Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

PEMBINAAN KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN UMUM: (Studi Kasus Gelandangan dan Pengemis) Annisa Rahmadanita
Jurnal Tatapamong Jurnal Tatapamong, Vol. 1, No. 2, September 2019
Publisher : Fakultas Hukum Tata Pemerintahan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33701/jurnaltatapamong.v1i2.1154

Abstract

Fokus kajian ini dilatarbelakangi atas fenomena yang terjadi di wilayah perkotaan adalah hadirnya gelandangan dan pengemis. Tujuan penulisan kajian ini adalah untuk memperoleh gambaran terkait dengan pembinaan gelandangan dan pengemis dalam pemeliharaan ketentraman dan ketertiban umum. Metode penulisan yang digunakan adalah pendekatan Studi Kepustakaan (Library Research). Berdasarkan analisis dan pembahasan, maka penulis menyimpulkan bahwa pembinaan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut: (1) pemerintah daerah perlu menyusun peraturan mengenai penertiban gelandangan dan pengemis; (2) pemerintah daerah perlu memiliki data yang konkrit dan real tentang jumlah dan kondisi gelandangan dan pengemis; (3) pemerintah daerah perlu membangun komunitas dengan masyarakat dalam mendukung penertiban dan pembinaaan gelandanagan dan pengemis. (4) pemerintah daerah perlu menyusun program pembinaan dan pendampingan secara bertahap dan berkelanjutan kepada gelandangan dan pengemis; (5) pemerintah daerah perlu mengevaluasi terkait program pembinaan dan pendampingan bagi gelandangan dan pengemis. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberi saran sebagai berikut: (1) pemerintah daerah perlu meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan baik dengan entitas yang lebih besar maupun entitas yang lebih kecil; (2) pemerintah daerah perlu memberi ruang kepada masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam penertiban gelandangan dan pengemis di daerah; (c) pemerintah daerah perlu menyusun dan mengevaluasi program pembinaan terhadap gelandangan dan pengemis di daerah. Kata kunci: pembinaan, ketentraman dan ketertiban umum, gelandangan dan pengemis
PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN MELALUI PROGRAM KUBE OLEH DINAS SOSIAL DI KECAMATAN TANAHGROGOT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Muhammad Hasanurrizqi; Annisa Rahmadanita
J-3P (Jurnal Pembangunan Pemberdayaan Pemerintahan) J-3P (Jurnal Pembangunan Pemberdayaan Pemerintahan) Vol. 3, No. 1, Juni 2018
Publisher : ipdn

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1030.766 KB) | DOI: 10.33701/j-3p.v3i1.858

Abstract

This research is oriented to the Empowerment of the Poor through the Joint Business Group Program (KUBE) by the Social Service in Tanahgrogot District, Paser Regency, East Kalimantan Province. This study uses qualitative research methods with descriptive analysis methods. This research is based on the Community Empowerment Theory by Mardikanto (2015). This study uses data collection techniques with interviews and observations. The results showed that: the empowerment of the poor through the KUBE Program by the Social Service in Tanahgrogot Subdistrict Paser Regency, East Kalimantan Province was described through 4 (four) main efforts namely: 1) Human Development: KUBE implementation in fostering people or perpetrators from the Social Service and Assistance Agency is to provide information to the Camat and proceed to the village head to look for people who are indeed less capable and have never received assistance. As well as directing the implementation of KUBE to KUBE actors. Empowerment carried out by the Office of Social Affairs has a good impact on the community and its surroundings, that is, it can develop businesses and other skills; 2) Business Development: The development of this business is to provide facilities and infrastructure to support the activities of the KUBE program. Increasing the accessibility of capital and information is the most important thing in this program. The Office of Social Affairs and Assistance also provides services for channeling business results from each group; 3) Community Development: The development of the environment in the implementation of the KUBE program provides an opportunity for the actors to try according to their wishes with an environmentally friendly business and KUBE actors provide employment to the surrounding community so that KUBE actors carry out this program into a positive impact on the surrounding community and the environment beautiful business; 4) Establishing Institutions: This guidance needs to be adjusted to the rules that apply, sometimes it is also in accordance with the agreement of the KUBE perpetrator with the companion. The facilitator assists KUBE actors in solving problems that exist in KUBE actors both internally and externally so that KUBE actors have the momentum in entrepreneurship, the ability to manage groups and individuals, the ability to solve problems in groups. Keywords: empowerment, KUBE program, social service
PELAYANAN DRIVE THRU KTP-el DI KABUPATEN BLITAR Eko Budi Santoso; Higan Nanda Ihza Mahendra; Annisa Rahmadanita; Eem Nurnawati
Jurnal Ilmu Pemerintahan Widya Praja Vol 47 No 1 (2021)
Publisher : Lembaga Riset dan Pengkajian Strategi Pemerintahan (LRPSP), Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33701/jipwp.v47i1.1961

Abstract

The Drive Thru program is an innovation developed by the Population and Civil Registration Office of Blitar Regency in the e-KTP service, which has the aim of improving the quality of e-KTP services in Blitar Regency and as a breakthrough in population administration services during the Covid-19 pandemic. This study aims to determine the mechanism of the Drive Thru Program e-KTP service by the Department of Population and Civil Registration of Blitar Regency. The research method used is descriptive qualitative research method. Sources of data in this study are primary and secondary data sources. The data analysis technique used is a theoretical taxonomy assessment technique, where the researcher provides an overview of the fact assessment on each indicator of the concept under study which is detailed theoretically. For data collection techniques include interviews, observation and documentation. The results showed that of the 5 (five) dimensions that the researcher used in the study, only one dimension that showed good performance was contained in the Empathy dimension. Meanwhile, in the other 4 dimensions of performance, many obstacles occur, especially in indicators of physical appearance, clarity of procedures, response to complaints, and guarantee of punctuality. Most of these obstacles are related to infrastructure which is closely related to budget constraints. Efforts made to overcome these obstacles are still in the planning stage by increasing the budget allocation to add mobile service cars, repair service counters, increase the number of digital comment boxes, improve internet networks, and create standard operating procedures (SOPs). It is recommended to the Government to immediately make regulations related to the Drive Thru Program e-KTP Service in the regions and to improve communication between regional apparatus organizations in the regions.Keywords: e-KTP, Drive Thru, Service, Blitar Regency
PENGEMBANGAN WISATA HALAL DI KOTA BANDA ACEH Eko Budi Santoso; Annisa Rahmadanita; Luthfiani Rahmaniazar; Enjang Hidayat; Neni Alyani
Jurnal Ilmu Pemerintahan Widya Praja Vol 47 No 2 (2021)
Publisher : Lembaga Riset dan Pengkajian Strategi Pemerintahan (LRPSP), Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33701/jipwp.v47i2.2231

Abstract

Beberapa indikasi masalah di lapangan serta hasil penelitian terkait menunjukkan bahwa masih ada banyak masalah dalam pengembangan wisata halal di Provinsi NAD maupun di Kota Banda Aceh. Tujuan penelitian untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengembangan wisata halal yang dilakukan di Kota Banda Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan datanya dilakukan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancaranya dilakukan terhadap 16 orang informan. Untuk meningatkan validitas penelitian, penulis juga melakukan trianggulasi baik triangulasi sumber data maupun triangulasi teknik. Konsep “pengembangan” yang digunakan dalam penelitian ini, menggabungkan pendapat Sammeng (2001), Andrew E. Sikula dalam Sedarmayanti (2009) dan Yoeti (2008). Oleh karena itu konsep “pengembangan” dimaknai sebagai proses perubahan sistem yang dilakukan secara sadar dan terencana menuju kondisi yang lebih baik dalam aspek sumber daya manusia, aspek fisik maupun aspek non fisik lainnya. Sedangkan terkait penyelenggaraan wisata halal di Kota Aceh, digunakan dasar peraturan Wali Kota Banda Aceh Nomor 17 tahun 2016 tentang penyelenggaraan wisata halal. Hasil penelitian menemukan bahwa masih terdapat fasilitas yang kurang memadai, kurangnya jumlah pegawai, serta kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam pengembangan wisata halal di Kota Banda Aceh. Dari tiga dimensi yang diamati, yaitu dimensi pengembangan obyek dan destinasi wisata, dimensi penyediaan prasarana, serta dimensi pengembangan SDM wisata, kesemuanya menunjukkan kinerja yang belum dapat dinilai baik. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan wisata halal di Kota Banda Aceh belum terlaksana dengan baik. Kata Kunci: Pengembangan, Wisata Halal, Kota Banda Aceh.
RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA SAMARINDA: PENCAPAIAN, PERMASALAHAN DAN UPAYANYA Eko Budi Santoso; Annisa Rahmadanita; M. Daffa Ryandana
Jurnal Ilmu Pemerintahan Widya Praja Vol 48 No 1 (2022)
Publisher : Lembaga Riset dan Pengkajian Strategi Pemerintahan (LRPSP), Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33701/jipwp.v48i1.2828

Abstract

Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik di Kota Samarinda belum memenuhi target sebesar 20% dari ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran umum terkait pencapaian penyediaan ruang terbuka hijau di Kota Samarinda, permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Samarinda dalam pelaksanaan standar RTH serta upaya yang dapat dilakukan oleh oleh Pemerintah Kota Samarinda dalam pencapaian standar RTH. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian RTH public belum sesuai ketentuan, baru sekitar 6,07 atau 17,08% tergantung data yang dipergunakan. Beberapa permasalahan masih ada dalam penyediaan RTH publik, utamanya minimnya ketersediaan lahan untuk RTH, disamping permasalahan SDM, anggaran, sebaran ekologi RTH, dan masalah sosial terkait RTH. Beberapa upaya telah dilakukan, namun masih direkomendasikan untuk menyiapkan bank tanah, pengalokasian ulang RTH sesuai fungsi ekologisnya, peningkatan SDM dan anggaran serta peningkatan leadership yang dapat memobilisasi pelibatan pelaksana dan kontribusi serta partisipasi masyarakat. Kata Kunci: Ruang Terbuka Hijau, Pencapaian, Permasalahan dan Upaya
PENYELENGGARAAN FUNGSI PEMELIHARAAN KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN UMUM OLEH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DI KOTA BOGOR Annisa Rahmadanita; Agung Nurrahman
Jurnal Tatapamong Jurnal Tatapamong, Vol. 4, No. 2, September 2022
Publisher : Fakultas Hukum Tata Pemerintahan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33701/jurnaltatapamong.v4i2.3014

Abstract

Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menegakkan peraturan daerah berimplikasi pada terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat di Kota Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis penyelenggaraan fungsi pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban umum oleh Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Bogor. Metode penelitian adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara kepada 8 orang informan, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan fungsi pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban umum oleh Satpol PP Kota Bogor meliputi kegiatan deteksi dan cegah dini, pembinaan, penyuluhan, patroli, pengamanan, pengawalan, penertiban dan penanganan unjuk rasa serta kerusuhan massa. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan fungsi pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban umum masih dihadapkan pada permasalahan kurangnya kesadaran masyarakat terkait penegakkan peraturan daerah, dan terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat. Di sisi lain, penyelenggaraan fungsi pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban umum di Kota Bogor dilakukan dengan dukungan kekuatan personil Satpol PP, komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, keterlibatan anggota masyarakat melalui inovasi kampung tertib. Kata Kunci: Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja, Ketenteraman dan Ketertiban Umum, Perlindungan Masyarakat.
PERPUSTAKAAN DESA: PERMASALAHAN, TANTANGAN DAN UPAYANYA DITINJAU DARI MODEL PENTA HELIX Annisa Rahmadanita
Jurnal Pemerintahan Dan Keamanan Publik (JP dan KP) Jurnal Pemerintahan dan Keamanan Publik (JP dan KP), Vol. 4, No. 2, Agustus 2022
Publisher : Program Studi Manajemen Keamanan dan Keselamatan Publik IPDN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33701/jpkp.v4i2.2891

Abstract

Penyelenggaraan perpustakaan desa berbasis inklusi sosial diharapkan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, namun sejak tahun 2018 program tersebut diluncurkan oleh pemerintah, masih terdapat perpustakaan desa yang belum bertransformasi berbasis inklusi sosial. Kajian ini dilakukan untuk untuk memperoleh gambaran umum dan mendeskripsikan tentang permasalahan, tantangan dan upaya penyelenggaraan perpustakaan desa ditinjau dari model penta helix. Kajian ini merupakan studi kepustakaan dan penulis mengumpulkan data melalui artikel jurnal publikasi, buku, dan portal berita yang relevan dengan objek kajian. Analisis data dilakukan melalui analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi perpustakaan desa diantaranya terbatasnya anggaran, sumber daya manusia yang kurang memadai, sarana dan prasarana pendukung yang kurang memadai, pengelolaan dan pembinaan perpustakaan desa yang kurang optimal. Di sisi lain, tantangan yang dihadapi perpustakaan desa adalah berkembangnya teknologi yang begitu cepat dalam penyelenggaraan perpustakaan desa berbasis inklusi sosial. Upaya yang dapat dilakukan dalam penyelenggaraan perpustakaan berbasis inklusi sosial adalah dengan sinergitas, harmonsasi dan kolaborasi antara elemen akademisi, pihak swasta, pemerintah, masyarakat dan media. Kesimpulannya, perpustakaan desa merupakan suatu bagian dari gambaran suatu komunitas desa. Adapun pada level daerah, perpustakaan masih menghadapi berbagai macam permasalahan dna tantangan lainnya, begitupula dengan perpustakaan desa menghadapi permasalahan yang jauh lebih kompleks. Oleh karenanya diperlukan pendekatan dari berbagai macam pihak melalui model penta helix dalam menghadapi tantangan dan mengatasi permasalahan tersebut. Kata Kunci: Inklusi Sosial, Model Penta Helix, Perpustakaan Desa.
Rendahnya Literasi Remaja di Indonesia: Masalah dan Solusi Annisa Rahmadanita
Jurnal Pustaka Ilmiah Vol 8, No 2 (2022): Jurnal Pustaka Ilmiah
Publisher : Central Library of Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jpi.v8i2.66437

Abstract

The ease of access to social media owned by teenagers is considered to be able to make teenagers spend most of their time without clear goals. On the other hand, youth are part of a digital community that participates in the progress of their country. This phenomenon is the background of this study. The goal of this research was to find a solution to the youth's low literacy rate. The method of this study is a literature review. The research findings show that in order to realize literate youth, collaboration and commitment from three important elements are needed, namely family, government, and society. The conclusion from this study is that the solution to low adolescent literacy is to realize literate youth through efforts to build high motivation for individual youth to think, read, and write, which can be built through the role of family elements. The next element is that the government, as a regulator, can play a role in issuing policies that support Indonesian families to improve literacy. The author considers that the various benefits received by adolescents through social media should be accompanied by restrictions on access to their use. Limiting access to social media can be outlined in a clear government policy. The next element is the community, which can play a role in educating and raising awareness regarding climate change and strengthening literacy for young people in Indonesia through a healthy internet campaign for young people. Communities can also build youth literacy communities and obtain assistance from the government, both at the central government and local government levels.
Transformational Leadership of Higher Education Library : Study at Library of Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor Campus Annisa Rahmadanita
JPUA: Jurnal Perpustakaan Universitas Airlangga: Media Informasi dan Komunikasi Kepustakawanan Vol. 12 No. 2 (2022): JULI - DESEMBER 2022
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jpua.v12i2.2022.115-125

Abstract

Background. This research is inspired by the results of previous research which stated that transformational leadership is an effective leadership style owned by a leader of a library organization. Therefore, the researcher examined practically related to this matter, especially in the application of the transformational leadership style applied by the leader of the IPDN Library, Jatinangor Campus. Research Methods. The research conducted presented qualitative data and researchers conducted interviews, observations and documentation in data collection. Data Analysis. Data analysis is carried out by reducing data, presenting data and drawing conclusions. Result: The researcher found that the application of the transformational leadership style at the IPDN Library of Jatinangor Campus was supported by the high commitment of the library staff. In addition, the leader of the IPDN Library of the Jatinangor Campus provides an open space for employees to be creative and provide suggestions, criticisms and ideas, especially in the decision-making process. Library leaders also routinely provide motivation and direction to instill the value of commitment to the staff of the IPDN Jatinangor Campus Library. Conclusion and Suggestion. Referring to these 8 indicators, there are 2 (two) indicators that require improvement the indicators of continuous improvement and the indicator of empowering organizational members. Researchers recommend that leaders of the IPDN Library Jatinangor Campus can take part in Leadership Training, especially those related to Higher Education Library Leadership. In addition, it is also hoped that the leader of the IPDN Library, Jatinangor Campus, can compile and carry out the division of duties and work of employees by adjusting to the functions and positions of library employees.
PEMILIHAN KEPALA DESA SECARA DIGITAL DI KABUPATEN SLEMAN Eko Budi Santoso; Teguh Ilham; Hasna Azmi Fadhilah; Annisa Rahmadanita
Jurnal Ilmu Pemerintahan Widya Praja Vol 48 No 2 (2022)
Publisher : Lembaga Riset dan Pengkajian Strategi Pemerintahan (LRPSP), Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33701/jipwp.v48i2.3033

Abstract

Dalam beberapa tahun terakhir, pemilihan kepala desa (pilkades) secara elektronik banyak dilakukan, termasuk di Kabupaten Sleman. Kekhawatiran akan manipulasi teknologi yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan partisipasi masyarakat, sering muncul dalam kaitan e-vote pilkades. Hal tersebut mendorong dilakukannya penelitian ini. Tujuan penelitian untuk mengetahui penyelenggaraan e-Voting dalam setiap tahap penyelenggaraan. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Pengumpulan datanya dilakukan dengan dokumentasi, observasi, wawancara, dan FGD. Analisis deskriptif naratif dilakukan terhadap fakta pada tiap tahapan pilkades menurut Pratama dan Salabi yang mencakup tahap Pengkajian dan Perencanaan, Pengadaan, Penerapan/Pelaksanaan, dan Pasca e-Voting. Ditemukan bahwa pilkades di Kabupaten Sleman secara digital pada tiap tahapan, telah dapat dilaksanakan secara baik pada tahun 2020 maupun 2021. Permasalahan yang terjadi pada tahun 2020 baik dari aspek teknis maupun sumber daya manusia yang terjadi saat perencanaan, pengadaan, pelaksanaan/penerapan, dan pasca e-vote relatif telah dapat diatasi dan diantisipasi dengan baik pada tahun 2021. Dan hanya terdapat sedikit masalah yang hampir semua masalah tersebut terkait dengan kondisi pandemic covid-19 yang masih melanda Indonesia pada saat dilakukan pilkades secara digital. Disarankan penyiapan pendamping teknis dari warga desa atau penduduk sekitar desa dengan plotting silang, pembuatan SOP untuk pendamping pemilih, serta penyempurnaan system e-rekapitulasi pada tingkat desa. Kata Kunci: e-voting, pemilihan digital, pemilihan umum, kepala desa, Kabupaten Sleman