Mudarahayu, Made Tiartini
Unknown Affiliation

Published : 16 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Jagat Nirmala: Tradisi Mebuug-Buugan Dalam Busana Style Feminine Exotic Berkolaborasi Dengan Butik Luh Jaum Puspa Anjani, Ayu Diah; Sudharsana, Tjok Istri Ratna Cora; Mudarahayu, Made Tiartini
BHUMIDEVI: Journal of Fashion Design Vol. 3 No. 1 (2023): Bhumidevi
Publisher : Pusa Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/bhumidevi.v3i1.2228

Abstract

Tradisi Mebuug-buugan merupakan Tradisi Sakral yang dilaksanakan sehari setelah Hari Raya Nyepi oleh masyarakat Desa Adat Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Menurut umat Hindu, tradisi ini bertujuan untuk menetralisir sifat buruk manusia. Dalam tradisi ini, lumpur menjadi simbol dosa yang melekat pada manusia dan saat tahun baru Caka dibersihkan. Secara etimologi bahasa mebuugbuugan berasal dari kata “Buug“ yang berarti tanah/lumpur dan “bhu” yang artinya ada atau wujud, sehingga berafiliasi 8 menjadi kata “Bhur ” yang artiya Bumi, tanah atau pertiwi sehingga awalan memenjadi sebuah kata kerja atau aktivitas.Dapat diartikan mebuug-buugan berarti sebuah interaktivitas dengan menggunakan tanah/ lumpur (buug) sebagai media. Oleh karena itu penulis ingin memperkenalkan tradisi mebuug-buugan a kepada masyarakat luas melalui penciptaan busana feminine exotic. Dalam penciptaan busana feminine exotic ini mempergunakan teori FRANGIPANI yaitu 8 tahapan penciptaan busana dan gaya ungkap analogi. Dari sepuluh metode tahapan FRANGIPANI hanya delapan metode penciptaan dijadikan sebagai landasan dalam penciptaan koleksi busana dengan ide pemantik tradisi mebuug-buugan kedalam tiga jenis busana meliputi ready to wear busana pria, ready to wear deluxe busana wanita, dan semi couture busana wanita. Hasil dari penciptaan busana ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang fashion.
Sudhi Jagat Ambrastha Ama Metafora Tradisi Ngaben Bikul Sebagai Inspirasi Penciptaan Busana Classic Elegant Saraswati, Ni Made; Sudharsana, Tjok Istri Ratna Cora; Mudarahayu, Made Tiartini
BHUMIDEVI: Journal of Fashion Design Vol. 3 No. 1 (2023): Bhumidevi
Publisher : Pusa Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/bhumidevi.v3i1.2229

Abstract

Ngaben tikus merupakan salah satu jenis upacara Nangluk Mrana. Hal ini diuraikan dalam buku upacara “Nangluk Mrana” karangan Tjokorda Raka Krisnu “Nangluk” berarti empangan, tanggul, pagar, atau penghalang dan “mrana” berarti hama atau bala penyakit. Mrana adalah istilah yang umum dipakai untuk menyebut jenis-jenis penyakit yang merusak tanaman. Tujuan dari Upacara Ngaben Tikus yakni untuk mengusir hama tikus. Di samping itu juga untuk mengembalikan roh tikus yang telah mati ke alamnya dan jika ditakdirkan terlahir kembali maka tidak lagi menjadi hama perusak sawah petani. Ngaben bikul mengandung nilai kearifan lokal dan juga nilai filosofi yang menyangkut aspek-aspek penting dalam kehidupan manusia menjadi inspirasi penulis dalam menciptakan karya tugas akhir dengan proses penciptaan frangipani. Frangipani merupakan tahapan penciptaan karya diterapkan kedalam tiga kategori yaitu busana ready to wear, ready to wear deluxe, dan houte couture. Menggunakan pendekatan metafora dengan gaya classic elegant yang merupakan penggabungan antara kesan klasik namun tetap elegan. Yang kemudian disimpulkan menjadi karya yang berjudul Sudhi Jagat Ambrastha Ama.
Digdaya: Analogi Debus Banten Sebagai Inspirasi Penciptaan Busana Edgy Romli, Mauliya; Sukmadewi, Ida Ayu Kade Sri; Mudarahayu, Made Tiartini
BHUMIDEVI: Journal of Fashion Design Vol. 3 No. 1 (2023): Bhumidevi
Publisher : Pusa Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/bhumidevi.v3i1.2239

Abstract

Kesenian Debus adalah seni pertunjukan yang merupakan kombinasi dari seni tari, seni suara, dan seni olah batin yang bernuansa mistis. Fenomena mistis sudah dipercaya oleh sebagian masyarakat sejak jaman dulu, kepercayaan yang berbau mistis ini didasari dari ajaram agama yang tersebar dimasyarakat.Secara historis kesenian Debus Banten mulai dikenal pada abad ke17 pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Kesenian ini tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya agama Islam di Banten. Pada awalnya kesenian ini mempunyai fungsi sebagai penyebaran agama Islam. Sebagai bentuk perjuangan rakyat dari konflik dan bersitegang dengan penjajah, para ulama memberi “bekal” menumbuhkan keberanian para pemuda, sebuah ilmu kebal kental akan daya mistis. Dengan golok menyayat-nyayat tubuh mengeluarkan darah namun tidak terasa sakit dan dapat sembuh dengan cepat. Perjuangan pada setiap-setiap ritual dan pantangan yang tidak sembarangan orang dapat ikuti, kemistisan menjadi daya tarik kesenian debus. Tertususk-tusuk tercabik-cabik diiringi lantunan ayat mengiringi permainan gerakan demi gerakan dilakukan, menaiki puncak tangga disetiap anak tangga berupa golok tajam. Merokok menghasilkan asap yang lambat laun menghilang terbawa angin. Kearifan lokal Budaya Debus Banten menjadi inspirasi penulis dalam menciptakan karya Tugas Akhir yang digarap melalui proses penciptaan karya Frangipani. Melalui tahapan tersebut penulis dapat menciptakan karya melalui pendalaman tradisi kearifan lokal budaya Debus Banten yang kemudian diterapkan dalam tiga kategori busana, yakni busana ready to wear, busana deluxe, dan busana Couture. Karya busana tersebut akan digarap melalui pendekatan Analogi dengan gaya busana edgy, tradisi debus banten dengan judul “Digdaya”.
Kasut Kumis Semeru: Metafora Anggrek Selop Tanaman Endemik Jawa Timur dalam Penciptaan Busana Karya Tugas Akhir Abdi Isa, Ni Putu Maria; K. Tenaya, A.A. Ngurah Anom Mayun; Mudarahayu, Made Tiartini
BHUMIDEVI: Journal of Fashion Design Vol. 3 No. 1 (2023): Bhumidevi
Publisher : Pusa Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/bhumidevi.v3i1.2245

Abstract

Anggrek merupakan tanaman bunga dengan nilai jual tinggi. Paphiopedilum glaucophyllum J.J.Sm. var. glaucophyllum yang lebih dikenal sebagai anggrek selop atau anggrek kantung merupakan salah satu jenis anggrek endemik Jawa Timur yang termasuk dalam kategori tumbuhan langka di Indonesia. Habitat alami anggrek selop berada di bukit sebelah selatan Gunung Semeru, Lumajang Jawa Timur. Pada habitat aslinya anggrek ini hidup menempel pada dinding – dinding yang tinggi dan curam. Pada karya tugas akhir ini saya membuat tiga tingkatan busana yaitu ready to wear, deluxe, dan couture dengan menggunakan anggrek selop sebagai ide pemantik. Setelah membedah ide pemantik saya mendapatkan lima kata kunci yaitu mahkota bunga, mengkilap, kantong/ labellum, hijau dengan corak coklat, dan ungu. Dari kata kunci yang saya dapatkan kemudia saya mengimplementasikan menggunakan gaya bahasa metafora. Metode penciptaan karya yang saya gunakan dalam menciptakan busana ready to wear, deluxe dan couture adalah metode milik Tjok Istri Ratna Cora yaitu “ FRANGIPANI The Secret Steps of Art Fashion ”, dimana FRANGIPANI memiliki 10 tahapan yang terdiri dari ide pemantik (design brief), reset sumber seni (researching and sourcing), analisa estetika elemen seni (analizing art fashion element), menarasikan ide seni fashion ke dalam visualisasi dua dimensi atau tiga dimensi (narrating of art fashion idea by 2D or 3D visualitation), memberikan jiwa - taksu (giving a soul-taksu), menginterpretasikan keunikan (interpreting of singularity), promosi (promoting), afirmasi merek (affirmation branding), Mengarahkan produksi seni fashion melalui metode kapitalis humanis (navigating art fashion production by humanist capitalism method), memperkenalkan bisnis fashion (introducing the art fashion business).
“SANG ARABICA”: Metafora Kopi Kintamani Dengan Cipta, Rasa Dan Karya Dalam Sebuah Rancangan Busana Moneko, I Kadek Dode; Sudharsana, Tjok Istri Ratna Cora; Mudarahayu, Made Tiartini
BHUMIDEVI: Journal of Fashion Design Vol. 3 No. 2 (2023): Bhumidevi
Publisher : Pusa Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kopi Arabica merupakan kopi yang memiliki cita rasa yang unik dan kompleks dibandingkan dengan kopi lainnya. Salah satu daerah yang memproduksi kopi Arabica di Bali yakni daerah Kintamani, Kabupaten Bangli. Kopi arabica sendiri telah terkenal dikalangan pecinta kopi di dunia. Untuk lebih memperkenalkan komoditas dari daerah Kintamani satu ini ke berbagai penjuru dunia dengan cara yang unik, dimana dengan mengaplikasikan kopi Arabica Kintamani dalam bentuk karya busana. Dalam penciptaannya, terdapat tiga busana yang dirancang yakni Ready to Wear, Ready to Wear Deluxe, dan Semi Couture. Ketiga busana ini dalam proses penciptaannya berawal dari ide dasar yakni kopi arabica Kintamani, kemudian dikembangkan melalui mind mapping yang membentuk kata kunci karya busana ini. Kata kunci tersebut menjadi Batasan yang menggambarkan moodboard sebagai kumpulan objek yang digunakan untuk membantu dalam mengembangkan ide dan konsep dalam merancang dan menciptakan karya busana, serta storyboard atau sketsa gambar yang menerangkan alur cerita pada karya Sang Arabica ini secara garis besarnya. Penciptaan karya busana Sang Arabica menggunakan metode Frangipani yang meliputi desain brief, research and sourching, analyzing, narrating idea, giving a soul-taksu, interpreting final collection, promoting, affirmation branding, navigating art fashion by humanist capitalism method, and introducing art fashion business. Dalam penciptaan karya busana ini diharapkan mendorong semangat mahasiswa maupun desainer muda lainnya dalam berkarya serta meniti karir dalam dunia fashion desain.
Swastra Seni Busana : Sebuah Analogi Dari ”Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro Karya Raden Saleh” Sebagai Inspirasi Penciptaan Karya Busana Berkolaborasi Dengan Pagi Motley Studio Dewi, Dewa Ayu Sinta; Adnyana, I Wayan; Mudarahayu, Made Tiartini
BHUMIDEVI: Journal of Fashion Design Vol. 4 No. 1 (2024): Bhumidevi
Publisher : Pusa Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh adalah salah satu karya seni terkenal yang menggambarkan peristiwa sejarah penting di Indonesia pada abad ke-19. Pangeran Diponegoro digambarkan dalam keadaan yang sangat dramatis, dengan tangan terikat dan dipandu oleh tentara Belanda. Lukisan ini mencerminkan semangat perlawanan dan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah. Penciptaan karya busana Tugas Akhir yang dilatarbelakangi oleh keinginan penulis dalam mengimplementasikan Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro dengan mewujudkannya kedalam karya busana dengan menggunakan teori pendekatan analogi. Metode yang digunakan dalam penciptaan karya ini adalah sembilan penciptaan Frangipani hasil penciptaan ini diharapkan dapat memperkenalkan Lukisan bersejarah yaitu Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoroa karya Raden Saleh yang di visualisasikan dengan karya busana Tugas Akhir ready to wear, ready to wear deluxe dan semi couture.
Eternity of Majesty: Analogi Keindahan Arsitektur Katedral Santo Yosef Pontianak Dalam Busana Classic Elegant Arvia, Ni Desak Made Amanda; Sudharsana, Tjok Istri Ratna Cora; Mudarahayu, Made Tiartini
BHUMIDEVI: Journal of Fashion Design Vol. 4 No. 1 (2024): Bhumidevi
Publisher : Pusa Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Gereja Katedral Santo Yosef berdiri sejak 9 Desember 1909, merupakan gereja tertua di Paroki Keuskupan Agung Pontianak. Bangunan gereja dirancang oleh arsitek asli dari Kalimantan Barat didampingi Tim Asistensi Pembangunan Gereja. Model gereja mengacu arsitektur klasik "Corinten" yang terlihat dari kubah bulat sebagai kubah utama dan diatasnya ada kubah kecil lagi yang disebut "Rotunda". Bangunan Katedral St. Yosef Pontianak memiliki arsitektur bergaya roma dengan pilar-pilar besar, jendela-jendela kaca patri yang indah menggambarkan ilustrasi orang-orang kudus, namun tetap memiliki unsur kebudayaan Dayak yang melekat. Terdapat ornamen-ornamen Dayak berupa motif burung enggang dan motif Dayak lainnya yang terukir di pintu maupun dinding Katedral. Dalam penciptaan karya Tugas Akhir studi independent ini, penulis menggunakan style minimalis, klasik dan elegan yang dipadukan dengan unsur etnik. Bentuk busana yang sederhana, tidak menggunakan layering dan menggunakan warna dasar yang netral menjadi acuan penulis dalam pembuatan desain dan pemilihan bahan. Busana dengan ide pemantik Katedral Santo Yosef Pontianak menghasilkan tiga buah karya yaitu busana ready to wear, ready to wear deluxe, semi couture. Hal yang ingin ditonjolkan dalam penciptaan desain adalah siluet ruang setengah lingkaran menyerupai kubah, Dimana kubah tersebut merupakan icon dari Katedral Santo Yosef Pontianak. Selain siluet, teknik juga cukup diperhatikan untuk membuat susunan kain menyerupai kaca-kaca patri karena kaca patri sangat identik dengan Katedral. Desain yang sederhana dan warna dasar yang netral merupakan bentuk dari penerapa gaya busana minimalis dan elegan.
Wangunan Beteng Urip : Analogi Rumah Adat Joglo Pencu Pada Busana Bergaya Logic Dengan Unsur Kultural Indartini, Ni Putu Melani; Pebryani, Nyoman Dewi; Mudarahayu, Made Tiartini
BHUMIDEVI: Journal of Fashion Design Vol. 4 No. 1 (2024): Bhumidevi
Publisher : Pusa Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Rumah Joglo Pencu merupakan sebuah bangunan tradisional yang berasal dari Kudus, Jawa Tengah. Joglo Pencu merupakan sebuah rumah hunian yang memiliki keunikan pada bagian struktur dan juga sejarah pendiriannya yang membedakannya dari rumah Joglo lainnya. Rumah Joglo Pencu sendiri merupakan karya seorang imigran China bernama The Ling Sing yang mana mualaf dan dipanggil Kiayai Telingsing. Aristektur Joglo Pencu memiliki perbedaan dengan Joglo lainnya, seperti pada tata ruangnya yang lebih sederhana, jenis atap yang digunakan, dan berbagai jenis ukiran yang diterapkan. Metode penciptaan menggunakan tahapan penciptaan "Frangipani" Design Fashion dari Dr. Tjok Istri Ratna Cora Sudharsana, tahun 2016. Dari sepuluh tahap nantiny akan digunakan hanya delapan tahap Rumah Joglo Pencu diwujudkan dalam bentuk analogi diterapkan dalam busana ready to wear, ready to wear deluxe, dan haute couture dengan kata kunci yang terpilih dengan menggunakan style Logic. Ide dari busana ini nantinya diharapkan dapat menambah referensi kepustakaan mengenai arsitektur Indonesia salah satunya Joglo Pencu, dan dapat mengenalkan Joglo Pencu secara detail lebih luas kepada masyarakat.
Yudhaka Anderpati: Tradisi Perang Lembing Kayu Dalam Busana Bergaya Edgy Y2k Larasistris, Triasmoro; Sudharsana, Tjok Istri Ratna Cora; Mudarahayu, Made Tiartini
BHUMIDEVI: Journal of Fashion Design Vol. 4 No. 1 (2024): Bhumidevi
Publisher : Pusa Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini mendeskripsikan busana bergaya Y2K, EDGY yang terinspirasi dari sebuah tradisi yang berasal dari Waanokaka, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Pasola berasal dari kata sola atau hola yang berarti kayu lembing. Dalam konteks ritual, pasola merupakan tradisi perang adat dimana dua kelompok penunggang kuda saling berhadapan, kejar-mengejar seraya melempar lembing kayu kearah lawan. Asola berasal dari kata sola atau hola yang berarti kayu lembing. Pasola diselenggarakan sekali dalam setahun yaitu pada permulaan musim tanam, tepatnya pada bulan Februari di Kecamatan Lamboya serta bulan Maret di Kecamatan Wanokaka dan Laboya Barat/Gaura. Sama halnya dengan upacara Bijalungu Hiupaana, tanggal pasti perayaan pasola ditentukan oleh para rato berdasarkan perhitungan bulan gelap dan bulan terang serta dengan melihat tanda- tanda alam. Satu bulan sebelum pasola seluruh warga harus mematuhi sejumlah pantangan antara lain tidak boleh mengadakan pesta, membangun rumah dan lain sebagainya. Pasola diselenggarakan sekali dalam setahun yaitu pada permulaan musim tanam, tepatnya pada bulan Februari di Kecamatan Lamboya serta bulan Maret di Kecamatan Wanokaka dan Laboya Barat/Gaura. Sama halnya dengan upacara Bijalungu Hiupaana, tanggal pasti perayaan pasola ditentukan oleh para rato berdasarkan perhitungan bulan gelap dan bulan terang serta dengan melihat tanda- tanda alam. Satu bulan sebelum pasola seluruh warga harus mematuhi sejumlah pantangan antara lain tidak boleh mengadakan pesta, membangun rumah dan lain sebagainya.
ETERNITY OF MAJESTY: ANALOGI KEINDAHAN ARSITEKTUR KATEDRAL SANTO YOSEF PONTIANAK DALAM BUSANA CLASSIC ELEGANT Arvia, Ni Desak Made Amanda; Sudharsana, Tjok Istri Ratna Cora; Mudarahayu, Made Tiartini
BHUMIDEVI: Journal of Fashion Design Vol. 4 No. 2 (2024): Bhumidevi
Publisher : Pusa Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Gereja Katedral Santo Yosef berdiri sejak 9 Desember 1909, merupakan gereja tertua di Paroki Keuskupan Agung Pontianak. Bangunan gereja dirancang oleh arsitek asli dari Kalimantan Barat didampingi Tim Asistensi Pembangunan Gereja. Model gereja mengacu arsitektur klasik "Corinten" yang terlihat dari kubah bulat sebagai kubah utama dan diatasnya ada kubah kecil lagi yang disebut "Rotunda". Bangunan Katedral St. Yosef Pontianak memiliki arsitektur bergaya roma dengan pilar-pilar besar, jendela-jendela kaca patri yang indah menggambarkan ilustrasi orang-orang kudus, namun tetap memiliki unsur kebudayaan Dayak yang melekat. Terdapat ornamen-ornamen Dayak berupa motif burung enggang dan motif Dayak lainnya yang terukir di pintu maupun dinding Katedral. Dalam penciptaan karya Tugas Akhir studi independent ini, penulis menggunakan style minimalis, klasik dan elegan yang dipadukan dengan unsur etnik. Bentuk busana yang sederhana, tidak menggunakan layering dan menggunakan warna dasar yang netral menjadi acuan penulis dalam pembuatan desain dan pemilihan bahan. Busana dengan ide pemantik Katedral Santo Yosef Pontianak menghasilkan tiga buah karya yaitu busana ready to wear, ready to wear deluxe, semi couture. Hal yang ingin ditonjolkan dalam penciptaan desain adalah siluet ruang setengah lingkaran menyerupai kubah, Dimana kubah tersebut merupakan icon dari Katedral Santo Yosef Pontianak. Selain siluet, teknik juga cukup diperhatikan untuk membuat susunan kain menyerupai kaca-kaca patri karena kaca patri sangat identik dengan Katedral. Desain yang sederhana dan warna dasar yang netral merupakan bentuk dari penerapa gaya busana minimalis dan elegan.