Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search
Journal : JURNAL RETENTUM

KAJIAN HUKUM PIDANA TERHADAP PERBUATAN PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL Fidelis P Simamora; Lewister D Simarmata; Muhammad Ansori Lubis
JURNAL RETENTUM Vol 2 No 1 (2020): MARET
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat-Universitas Darma Agung. (LPPM_UDA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejahatan dunia maya, bagaimana mengukur pencemaran nama baik melalui media sosial, dan bagaimana menganalisis hukum pidana terhadap pencemaran nama baik melalui media sosial. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif, dimana penulis hanya mempelajari rule of law berdasarkan fakta-fakta kasus yang terjadi berkaitan dengan pencemaran nama baik. Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari berbagai buku, jurnal, laporan penelitian, atau berita kasus yang diperoleh baik melalui media cetak maupun online. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 hingga Pasal 321 KUHP dan juga terhadap pencemaran nama baik di media sosial diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 tahun 2008. Pencemaran nama baik adalah tindakan menyebarkan informasi yang tidak benar dan umumnya dalam bentuk pencemaran nama baik dari seseorang yang berdampak buruk pada orang itu, orang yang namanya difitnah dapat mengeluh tentang pencemaran nama baik dan orang yang mengkontaminasi dapat dihukum dengan hukuman penjara dan denda seperti dalam peraturan Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (STUDI PADA KEPOLISIAN RESOR KOTA BESAR MEDAN) Toto Hartono; Mhd Ansori Lubis; Syawal Amry Siregar
JURNAL RETENTUM Vol 3 No 1 (2021): MARET
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat-Universitas Darma Agung. (LPPM_UDA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana tindak pidana pencurian menggunakan kekerasan dalam perundang-undangan hukum pidana Indonesia, bagaimana penegakan hukum pada tindak pidana pencurian melalui kekerasan pada Kepolisian Resor Kota Besar Medan, dan faktor apa yang menjadi kendala penegakan hukum pada tindak pidana pencurian melalui kekerasan pada Kepolisian Resor Kota Besar Medan ? Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak pidana pencurian melalui kekerasan pengaturannya dalam KUHP pasal 365 menyatakan: Diancam dengan pidana penjara selama sembilan tahun pencurian didahului, disertai atau diikuti kekerasan atau ancaman dengan kekerasan. Diancam dengan pidana penjara selama paling lama duabelas tahun jika dilakukan di waktu malam dalam perkarangan tertutup, jika dilakukan dua orang atau lebih, jika masuk ke dalam rumah dengan merusak atau memakai kunci palsu dan jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. Diancam pidana penjara paling lama sampai limabelas tahun jika perbuatan mengakibatkan kematian. Diancam pidana mati atau di pidana penjara selama seumur hidup atau waktu tertentu yang paling lama sampai dua puluh tahun, apabila perbuatan mengakibatkan korban luka berat atau mengalami kematian dan dilakukan dua orang maupun lebih dengan bersekutu. Sedangkan wewenang kepolisian dalam penegakan hukum diatur pada pasal 13 UU Kepolisian yang menyatakan bahwa: Kepolisian Republik Indonesia bertujuan mewujudkan tegaknya hukum.Kepolisian Resort Kota Besar Medan telah berupaya melakukan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Adapun langkah-langkah penegakan hukum tersebut adalah: menerima pengaduan dari masyarakat, melakukan penyidikan, serta melakukan pelimpahan berkas ke penuntut umum. Adapun faktor kendala dalam penegakan hukum pada tindak pidana pencurian melalui kekerasan adalah: korban meninggal dunia, pelaku adalah anak dibawah umur, tersangka mudah melarikan diri, serta pelaku menghilangkan alat bukti. Disarankan kepolisian sebaiknya berupaya melakukan penyidikan lebih intensif walaupun tanpa keterlibatan korban, sehingga walaupun korban meninggal dunia, kasusnya tetap dapat diungkap secara tuntas, dan penegakan hukum tetap dapat dilakukan dengan baik.Kepolisian sebaiknya mengefektifkan fungsi intelijen yang tersebar diseluruh daerah, sehingga tersangka yang melarikan diri ke kota lain atau kepelosok desa dapat segera ditangkap.Pemerintah sebaiknya membuat pembatasan atas pemberian diversi kepada anak pelaku pencurian dengan kekerasan dengan korban yang mengalami luka berat atau bahkan mengalami cacat seumur hidup.
PENERAPAN DIVERSI DAN RESTORATIVE JUSTICE SYSTEM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DI POLDA SUMATERA UTARA Olivia Kristanti Sianturi; Muhammad Ansori Lubis
JURNAL RETENTUM Vol 2 No 1 (2020): MARET
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v2i1.436

Abstract

Proses hukum terhadapn anak yang berkonflik dengan hukum harus mengedepankan penerapan diversi dan restorative justice system. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum tentang penerapan diversi dan restorative justice system terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana. Untuk mengetahui bagaimana peran Polri dalam penerapan diversi dan restorative justice system terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana di Polda Sumatera Utara dan untuk mengetahui bagaimana hambatan dan upaya mengatasi hambatan dalam penerapan diversi dan restorative justice system terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana di Polda Sumatera Utara. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empirik. Bahwa pengaturan tentang diversi dan restorative justice system diatur di dalam Pasal 6, pasal 7 dan Pasal 8. Adapun tujuan diversi adalah mencapai perdamaian antara korban dan Anak,menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan,menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. Peran Polri di Polda Sumatera Utara berdasarkanUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.Adapun prosedur pelaksanaan diversi di Subdit IV – Renakta Ditreskrimum Polda Sumut berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anakdengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, baik anak sebagai pelaku maupun anak sebagai korban dan mengikutsertakan pihak BAPAS dengan mengutamakan musyawarah. Mengatasi hambatan dan upaya yang dilakukan dalam penerapan diversi dan restorative justice system di Subdit IV – Renakta Ditreskrimum Polda Sumut yaitu hambatan secara internal yang salah satunya adalah tidak adanya penyidik khusus anak. Hambatan secara eksternal salah satunya yaitu sulitnya mencapai kesepakatan antara pihak korban dengan pihak anak yang berkonflik dengan hukum atau sebagai pelaku tindak pidana. Upaya yang dilakukan secara internal untuk mengatasi hambatan salah satuny adalah melaksanakan pelatihan-pelatihan kepada penyidik dan mengikutsertakan penyidik dalam pendidikan di Dikbangspes Perlindungan Anak yang dilaksanakan di Lemdiklat Mabes Polri. Upaya yang dilakukan secara eksternal salah satunya adalah terkait sulitnya mencapai kesepakatan antara pihak korban dengan pihak anak yang berkonflik dengan hukum adalah melakukan pertemuan terpisah dengan para pihak untuk menemukan titik temu untuk mencapai kesepakatan yang terbaik bagi anak.
JURIDICAL REVIEW SETTLEMENT OF TRAFFIC ACCIDENT CASES THAT CAUSED THE VICTIMS DEATH WITH A RESTORATIVE JUSTICE APPROACH (Research at the Asahan Resort Police Traffic Unit) Budiono Saputro; Mhd. Ansori Lubis; Syawal Amry Siregar
JURNAL RETENTUM Vol 4 No 1 (2022): MARET
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v4i1.1338

Abstract

Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: Bagaimana penegakan hukum penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan luka berat dan kematian dengan pendekatan keadilan restoratif? Bagaimana penerapan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan luka berat dan kematian di Satlantas Polres Asahan? Apakah hambatan dalam penerapan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan luka berat dan kematian di Satlantas Asahan? Hasil penelitian menunjukkan, penegakan hukum perkara laka lantas yang menyebabkan luka berat dan kematian melalui pendekatan keadilan restorative belum diatur dalam UU No. 22/2009 tentang LLAJ. Dasar hukum pelaksanaan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara lakalantas di wilayah hukum Polres Asahan didasari pada kewenangan diskresi kepolisian yang diatur dalam Pasal 18 UU No.2/2002 tentang Polri dan Perkapolri No. 15/2013 tentang Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas, juga mengacu dan berpedoman pada Surat Edaran Kapolri Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penerapan Keadilan Restorative Justice.Dalam Penyelesaian Perkara Pidana. Penerapan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara laka lantas yang menyebabkan luka berat dan kematian di Satlantas Polres Asahan telah berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Untuk kecelakaan lalu lintas sedang dan berat keadilan restoratif dijadikan sebagai dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara. Hambatan penerapan keadilan restoratif di Satlantas Polres Batubara dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yaitu faktor substansi hukum yang belum mendukung dan budaya hukum masyarakat yang saat ini cenderung memiliki paradigma nilai kebendaan dalam menentukan ukuran keadilan.
PERANAN PENYIDIK DALAM PENERAPAN DIVERSI PADA TAHAP PENYIDIKAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA (STUDI PADA KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA) Diana R. Hutasoit; Mhd. Ansori Lubis; Syawal Amry Siregar
JURNAL RETENTUM Vol 3 No 1 (2021): MARET
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v3i1.903

Abstract

Rumusan masalah adalah bagaimana aturan hukum dalam penerapan diversi terhadap anak, bagaimana peran penyidik dalam penerapan diversi pada tahap penyidikan terhadap anak yang melakukan tindak pidana, dan apa saja kendala dihadapi penyidik dalam penerapan diversi pada tahap penyidikan terhadap anak melakukan tindak pidana di Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diversi terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak diatur pada UU SPPA No 11 Tahun 2012, yaitu pada pasal 6 – pasal 15. Ketentuan yang diatur adalah adanya kewajiban penyidik kepolisian untuk mengupayakan diversi terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak dengan persyaratan ancaman pidana penjara tidak melebihi 7 tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Penyidik anak di Kepolisian Daerah Sumatera Utara telah melakukan upaya yang maksimal untuk menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan pidana melalui penerapan diversi. Kendala yang dihadapi penyidik anak dalam penerapan diversi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara adalah kesepakatan damai antara para pihak dalam musyawarah sulit dicapai, adanya stigma negatif dari masyarakat terhadap upaya diversi, kondisi ekonomi keluarga pelaku anak yang tergolong lemah sehingga sulit untuk memenuhi pembayaran ganti rugi kepada korban tindak pidana, serta adanya pembatasan diversi pada UU SPPA.
PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI KALANGAN MAHASISWA YANG DIUNGKAP OLEH DIREKTORAT RESERSE NARKOBA POLDA SUMUT Frans Sindi Butar-Butar; Mhd. Ansori Lubis; Syawal Amry Siregar
JURNAL RETENTUM Vol 3 No 1 (2021): MARET
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v3i1.898

Abstract

Maraknya kasus penyalahgunaan narkotika tidak hanya di kota besar, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi menengah atas. Berdasarkan data menurut status pekerjaan tersangka narkoba dari tahun 2015-2019 yang diungkap oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut pelaku tindak pidana narkotika dari kalangan mahasiswa sebanyak 410(Empat Ratus sepuluh)mahasiswa selama rentang waktu 5 (lima)tahun. Permasalahan hukum dalam penelitian ini yaitu:pengaturan hukum tindak pidana narkotika menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; peranan polisi dalam penegakan hukum untuk menangani tindak pidana narkotika di kalangan mahasiswa;dan Hambatan yang dihadapi Direktorat Reserse Polda Sumut dalam menangani tindak pidana narkotika di kalangan mahasiswa. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan data tersebut dianalisa dengan menggunakan metode analisa kualitatif.Penelitian ini menunjukkan hasil sebaiknya dalam melakukan upaya represif, Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut lebih mengedepankan treatment dan rehabilitasi terhadap pecandu narkotika dari kalangan mahasiswa; Sebaiknya pimpinan universitas-universitas negeri maupun swasta membuat Nota Kesepahaman dengan pimpinan Polda Sumut dalam rangka pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika; dan sebaiknya mahasiswa membuat gerakan anti narkoba,seperti: sosialisasi tentang kesadaran akan bahaya narkoba dalam rangka pencegahan tindak pidana narkotika di kalangan mahasiswa.
PERANAN SATUAN RESERSE NARKOBA DALAM MENCEGAH PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI KALANGAN PELAJAR (PENELITIAN PADA SATUAN RESERSE NARKOBA KEPOLISIAN RESOR SERGAI) Tri Pranata Purba; Mhd. Ansori Lubis; Darwin Sinabariba
JURNAL RETENTUM Vol 4 No 1 (2022): MARET
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v4i1.1343

Abstract

Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu Bagaimanakah faktor penyebab dan pengaturan hukum penyalahgunaan Narkoba terhadap pelajar yang melakukan penyalahgunaan Narkoba? Bagaimanakah peranan Satuan Reserse Narkoba Polres Sergai dalam mencegah penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar? Bagaimanakah upaya dan hambatan yang ditemukan oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Sergai dalam mencegah penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar? Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris, sedangkan sifat penelitian bersifat deskriptif analisis. Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan undang-undang dan konseptual. Data penelitian terdiri bersumber dari data primer dan sekunder. Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis data kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, penyebab penyalahgunaan Narkoba dikalangan pelajar didorong oleh rasa ingin tahu dan pergaulan di lingkungan masyarakat. Peranan Satuan Reserse Narkoba Polres Sergai dalam mencegah penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar, dilakukan dengan dua cara yaitu, upaya preventif dan refresif. Hambatan yang ditemukan, yaitu rendahnya antusias masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan di lingkungannya masing-masing. Selain itu, pelaksanaan Binluh oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Sergai kepada masyarakat maupun pelajar di masa pendemi covid-19 tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Upaya preventif dilakukan dengan mengusahakan agar anak tidak terlibat dalam penyalahgunaan Narkoba, yaitu dengan memberikan Binluh tentang bahaya dan dampak penyalahgunaan Narkoba. Upaya refresif dilakukan dengan cara melakukan penegakan hukum.
ANALISIS YURIDIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMAKAIAN BIDANG TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA (POLDA-SU) Nikson Silitonga; Mhd. Ansori Lubis; Syawal Amry Siregar
JURNAL RETENTUM Vol 3 No 1 (2021): MARET
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v3i1.904

Abstract

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana aturan hukum tentang pemakaian bidang tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya, bagaimana penegakan hukum dan faktor kendalanya terhadap tindak pidana pemakaian bidang tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Diperoleh hasil bahwa aturan pidana pemakaian tanah tanpa izin diatur dalam Perpu Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya. Pada pasal 2 dan pasal 6 Perpu tersebut dinyatakan bahwa pemakaian tanah tanpa izin dari yang berhak maupun kuasanya yang sah adalah perbuatan yang dilarang. Penegakan hukum dikepolisian diawali dengan menerima laporan dari masyarakat, kemudian dilanjutkan dengan penyidikan, dan berakhir dengan pelimpahan berkas perkara dan tersangkanya kepada jaksa penuntut umum. Faktor kendala adalah kesulitan membedakan perkara pidana dengan perkara perdata dalam kasus pertanahan, adanya dualisme aturan hukum, sering sulit membedakan keaslian bukti kepemilikan tanah, terdapat instansi yang berbeda mengeluarkan bukti kepemilikan atas bidang tanah yang sama pada pihak yang berbeda, serta adanya intervensi dari oknum-oknum dipemerintahan ataupun dari oknum kepolisian.
UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENCEGAH DAN MENANGGULANGI AKSI DEMONTRASI ANARKIS (STUDI DI KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA) Reza Fahlevi Kasbi; Mhd. Ansori Lubis; Syawal Amry Siregar
JURNAL RETENTUM Vol 3 No 1 (2021): MARET
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v3i1.899

Abstract

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana faktor penyebab terjadinya unjuk rasa anarkis di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara, bagaimana peran Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi unjuk rasa anarkis di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara, dan bagaimana kendala dan upaya Kepolisian dalam menanggulangi unjuk rasa anarkis di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya aksi unjuk rasa anarkis adalah: kekecewaan massa atas tuntutan demo, kurangnya antisipasi aparat keamanan, tindakan represif aparat keamanan, adanya provokator, penggunaan alkohol dan obat terlarang, keinginan orang-orang tertentu di dalam massa untuk disebut pahlawan, keterlibatan orang-orang yang tidak memahami aturan pelaksanaan demonstrasi, keterlibatan orang-orang yang hanya sekedar ikut-ikutan dan tidak mengerti tuntutan demonstrasi, keterlibatan anak di bawah umur, adanya orang-orang yang membawa senjata tajam, kurangnya antisipasi penanggungjawab demo, dan pengamanan yang lemah. Kepolisian daerah Sumatera Utara telah berupaya melakukan pencegahan dan penanggulangan anarkisme dalam aksi unjuk rasa dari sejak sebelum terjadinya aksi unjuk rasa, yaitu dari sejak proses perizinan, kemudian dilanjutkan dengan pengamanan aksi unjuk rasa, serta penindakan terhadap aksi yang dilakukan secara anarkis. Kepolisian hanya memberikan izin unjuk rasa jika memenuhi syarat yang ditetapkan dan dengan tegas menolak pemberian izin jika berpotensi anarkis. Faktor kendala yang dihadapi kepolisian dalam menanggulangi unjuk rasa anarkis adalah: sulitnya memperkirakan jumlah massa, media sosial sangat mudah menyebarkan hoax, jumlah massa yang terlalu banyak, psikologis massa mudah meledak serta kurangnya jumlah personil. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah: Penanggungjawab harus membatasi penambahan jumlah massa, penanggungjawab perlu meluruskan setiap berita bohong di dalam massa, orator sebaiknya tidak berupaya membuat suasana menjadi semakin emosional, serta perlunya penambahan personil kepolisian. Disarankan sebaiknya penanggungjawab berinisiatif menolak penambahan massa jika terdapat penambahan pengunjuk rasa yang melebihi yang dilaporkan kepada kepolisian dalam pengurusan izin oleh penanggungjawab. Sebaiknya penanggungjawab unjuk rasa perlu berperan aktif untuk meluruskan setiap berita yang berpotensi membuat kekacauan di tengah massa pengunjuk rasa. Sebaiknya orator dalam unjuk rasa tidak berupaya membuat suasana menjadi semakin emosional sehingga potensi kekerasan dapat dicegah. Orator perlu mengeluarkan kata-kata yang lebih menyejukkan agar massa tetap tenang. Pemerintah juga perlu melakukan penambahan terhadap jumlah petugas, khususnya petugas di Kepolisian Daerah Sumatera Utara sehingga tugas pengawasan atau pengamanan terhadap aktivitas masyarakat seperti unjuk rasa dapat dilakukan dengan baik.
JURIDICAL ANALYSIS OF THE SETTLEMENT OF THE CRIME OF MIDDLE THEFT THROUGH THE APPROACH RESTORATIVE JUSTICE (Research at the Medan City Police Resort) Harles R. Gultom; Mhd. Ansori Lubis; Syawal Amry Siregar
JURNAL RETENTUM Vol 4 No 1 (2022): MARET
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v4i1.1344

Abstract

Penyelidikan ini adalah kebijakan yang diterapkan untuk memaksimalkan penyelesaian kasus pencurian ringan melalui landasan hukum, hambatan, dan pendekatan keadilan restoratif di Wilayah Hukum Medan-Porestabes. Berdasarkan penyidikan, tindak pidana pencurian ringan yang diterapkan dalam restorative justice adalah tindak pidana pencurian ringan dengan kerugian tidak lebih dari Rp, menurut Perma 2 tahun 2012. 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Dalam penerapan restorative justice harus terpenuhinya syarat materil dan formil. Syarat utama dalam pelaksanaan restoratif Keadilan restoratif dalam menyelesaikan pengaduan adalah keinginan pelaku untuk mengakui kesalahaannya dan kesediaan korban untuk memaafkan pelaku. Hambatan dalam menerapkan restorative justice pada penyelesaian tindak pidana pencurian dipengaruhi oleh sistem hukum yang belum mengatur tentang restorative justice dalam penyelesaian tindak pidana, termasuk pencurian ringan. Kebijakan dalam memaksimalkan penerapan restorative justice, antara lain dengan mengatur restoratif justice dalam RUU-KUHP dan RUU KUHAP dan meningkatkan profesionalisme aparat penegak hukum. Selain juga memberikan pemahaman bagi korban bahwa inti dari restorative justice adalah pemaafan terhadap pelaku, bukanlah besarnya jumlah ganti kerugian. Demikian pula terhadap pelaku, bahwa pelaksanaan restorative justice merupakan bentuk tanggung jawab pelaku atas kesalahannya, bukanlah upaya menghindar dari proses peradilan pidana.