Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Through the Reactive to Proactive Thinking: Foresight of the AUKUS Agreement Rational Practice in the Indo-Pacific Rizki Apriliana, Adhitya Nini
Uti Possidetis: Journal of International Law Vol 5 No 2 (2024): Juni
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/up.v5i2.31812

Abstract

The AUKUS security pact between Australia, the UK, and the US, aimed at promoting prosperity in the Indo-Pacific has successfully generated significant attention. This alliance, rooted in the shared history of these powerful nations, includes the development of nuclear-powered submarines and enhanced underwater capabilities. The rise of China, particularly its actions in the South China Sea, has created tension in the region and presented a dilemma for ASEAN. The emergence of AUKUS has raised questions about its impact on ASEAN's role and whether the pact is intended to contain China. Some perceive AUKUS as a challenge to ASEAN centrality, potentially undermining the organization's ability to maintain stability and cooperation in the region. This research, using both legal and conceptual analysis, finds that AUKUS is not designed to directly confront China militarily. While AUKUS acknowledges the challenges posed by China's growing influence, it emphasizes a commitment to a free and open Indo-Pacific through cooperation rather than confrontation. This finding should reassure ASEAN and reduce concerns about the pact's destabilizing potential. Instead of viewing AUKUS with apprehension, ASEAN should explore ways to engage with the pact to address shared concerns and promote regional stability.
Indonesia's Sustainable Fisheries Agenda: From Policy to Practice of Indonesian National Plan of Action Rizki Apriliana, Adhitya Nini
JATISWARA Vol. 39 No. 2 (2024): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jtsw.v39i2.727

Abstract

There remain unanswered questions regarding practice of illegal fishing in Indonesia which two-folding the poses of significant threat to its biodiversity and contributes to the overexploitation of fisheries resources. Not only grapples with the imbalance between the abundant fishing potential, this practice indeed fundamentally encompasses various other violations beyond just the act of stealing fish. In order to address these pressing challenges, Indonesia has taken steps to optimize its national marine and fisheries resources. As a member of the 2007 RPOA-IUU, it shortly become matter of concern to this diverse archipelago with over 17.000 islands in Southeast Asia to then embraced the establishment of its National Plan of Action as a means to combat illegal fishing practices in the country's waters. After being implemented for almost a decade, the practice of illegal fishing still continues to occur. This socio-legal research questioning the real effectiveness of Indonesian National Plan of Action in combating illegal fishing. Through the combination of statute approach and conceptual approach, it analyses how this national instrument aligns with the Fisheries Legislation Model to address illegal fishing on national level. From this point onwards, it is known that this phenomenon are supported by the lack of fundamental things in fishing activities such as engine fuel, fishing gear, boat engines, supplies, and logistics are still difficult for fishermen to access. Likewise, fishermen in Indonesia still need a transfer of knowledge, especially related to the use of e-logbooks that are still minimal in Indonesia.
Sistem Sertifikasi Hasil Tangakapan Ikan Sebagai Solusi Penanggulangan Praktik Illegal Fishing Rizki Apriliana, Adhitya Nini
Jurnal Hukum Indonesia Vol. 2 No. 3 (2023): Jurnal Hukum Indonesia
Publisher : Riviera Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58344/jhi.v2i3.84

Abstract

Praktik illegal fishing menjadi masalah strategis yang patut menemukan solusi. Praktik ini merupakan ancaman besar terhadap keanekaragaman hayati di Indonesia karena sebagai negara kepulauan yang besar Indonesia dihadapkan pada persoalan illegal fishing yang dapat menyebabkan terjadinya over fishing. Satu di antara beberapa penyelesaian yang diusung oleh Indonesia dalam menanggulangi persoalan illegal fishing adalah dengan mengimplementasikan penerapan sistem sertifikasi hasil tangkapan ikan merupakan salah satu cara yang awal mulanya diinisiasi oleh persyaratan kerjasama perikanan antara Indonesia dengan Uni-Eropa. Studi ini merupakan kombinasi antara penerapan statute approach dan conceptual approach. IPOA-IUU 2001 telah memberikan rekomendasi kepada negara-negara terkait pengawasan terhadap sertifikasi dan perdagangan ikan dari negaranya. Hal ini dilakukan tentu untuk membatasi peredaran ikan dan produk berbahan dasar ikan yang berasal dari ikan yang merupakan hasil dari praktik illegal fishing. IPOA-IUU 2001 menyatakan pada bagian Internationally Agreed Market-Related Measures khususnya pada poin 68 bahwa setiap negara harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan hukum internasional termasuk untuk mengadopsi dan mengimplementasikan ketentuan penangkapan ikan sesuai dengan perjanjian World Trade Organization untuk melakukan kerjasama, baik secara internasional maupun dengan RFMO di tataran regional, untuk memastikan bahwa perdagangan perikanan atau ikan tertentu bebas dari praktik illegal fishing. Mengacu pada hal ini Indonesia telah mengadopsi dan menerapkan European Commission Regulation Number 1005/2008 on Catch Certification Scheme untuk mencegah dan memberantas praktik illegal fishing. Penerapan ini diwujudkan melalui pembentukan satuan tugas untuk persiapan implementasi European Council Regulation Number 1005/2008 of 29 September 2008 Establishing a Community System to Prevent, Deter And Eliminate Illegal, Unreported And Unregulated Fishing melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.46/MEN/II/2009 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Audit Forensik
Pendekatan Ekosistem Berkelanjutan dalam Konservasi Plasma Nutfah Sebagai Bentuk Perlindungan Benih Lobster di Sentra Buidaya Lobster Teluk Jukung Lombok Timur Rizki Apriliana, Adhitya Nini; Pitaloka, Diva; Lalu Guna Nugraha; Mujtahidin, Syamsul; Syahida, Sarah Rachel
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 6 No. 1 (2025): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v6i1.346

Abstract

Sebagai negara dengan sumber daya hayati yang sangat beragam, Indonesia melalui berbagai kesempatan telah mengadopsi langkah dan strategi yang dianggap relevan dalam menyeimbangkan aktivitas manusia dan keberlangsungan organisme lingkungan di sekitarnya. Ironisnya, mengacu pada potensi dan upaya yang telah dilakukan tersebut, hasil yang diharapkan berupa terciptanya lingkungan laut sebagai common heritage of mankind masih sulit untuk direalisasikan. Satu di antara beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan ini terjadi adalah arah perpolitikan dan kepentingan segelintir pihak yang turut menyumbang peran dalam perubahan kebijakan ekspor benih lobster, sehingga menyebabkan masih terbukanya celah untuk praktik perdagangan benih lobster illegal. Distribusi ilegal benih lobster menyebabkan terjadinya eksploitasi berlebihan yang merujuk pada penurunan populasi benih lobster. Hingga saat ini, survival rate benih lobster di Indonesia menduduki angka yang sangat rendah dan tidak ideal, yakni hanya sejumlah 0.1%. Benih lobster pada dasarnya terklasifikasikan sebagai plasma nutfah yang menurut hukum laut internasional wajib dilindungi oleh setiap negara. Hal ini dikarenakan plasma nutfah merupakan substansi pembawa gen keturunan dan merupakan kekayaan alam yang sangat berharga bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, terjadinya praktik perdagangan benih lobster illegal menjadi isu genting yang memerlukan solusi, satu di antaranya adalah dengan cara memberikan edukasi pada pelaku budidaya benih lobster terkait integrasi pendekatan eksosistem dalam pelaksanaan budidaya benih lobster. Sentra Budidaya Lobster Teluk Jukung Lombok Timur merupakan kampung perikanan budidaya lobster pertama di Indonesia yang ditetapkan secara langsung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan pembudidaya lobster untuk mengintegrasikan pendekatan ekosistem dalam kegiatan budidaya lobster dapat memiliki dampak signifikan untuk memastikan populasi lobster tidak dieksploitasi berlebihan. Dengan mengintegrasikan pendekatan ini, diharapkan pelaku budidaya dapat mempromosikan konservasi plasma nutfah yang dapat memastikan populasi lobster tetap seimbang hingga generasi yang akan datang.Kata Kunci: Benih Lobster; Perdagangan Benih Lobster Illegal; Plasma Nutfah.
Kemitraan Lobster Supply Chain Indonesia-Vietnam dalam Perspektif Prinsip Open Access and Benefit Sharing CBD dan Dampaknya terhadap Keberlanjutan Kampung Lobster Teluk Jukung NTB Rizki Apriliana, Adhitya Nini; Amalia, Ayu Riska; Nugraha, Lalu Guna; Pitaloka, Diva; Maharani, Baiq Faridha Aulya
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 6 No. 2 (2025): Jurnal Risalah Kenotariatan (in progress)
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v6i2.383

Abstract

Teluk Jukung, Lombok Timur, merupakan Kampung Budidaya Lobster yang diakui secara nasional namun menghadapi persoalan serius berupa penyelundupan benih lobster ilegal, keterbatasan akses teknologi, dan disharmoni regulasi ekspor yang membuat pembudidaya rentan secara ekonomi maupun ekologis. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, Indonesia menjalin kemitraan rantai pasok dengan Vietnam melalui transfer teknologi dan hilirisasi perikanan. Namun demikian, kemitraan ini menimbulkan pertanyaan mengenai kesesuaian dengan prinsip Open Access and Benefit Sharing (ABS) dalam Convention on Biological Diversity (CBD), khususnya mekanisme Prior Informed Consent (PIC) dan Mutually Agreed Terms (MAT). Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-legal untuk menilai implementasi ABS dalam kerja sama Indonesia–Vietnam serta dampaknya terhadap keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan pembudidaya lobster di Teluk Jukung. Temuan penelitian menunjukkan tiga aspek utama: pertama, masih terdapat ketidakharmonisan antara kebijakan nasional dan realitas sosial-ekonomi pembudidaya; kedua, terdapat celah implementasi PIC dan MAT yang menyebabkan ketidakadilan distribusi manfaat; ketiga, diperlukan model strategi pengelolaan lobster berbasis ABS untuk memastikan keterlibatan pembudidaya, mendorong transfer teknologi yang setara, dan memperkuat posisi tawar Indonesia dalam rantai pasok global. Penelitian ini memberikan rekomendasi kebijakan guna mewujudkan tata kelola budidaya lobster yang berkeadilan dan berkelanjutan. Kata kunci: Teluk Jukung; Access and Benefit Sharing, Lobster Supply Chain; Benih Lobster