Dalam proses peradilan pidana sering kali dijumpai kejanggalan dalam proses penegakan hukumnya. Namun keberadaan penasihat Hukum dalam pelaksanaannya sering kali mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya , sehingga dengan keluarnya UU Nomor. 18 Tahun 2003, tentang Advokat telah terjadi perubahan perlakuan keseimbangan dalam penegakan hukum. Dalam proses perkara pidana seorang tersangka/terdakwa akan berhadapan dengan negara melalui aparaturnya, dimana kedudukan tersebut tidak seimbang, mengingat bahwa yang bersangkutan menghadapi sosok yang lebih tegar yakni negara lewat aparat-aparatnya. Kedudukan yang tidak seimbang ini melahirkan suatu gagasan bahwa tersangka/terdakwa harus memperoleh bantuan hukum dari seorang Penasihat Hukum. Bantuan yang berupa pembelaan tersebut diatur dalam KUHAP pasal 69-74, sedangkan tujuan pembelaan dalam perkara pidana pada hakekatnya adalah membela kepentingan tersangka/terdakwa, dalam menghadapi suatu perkara. Pemberian bantuan hukum dalam proses pidana adalah suatu prinsip-prinsip negara hukum yang dalam taraf pemeriksaan pendahuluan diwujudkan dengan menentukan bahwa untuk keperluan menyiapkan pembelaan, tersangka terutama sejak saat dilakukannya penangkapan dan atau penahanan, berhak untuk menunjuk dan menghubungi serta minta bantuan penasehat hukum. Adalah hak dari seseorang yang tersangkut dalam suatu perkara pidana untuk dapat mengadakan persiapan bagi pembelaannya maupun untuk mendapat penyuluhan tentang jalan yang dapat ditempuhnya dalam penegakan hak-haknya sebagai tersangka atau terdakwa. Untuk itu tersangka / terdakwa diberi kesempatan untuk mengadakan hubungan dengan orang-orang yang dapat memberikan bantuan hukum. Dari uraian tersebut diatas, dipilih judul yang sesuai adalah “ Peran Penasihat Hukum dalam proses Peradilan Pidana” supaya hal tersebut dapat menjadi pegangan terutama aparat penegak hukum menjalankan profesinya sesuai perundang-undangan.