kasus (Case Approach), dan pendekatan perbandingan hukum (Comparition Approach). Dari pembahasan penulisan ini dapat disimpulkan bahwa kata “pemberhentian”, dan “diberhentikan” kurang tepat. Dengan demikian menurut bahasa Indonesia hukum, perlu diubah dengan kata “Pemakzulan” untuk kata “pemberhentian” dan kata “dimakzulkan” untuk kata “diberhentikan”.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMBUBARKAN PARTAI POLITIK Yulianto, Winasis; Amalia, Dyah Silvana
CERMIN: Jurnal Penelitian Vol 7 No 1 (2023): JANUARI - JULI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/cermin_unars.v7i1.2933

Abstract

Pasal 24C ayat (1) Undag-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Pembubaran Partai Politik melalui aspek hukum ini merupakan hasil amandemen ketiga UUD NRI Tahun 1945. Pembubaran partai politik melalui jalur hukum ini merupakan konsekuensi dari pernyataan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal ini juga karena ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 merupakan pergeseran dari supremasi Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi supremasi Konstitusi. Metode Penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yang artinya bahwa penelitian ini menggunakan norma hukum sebagai sarana untuk menganalisis permasalahan. Sedangkan metode pendekatan dalam penelitian ini menggunakan: statute approach, conseptual approach, historical approach, dan comparition approach. Untuk menganalisis dalam peneltian ini adalah menggunakan penafsiran sistematika hukum.
Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Makanan Kadaluwarsa Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Prasetyo, Aditya; Yulianto, Winasis; Amalia, Dyah Silvana
CERMIN: Jurnal Penelitian Vol 7 No 2 (2023): Agustus - Desember
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/cermin_unars.v7i2.4962

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh beredarnya makanan kadaluwarsa yang tetap diperdagangkan oleh pihak pelaku usaha, penelitian ini bertujuan pertama ingin mengetahui bentuk perlindungan konsumen terhadap makanan kadaluwarsa. Kedua untuk mengetahui akibat hukum bagi pelaku usaha yang tetap memperdagangkan makanan kadaluwarsa. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi menggunakan tipe penelitian doktrinal. Penelitian hukum doktrinal (Doctrinal Reserch) adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan eksposisi yang bersifat sistematis mengenai aturan hukum yang mengatur bidang hukum tertentu, menjelaskan bagian yang sulit untuk dipahami dari suatu aturan hukum, menganalisis hubungan antara aturan hukum yang satu dengan yang lain, menjelaskan bagian hukum, dan juga mencakup prediksi perkembangan suatu aturan hukum tertentu pada masa yang akan datang
Authority Of The Constitutional Court In Impeachment Of The President And/Or The Vice President According To The Basic Law Of The Republic Of Indonesia Of 1945 Yulianto, Winasis; Silvana Amalia, Dyah
International Journal of Educational Research & Social Sciences Vol. 5 No. 1 (2024): February 2024 ( Indonesia - Malaysia )
Publisher : CV. Inara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51601/ijersc.v5i1.773

Abstract

One of the important results of the third amendment to the Republic of Indonesia Constitution of 1945 was the impeachment of the President and/or Vice President. Prior to the third amendment to the Republic of Indonesia Constitution of 1945, there was not a single article that regulated the impeachment of the President and/or Vice President. Even though the third amendment has passed 23 years, we have never had the experience of judicial impeachment in constitutional life in Indonesia. The three presidential impeachments that have occurred in Indonesia were not judicial impeachments, but political impeachments. President Sukarno, President Suharto and President Abdurrahman Wahid were impeached but did not use legal mechanisms through the Constitutional Court. This writing will raise two legal issues: first, whether the terms contained in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, dismissal and dismissal, are appropriate according to Indonesian Law. Second, what is the mechanism for dismissing the President according to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia after the amendment. The method used in this research is normative juridical research. The approaches used in this research are the statutory approach, conceptual approach, historical approach, case approach and comparative legal approach. From the discussion in this article, it can be concluded that the words "dismissal" and "dismissed" are not appropriate. This is based on the idea that "dismissal" and "dismissed" are not legal language. Thus, according to Indonesian law, it needs to be changed with the word "Pemakzulan" for the word "dismissal" and the word "impeached" for the word "dismissed". The impeachment procedure begins with the DPR's opinion that the President and/or Vice President has committed treason against the state, corruption, bribery, other serious criminal acts or disgraceful acts and/or is proven to be ineligible as president and/or Vice President. The DPR's opinion is registered with the Constitutional Court, with the requirement that 2/3 of the DPR members must be present and 2/3 of the DPR members present support the DPR's opinion. If the Constitutional Court decides that the President and/or Vice President have been proven to have violated the law, the DPR holds a plenary session to forward the proposal to dismiss the President and/or Vice President to the MPR. No later than 30 days after the MPR receives the proposal, the MPR is obliged to hold a session to decide on the DPR's proposal. The MPR's decision on the DPR's proposal must be taken at an MPR plenary meeting attended by ¾ of the members and approved by 2/3 of the total MPR members present.
Reconstruction Of Authority Dispute Arrangements Judging In The Environment Of Judicial Power Yulianto, Winasis; Silvana Amalia, Dyah
International Journal of Educational Research & Social Sciences Vol. 5 No. 4 (2024): August 2024 ( Indonesia - Malaysia )
Publisher : CV. Inara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51601/ijersc.v5i4.858

Abstract

Reconstruction of Dispute Arrangements for the Authority to Judge in the Sphere of Judicial Authority is research to reconstruct the arrangement of disputes over the authority to judge within the jurisdiction of the judiciary from 1945 to the present. The objective to be achieved in this research is to find legal politics for the formation of laws regarding judicial disputes within the jurisdiction of the judiciary. The research method used in this research is normative juridical research, by examining various laws and regulations in accordance with the research problem. The research results show that disputes over the authority to judge within the judiciary are in the Supreme Court.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PEMAKZULAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Yulianto, Winasis; Amalia, Dyah Silvana
MIMBAR INTEGRITAS : Jurnal Pengabdian Vol 3 No 1 (2024): JANUARI 2024
Publisher : Biro Administrasi dan Akademik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/mimbarintegritas.v3i1.4097

Abstract

Salah satu hasil penting amandemen ketiga UUDN RI Tahun 1945 adalah pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sebelum amandemen ketiga UUDN RI Tahun 1945, tidak ada satu pasalpun yang mengatur pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sekalipun amandemen ketiga sudah 23 tahun berlalu, kita belum pernah memiliki pengalaman pemakzulan secara yuridis dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia. Dua kali pemakzulan presiden yang pernah terjadi di Indonesia, bukan pemakzulan secara yuridis, tetapi pemakzulan secara politis. Presiden Sukarno dan Presiden Abdurahman Wahid dimakzulkan tetapi belum menggunakan mekanisme hukum melalui Mahkamah Konstitusi. Penulisan ini akan mengangkat dua poblem hukum: pertama, apaka istilah yang termakub dalam UUDN RI Tahun 1945 pemberhentian dan diberhentikan sudah tepat menurut Bahasa Indonesia Hukum. Kedua, bagaimana mekanisme pemberhentian Presiden menurut UUDN RI Tahun 1945 pasca amandemen. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan konseptual (Conceptual Approacch), pendekatan sejarah (Historical Approach), pendekatan kasus (Case Approach), dan pendekatan perbandingan hukum (Comparition Approach). Dari pembahasan penulisan ini dapat disimpulkan bahwa kata “pemberhentian”, dan “diberhentikan” kurang tepat. Hal ini didasari pemikiran bahwa “pemberhentian” dan “diberhentikan” bukanlah bahasa hukum. Dengan demikian menurut bahasa Indonesia hukum, perlu diubah dengan kata “Pemakzulan” untuk kata “pemberhentian” dan kata “dimakzulkan” untuk kata “diberhentikan”. Prosedur pemakzulan diawali dengan pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela dan/atau terbukti tidak memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau Wakil Presiden. Pendapat DPR tersebut didaftarkan ke MK, dengan persyaratan 2/3 anggota DPR harus hadir dan 2/3 anggota DPR yang hadir mendukung pendapat DPR. Bila MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR. Paling lambat 30 hari sejak MPR menerima usul tersebut, MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR. Keputusan MPR atas usul DPR tersebut harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri ¾ anggota dan disetujui 2/3 dari jumlah anggota MPR yang hadir.
REKONSTRUKSI PENGATURAN SENGKETA KEWENANGAN MENGADILI DI LINGKUNGAN KEKUASAAN KEHAKIMAN Yulianto, Winasis; Amalia, Dyah Silvana
FENOMENA Vol 15 No 1 (2021): MEI
Publisher : Fakultas Hukum - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/fenomena.v19i1.1456

Abstract

Rekonstruksi Pengaturan Sengketa Kewenangan Mengadili di Lingkungan Kekuasaan Kehakiman adalah riset untuk melakukan rekonstruksi kembali pengaturan sengketa kewenangan mengadili di lingkungan kekuasaan kehakiman mulai tahun 1945 hingga dewasa ini. Tujuan yang hendak dicapai dalam riset ini adalah menemukan politik hukum pembentuk undang-undang tenatng sengketa mengadili di lingkungan kekuasaan kehakiman. Metode penelitian yang dipergunakan dalam riset ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan permasalahan riset. Hasil riset menunjukkan bahwa sengketa kewenangan menagdili di lingkungan kekusaaan kehakiman berada di Mahkamah Agung.
FUNGSI DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT Yulianto, Winasis
FENOMENA Vol 11 No 2 (2017): NOVEMBER
Publisher : Fakultas Hukum - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Reformasi politik di Indonesia pada tahun 1998 diikuti perubahan UUD Negara Republik Indonesia 1945 Perubahan I-IV, yang diikuti dengan perubahan sistem ketatanegaraan republik indonesian. Satu hal penting dalam ketatanegaraan RI tersebut dengan dibentuknya lembaga Dewan Perwakilan Derah, untuk melengkapi fungsi legislatif yang dijalankan oleh DPR dan MPR. Bangunan sistem keterwakilan (parlemen) suatu Negara selalu dipastikan dalam konstitusinya, karena ini merupakan salah satu pilar Negara, sejajar dengan pilar-pilar Negara lainnya (eksekutif, yudikatif dan lembaga Negara lain sesuai kebutuhan). Semula Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah dan golongan-golongan menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum (pasal 2 ayat (1)).Penataan kelembagaan Negara melalui perubahan konstitusi yang kemudian melahirkan Dewan Perwakilan Daerah DPD memang tidak serta merta muncul. kecuali ia merupakan ruh yang menjiwai lahirnya UUD 1945, juga merupakan produk sosiologi politik setelah melalui proses perguluman panjang sejarah sosiologi politik hubungan pusat dan daerah di negeri ini, sebagai bagian dari tuntutan reformasi 1998. Pembentukan DPD semula dimaksud dalam rangka merekontruksi struktur parlemen di indonesia menjadi dua kamar (bikameral) yang terdiri atas DPD dan DPR .meski diwarnai perbedaan pendapat, maka pada akhirnya menghasilkan rumusan dalam UUD 1945 yakni dalam BAB VII A (pasal 22C dan 22D).
DEMOKRATISASI PEMERINTAHAN DESA (Studi Analisis Proses Demokratisasi Pemerintahan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Di Desa Grujugan Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso) Yulianto, Winasis; Aziz, Abd
FENOMENA Vol 10 No 2 (2016): NOVEMBER
Publisher : Fakultas Hukum - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji tentang Demokratisasi Pemerintahan Desa menurut Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang terjadi di Desa Grujugan Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso. Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif yang bersifat analitis. Data penelitian ini menggunakan data sekunder dari sumber data yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tambahan. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa pelaksanaan pemerintahan yang lebih demokratis di Desa Grujugan Kecamatan Cermee telah mengalami peningkatan kualitas daripada upaya demokratisasi pada periode sebelumnya karena telah diatur dalam peraturan perundang-undangan sendiri, yakni Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAMAN DI UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI UNIT DESA SADAR TALKANDANG-SITUBONDO Yulianto, Winasis; Wulandari, Umi
FENOMENA Vol 12 No 1 (2018): MEI
Publisher : Fakultas Hukum - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Koperasi Simpan Pinjam Sadar merupakan salah satu koperasi yang berada di Situbondo yang masih aktif sampai saat ini. Koperasi Simpan Pinjam Sadar berada di bawah pengawasan Dinas Koperasi Situbondo. Koperasi Simpan Pinjam Sadar dalam bekerjanya memberi jasa agar kesejahteraan para anggota dapat terjamin dan mempermudah pemenuhan kebutuhan hidup anggotanya. Di dalam memberikan kredit, Koperasi Simpan Pinjam Sadar melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap Character (watak). Capacity (kemampuan), Capital (modal), Collateral (angunan) dan Condition of economic (prospek usaha debitur) atau yang lebih dikenal dengan istilah 5C. Perjanjian pinjaman uang merupakan suatu perjanjian antar orang atau badan usaha dengan seseorang dimana pihak peminjam diberikan sejumlah uang dengan jaminan tertentu dan di kemudian hari mengembalikan kepada yang meminjamkan dengan imbalan atau bunga tertentu. Pelaksanaan perjanjian peminjaman di Koperasi Simpan Pinjam Sadar diatur dalam KUHPerdata Pasal 1754, Pasal 1313 KUHPerdata dan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 14/Per/M.KUKM/XII/2009.