Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

MAKNA VERBA MAJEMUK ~KIRU DALAM BAHASA JEPANG: KAJIAN STRUKTUR DAN SEMANTIS Taqdir Taqdir; Nani Sunarni; Agus Suryadimulya
Aksara Vol 26, No 1 (2014): Aksara, Edisi Juni 2014
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1790.255 KB) | DOI: 10.29255/aksara.v26i1.143.47-56

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur verba majemuk (V + V) dalam bahasa Jepang. Struktur tersebut meliputi pembentukan zenkoudoushi (verba awal) dengan koukoudoushi (verba akhir). Verba akhir (koukoudoushi) yang menjadi objek dalam makalah ini adalah verba ~kiru. Sementara itu, zenkoudoushi (verba awal) dalam pembahasan ini meliputi joutai doushi ‘verba statis’, keizoku doushi ‘verba kontuinitas’, shunkan doushi ‘verba fungtual’ dan daiyonshu doushi ‘verba bagian ke empat’. Pengklasifikasi ini mengacu pada pengklasifikasian verba Kindaichi. Kiru sebagai verba tunggal bermakna memotong, mengirisi, memutuskan, dan mematikan. Kiru pada saat digabungkan dengan verba lain akan membentuk sebuah verba majemuk yang mempunyai beberapa arti. Secara garis besar verba gabung kiru memiliki dua makna, yakni makna dari segi leksikal dan makna dari segi sintaksis.Secara leksikal verba gabung ~kiru bermakna setsudan ‘pemotongan’ dan shuketsu ‘selesai/berkahir’, sedangkan dari segi sintaksis memiliki makna kyokudo ‘luar biasa / tak terhingga’ dan makna kansui ‘perfektif’. Verba gabung ~kiru yang melekat pada verba kontuinitas (keizokudoushi) akan bermakna setsudan setsudan ‘pemotongan’, shuketsu ‘selesai/berkahir’, dan kansui ‘perfektif’, sedangkan apabila melekat pada verba fungtual (shunkandoushi) akan bermakna kyokudo ‘luar biasa/tak terhingga’. 
VARIAN MAKNA KATA TOKI SEBAGAI NOMINA PENANDA KEWAKTUAN DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG Nani Sunarni
Metahumaniora Vol 9, No 2 (2019): METAHUMANIORA, SEPTEMBER 2019
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v9i2.25043

Abstract

Penelitian ini difokuskan pada makna kata toki ‘waktu’ dalam kalimat bahasa Jepang. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa kalimat yang di dalamnya terdapat kata toki. Dari hasil analisis teridentifikasi tujuh makna kata toki, yaitu pertama kata toki yang memiliki makna denotative yaitu waktu. Dan yang lainnya yaitu digunakan untuk mengekspresikan waktu yang tepat dalam kondisi dilakukannya suatu kegiatan, kondisi atau kegiatan lain pun terjadi dalam waktu yang bersamaan, menyatakan waktu atau masa selama sesuatu berada dalam kondisi tertentu, dalam kondisi atau dalam situasi, menyatakan kesempatan, dan menunjukkan ekspresi yang bersifat kebiasaan. Selain itu, dalam kategori sebagai konjungsi toki yang dilekati oleh partikel ni (toki) digunakan dalam bahasa lisan untuk mengeksprresikan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan pembicaran sebelumnya. Kata kunci: kesempatan, situasi, toki, waktu,
STRUKTUR KLAUSA VERBAL DALAM BAHASA INDONESIA DAN BAHASA JEPANG: SUATU ANALISIS KONTRASTIF Wahya -; Nani Sunarni; Endah Purnamasari
Sosiohumaniora Vol 3, No 1 (2001): SOSIOHUMANIORA, MARET 2001
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v3i1.5198

Abstract

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Pendeskripsian data bahasa Indonesia dan bahasa Jepang menggunakan metode distribusional. Hasil pendeskripsian dibandingkan secara kontrastif. Berdasarkan hasil penelitian, struktur klausa verbal bahasa Indonesia dan bahasa Jepang berbeda. Perbedaan yang menonjol ditunjukkan oleh relasi verba dengan objek. Dalam bahasa Indonesia, objek berposisi pascaverbal (VO), sedangkan dalam bahasa Jepang, objek berposisi praverbal (OV). Relasi predikat verbal dengan argumen (subjek dan objek) tidak ditandai dengan partikel dalam bahasa Indonesia, sedangkan dalam bahasa Jepang relasi itu ditandai dengan partikel (joshi), yakni wa atau ga dalam predikasi; o atau ga dalam komplementasi. Kata kunci: klausa verbal, pra-verbal, pasca-verbal
EFEKTIFITAS “PEWARISAN PERIBAHASA” MELALUI PENDIDIKAN MASYARAKAT SEBAGAI MEDIA PEMBENTUK KARAKTER BANGSA INDONESIA DI ERA GLOBAL Nani Sunarni
FKIP e-PROCEEDING 2017: PROSIDING SEMINAR NASIONAL #3: BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DALAM KONTEKS GLOBAL
Publisher : Pendidikan Fisika FKIP UNEJ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Peribahasa merupakan kearifan lokal yang berupa produk lama dan terus hidup sampai zaman modern bahkan bisa sampai masa mendatang apabila terus diwariskan dari generasi ke generasi. Sistem pewarisan tidak hanya dapat disampaikan melalui pendidikan formal saja, namun dapat pula diwariskan melalui pendidikan di masyarakat secara nonformal. Penggunaan peribahasa dalam komunikasi sehari-hari baik lisan maupun tulisan dapat dianggap lebih efektif daripada hanya disampaikan secara formal tanpa membudayakannya dalam komunikasi sehari-hari. Peribahasa dalam bahasa Indonesia sangat bervariasi dan salah satu diantaranya yaitu peribahasa yang terkait dengan “etika berkehidupan”. Contoh “di mana bumi di pijak, di situ langit dijunjung”. Peribahasa tersebut bermakna agar bangsa Indonesia dapat hidup menyesuaikan diri di mana mereka berada”mengingat bangsa Indonesia yang sangat beraneka ragam baik suku, agama, maupun budaya. agar saling menghormati dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptrif. Data yang digunakan yaitu peribahasa bahasa Indonesia yang terkait dengan etika. Sebagai landasan analisis data digunakan teori tentang pembelajaran bahasa menurut pandangan Michiya (1983). Hasil penelitian ini, teridentifikasi bahwa penggunaan peribahasa dalam komunikasi di masyarakat sangat efektif sebagai pewarisan budaya. Penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan model aplikasi pewarisan budaya melalui peribahasa sebagai dasar pandangan hidup masyarakat Indonersia di era global. Kata-kata Kunci: era global, bangsa Indonesia, peribahasa, pendidikan masyarakat
FUNGSI TEIDO NO FUKUSHI KONNANI, SONNANI, DAN ANNANI DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG Rahadiyan Duwi Nugroho; Yuyu Yohana; Nani Sunarni
Metalingua: Jurnal Penelitian Bahasa Vol 12, No 2 (2014): METALINGUA, EDISI DESEMBER 2014
Publisher : Balai Bahasa Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (142.265 KB) | DOI: 10.26499/metalingua.v12i2.27

Abstract

TULISAN ini memfokuskan pada kajian fungsi adverbia konnani ‘begini; seperti ini’,sonnani ‘begitu: seperti itu’, dan annani ‘begitu; seperti itu’ dalam kalimat bahasaJepang. Adapun adverbia ini, di samping menerangkan satuan gramatikal, berfungsisebagai penunjuk (shiji kinou). Data bersumber dari novel Bottchan (2003). Masalahpenelitian ini dibatasi pada identifikasi struktur kalimat yang mengandung adverbiatujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif.Berdasarkan hasil penelitian, teridentifikasi bahwa adverbia konnani, sonnani, danannani dapat menerangkan satuan gramatikal, seperti verba, adjektiva, frasa nominal,frasa verbal, dan klausa, serta dapat menunjuk acuan, seperti orang, benda, perbuatan,perihal, peristiwa, dan situasi. Keterkaitan antara satuan gramatikal dengan acuantunjuknya terhubung melalui referensi anafora dan katafora.
SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA JEPANG DAN PENELITIANNYA Nani Sunarni; Onin Najmudin
Makna: Jurnal Kajian Komunikasi, Bahasa, dan Budaya Vol 3 No 1 (2018): MAKNA : Jurnal Kajian Komunikasi,Bahasa, dan Budaya
Publisher : Fakultas Komunikasi, Sastra, dan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33558/makna.v3i1.843

Abstract

There is a long history of the development and research of Japanese language. Morita (1990:282) divided the development of Japanese language into seven periods: Kodai (13000BC–600AD), Jodai (600-784), Chuuko (784- 1184), Chuusei (1184-1603), Kinsei (1603-1867),Kindai (1868-1945), and Gendai (1946-1989). On the other hand, Hibatani (1996) indicatedfive periods of Japanese language development: Nara (710) Jouko Nihongo’Old Japanese’,Heian (794) Chuuko Nihongo’ Late Old Japanese’, Kamakura (1185/1192), Muromachi[1331/1392] ) Chuusei Nihongo’Middle Japanese’, Edo (1603) Kinsei Nihongo’ or EarlyModern Japanese’, and Meiji (1868), Taisho (1912), Showa (1926), Heisei (1989) - GendaiNihongo as ’Modern Japanese’. The present study aims to identify the development as well asstudies of Japanese language from old to modern period. Thus, the present study aims todiscuss the birth of Japanese language from the adoption of the Chinese language of kanbunand kanji by the Buddhist monks, the research of writings from Nara period in which thereading of Japanese language was started, bushu ‘radical’, sound, as well as the meaning ofKanji and the research toward koten-kogo that delivered the change in phoneme, joshi(kantou joshi), and prefix. In addition, there is a discussion toward the birth of waka danrenga lahir te, ni o, ha in Kanazukai’s study which became a milestone for grammar andphoneme change.
TELAAH KATA HAJIME DAN HAJIMETE DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG DAN PADANANNYA DALAM BAHASA INDONESIA Nani Sunarni; Onin Najmudin
Makna: Jurnal Kajian Komunikasi, Bahasa, dan Budaya Vol 5 No 2 (2019): MAKNA: Jurnal Kajian Komunikasi, Bahasa, dan Budaya
Publisher : Fakultas Komunikasi, Sastra, dan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33558/makna.v5i2.1808

Abstract

Penelitian ini difokuskan pada kajian kata hajime dan hajimete serta padanannya dalam bahasa Indonesia. Data yang digunakan berupa kalimat-kalimat yang mengandung kedua kata di atas. Data dianalisis melalui kajian stuktur dan makna dengan berdasarkan teori yang bersifat eklektis. Hasil kajian data teridentifikasi bahwa hajime berkategori nomina, sedangkan hajimete berkategori adverbia. Namun, bila secara struktur berfungsi sebagai predikat dapat pula digunakan sebagai nomina. Secara makna teridentifikasi bahwa hajime memiliki lima makna, yaitu (a) menunjukkan makna “mulai”, (b) menyatakan makna permulaan atau pada awalnya, (c) munculnya sesuatu perkara, (d) menyatakan sesuatu yang di awal diantara sesuatu yang banyak, dan (e) kata yang digunakan waktu memberikan sesuatu yang dijadikan inti. Sedangkan, hajimete bermakna (1) baru pertama kali yang sampai saat itu tidak ada atau tidak pernah, (2) dengan kejadian waktu itu lambat laun ~ akhirnya. Hasil kajian bermanfaat untuk mempermudah penggunaan dan pemahaman kata hajime dan hajimete dalam komunikasi baik lisan maupun tulisan.
PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA PADA KONTEN VIDEO KERY ASTINA DI TIKTOK: KAJIAN PRAGMATIK Fadhila Afiya; Riza Lupi Ardiati; Rosaria Mita Amelia; Nani Sunarni
Metahumaniora Vol 12, No 2 (2022): METAHUMANIORA, SEPTEMBER 2022
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v12i2.37670

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud pelanggaran prinsip kerja sama pada konten video Kery Astina di aplikasi Tiktok sekaligus menginterpretasikan makna implikatur dari tuturan yang melanggar prinsip kerja sama pada konten video Kery Astina di aplikasi Tiktok. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini berupa sebuah video yang cukup viral. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik simak dan catat. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah teknik kualitatif yang dimulai dengan cara mengumpulkan data, mereduksi data, penyajian data, dan verifikasi serta penarikan simpulan. Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis data adalah pendekatan pragmatik berdasarkan teori dari Grice (1989). Hasil penelitian menunjukkan terdapat wujud pelanggaran prinsip kerja sama dengan 3 jenis maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, dan maksim relevansi. Sementara makna implikatur dari setiap tuturan adalah berbeda sesuai dengan konteks yang ada pada tuturan.
Struktur Kalimat Perbandingan Berpemarkah -you Bermakna Menyatakan Kesamaan sebagai Reiji (例示) dan Hikyou (比況) Nani Sunarni
Ayumi : Jurnal Budaya, Bahasa, dan Sastra Vol 9 No 1 (2022): AYUMI: Jurnal Budaya, Bahasa dan Sastra
Publisher : Faculty of Letters, Dr. Soetomo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (857.451 KB) | DOI: 10.25139/ayumi.v9i1.4331

Abstract

This research is within the scope of syntactic studies, focused on the study of comparative sentences marked with -you which express similarities by showing examples or reiji (例示) and which express similarities through comparisons or parables with something or hikyou (比況). The data used are comparative sentences sourced from Manabou Nihongo Shochuukyuu's book (Igari Miho et al., 2006) and self-made sentences (sakurei). The method of this study is a qualitative descriptive method. The sentence pattern mentioned first consists of has five patterns, namely 「V youni V」,「N no youni V」, 「N no youni A」,「V/N no youna N」,「 N no you (da)」. And the second mentioned sentence pattern has two patterns, namely 「N no youna N」and 「N no youni V (A)」. The 「V youni V」 pattern expresses the similarity meaning of the activity. The pattern 「N no youni V」expresses the meaning of similarity related to the activity of a person or object that is a concrete example. The pattern 「N no youni A」 expresses the meaning of the similarity of a condition or nature contained in a person or an object. The pattern 「V/N no youna N」 expresses the meaning of stating the similarity related to the activity or resemblance to an object being exemplified. The pattern 「N no you (da)」 means to express the similarity between an object and the object being exemplified. Then, the pattern 「N no youna N」 states the meaning of resemblance to the comparison between objects and objects. Meanwhile, the pattern 「N no youni V(A)」 expresses the meaning of similarity through comparisons expressed by verbs or adjectives with nouns. This study can be used as teaching material for understanding comparative sentences in Japanese. Keywords: comparison sentences; hikyou; reiji; -you
Budaya Jepang pada Tuturan Implikatur Percakapan Pembelajar BIPA Jepang Tingkat Dasar: Kajian Pragmatik Lintas Budaya Afina Naufalia; Nani Darmayanti; Nani Sunarni
Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa, dan Sastra Vol. 9 No. 2 (2023)
Publisher : Universitas Cokroaminoto Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30605/onoma.v9i2.2810

Abstract

Penelitian ini merupakan penelitian Pragmatik yang fokus pada kajian Pragmatik Lintas Budaya, yakni mengkaji komunikasi yang dilakukan oleh budaya yang berbeda pada lingkungan yang berbeda. Adapun yang dikaji adalah implikatur percakapan yang dituturkan oleh pembelajar BIPA asal Jepang tingkat dasar ketika berbicara bahasa Indonesia saat proses pembelajaran berlangsung. Melalui implikatur percakapan yang dituturkan pembelajar Jepang, akan tampak ciri khas budaya Jepang ketika pembelajar menyampaikan maksud yang ingin mereka sampaikan secara tersirat, sehingga akan muncul keunikan budaya dalam peristiwa tutur. Itulah keunikan dan keterbaruan penelitian ini. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan wujud implikatur percakapan yang dituturkan oleh pembelajar BIPA asal Jepang tingkat dasar di Universitas Padjadjaran. Peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah pembelajar BIPA asal Jepang berjumlah dua orang yang tergabung dalam program pembelajaran BIPA di Pusat Bahasa Unpad, Dipatiukur. Data dikumpulkan dengan teknik rekam, simak, catat, kemudian ditranskripsi. Selanjutnya, data dianalisis dengan menganalisis tuturan yang mengabaikan prinsip kerja sama pada dialog. Dari hasil analisis terhadap implikatur, kemudian dijelaskan budaya yang terkandung dalam implikatur tersebut. Secara singkat, hasil analisis mendeskripsikan bahwa pembelajar Jepang melakukan implikatur sebanyak lima kali, di antaranya implikatur memberikan informasi, menyindir, menolak, dan mengakui. Dari implikatur yang dituturkan oleh pembelajar Jepang, dapat disimpulkan bahwa budaya Jepang adalah memiliki budaya yang bebas, taat aturan, suka berbasa-basi, dan sangat sopan (menjaga privasi). Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembelajaran BIPA, khususnya bagi pengajar untuk menyiapkan strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan latar belakang budaya pembelajar BIPA.