Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

LARANGAN PENGURUS (FUNGSIONARIS) PARTAI POLITIK SEBAGAI BAKAL CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH PADA PEMILU 2019 Tohadi Tohadi; Dian Eka Prastiwi; Reni Suryani
Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol 11, No 2 (2020): SURYA KENCANA SATU
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/jdmhkdmhk.v11i2.8040

Abstract

Penelitian ini untuk menjawab dan mendeskripsikan: 1) bagaimana pertimbangan dan amar Putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 dan Putusan MA No. 65 P/HUM/2018 terkait larangan bagi pengurus partai sebagai balon anggota DPD pada Pemilu 2019; dan 2) Apa yang menyebabkan adanya perbedaan dalam pertimbangan pada Putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 dan Putusan MA No. 65 P/HUM/2018 dimaksud. Peneliti menggunakan penelitian hukum sosiologis (socio-legal research) untuk menggambarkan masalah-masalah penelitian dengan menggunakan data sekunder diperkuat dengan data primer. Peneliti memberikan kesimpulan, pertama, Putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 dan Putusan MA No. 65 P/HUM/2018 keduanya menegaskan adanya larangan bagi pengurus partai sebagai balon anggota DPD. Meskipun ada perbedaan terkait pemberlakuannya pada Pemilu 2019. Menurut Putusan MK, ketentuan tersebut sudah dikenakan pada Pemilu 2019, sedangkan menurut Putusan MA ketentuan dimaksud tidak memiliki kekuatan hukum mengikat jika diberlakukan pada Pemilu 2019. Kedua, adanya perbedaan kedua putusan lembaga kekuasaan kehakiman itu karena adanya penafsiran yang berbeda mengenai pengertian tahap pencalonan anggota DPD pada Pemilu 2019.
Jaminan Perlindungan Profesi Penilai Publik dalam Konstruksi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56/PMK.01/2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/Pmk.01/2014 Tentang Penilai Publik Abraham Samuel Amanupunjo; Dian Eka Prastiwi
Rechtsregel : Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 2 (2020): Rechtsregel: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (107.506 KB) | DOI: 10.32493/rjih.v3i2.8086

Abstract

The existence of appraisers in Indonesia has not yet been regulated in aseparate law. The function of appraisers is to increase the society trust.Appraisal services business is a business that is very vulnerable to the markup game or decrease the value of an asset or property in accordance with thepurpose of the valuation. The collateral appraisal process by the PublicAppraiser must be based on the Indonesian Appraiser Code of Ethics (KEPI)and the Indonesian Appraisal Standard (SPI) and the facts that areobjectively available. Done without any tendency on personal interests orinfluence of the assignor and / or service user. If the appraisal process is notcarried out according to these things, the Public Appraiser can be said to bemalpractice. Therefore, to carry out an assessment needs guidelines or rules,so that it is not making it up. So far, the rules that form the basis of appraisalservice activities are the Appraisal Services Code of Ethics, the current codeof ethics is the Indonesian Appraiser Code of Ethics (KEPI) and theIndonesian Valuation Standard (SPI). The two guidelines and rules areactually not enough to regulate the activities of the Appraisal Service and avariety of strict regulations are needed, so that it does not cause variousproblems as currently. Meanwhile the regulations governing PublicAppraisers are only Ministerial-level Regulations, namely Minister ofFinance Regulation (PMK) No. 56 / PMK.01 / 2017 concerning changes to theMinister of Finance Regulation (PMK) No. 101 / PMK.01 / 2014 concerningPublic Appraisers which is not equipped with strict sanctions but is limited toadministrative sanctions, so it has not provided legal certainty and guaranteeof protection for the Public Appraiser in carrying out his profession.
SK. GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 660.1/6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN PENAMBANGAN DAN PENDIRIAN PABRIK SEMEN PT. SI DI KABUPATEN REMBANG, PROVINSI JAWA TENGAH Asip Suyadi; Dian Eka Prastiwi; Nining Nining
Rechtsregel : Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2018): Rechtsregel : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (267.334 KB) | DOI: 10.32493/rjih.v1i2.2220

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Keputusan TUN yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terhadap permasalahan yang di teliti. Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan. Sedangkan bersifat normatif maksudnya penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya. Dalam penelitian hukum normatif maka yang diteliti pada awalnya data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer dilapangan atau terhadap prakteknya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksistensi Keputusan TUN bagi Badan atau Pejabat TUN ini tidak hanya dimasudkan sebatas untuk menjalankan fungsi (i) pelaksanaan pemerintahan di tingkat daerah, tetapi juga bertindak sebagai (ii) penjaga kepentingan rakyat dan sekaligus (iii) penegak prinsip-prinsip konstitusionalisme dalam pemerintahan. Sebagai organ pemerintahan, secara yuridis telah mendelegasikan peran Badan atau Pejabat TUN untuk menjalankan fungsi pemerintahan berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan. Dalam melaksanakan fungsi pemerintahan, kewenangan Badan atau Pejabat TUN dalam mengeluarkan Keputusan TUN pada prakteknya masih sering melanggar peraturan perundangundangan yang berlaku, seperti UU Peradilan TUN, UU Administrasi Pemerintahan, UU Lingkungan Hidup, dan UU HAM. Oleh karena itu, eksistensi dan peran Badan atau Pejabat TUN harus diatur sesuai dengan spirit UU Administrasi Pemerintahan. Pertama, penyempurnaan pengaturan pengeluaran SK TUN. UU Administrasi Pemerintahan harus memberikan penegasan lebih lanjut terkait tentang Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Kedua, kejelasan, kedudukan peraturan perundang-undangan dalam menentukan keputusan kebijakan pemerintah yang dikeluarkan melalui SK TUN.K a t a K u n ci : L i n g k u n g a n, P e n a m b a n g a n, P e n d iri a n P a b ri k Semen
“BUKAN MERUPAKAN KERUGIAN NEGARA”: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEUANGAN NEGARA DAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN UNTUK PENANGANAN PANDEMI COVID-19 Dian Eka Prastiwi
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 9 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (454.568 KB) | DOI: 10.24843/KS.2020.v08.i09.p11

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji isu krusial yang terkait dengan dikeluarkan PERPU NO. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Disease 2019 (“Covid-19”) yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Untuk dapat mengetahui makna Kerugian Negara dan Penerapan Itikad baik sesuai dengan Pasal 27. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan menggunakan studi dokumen yang meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Terkait dengan hal-hal yang terdapat dalam Pasal 27 PERPU No 1 Tahun 2020 juga dinilai berpotensi memunculkan korupsi dengan adanya Pasal 27 ayat 1 terutama frasa “bukan merupakan kerugian Negara”. Unsur terpenting dari suatu kerugian Negara adalah adanya perbuatan melawan hukum dan nilai kerugian yang riill. Oleh karena itu, pengaturan frasa “bukan merupakan kerugian Negara” dalam Pasal 27 ayat 1 PERPU No 1 Tahun 2020 agar tidak terjadi salah penafsiran atas Pasal tersebut maka perlu diatur lebih detail dalam penjelasan pasal demi pasal pada PERPU yang dimaksud. This study aims to examine the crucial issues associated with the issuance of PERPU NO. 1 of 2020 concerning State Financial Policy and Financial System Stability for Handling the 2019 Corona Disease Pandemic (“Covid-19”) which was amended to Law Number 2 of 2020. To be able to find out the meaning of State Loss and Implementation of Good faith in accordance with Article 27. This study uses a normative method by using document studies which include primary, secondary and tertiary legal materials. The results of this study indicate that Law Nomoor 2 of 2020. In relation to matters contained in Article 27 of PERPU No. 1 of 2020 it is also considered to have the potential to cause corruption with the existence of Article 27 paragraph 1, especially the phrase "not a loss to the State". The most important element of a State loss is an act against the law and the real value of the loss. Therefore, the regulation of the phrase "not a loss to the State" in Article 27 paragraph 1 of PERPU No. 1 of 2020 so that there is no misinterpretation of the Article, it is necessary to regulate in more detail the explanation of article by article in the PERPU referred to.
PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA KELURAHAN LENGKONG KARYA, MELALUI SOSIALISASI UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM, SEBAGAI UPAYA BERSAMA PEMENUHAN AKSES KEADILAN BAGI MASYARAKAT MISKIN Halimah Humayrah Tuanaya; Abdul Hayy Nasuiton; Wahib Wahib; Dian Eka Prastiwi; Mohamad Fandrian Hadistianto
Abdi Laksana : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 1, No 1 (2020): Edisi Januari
Publisher : LPPM Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (221.193 KB) | DOI: 10.32493/al-jpkm.v1i1.3996

Abstract

The provision of legal aid is one way to realize access to justice for the poor given by the state on the mandate of the constitution. Several regulations regarding legal aid have been issued by the state through the law and implementing regulations. The most explicit statutory provisions governing the provision of legal assistance are Law No. 16 of 2011 concerning Legal Aid. But the facts in the community, the regulations that have been made have not been effectively implemented so that the meaning of access to justice is biased. The ineffectiveness of the application of legal aid in Indonesia is an interesting legal issue to be followed up immediately to make effective the provision of legal aid in order to realize access to justice for the poor. Based on the Memorandum of Understanding (MoU) that was signed between the Faculty of Law at the University of Pamulang with the District of North Serpong, then as a follow up is the implementation of Community Service (PKM) in all sub-district in the Serpong Utara District, one of which is Lengkong Karya Sub-District. This is one form of the implementation of the Tri Dharma of Higher Education which is an obligation of the academic community of Pamulang University. Lack of socialization and access to information on free legal assistance for the poor among the increasing number of people who are in conflict with the law, either because they are victims, perpetrators, or witnesses of criminal cases, such as murder, theft, etc., or become parties to civil matters such as divorce, inheritance, land disputes, etc. So that this legal counseling activity is very urgent to do in order to guarantee the rights of the poor to legal assistance in accordance with the mandate of Law No. 16 of 2011 concerning Legal Aid. This journal is a mandatory output from PKM that has been conducted in accordance with PKM Edition XII guidelines. PKM activities have been carried out on 9-11 October 2019. Located in the Lengkong Karya Village Head Office, with staff members from the Lengkong Karya sub-district and other community groups, such as women who are administrators of Family Welfare Empowerment (PKK). There are two stages of the method of implementing PKM; First, the preparation stage which contains surveys and preparation of activity material; Second, the implementation phase is carried out using two methods, namely counseling and discussion.Key Words: Legal Aid, Access to justice
EKSISTENSI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP PEMBERANTASAN KORUPSI Dian Eka Prastiwi
Pamulang Law Review Vol 2, No 1 (2019): Agustus 2019
Publisher : Prodi Hukum S1 - Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.259 KB) | DOI: 10.32493/palrev.v2i1.5339

Abstract

Korupsi merurupakan  faktor penghambat bagi perkembangan demokrasi, menghambat pelaksanaan tugas lembaga-lembaga public serta penyalahgunaan sumber daya yang dimiliki baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Perangkat hukum mulai dari Undang-Undang Anti Korupsi, Lembaga Anti Korupsi atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pengadilan Khusu yang menangani kasus korupsi yang disebut dengan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dari keseluruhan masalah yang ada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dibentuk untuk menyelesaikan kasus Tindak Pidana Korupsi yang termasuk dalam kejahatan ExtraOrdinary Crime. Kedudukan, kewenangan dan tujuan dibentuknya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Adanya pengadilanTindak Pidana Korupsi ini dapat membawa hal posistif karena dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat pada lembaga hukum yang ada di Indonesia.
PROSEDUR PERALIHAN KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA Dian Ekawati; Dwi Kusumo Wardhani; Dian Eka Prastiwi; Suko Prayitno; Agus Purwanto
JAMAIKA: JURNAL ABDI MASYARAKAT Vol 2, No 1 (2021): FEBRUARI
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.935 KB)

Abstract

Peralihan hak atas tanah yang di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) adalah bagian dari pemeliharan data pendaftaran tanah sebagai kelanjutan dari kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya. Pasal 37 ayat (1) Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan jika dibukikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku. Kegiatan peralihan hak atas tanah khususnya mengenai jual beli tanah dan bangunan banyak dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan Keranggan, Kota Tangerang Selatan. Dalam perjalanannya sebagian masyarakat belum mengetahui tentang prosedur, dokumen, dan pajak-pajak yang harus dibayarkan. Tim Pengabdian Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Pamulang memberikan penyuluhan mengenai pentingnya memahami hak dan kewajiban penjual dan pembeli dalam melakukan kegiatan jual beli, sehingga dapat meminimalisir sengketa di kemudian hari.
Beleid Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Sebagai Upaya Pembaharuan Hukum Dalam Administrasi Pertanahan Di Indonesia Dian Eka Prastiwi; Reni Suryani; Wahib Wahib; Halimah Humayrah Tuanaya
Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol 14, No 1 (2023): SURYA KENCANA SATU
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/jdmhkdmhk.v14i1.29506

Abstract

PTSL adalah upaya pendaftaran tanah pertama kalinya yang dilaksanakan secara serentak terhadap semua objek pendaftaran tanah diseluruh daerah yang ada di Indonesia. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap kepemilikan ha katas tanah. Tulisaan ini menggambarkan serta menganalisis beleid atau kebijakan pemerintah terhadap pendaftaran tanah sistematis lengkap sebagai upaya untuk mewujudkaan kepastian hukum. Penelitian ini adalah penelitian hukum normative. Peneilitian hukum normative sendiri adalah penelitian kepustakaan atau penggunaan data sekunder. Wujud dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagaai berikut, pertaman, Kegiatan PTSL adalah kegiatan pemerintah yang menjadi jembatan bagi negara unruk memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap bidang pertanahan. Dengan adanya kepastian terhadap data fisik dan data yuridis yang berasal dari pemohon ataupun pemilik hak atas tanah yang telah terdaftar didalam buku tanah dengan dibuktikan adanya sertifikat sebagai bentuk publisitas positif terhadap pendaftaran tanah. PTSL sendiri menjadi pilar utama didalam perubahan system pendaftaran tanah jika ditinjau dari publisitas negative berubah menjadi positif sehingga bisa memberikan kepastian hukum terhadap pemilik ha katas tanah. Kedua, adanya pembaharuan mengenai system pendaftaran tanah sesuai dengan tata cara yang termuat dalam Peraturan Menteri ATR/BPN No. 6 Tahun 2018 dapat memberikan dampak positif bagi pemmerintah dan masyarakat. Terhadap pemerintah adanya perubahan ini bisa mengurangi dampak dari adanya perselisihan tanah, memudahkan dalam membuat kebijakan dibidang pertanahan. Sedangakn bagi masyarakat adanya pembaharuan itu dapat memberikan rasa aman bagi pemilik hak atas tanah, mempermudah masyarakat didalam mendapatkan hak atas tanah, memudahkan untuk peralihan hak, dan untuk mendapatkan harga tertinggi didalam melakukan jual beli tanah.
Efektivitas Peran Lembaga Pemasyarakatan Maximum Security dalam Upaya Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Kelas Iia Gunung Sindur Riki Bramandita; Dian Eka Prastiwi
Journal on Education Vol 5 No 4 (2023): Journal on Education: Volume 5 Nomor 4 Mei-Agustus 2023
Publisher : Departement of Mathematics Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/joe.v5i4.2755

Abstract

The research aims to: 1) understand and analyze the effectiveness of the role of maximum security penitentiary in the convict coaching at Special Class IIA Gunung Sindur Penitentiary; 2) understand and analyze the inhibiting factors in the convict coaching at Special Class IIA Gunung Sindur Penitentiary. The research was conducted in April - June 2020 by juridical and empirical approach. The respondents were consist of prisoners and penitentiary officer selected by the snowball method. The research showed that the role of Special Class IIA Gunung Sindur Penitentiary with maximum security in the convict coaching has not been effective based on Republic of Indonesia Law Number 12 of 1995. Inhibiting factors include the limited number of trained corectional officers, the Penitentiary layout is not in accordance with the need for convict coaching, coaching methods have not been updated, the stages of coaching program are not sustainable, the roles of related agencies are not harmonious and sustainable, lack of training time, and lack of interest from prisoners in the coaching program.
Rekonstruksi Hukum Dalam Mewujudkan Kepatuhan Pembentuk Undang-Undang Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Sebagai Mekanisme Checks And Balances Tohadi, Tohadi; Prastiwi, Dian Eka
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 11, No 1 (2022): April 2022
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (558.916 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v11i1.849

Abstract

AbstrakAdanya kewenanagan yang disematkan oleh konstitusi pada MK dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 merupakan mekanisme checks and balances. Dalam hal ini antara  MK dengan Pembentuk UU, yaitu DPR bersama Presiden. Namun dalam prakteknya, ada ketidapatuhan Pembentuk UU terhadap Putusan MK. Tulisan ini menggambarkan dan menganalisis gagasan rekonstruksi hukum pengaturan Putusan MK dalam mewujudkan adanya kepatuhan Pembentuk UU terhadap Putusan MK sebagai mekanisme checks and balances. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan penelitian kepustakaan atau data sekunder. Hasil penelitian ini menyimpulkan, pertama, ada sejumlah faktor yang menyebabkan adanya ketidakpatuhan Pembentuk UU terhadap Putusan MK mulai dari karena adanya Putusan MK sendiri yang bersifat kontroversial hingga pada tidak adanya political will dari Pembentuk UU. Kedua, perlu dilakukan rekonstruksi hukum terkait pengaturan sifat Putusan MK dengan menegaskan secara expressis verbis  kata “mengikat”  baik dalam UUD 1945 maupun dalam sejumlah UU yang terkait, yaitu UU tentang Kekuasaan Kehakiman, UU tentang Mahkamah Konstitusi, dan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam UU terkait, perlu diatur adanya klausul yang menyatakan dalam hal Putusan MK yang bersifat final dan mengikat tidak ditindaklanjuti oleh Pembentuk UU dalam waktu paling lama waktu tertentu, Putusan MK tersebut sah menjadi norma dalam pasal dari Undang-Undang yang telah diputuskan MK.Â