Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UU NOMOR 12 TAHUN 2011 Masriyani Masriyani
Jurnal LEX SPECIALIS No 15 (2012): Juni
Publisher : Jurnal LEX SPECIALIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (112.704 KB)

Abstract

Abstract Law No. 12 Year 2011 on the Establishment Regulation Legislation is the implementation of the implementation of the People's Consultative Assembly Decree as a hierarchy of legislation in Indonesia. In the description of this paper tries to examine two things: first, an analysis of the basic consideration of the inclusion of the PCA provisions in the hierarchy of legislation, both the analysis of the position of the PCA provisions in the legislation system in accordance with Law No. 12 Year 2011. Amendment Act of 1945 has changed the position of the People's Consultative Assembly of the highest state institution into an institution of the country. These changes also have implications on the product law (statutes Consultative Assembly) which is born of laws MPR after the determination is subject to review only (beschiking) and is set to the (internal regulation). And according to Article 2 and 4 Decree of the People's Consultative Assembly of the Republic of Indonesia Number I/MPR/2003 was declared valid. The position of the PCA provisions under Law no. 12 In 2011, placed under the Act Key Note : hierarchy of legislation
PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PEMBINAAN OLEH CAMAT TERHADAP PEMERINTAHAN DESA PUDAK KABUPATEN MUARO JAMBI Masriyani Masriyani
Jurnal LEX SPECIALIS No 18 (2013): Desember
Publisher : Jurnal LEX SPECIALIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.513 KB)

Abstract

Secara garis besar tugas pembinaan Camat terhadap pemerintah desa yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan pada dasarnya mempunyai kesamaan dalam pelaksanaan tugas-tugas pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintahan desa. Penelitian dan penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran seorang camat dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap desa yang secara hierarki berada dibawah pemerintahan kabupaten dan memiliki otonomi wilayah sendiri, adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimana peran camat terhadap pengawasan dan pembinaan terhadap desa Pudak kabupaten Muaro Jambi. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian hukum empiris, dimana penulis menganalisa secara langsung ke lapangan mengenai peran camat yang kemudian dikaitkan dengan perundang-undangan yang berlaku. Adapun hasil dari pembahasan penelitian ini digambarkan bahwa camat telah melaksanakan peran pengawasan dan pembinaan, akan tetapi masih belum optimal dilaksanakan sebagaimana seharusnya sesuai yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008. Untuk terlaksananya secara rutin, berkala dan optimal fungsi camat ini, maka dibutuhkan peran pengawasan dari inspektorat terkait terhadap fungsi camat tersebut, sehingga dengan demikian diharapkan camat lebih aktif melakukan perannya. Kata kunci:  pengawasan , pembinaan, pemerintahan desa
PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI TERHADAP PERUSAHAAN YANG MENIMBULKAN PENCEMARAN SUNGAI DI KABUPATEN MUARO JAMBI BERDASARKAN PERDA NOMOR 6 TAHUN 2012 Masriyani Masriyani; Islah Islah; Muhammad Badri
Jurnal LEX SPECIALIS No 24 (2016): Desember
Publisher : Jurnal LEX SPECIALIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (110.046 KB)

Abstract

Pencemaran lingkungan dari kegiatan industri yang menghasilkan limbah, bukan hanya terjadi di kota-kota besar saja, akan tetapi juga dapat terjadi di kabupaten Muaro Jambi. Untuk mengatasi pencemaran lingkungan tersebut, diperlukan peran serta masyarakat yang peduli pada lingkungannya untuk selalu melakukan pengawasan terhadap limbah-limbah industri. Pencemaran lingkungan yang terjadi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, diatur pula sanksi administrasi dari pencemaran lingkungan hidup tersebut dalam peraturan daerah. Penelitian ini akan mengkaji pokok masalah tentang bagaimana penerapan sanksi, kendala apa yang dihadapi dan bagaimana upaya yang dilakukan dalam pencemaran yang terjadi pada sungai Batanghari Jambi khususnya di wilayah kabupaten Muaro Jambi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empiris yakni dengan melakukan penelitian terhadap data dan fakta yang didapat di lapangan, yang selanjutanya dilihat dan dikaji apakah sejalan dengan peraturan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukan bahwa sanksi yang diterapkan sanksi administrasi yang diterapkan berdasarkan Perda Nomor 6 Tahun 2012 adalah teguran lisan dan teguran tertulis. Kendala yang dihadapi dalam penerapan sanksi administrasi terhadap perusahaan yang melakukan pencemaran sungai, apabila diterapkan sanksi administrasi yang berat, keras dan tegas dengan mencabut izin dan menutup perusahaan di Kabupaten Muaro Jambi, tentu kendalanya akan timbul gejolak sosial yang berupa tejadinya pemutusan hubungan kerja yang menyebabkan terjadinya pengangguran dan rawan kriminalitas. Sedangkan gejolak ekonomi yang timbul tenaga kerja yang bertempat tinggal disekitar perusahaan akan kehilangan pengahasilan untuk membiayai kehidupan sehari-hari, dan bagi pemerintahan tentu akan kehilangan pendapatan dari hasil pemungutan retribusi dan pajak daerah. Upaya mengatasi kendala yang dihadapi dalam penerapan sanksi administrasi terhadap pencemaran lingkungan hidup, adalah pemerintahan daerah setempat, dalam hal ini instansi terkait, baik Gubernur, Bupati, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup, Badan Lingkungan Hidup Daerah perlu secara terus-menerus dan berkesenambungan serta terprogram dengan baik untuk meningkatkan kegiatan pembinaan dan pengawasan (controling) terhadap aneka kegiatan industri besar, menengah dan kecil yang ada di Kabupaten Muaro Jambi
PELAKSANAAN PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 1999 PADA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN (BP4K) KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Masriyani Masriyani
Jurnal LEX SPECIALIS No 23 (2016): Juni
Publisher : Jurnal LEX SPECIALIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.446 KB)

Abstract

Kedudukan Pegawai Negeri Sipil adalah sangat penting dan menentukan. Berhasil tidaknya misi dari pemerintah tergantung dari aparatur negara karena pegawai negeri merupakan aparatur negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dalam mewujudkan cita-cita pembangunan nasional. Tulisan ini mengkaji masalah pokok yaitu : Bagaimana pelaksanaan peraturan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 di BP4K Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan bagaimana penerapan sanksi terhadap pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil di  BP4K  Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data penelitian lapangan.Hasil penelitian  menunjukkan bahwa : Pelaksanaan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri berdasarkan Undang-Undang  Nomor 43 Tahun 1999 j.o. PP Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin pegawai negeri pada Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Tanjabar melalui pelaksanaan pengawasan langsung oleh atasan (pengawasan melekat), Penerapan hukuman disiplin pada Kantor BP4K dilaksanakan dengan sistem dan prosedur dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dengan penjatuhan sanksi admisitrasi pelanggaran disiplin PNS di BP4K dimulai dari pemanggilan, pemeriksaan, penjatuhan dan penyampaian keputusan hukuman disiplin. Kata Kunci : Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, BP4K, Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
DASAR PERTIMBANGAN MASUKNYA KETETAPAN MPR DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Masriyani Masriyani
Jurnal LEX SPECIALIS No 19 (2014): Juni
Publisher : Jurnal LEX SPECIALIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.183 KB)

Abstract

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan merupakan  implementasi atas pemberlakuan Ketetapan MPR sebagai hierarki perundang-undangan di Indonesia. Dalam uraian tulisan ini mencoba menelaah ; analisis terhadap dasar pertimbangan masuknya ketetapan MPR dalam hierarki perundang-undangan, dalam sistem perundang-undangan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah merubah kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara. Perubahan tersebut berimplikasi pula pada produk hukum (ketetapan MPR) dimana produk hukum yang dilahirkan MPR setelah dilakukan peninjauan hanya bersifat penetapan (beschiking) dan bersifat mengatur ke dalam (internal regulation). Dan menurut Pasal 2 dan 4 Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 masih dinyatakan berlaku. Adapun kedudukan ketetapan MPR menurut UU No. 12 Tahun 2011 yang ditempatkan di bawah Undang-Undang Dasar 1945 merupakan suatu kerancuan dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia karena ketetapan MPR yang dimaksud mengandung ketidakpastian secara hukum. Sebagai produk hukum dari lembaga negara tentu mempunyai implikasi hukum  layaknya produk hukum yang dibuat oleh eksekutif dan legislatif. Kata kunci : ketetapan MPR, dasar pertimbangan, hierarki perundang-undangan
PELAKSANAAN JUAL BELI GAS ANTARA AGEN DENGAN PANGKALAN SERTA PERMASALAHANNYA DI KOTA JAMBI Masriyani Masriyani
Jurnal LEX SPECIALIS 2013: Edisi Khusus Agustus 2013
Publisher : Jurnal LEX SPECIALIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.498 KB)

Abstract

Sistem pelaksanaan jual-beli gas yang dilakukan dengan pihak agen dengan pangkalan adalah melalui pemesanan gas terlebih dahulu, pengiriman gas dari agen ke pangkalan, pembayaran. Selanjutnya sistem perjanjian dalam jual-beli gas antara pihak agen dengan pihak pangkalan, adalah diatur dalam suatu surat perjanjian bersama, dimana agen sebagai pihak pertama, dan pangkalan sebagai pihak kedua. Keduanya sepakat melakukan perjanjian yang dimuat dalam pasal demi pasal. Permasalahan maupun kendala dalam pelaksanaan jual-beli gas di sini adalah sering kelangkaannya gas, yang berpengaruh dari naiknya harga BBM secara menyeluruh, dan juga disebabkan persediaan gas dari pihak pertamina itu sendiri, sehingga hal ini berpengaruh ke agen, kepangkalan dan juga kepengecer atau masyarakat/konsumen itu sendiri. Key Note :   Jual Beli Gas, Agen dengan Pangkalan,Kota Jambi
IMPLEMENTASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PEMBAHASAN DAN PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA DPRD PROVINSI JAMBI Masriyani Masriyani
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol 17, No 2 (2017): Juli
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (326.965 KB) | DOI: 10.33087/jiubj.v17i2.361

Abstract

Mandated in the local government law as stipulated in Article 354, that opened space for public participation in the implementation of local government for the realization of a good government. In this paper will be described how the importance of community participation in theory view and how the implementation of community participation, especially in the discussion and determination of regional expenditure budget in Jambi province. It is concluded that theoretically, community participation has an important influence in the formation of a rule of law. The importance of this participation is due to the mixing of political interests in local government. So the law or rules produced will bring the public interest, not a certain political pressure. In the discussion and stipulation of the regional expenditure budget on the legislative council, although it has been regulated by Act No 23 of 2014, and in the DPRD  Code of Conduct, it has not yet been optimally implemented. Because the participation of the community is done only limited listening without any initiative to request ideas, suggestions or anspirasi community leaders presented at the hearing with opinions. It is therefore recommended that further regulation be established on the mechanism of implementation of community participation in the establishment of every legal product in the region. So it has a groove and procedures and legal umbrella that has legal certainty.Keyword: Participate of citizen in law making process
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PELANGGARAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAMBI Muhammad Badri; Masriyani Masriyani; Islah Islah
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol 16, No 1 (2016): Februari
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.257 KB) | DOI: 10.33087/jiubj.v16i1.76

Abstract

Traffic violations are the problem causes the majority of traffic accidents. Mainly because of the human factor that road users do not obey traffic rules, police have been carrying out various efforts, both preventive repressive through socialization to society and give blangko fines speeding tickets and persuasive manner through educational outreach to the public about traffic laws in perspective of legislation, traffic and road transport is regulated in Act No. 22 of 2009 about traffic and Road Transport (hereinafter referred to as the traffic laws and Road Transport). In the Traffic laws and Road Transport, among other organized effort of coaching, prevention and law enforcement in the field of road transport and traffic. The coaching efforts made through an increase in the intensity of traffic education and extension of law and the construction of human resources. Due to traffic accidents besides inflicting casualties and property losses also financially/materially, as the amount of losses in natural by riders. It is concerned, if not done strategic steps to enhance safety and compliance with traffic laws of society, then it will add to the long list of casualties and losses are material.Keyword : law enforcement, traffic
Fungsi Badan Pertanahan Nasional Dalam Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Masriyani Masriyani
Wajah Hukum Vol 2, No 1 (2018): April
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.982 KB) | DOI: 10.33087/wjh.v2i1.28

Abstract

In the national land Agency Chief Regulation No.1 Year 2006 as modified by regulation the head of BPN number 23-year 2009 on implementation of the provisions of the Government Regulation Number 37 Year 1998, head of the Office of land do coaching and surveillance against a land deed official (PPAT). Starting on the dotted the legal basis and see the development as well as the needs of the ground then for the validity of the ownership of the land, should be are published through the certificate of property rights. For it is necessary supervision against the authorized officials as a PPAT in the deed of the land pembuatak. As for the problems in this research is how the functions of the national land Agency in the construction and supervision of land deed official Tanjung Jabung Barat region. The type of research that is in use is the empirical research. Data on use is the primary data and the data of skunder. Data collection was done through the research library and field research. The research describes the construction and supervision on Land against the head of the Office to do the task in Tanjung Jabung PPAT West, running as it should be in accordance with article 65 of the regulation of the Republic of Indonesia head of BPN No. 1 year 2006 regarding the implementation of the provisions of REGULATION No. 37 Year 1998 Of Regulations Office of the PPAT in coaching and supervision is quite optimal. It can be seen that for the year 2016 year 2017 until the violations perpetrated PPAT decreased. Surveillance against PPAT performed by the Head Office of land is to provide direction to all stakeholders associated with the PPAT's, conducting surveillance over the organisation of the profession of PPAT to keep running in accordance with the direction and the goal, run other actions deemed necessary to ensure the service of PPAT continue to run properly and to conduct surveillance against a PPAT and PPAT in order to run the code of ethics of the profession, the PPAT Tanjung Jabung West land in cooperation with the relevant parties especially the IPPAT code of ethics watchdogs and PPAT.
KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Masriyani Masriyani
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 6, No 1 (2014): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (79.362 KB) | DOI: 10.33087/legalitas.v6i1.128

Abstract

Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia dalam bidang kehakiman sangatlah besar. Karena Presiden menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan UUD. Ditinjau dari teori pembagian kekuasaan, yang dimaksud dengan kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif.Setelah amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia  dalam bidang kehakiman terbatas. Karena Dalam pemberian Grasi dan Rehabilitasi oleh Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPR dan dalam memberikan Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan MA.Hal ini menimbulkan suatu kelemahan karena seharusnya DPR dan MA tidak hanya memberikan pertimbangan tetapi justru suatu persetujuan terhadap keputusan tersebut oleh karena terhadap keputusan Presiden tersebut bersifat mengikat.Kata Kunci:     Kewenangan, Kehakiman, Keputusan