Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Regulation of Commercial Dispute Settlement Mediation in the Perspective of Legal Assurance and Justice Umar Hasan; Suhermi Suhermi; Sasmiar Sasmiar
Journal of Governance Volume 7 Issue 1: (2022)
Publisher : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31506/jog.v7i1.14711

Abstract

The Indonesian government is currently trying to formulate an appropriate and up-to-date formula for making regulations on mediation and settlement of commercial disputes. This is done by the Indonesian government to support various policies that have been made to ensure legal certainty so that investment develops. Therefore, the authors are interested in bringing up the theme of this scientific article by analyzing comparative studies between Indonesia and Malaysia; The analysis in this article is about the mediation arrangement for the settlement of commercial disputes in Indonesia by comparing with Malaysia to achieve legal certainty and justice. The research method used is normative juridical. The results of the study show that the regulation of mediation for the settlement of commercial disputes in Indonesia as regulated in Law Number 30 of 1999 in substance and structure does not meet legal certainty and justice. Meanwhile in Malaysia, the arrangements for dispute resolution mediation regulated in the Kuala Lumpur Regional Arbitration Center Mediation Regulations and the 2012 Mediation Law (UU 749) have met legal certainty and justice. In the future, the concept of regulating commercial dispute settlement mediation in Indonesia, its substance and structure must meet legal certainty and justice. This scientific article concludes that the concept of regulating commercial dispute resolution mediation in Indonesia must be regulated separately because in substance and structure, mediation and arbitration have different principles. It is preferable that the regulations that will be made in the future must involve various parties related to the business world to produce representative regulations both nationally, regionally and internationally; if necessary, Indonesia becomes an alternative legal model for dispute resolution through mediation.
Pelaksanaan Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Pasca Perceraian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Jambi Lolanda Sinaga; Umar Hasan; Permono Permono
Zaaken: Journal of Civil and Business Law Vol. 1 No. 3 (2020): Oktober
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/zaaken.v1i3.8934

Abstract

The purpose of this study is to know and analyze the responsibilities of parents towards children after divorce in the jurisdiction of the Jambi District Court. 2. To find out and analyze the obstacles faced in implementing the responsibilities of parents towards children after the divorce in the Jurisdiction of the Jambi District Court. The method used is empirical juridical research type. The formulation of the problem under study regarding the responsibilities of parents towards post-divorce children in the jurisdiction of the Jambi District Court 1. How to implement the responsibilities of parents towards post-divorce children in the jurisdiction of the Jambi District Court; 2. Whatever is the obstacle in the implementation of parental responsibilities towards children after divorce in the jurisdiction of the Jambi District Court. The results of the study show that 1. the implementation of parental responsibilities towards children after divorce in the jurisdiction of the Jambi District Court is not fully implemented 2. the constraints in the implementation of parental responsibilities towards children after divorce in the jurisdiction of the Jambi District Court are the lack of awareness of people parents will have a good future for children, a factor in the inability of parents to finance the financial needs of children. Keywords: Responsibility of Parents, Children, Divorce.   Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah 1.untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab orang tua terhadap anak pasca perceraian di wilayah hukum Pengadilan Negeri Jambi. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tanggung jawab orang tua terhadap anak pasca terjadinya perceraian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Jambi. Metode yang digunakan adalah tipe penelitian yuridis empiris. Adapun perumusan masalah yang dikaji mengenai Bagaimana tanggung jawab orang tua terhadap anak pasca perceraian di wilayah hukum Pengadilan Negeri Jambi 1. Bagaimana pelaksanaan tanggung jawab orang tua terhadap anak pasca perceraian di wilayah hukum Pengadilan Negeri Jambi; 2. Apasaja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan tanggung jawab orang tua terhadap anak pasca terjadinya perceraian di wilayah hukum Pengadilan Negeri Jambi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa 1. pelaksanaan tanggung jawab orang tua terhadap anak pasca perceraian di wilayah hukum Pengadilan Negeri Jambi tidak dilaksanakan secara penuh 2. kendala dalam pelaksanaan tanggung jawab orang tua terhadap anak pasca terjadinya perceraian di wilayah hukum Pengadilan Negeri Jambi yaitu kurangnya kesadaran orang tua akan masa depan yang baik bagi anak, faktor ketidakmampuan orang tua untuk membiayai kebutuhan keuangan bagi anak. Kata Kunci : Tanggung Jawab Orang Tua, Anak, Perceraian.  
Perbandingan Pengaturan Poligami di Indonesia dan Malaysia Refo Afdhal; Umar Hasan; M. Amin Qodri
Zaaken: Journal of Civil and Business Law Vol. 2 No. 3 (2021): Oktober
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/zaaken.v2i3.12688

Abstract

This study aims to see the comparison between two laws in two countries, namely the State of Indonesia which uses Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, and Government Regulation Number 9 of 1975 concerning the Implementation of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and the State of Malaysia which uses Malaysian Law Deed 303. The problem is what are the similarities and differences in the arrangements for polygamy in the two countries. This type of research is normative, namely scientific research procedures to find the truth based on the logic of legal science from a normative side which is built on the basis of scientific disciplines and the workings of normative legal science. The result of this research is the arrangement of polygamy in Indonesia and Malaysia which have several similarities and differences in the arrangement of polygamy. Conclusion: The Malaysian Law Deed 303 has similarities which include enforceability, permissibility of polygamy, permission of polygamy from the court, submission of written applications, reasons for husbands to do polygamy, there are regulations regarding the requirements for polygamy, criminal sanctions, the basis for granting permission, consent of wives, conditions. -conditions, dissolution of polygamous marriage and the amount of the criminal threat. Suggestion: that in order to create legal certainty, the Indonesian government must make improvements in the regulation of polygamy and increase fines and imprisonment. Abstrak   Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan antara dua hukum di dua negara yaitu Negara Indonesia yang menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Negara Malaysia yang menggunakan Undang-Undang Malaysia Akta 303. Permasalahannya yaitu  apa persamaan dan perbedaan pengaturan poligami di kedua negara tersebut. Tipe penelitian ini adalah normatif, yaitu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatif yang dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif. Hasil penelitian ini adalah pengaturan poligami di Indonesia dan Malaysia yang memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dalam pengaturan poligami. Kesimpulan: dalam Undang-Undang Malaysia Akta 303 memiliki persamaan yang meliputi keberlakuan, kebolehan poligami, izin poligami dari pengadilan, pengajuan permohonan secara tertulis, Alasan Suami Melakukan Poligami, terdapatnya pengaturan mengenai persyaratan poligami, sanksi pidana, dasar pemberian izin, persetujuan istri, syarat-syarat, pembubaran perkawinan poligami dan besaran ancaman pidana. Saran: bahwa dalam rangka menciptakan kepastian hukum, pemerintah Indonesia harus melakukan perbaikan dalam pengaturan poligami dan memperberat tindak pidana denda maupun pidana penjara.
Tindakan Diskresi Oleh Penyidik Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Polres Tanjung Jabung Barat Sahuri Lasmadi; Umar Hasan; Elly Sudarti
Jurnal Sains Sosio Humaniora Vol. 3 No. 2 (2019): Volume 3, Nomor 2, Desember 2019
Publisher : LPPM Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (453.894 KB) | DOI: 10.22437/jssh.v3i2.8118

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi maraknya kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga. KDRT merupakan jenis kekerasan yang memiliki sifat-sifat yang khas yakni dilakukan di dalam rumah, pelaku dan korban adalah anggota keluarga. Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk Menganalisis Penyelesaian Tindak Pidana KDRT Melalui Tindakan Diskresi di Polres Tanjung Jabung Barat; (2) Untuk Menganalisis Dasar Hukum Tindakan Diskresi Dalam Penyelesaian Tindak Pidana KDRT; (3) Untuk Menganalisis Akibat Hukum Penerapan Tindakan Diskresi Dalam Penyelesaian Tindak Pidana KDRT di Polres Tanjung Jabung Barat. Metode Penelitian: penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang didukung dengan data empiris. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Analisis bahan hukum dilakukan dengan cara menginterpretasi, menilai dan mengevaluasi undang-undang. Kesimpulan: (1) Penyelesaian pada tindak pidana KDRT sebanyak 14 kasus di Polres Tanjung Jabung Barat, diselesaikan penyidik dengan tindakan diskresi melalui mediasi yang lebih mengedepankan kemanfatan hukum; (2) Dasar hukum Tindakan Diskresi oleh Penyidik diatur pada Pasal 15 ayat (2) huruf k, Pasal 16 ayat (1) huruf L dan ayat (2), Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Surat Kapolri Nomor Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009 Tentang Penanganan Kasus Melalui Alternative Dispute Resolusion. Tindakan Diskresi dilakukan melalui mediasi penal belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga; (3) Akibat hukum penerapan mediasi penal dalam penyelesaian tindak pidana KDRT adalah dapat menghapuskan status hukum tersangka pada diri pelaku. Saran: Untuk kepastian hukum perlu pembaharuan hukum tentang mediasi penal terhadap Undang-Undang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Eksistensi Hak Ulayat Dalam Masyarakat Hukum Adat Umar Hasan; Suhermi Suhermi; Sasmiar Sasmiar
Jurnal Sains Sosio Humaniora Vol. 4 No. 2 (2020): Volume 4, Nomor 2, Desember 2020
Publisher : LPPM Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/jssh.v4i2.11523

Abstract

Undang-Undang Dasar 1945 mengakui adanya masyarakat adat beserta hak-haknya sebagaimana diatur pada pasal 18B, yaitu; 1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. 2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hisup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Pengolahan, pemanfaatan, dan penggunanan isi/obyek dari hak ulayat ditujukan untuk persekutuan dan anggota masyarakat adat dengan dipimpin oleh ketua persekutuan. Namun kenyataannya sekarang ini tanah hak ulayat yang ada di beberapa wilayah Indonesia sudah mulai melemahkan walaupun hak ulayat atau hak purba di tempat lain ada juga yang masih kuat. Dan gejala yang bersifat umum, semakin maju dan bebasnya penduduk dalam usaha-usaha pertaniannya, semakin lemahlah hak ulayat/hak purba itu dengan sendirinya. Akhirnya jika hak ulayat sudah lemah sama sekali, maka dengan sendirinya hak perseorangan akan berkembang dengan pesatnya. Maka permasalahan yang akan dirusmuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah eksistensi hak ulayat dalam masyarakat adat di Indonsia pada saat sekarang 2. Apa sajakah faktor penyebab melemahnya hak komunal menjadi hak milik perseorangan? Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Penelitian ini menggunakan data lapangan sebagai data primer dan data skunder yang diperoleh melalui perpustakaan yang terdiri dari peraturan, jurnal dan lain-lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Eksistensi hak ulayat dalam masyarakat hukum adat di Provinsi Jambi pada saat ini khususnya di Kabupaten Merangin, Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Bungo sudah mulai melemah. Faktor penyebab melemahnya hak ulayat menjadi hak milik perseorangan adalah: Faktor masyarakat itu sendiri dan faktor kebijakan Pemerintah
Perlindungan Hukum Pemegang Obligasi Terhadap Resiko Emiten Yang Gagal Bayar (Default) Nabilla Clasrissa Sasqia Putri; Umar Hasan
Zaaken: Journal of Civil and Business Law Vol. 2 No. 1 (2021): Februari
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/zaaken.v2i1.11517

Abstract

The objectives of this study are (1) to identify and analyze the responsibility of the issuer of the bonds to issuers who default on after the enactment of the Financial Services Authority Law No. 21 of 2011 (2) to determine and analyze the form of legal protection of bondholders against issuers who default on after the enactment of the Financial Services Authority Law No. 21 of 2011. The research method used is juridical normative, which is research that aims to study legal materials, both primary and secondary legal materials. The data source in this research and writing is using secondary data in the form of library research. The approaches used in the research are the normative approach, the conceptual approach, and the historical approach. The result of this research is that the responsibility of the issuer to default (default), the issuer has an important role in the issuance of bonds, the issuer has the main responsibility of paying the bond interest on time. In addition, the protection needed by bond investors to protect their capital from the possibility of default risk can consist of three things, namely information disclosure, collateral included in bond issuance, and sinking fund (reserve fund). provided in the context of providing funds for the payment of loan principal along with the agreed interest in bonds.   Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab pihak penerbit obligasi terhadap emiten yang gagal bayar (default) pasca berlakuknya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan No. 21 Tahun 2011 (2) untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum pemegang obligasi terhadap emiten yang gagal bayar (default) pasca berlakuknya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan No. 21 Tahun 2011. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk pengkajian terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Sumber data dalam penelitian dan penulisan ini adalah menggunakan data sekunder berupa penelusuran kepustakaan (library research).Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan Perundang-Undangan (normatif approach), Pendekatan Konseptual (conceptual approach), Pendekatan Historis (Historical Approach). Hasil penelitian ini adalah bahwa tanggung jawab pihak penerbit terhadap gagal bayar (default), emiten memiliki peran penting dalam penerbitan obligasi, emiten memiliki tanggung jawab pokok yaitu melakukan pembayaran bunga obligasi dengan tepat waktu. Selain itu, perlindungan yang dibutuhkan oleh investor obligasi untuk melindungi modalnya dari kemungkinan terjadinya risiko gagal bayar (default) dapat terdiri dari tiga hal, yaitu keterbukaan informasi, adanya jaminan (collateral) yang disertakan dalam penerbitan obligasi, dan adanya sinking fund (dana cadangan) yang disediakan dalam rangka penyediaan dana untuk pembayaran pokok pinjaman beserta bunga yang diperjanjikan dalam obligasi    
Perlindungan Hak Reseller Online Shop Terkait Perbuatan Melawan Hukum Dengan Cara Pembatalan Sepihak Yang Dilakukan Oleh Konsumen Aprilia Pitri NR; Umar Hasan; Ageng Triganda Sayuti
Zaaken: Journal of Civil and Business Law Vol. 3 No. 2 (2022): Juni
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/zaaken.v3i2.17573

Abstract

Protection of consumers in buying and selling agreements is very necessary, but recently there has been a lot of consumer behavior that does not have good intentions by consumers by unilateral cancellation without explaining the reason, resulting in losses for online shop business actors and is included in acts against the law because consumers violate their obligations to always in good faith in the agreement. The problem in this research is how to regulate the protection of the rights of online shop business actors regarding unilateral cancellations by consumers of the ius constitutum and ius constituendum. The method used in this research is the normative juridical method by conducting a literature study of the applicable laws and regulations. The results of this study indicate that the cancellation conditions are contained in Article 1266 of the Civil Code which states that cancellations can be made if there are 3 conditions, namely a reciprocal agreement, there must be a default and the cancellation must be asked to the judge (court). However, unilateral cancellation of the agreement without a good reason is included in an unlawful act, does not meet the conditions specified in Article 1266 of the Civil Code, it is necessary to reform civil law to prevent unilateral cancellation of the agreement. Abstrak Perlindungan terhadap konsumen dalam perjanjian jual beli sangat diperlukan namun belakangan ini banyak terjadi perilaku konsumen yang tidak beriktikad baik yang dilakukan konsumen dengan cara pembatalan sepihak tanpa menjelaskan alasanya, mengakibatkan kerugian bagi pelaku usaha online shop dan termasuk dalam perbuatan melawan hukum karena konsumen melanggar kewajibannya untuk selalu beriktikad baik dalam perjanjian. permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan perlindungan hak pelaku usaha online shop terkait pembatalan sepihak oleh konsumen ius constitutum dan ius constituendum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif dengan melakukan studi kepustakaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengaturan syarat batal terdapat dalam Pasal 1266 KUHPerdata yang menyatakan pembatalan dapat dilakukan jika terdapat 3 syarat yaitu perjanjian timbal balik, harus ada wanprestasi dan pembatalannya harus dimintakan kepada hakim (pengadilan). Namun pembatalan perjanjian secara sepihak tanpa alasan yang baik termasuk dalam perbuatan melawan hukum, tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1266 KUHPerdata, maka perlu adanya pembaharuan hukum perdata untuk mencegah terjadinya pembatalan sepihak dalam perjanjian.
Sosialisasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di Desa Mudung Darat Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Sasmiar Sasmiar; Umar Hasan; Suhermi Suhermi; Andi Najemi
Joong-Ki : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 3 No. 2: Februari 2024
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/joongki.v3i2.2645

Abstract

Perkawinan yang dilakukan di bawah umur akan menimbulkan masalah yang tidak diharapkan karena belum matangnya mereka secara psikologis bisa jadi penyebab ketidakharormonisan dalam berumah tangga yang nantinya bisa berujung dengan perceraian. Selain itu juga berdampak pada kesehatan ibu dan bayi yang dilahirkan. Salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) adalah perkawinan anak di bawah umur karena masa depan anak dapat terancam dan mencoreng seluruh hak anak. Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan di bawah umur adalah, jika perkawinan dilangsungkan di bawah usia 16 tahun bagi perempuan dan di bawah usia 19 tahun bagi pria. Ketentuan batas umur untuk perempuan yang 16 tahun tidak dapat dipertahankan lagi. Adanya perbedaan ketentuan batas usia minimal antara laki-laki dan perempuan menunjukkan dibedakan kedudukan laki-laki dan wanita dalam mendapatkan kesempatan pendidikan dan hak-hak lainnya. Oleh karena itu dilakukan revisi Undang-Undang Perkawinan dengan menetapkan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan menyatakan bahwa batas usia minimal perkawinan bagi wanita sama dengan laki-laki yaitu 19 (Sembilan belas) tahun. Apabila dengan alasan yang mendesak perkawinan di bawah umur harus dilangsungkan, maka diperbolehkan melakukan penyimpangan dengan mengajukan permohonan dispensasi ke Pengadilan.Walaupun telah ditentukan batas usia minimal perkawinan adalah 19 tahun. namun perkawinan di bawah umur masih sering terjadi. Tingginya permohonan perkawinan di bawah umur juga terjadi di Kecamatan Maro Sebo Muaro Jambi. Berdasarkan data dari KUA Kec. Maro Sebo dalam kurun waktu Tahun 2020-2021 terdapat 20 permohonan dispensasi perkawinan. Pengetahuan dan pemahaman orang tua tentang Peraturan Perkawinan dapat memutuskan mata rantai perkawinan di bawah umur dan kewajiban orang tualah untuk mencegah terjadinya perkawinan di bawah umur. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019. Target Peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk mentaati Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019, Mencegah dan meminalimisir jumlah perkawinan di bawah umur, serta menanamkan dan membangunkan kesadaran masyarakat pentingnya memberikan hak-hak anak.
Sosialisasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di Desa Mudung Darat Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Sasmiar Sasmiar; Umar Hasan; Suhermi Suhermi; Andi Najemi
Joong-Ki : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 3 No. 2: Februari 2024
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/joongki.v3i2.2912

Abstract

Perkawinan yang dilakukan di bawah umur akan menimbulkan masalah yang tidak diharapkan karena belum matangnya mereka secara psikologis bisa jadi penyebab ketidakharormonisan dalam berumah tangga yang nantinya bisa berujung dengan perceraian. Selain itu juga berdampak pada kesehatan ibu dan bayi yang dilahirkan. Salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) adalah perkawinan anak di bawah umur karena masa depan anak dapat terancam dan mencoreng seluruh hak anak. Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan di bawah umur adalah, jika perkawinan dilangsungkan di bawah usia 16 tahun bagi perempuan dan di bawah usia 19 tahun bagi pria. Ketentuan batas umur untuk perempuan yang 16 tahun tidak dapat dipertahankan lagi. Adanya perbedaan ketentuan batas usia minimal antara laki-laki dan perempuan menunjukkan dibedakan kedudukan laki-laki dan wanita dalam mendapatkan kesempatan pendidikan dan hak-hak lainnya. Oleh karena itu dilakukan revisi Undang-Undang Perkawinan dengan menetapkan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan menyatakan bahwa batas usia minimal perkawinan bagi wanita sama dengan laki-laki yaitu 19 (Sembilan belas) tahun. Apabila dengan alasan yang mendesak perkawinan di bawah umur harus dilangsungkan, maka diperbolehkan melakukan penyimpangan dengan mengajukan permohonan dispensasi ke Pengadilan.Walaupun telah ditentukan batas usia minimal perkawinan adalah 19 tahun. namun perkawinan di bawah umur masih sering terjadi. Tingginya permohonan perkawinan di bawah umur juga terjadi di Kecamatan Maro Sebo Muaro Jambi. Berdasarkan data dari KUA Kec. Maro Sebo dalam kurun waktu Tahun 2020-2021 terdapat 20 permohonan dispensasi perkawinan. Pengetahuan dan pemahaman orang tua tentang Peraturan Perkawinan dapat memutuskan mata rantai perkawinan di bawah umur dan kewajiban orang tualah untuk mencegah terjadinya perkawinan di bawah umur. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019. Target Peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk mentaati Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019, Mencegah dan meminalimisir jumlah perkawinan di bawah umur, serta menanamkan dan membangunkan kesadaran masyarakat pentingnya memberikan hak-hak anak.
Natıonal Alms Instıtutıons’ Perspectıve Towards Exıstence And Problems On Rule Of Natıonal Alms Instıtutıons In Desıgnıng And Workıng Procedure Upz Issue 2, Season 2016 In Jambı Cıty Muhammad Amin Qodri; Umar Hasan; Evalina Alissa; Rafiqi Rafiqi; Afi Parnawi
Asian Journal of Management, Entrepreneurship and Social Science Vol. 4 No. 01 (2024): Pebruary, Asian Journal of Management Entrepreneurship and Social Science ( AJ
Publisher : Cita Konsultindo Research Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Alms is an order as narrated by Allah swt. For Muslims, certain assets are issued and given to those who are entitled. In regulating the implementation of zakat in society, the Indonesian government establishes special institutions, namely BAZNAS and LAZ as outlined in Law Number 23 of 2011 concerning Zakat Management. Based on these regulations, the task of BAZNAS is to assist in the management of zakat by establishing UPZ, one of which is at the sub-district, village, or other names. The duties of UPZ are regulated in PERBAZNAS Number 2 of 2016 concerning the Establishment and Work Procedure of UPZ, which explains how the mechanism for the formation of UPZ and the working mechanism of UPZ in each sector. The results of this study can be concluded that the existence of UPZ from every mosque and mushalla in several sub-districts in Jambi City is still not visible. Like several mosque and mushalla administrators, it was stated that UPZ had not yet been formed and also did not know specifically about UPZ itself. The problems faced by BAZNAS Jambi City are the lack of personnel from Jambi City BAZNAS employees in an effort to reach mosques and prayer rooms in Jambi City, lack of operational costs in socializing, the higher volume of work faced by BAZNAS. So that the Jambi City BAZNAS is expected to focus more on the work pattern mandated by PERBAZNAS Number 2 of 2016, so that there are no more mosques or mushalla whose UPZ has not been formed.