Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

WOMEN’S ATTITUDE TOWARD CERVICAL CANCER EARLY DETECTION USING THE VIA TEST METHOD Riska Audina; Ermiati Ermiati; Sukmawati Sukmawati
Journal of Maternity Care and Reproductive Health Vol 2, No 4 (2019): Journal of Maternity Care and Reproductive Health
Publisher : Ikatan Perawat Maternitas Indonesia Provinsi Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36780/jmcrh.v2i4.116

Abstract

The incidence of cervical cancer in Indonesia is still high, cervical cancer is detectable, the earlier in detecting cancer, the more potential to treat. The Visual inspection of the cervix with the Acetic acid (VIA) test is an early detection method to check the abnormal conditions of cervical. This test is simple, easy, accurate, effective and inexpensive. The purpose of this study was to determine the attitudes of women about early detection of cervical cancer using the VIA test method. This quantitative descriptive study involved 339 adult Women aged 30-50 years. The respondents were chosen using a purposive sampling technique. Data were collected using instruments of the attitudes of women about early detection of cervical cancer with the VIA Test. The study was conducted from May-July 2019. The results showed that most respondents had negative attitudes (56.3%). Based on the sub-variables, the most negative attitudes identified from the cognitive components (52.2%), negative affective components (60.2%) and negative conative components (73.8%). In conclusion, most women had a negative attitude towards the early detection of cervical cancer with the VIA test. It is expected that women would seek information about the importance of the VIA Test, proactively. Health workers should improve health education activities for women and families about the importance of cancer screening.  Keywords: Attitude, early detection, VIA Examination, WUS.Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden memiliki sikap negatif sebanyak (56,3%). Berdasarkan sub variabel sikap komponen kognitif sebagian besar negatif (52,2%), sikap komponen afektif sebagian besar negatif (60,2%) dan pada sikap komponen konatif sebagian besar negatif (73,8%). Simpulan didapatkan bahwa sebagian besar WUS bersikap negatif terhadap deteksi dini kanker serviks dengan IVA. Saran bagi tenaga kesehatan diharapkan meningkatkan penyuluhan kesehatan kepada WUS tentang pentingnya pemeriksaan IVA dengan harapan terjadi perubahan sikap yang positif.Kata Kunci : Deteksi Dini, Pemeriksaan IVA, Sikap, WUSKepustakaan : 2004-2019
QUALITY OF LIFE OF WOMEN IN REPRODUCTIVE AGE WITH HYPERTENSION Lia Yulianti; Ermiati Ermiati; Dadang Purnama
Journal of Maternity Care and Reproductive Health Vol 3, No 1 (2020): Journal of Maternity Care and Reproductive Health
Publisher : Ikatan Perawat Maternitas Indonesia Provinsi Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36780/jmcrh.v3i1.117

Abstract

The rate of hypertension cases in women is higher than in men. Women with reproductive age riskier because of hormonal contraception. Hypertension would cause complications and decreasing the quality of life. The purpose of this study was to determine the quality of life of women with hypertension at Cipanas Garut Health Center. Method: This type of study was quantitative descriptive research. The number of samples was 70 respondents, that chosen using a purposive sampling technique. The instrument in this study was the Indonesian version of the WHOQOLBREF instrument consisting of 26 questions about the quality of life including physical, psychological, social and environmental domains. The data were analyzed as a percentage. This study found that more than half of the respondents' quality of life was in the moderate category (55.8%). The quality of life of women with hypertension was in the moderate category, which means that the quality of life was not good and not bad. However, moral support and health education are needed from health workers about a good lifestyle, regular consumption of antihypertensive drugs, so that blood pressure is controlled so that women have a good quality of life.Keywords: Hypertension, Quality of Life, women of reproductive age. 
Pemberdayaan Orang Hidup dengan HIV melalui Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Kerajinan Tangan Kusman Ibrahim; Ermiati Ermiati; Urip Rahayu; Laili Rahayuwati; Maria Komariah
Media Karya Kesehatan Vol 3, No 2 (2020): Media Karya Kesehatan
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/mkk.v3i2.28619

Abstract

Orang hidup dengan HIV (ODHIV) tidak jarang menghadapi stigma dan diskriminasi dari keluarga, masyarakat, bahkan tenaga kesehatan yang menyebabkan mereka terkendala mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan, pekerjaan, dan fasilitas sosial kemasyarakatan lainnya. Hal ini menyebabkan ODHIV tidak berdaya dan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya jadi sulit untuk diatasi. Tujuan dari pengabdian masyarakat ini adalah untuk memberdayakan ODHIV melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan hidup agar bisa menjalani hidup sehat, produktif, dan berkualitas.  Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan partisipatif dan pendampingan. Khalayak sasaran yaitu para ODHIV, pendamping, dan aktivis LSM di bawah pembinaan KPA Sumedang dan Puskesmas Situ sejumlah 17 orang. Hasil terdapat peningkatan persentase kategori pengetahuan tinggi (11,7% ke 88,3%) dan rerata pengetahuan (73,53 ke 82,94) secara bermakna (p < 0.05).  Peserta menunjukkan antusiasme dan mampu mendemonstrasikan pembuatan kerajinan tangan tas dari bahan bekas bungkus kipi. Peserta menunjukkan antusiasme dan mampu mendemonstrasikan pembuatan kerajinan tangan tas dari bahan bekas bungkus kipi. Kegiatan ini perlu ditindaklanjuti dengan mengintegrasikan gerakan berbasis masyarakat dan budaya yang sudah ada seperti “rampak polah”, dan dimasukan ke salah satu program pemberdayaan masyarakat dibawah koordinasi Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang bekerjasama dengan Perguruan Tinggi setempat. Kata kunci : Keterampilan, ODHIV, pemberdayaan, pengetahuan.
BUDIDAYA, PENGOLAHAN HASIL DAN KELAYAKAN USAHATANI GAMBIR (Uncaria gambir, Roxb.) DI KABUPATEN 50 KOTA Ermiati Ermiati
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 15, No 1 (2004): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v15n1.2004.%p

Abstract

Cultivation, processing and farming system feasibility of gambier in 50 Kota district, West SumateraGambier (Uncaria gambir Roxb) is one of specific export commodities from west Sumatera. However, this propective cash crop has not followed by the increase of its productivity, quality and farmer income. This conditions, may due to the lack of farmers, know ledge in processing and limited capital for developing gambier farming system. The objective of this research was to evaluate the cultivation and processing techniques, feasibility of farming system, income of gambier farmers and the constrains for developing gambier farming system in this region. The research was conducted in Solok Bio-bio village, Harau sub district, district of 50 Kota, West Sumatera on Januari 2000. The rapid rural iralic (RRI) and survey methodes, by directly dialoque and filling of quistioner were used. Thity respondens were determined by simple random. Farmer income was analyzed 50 by analysis of income, while feasibility of farming system was evaluated by benefit cost ratio (B/C Ratio), net present value (NPV) and internal rate of return (IRR). The results indicated that the cultivation and processing of gambier in this region were still coducted by traditional methods, using simple equipments. The feasibility of farming system showed that at level interest of 15%, the B/C Ratio = 1,61, VPV = Rp. 9.763.532,- and IRR = 57%. Farmer income was Rp. 20.186.250,- or average Rp. 1.682.180,-/year. Based on this results is can be concluded that gambier farming system in Solok Bio-bio was feasible to develop. The main constraints for developing gambier were less of human resources, such as low education, high cost of post harvest, and limited of capital. In order to eleminate these problems emprowering of gambier farmers and its organization, and increasing farmers skill are very urgent. 
ANALISA KELAYAKAN, KENDALA PENGEMBANGAN USAHATANI DAN SOLUSI DIVERSIFIKASI PRODUK AKHIR TEMULAWAK DI KABUPATEN BOGOR (STUDI KASUS KECAMATAN CILEUNGSI) Ermiati Ermiati
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 22, No 1 (2011): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v22n1.2011.%p

Abstract

Prospek yang baik terhadap permintaan temulawak dalam dan di luar negeri belum diikuti peningkatan produktivitas dan pen-dapatan petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan petani, tingkat kelayakkan serta kendala pengem-bangan usahatani dan solusi diversifikasi produk akhir temulawak di Desa Cipenjo, Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor. Pe-nelitian dilaksanakan sejak November 2008 dengan metode survei. Petani responden ditentukan secara acak sederhana seba-nyak 20 kepala keluarga (KK) dari 28 KK. Pendapatan petani dari usahatani temu-lawak dianalisis dengan analisis pendapat-an, sedangkan kelayakannya melalui pen-dekatan analisis B/C, NPV dan IRR. Pola usahatani temulawak di lokasi penelitian bukan tanaman budidaya skala besar, pro-duksi diperoleh dari budidaya yang dilaku-kan pada skala kecil dan sederhana. Harga rimpang basah temulawak yang berlaku pada petani selama ini berkisar antara Rp1.000-Rp2.000/kg. Hasil analisis penda-patan dengan menggunakan harga rata-rata dari harga jual petani Rp1.500/kg, menunjukkan bahwa pendapatan petani dari usahatani temulawak sebesar Rp 876.380/1.000 m²/panen (10 bulan) atau rata-rata Rp87.638/bln. Hasil analisis kela-yakan usahatani dengan discount factor 1,5%/bln atau 18%/th, diketahui nilai  NetB/C Ratio >1 (1,5%), NPV positif (Rp 598.368) dan IRR aktual (4%/ bln) > dari IRR estimate (1,5%/bln). Hal ini menun-jukkan, bahwa usahatani temulawak di Desa Cipenjo Kecamatan Cileungsi Kabu-paten Bogor layak secara finansial. Hasil analisis sensitifitas harga, jika produksi tetap (1.750 kg/1.000 m²), kondisi Break Event Point usahatani temulawak terjadi jika harga rimpang basah temulawak se-besar Rp1.100/kg atau turun sampai 27% masih menguntungkan. Hasil analisis sen-sitifitas produksi, jika harga rimpang ba-sah tetap Rp1.500/kg, kondisi break event point usahatani temulawak terjadi jika produktivitas mencapai 1.290 kg/ 1.000 m² atau turun sampai 26% masih menguntungkan. Akan tetapi jika harga rimpang basah turun menjadi harga te-rendah Rp1.000/kg, kondisi break event point usahatani temulawak terjadi jika produktivitas mencapai 1.925 kg/1.000 m² (naik 9%). Hal ini berarti jika harga rimpang basah mencapai harga terendah (Rp1.000/kg) dan produktivitas usahatani dibawah 1.925 kg/ha, maka usahatani temulawak akan mengalami kerugian. Di temukan kendala utama dalam pengem-bangan temulawak di lokasi penelitian yaitu belum adanya pasar untuk komoditi temulawak di daerah tersebut. Kendala secara umum, yaitu disamping tingkat pendidikan, keterbatasan modal dan luas kepemilikan  lahan,  belum menggunakanvarietas unggul, teknik budidaya yang di-terapkan belum sesuai dengan teknologi yang dianjurkan, bahkan pada umumnya produksi dilakukan secara pengumpulan. Untuk menciptakan permintaan/pasar, di-versifikasi produk temulawak seperti mem-buat simplisia, ekstrak, produk instan, si-rup temulawak, minuman segar dan lain-lain merupakan salah satu solusinya.  
ANALISIS FINANSIAL VARIETAS UNGGUL JAHE PUTIH KECIL DI JAWA BARAT Ermiati Ermiati; Nurliani Bermawie
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 18, No 1 (2007): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v18n1.2007.%p

Abstract

Meningkatnya permintaan ekspor yang belum terpenuhi merupakan peluang be-sar untuk pengembangan jahe. Seiring dengan itu, maka diperlukan peningkatan produktivitas dan kualitas jahe yang mampu memenuhi stan-dar ekspor. Budidaya jahe sampai saat ini ma-sih menggunakan benih lokal (belum meng-gunakan varietas unggul) yang menyebabkan produktivitas dan mutu tidak stabil. Untuk mendapatkan varietas unggul harus melalui uji-multilokasi dibeberapa sentra produksi dengan agro ekosistem yang berbeda. Bahan penelitian yang digunakan adalah jahe putih kecil (Ge-notipe C, E, F, G, H, K serta lokal 1 dan 2 se-bagai pembanding) yang terpilih untuk uji mul-tilokasi yang dilakukan di Kabupaten Garut, Majalengka, Sukabumi, Sumedang, pada tahun 2003/2005. Penelitian bertujuan untuk menge-tahui apakah varietas unggul jahe putih kecil yang di uji multilokasi layak dikembangkan se-cara teknis dan menguntungkan secara ekono-mis. Data yang dikumpulkan adalah faktor-fak-tor produksi, produksi dan harga jual. Penda-patan usahatani varietas unggul jahe putih kecil dianalisis dengan analisis pendapatan, sedang-kan kelayakan usahataninya dianalisis melalui pendekatan analisis Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) dan Internal Rate of Return (IRR). Jahe putih kecil yang te-lah diusulkan sebagai varietas unggul adalah JPK Genotip G untuk produktivitas rimpang di usulkan dengan nama Halina 1 dan JPK Geno-tipe K untuk produktivitas rimpang dan minyak atsiri di usulkan dengan nama Halina 2. Ke dua Genotipe ini dapat dijadikan sebagai varietas unggul, karena adaptif dan stabil di beberapa lokasi pengujian. JPK Genotip G adapatif dan stabil di Garut, Sukabumi dan Sumedang dan JPK Genotip K adaptif dan stabil di Garut, Ma-jalengka dan Sumedang. Hasil analisis finansial menunjukkan, bahwa usahatani varietas unggul JPK Genotip G dan K pada masing-masing lo-kasi, layak dilakukan secara teknis dan meng-untungkan secara ekonomis, hal ini ditunjuk-kan oleh NPV, B/C Ratio dan IRR masing-masing genotip pada tiap lokasi tersebut po-sitif (+), > 1 dan diatas tingkat suku bunga bank yang berlaku. Besarnya pendapatan, NPV; B/C Ratio dan IRR terendah, yaitu JPK Genotip G di Garut, masing-masing Rp 13.480.171,-; Rp 7.091.353,-/ha, 1,18 dan 2%/bulan. Sedangkan yang tertinggi, yaitu pa-da JPK Genotipe K di Sumedang, masing-ma-sing Rp 76.798.127,-; Rp 61.650.361,-/ha, 2,50 dan 11%/bulan. Hasil analisis sensitivi-tas menunjukkan, bahwa JPK Genotipe G di Garut mempunyai harga minimum tertinggi, yaitu Rp 5.294,-/kg (harga aktual Rp 6.000,-/kg) dengan produksi minimum 6.773 kg/ha (produksi aktual 7.677 kg/ha). Sedangkan JPK Genotipe K di Sumedang mempunyai harga minimum terendah, hanya Rp 2.487,- kg/ha (Harga aktual Rp 6.000,-/kg) dengan produksi minimum 6.977 kg/ha (produksi aktual 16.831 kg/ha). Ini berarti, bahwa jika harga dan pro-duksi masing-masing genotipe tersebut lebih rendah dari harga dan produksi minimumnya, maka usahatani masing-masing genotipe pada daerah yang bersangkutan secara finansial rugi. JPK Genotip G dan K layak dilakukan secara teknis dan menguntungkan secara eko-nomis di semua lokasi pengujian (Garut, Ma-jalengka, Sukabumi dan Sumedang), ditinjau dari segi produksi. JPK Genotipe G dan K se-baiknya dikembangkan di daerah Sumedang atau di daerah dengan ketinggian 800 m dpl. Tipe iklim A dan B (schmidt & Ferguson) dan jenis tanah latosol merah sangat gembur, memberikan produksi paling tinggi (10.758,44 dan 11.781,66 kg/ha) dan memberikan penda-patan paling besar (Rp 66.671.450,- dan Rp 76.798.127,-/ha) dengan produksi minimum paling tinggi (6.947 dan 6.977 kg/ha) dan harga minimum paling rendah (Rp 2.712,- dan Rp 2.487,-/kg). 
ANALISIS KELAYAKAN DAN KENDALA PENGEMBANGAN USAHATANI JAHE PUTIH KECIL DI KABUPATEN SUMEDANG (Studi Kasus Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang) Ermiati Ermiati
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 21, No 1 (2010): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v21n1.2010.%p

Abstract

Jahe merupakan tanaman obat po-tensial dengan klaim khasiat paling banyak dan dibutuhkan dalam jumlah besar. Namun, prospek yang baik terhadap per-mintaan jahe belum diikuti oleh peningkat- an produktivitas dan pendapatan petani. Penelitian bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan, tingkat kelayakan, dan kendala pengembangan usahatani jahe putih kecil (JPK). Penelitian dilakukan dengan cara survei di Desa Nyalindung, Kec. Cimalaka, Kab. Sumedang pada bulan November 2007. Sebanyak 20 petani responden dari 25 KK, yang tergabung dalam kelompok tani, ditentukan secara acak sederhana. Besarnya pendapatan usahatani JPK dihitung dengan analisis pendapatan, sedangkan kelayakan usaha-taninya dianalisis melalui pendekatan analisis Benefit Cost (B/C) ratio, Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR). Pada saat penelitian, harga jual JPK di tingkat petani adalah Rp 1.000/ kg rimpang basah dan produksi sebanyak 1.570 kg/1.000 m²/panen (1 tahun). Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa total biaya sebesar Rp 929.981,- membe-rikan pendapatan kepada petani sebesar Rp 640.019,-/panen. Berdasarkan hasil analisis kelayakan dengan tingkat bunga 1%/bulan atau 12%/th, nilai B/C Ratio sebesar 1,70 (> 1), NPV Rp 497.769,- (>0),  dan IRR 6%/bulan atau 72%/th (>IRR estimate 12%/th). Hal ini menun-jukkan bahwa usahatani JPK di lokasi penelitian layak dilakukan secara teknis dan menguntungkan secara ekonomis. Hasil analisis sensitifitas harga (jika pro-duktivitas tetap 1.570 kg/1.000 m²) menunjukkan bahwa kondisi break event point akan terjadi pada harga Rp 643,-/kg (turun 35,7%). Hasil analisis sensitifitas produksi, (jika harga rimpang tetap       Rp 1.000,-/kg), maka kondisi break event point usahatani JPK akan terjadi jika produktivitas turun sebanyak 35,7% atau menjadi 1.010 kg/1.000 m². Sedangkan kendala pengembangan utama yang dite-mukan, diantaranya adalah : teknik budi-daya yang diterapkan belum sesuai dengan teknologi yang dianjurkan, belum mengunakan varietas unggul yang dile-pas, harga benih varietas unggul yang mahal, keterbatasan modal, fluktuasi harga, dan tingkat pendidikan. 
POLA TANAM JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Var. amarum) DENGAN BAWANG DAUN DAN KACANG MERAH DI KABUPATEN MAJALENGKA JAWA BARAT Ermiati Ermiati
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 16, No 1 (2005): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v16n1.2005.%p

Abstract

Intercropping of Emprit Ginger (Zingiber officinale var. amarum) With Red bean and welsh onion in Majalengka District, West JavaThe experiment was conducted to study the appropriate intercropping which is  technically feasible and economically profitable. The experiment was conducted at Cipanas, Werasari Village, Sub District Batarujek, District of Majalengka from November 2002 to August 2003. Evaluation of intercropping include as followed : I. Emprit Ginger (monoculture), II. Emprit Ginger + Welsh onion, III. Emprit Ginger + Red bean. Plant spacing for emprit ginger was 60 cm x 30 cm, while for welsh onion and red bean was 20 cm x 20 cm. Data collection for each intercropping include using of material used, labor, equipment and production of each commodities. Analyzed of input-out put and B/C ratio were used to determined the most efficient of intercropping. The results of experiment indicated that all of intercropping give  a signi-ficantly of farmer  income. The range of income was Rp. 2.297.700,- to Rp. 2.773.400,-  per m2 with B/C ratio 2,3 -2,4.  Intercropping of Emprit Ginger with Welsh onion gave the highest farmer income Rp. 2.773.400,- per m2 with B/C ratio 2,4. Then followed by intercropping of Ginger Emprit with Red bean Rp. 2.443.730,- with B/C ratio 2.3 and Monoculture of Emprit Ginger Rp. 2.297.700,- per m2. The highest income on intercropping of Emprit Ginger + Welsh onion and Emprit Ginger + Red bean may due to added income from welsh onion and red bean, although the cost production was also higher.  By using model of intercropping system with welsh onion and red bean on Emprit Ginger production beside increase of farmer  income, farmer also received added income before the main crop (ginger) harvested. It was also minimize the risk of failure of harvesting due to diseases attack. 
POLA TANAM JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Var. amarum) DENGAN BAWANG DAUN DAN KACANG MERAH DI KABUPATEN MAJALENGKA JAWA BARAT Ermiati Ermiati
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 16, No 1 (2005): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v16n1.2005.%p

Abstract

Intercropping of Emprit Ginger (Zingiber officinale var. amarum) With Red bean and welsh onion in Majalengka District, West JavaThe experiment was conducted to study the appropriate intercropping which is  technically feasible and economically profitable. The experiment was conducted at Cipanas, Werasari Village, Sub District Batarujek, District of Majalengka from November 2002 to August 2003. Evaluation of intercropping include as followed : I. Emprit Ginger (monoculture), II. Emprit Ginger + Welsh onion, III. Emprit Ginger + Red bean. Plant spacing for emprit ginger was 60 cm x 30 cm, while for welsh onion and red bean was 20 cm x 20 cm. Data collection for each intercropping include using of material used, labor, equipment and production of each commodities. Analyzed of input-out put and B/C ratio were used to determined the most efficient of intercropping. The results of experiment indicated that all of intercropping give  a signi-ficantly of farmer  income. The range of income was Rp. 2.297.700,- to Rp. 2.773.400,-  per m2 with B/C ratio 2,3 -2,4.  Intercropping of Emprit Ginger with Welsh onion gave the highest farmer income Rp. 2.773.400,- per m2 with B/C ratio 2,4. Then followed by intercropping of Ginger Emprit with Red bean Rp. 2.443.730,- with B/C ratio 2.3 and Monoculture of Emprit Ginger Rp. 2.297.700,- per m2. The highest income on intercropping of Emprit Ginger + Welsh onion and Emprit Ginger + Red bean may due to added income from welsh onion and red bean, although the cost production was also higher.  By using model of intercropping system with welsh onion and red bean on Emprit Ginger production beside increase of farmer  income, farmer also received added income before the main crop (ginger) harvested. It was also minimize the risk of failure of harvesting due to diseases attack. 
ANALISIS FINANSIAL VARIETAS UNGGUL JAHE PUTIH KECIL DI JAWA BARAT Ermiati Ermiati; Nurliani Bermawie
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 18, No 1 (2007): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v18n1.2007.%p

Abstract

Meningkatnya permintaan ekspor yang belum terpenuhi merupakan peluang be-sar untuk pengembangan jahe. Seiring dengan itu, maka diperlukan peningkatan produktivitas dan kualitas jahe yang mampu memenuhi stan-dar ekspor. Budidaya jahe sampai saat ini ma-sih menggunakan benih lokal (belum meng-gunakan varietas unggul) yang menyebabkan produktivitas dan mutu tidak stabil. Untuk mendapatkan varietas unggul harus melalui uji-multilokasi dibeberapa sentra produksi dengan agro ekosistem yang berbeda. Bahan penelitian yang digunakan adalah jahe putih kecil (Ge-notipe C, E, F, G, H, K serta lokal 1 dan 2 se-bagai pembanding) yang terpilih untuk uji mul-tilokasi yang dilakukan di Kabupaten Garut, Majalengka, Sukabumi, Sumedang, pada tahun 2003/2005. Penelitian bertujuan untuk menge-tahui apakah varietas unggul jahe putih kecil yang di uji multilokasi layak dikembangkan se-cara teknis dan menguntungkan secara ekono-mis. Data yang dikumpulkan adalah faktor-fak-tor produksi, produksi dan harga jual. Penda-patan usahatani varietas unggul jahe putih kecil dianalisis dengan analisis pendapatan, sedang-kan kelayakan usahataninya dianalisis melalui pendekatan analisis Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) dan Internal Rate of Return (IRR). Jahe putih kecil yang te-lah diusulkan sebagai varietas unggul adalah JPK Genotip G untuk produktivitas rimpang di usulkan dengan nama Halina 1 dan JPK Geno-tipe K untuk produktivitas rimpang dan minyak atsiri di usulkan dengan nama Halina 2. Ke dua Genotipe ini dapat dijadikan sebagai varietas unggul, karena adaptif dan stabil di beberapa lokasi pengujian. JPK Genotip G adapatif dan stabil di Garut, Sukabumi dan Sumedang dan JPK Genotip K adaptif dan stabil di Garut, Ma-jalengka dan Sumedang. Hasil analisis finansial menunjukkan, bahwa usahatani varietas unggul JPK Genotip G dan K pada masing-masing lo-kasi, layak dilakukan secara teknis dan meng-untungkan secara ekonomis, hal ini ditunjuk-kan oleh NPV, B/C Ratio dan IRR masing-masing genotip pada tiap lokasi tersebut po-sitif (+), > 1 dan diatas tingkat suku bunga bank yang berlaku. Besarnya pendapatan, NPV; B/C Ratio dan IRR terendah, yaitu JPK Genotip G di Garut, masing-masing Rp 13.480.171,-; Rp 7.091.353,-/ha, 1,18 dan 2%/bulan. Sedangkan yang tertinggi, yaitu pa-da JPK Genotipe K di Sumedang, masing-ma-sing Rp 76.798.127,-; Rp 61.650.361,-/ha, 2,50 dan 11%/bulan. Hasil analisis sensitivi-tas menunjukkan, bahwa JPK Genotipe G di Garut mempunyai harga minimum tertinggi, yaitu Rp 5.294,-/kg (harga aktual Rp 6.000,-/kg) dengan produksi minimum 6.773 kg/ha (produksi aktual 7.677 kg/ha). Sedangkan JPK Genotipe K di Sumedang mempunyai harga minimum terendah, hanya Rp 2.487,- kg/ha (Harga aktual Rp 6.000,-/kg) dengan produksi minimum 6.977 kg/ha (produksi aktual 16.831 kg/ha). Ini berarti, bahwa jika harga dan pro-duksi masing-masing genotipe tersebut lebih rendah dari harga dan produksi minimumnya, maka usahatani masing-masing genotipe pada daerah yang bersangkutan secara finansial rugi. JPK Genotip G dan K layak dilakukan secara teknis dan menguntungkan secara eko-nomis di semua lokasi pengujian (Garut, Ma-jalengka, Sukabumi dan Sumedang), ditinjau dari segi produksi. JPK Genotipe G dan K se-baiknya dikembangkan di daerah Sumedang atau di daerah dengan ketinggian 800 m dpl. Tipe iklim A dan B (schmidt & Ferguson) dan jenis tanah latosol merah sangat gembur, memberikan produksi paling tinggi (10.758,44 dan 11.781,66 kg/ha) dan memberikan penda-patan paling besar (Rp 66.671.450,- dan Rp 76.798.127,-/ha) dengan produksi minimum paling tinggi (6.947 dan 6.977 kg/ha) dan harga minimum paling rendah (Rp 2.712,- dan Rp 2.487,-/kg).