Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

KOMODITI UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP DI TELUK BANTEN (Leading Commodity of Capture Fisheries in Banten Bay) Dwi Ernaningsih; Domu Simbolon; Eko Sri Wiyono; Ari Purbayanto
Buletin PSP Vol. 20 No. 2 (2012): Buletin PSP
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (204.596 KB)

Abstract

Tekanan yang cukup besar di daerah pesisir Teluk Banten mengakibatkan kerusakan lingkungan, di antaranya adalah pencemaran perairan. Hal ini berakibat kepada penurunanhasil tangkapan nelayan. Pengembangan wilayah penangkapan sangat dibutuhkan untuk mengurangi tekanan penangkapan di wilayah pesisir. Pengembangan kawasan (wilayah) berbasis komoditas unggulan merupakan salah satu konsep pengembangan wilayah yang ada. Kawasan Teluk Banten dapat dikatakan kawasan yang memiliki daya saing. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menghitung bionomi sumber daya ikan; (2) menentukan komoditas unggulan perikanan tangkap di Teluk Banten. Model bionomi Gordon-Schaefer digunakan untuk menganalisis bionomi sumber daya ikan, dan komoditi unggulan dianalisis dengan metode skoring, nilai Location Quotient (LQ) dan indeks spesialisasi (IS) untuk menentukan keunggulan komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak seluruh jenis ikan menguntungkan secara ekonomi. Kembung, cumi-cumi, teri, tongkol, dan lemuru, merupakan jenis ikan pelagis yang layak dikembangkan. Adapun dari kelompok ikan demersal adalahrajungan, kakap merah, udang, kuwe, bawal hitam, ekor kuning, dan beloso. Berdasarkan metode skoring diperoleh bahwa rajungan, teri, dan cumi-cumi merupakan ikan yang dapat diunggulkan, hal ini juga sesuai dengan hasil perhitungan nilai LQ yang ketiganya bernilai lebih dari satu. Nilai IS sebesar 0,42 menunjukkan tingkat spesialisasi komoditi unggulan rendah di kawasan Teluk Banten, berarti konsentrasi komoditi unggulan cukup merata di kawasan Teluk Banten.Kata kunci: bionomi, komoditi unggulan, perikanan tangkap
Pengaruh Pengkayaan Nutrisi pada Cacing Sutera (Tubifex spp) sebagai Pakan Larva Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Terhadap Laju Pertumbuhan Sujono Sujono; Edward Danakusumah; Dwi Ernaningsih
Jurnal Penyuluhan Perikanan dan Kelautan Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Program Studi Penyuluhan Perikanan Politeknik Ahli Usaha Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33378/jppik.v8i1.48

Abstract

  Perlakuan dalam pembenihan ikan patin sudah banyak dilakukan oleh para pembenih tetapi sampai saat ini masih banyak kendala yang dihadapi hal ini disebabkan pada waktu pemberian pakan cacing sutera (Tubifex sp) pada stadia larva sampai saat ini masih banyak mengalami permasalahan dengan pertumbuhan yang lambat. Hal ini diperkirakan kurangnya nilai nutrisi pada pakan yang diberikan,dengan pertimbangan ini maka perlu adanya suatu kajian cara lain untuk mengatasi masalah ini yang diantaranya penggunaan kuning telur ayam sebagai alternatif penambahan nutrisi pada cacing sutera sebagai pakan, dengan cara cacing sutra dipuasakan terlebih dahulu lalu diberikan kuning telur ayam kampung yang telah direbus sebagai makanan bagi cacing sutera. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pengkayaan nutrisi pada cacing sutera sebagai pakan larva ikan patin terhadap laju pertumbuhan. Adapun manfaat penelitian adalah sebagai sumber informasi atau acuan kepada pembudidaya khususnya usaha pembenihan ikan patin, dan alternatif teknologi yang dapat diterapkan. Pengkayaan nutrisi pada cacing sutera dengan kuning telur ayam kampung dapat memberikan dampak yang baik pada laju pertumbuhan. Hal ini terlihat dari perlakuan E (8 jam pengkayaan nutrisi cacing sutera) dengan pertambahan bobot rata-rata 1.76 ± 0.09 gram dan pertambahan panjang pada perlakuan E (8 jam pengkayaan nutrisi cacing sutera) dengan pertambahan panjang rata-rata 2.35 ± 0.13 cm dibandingkan dengan perlakuan A (control) 0.96 ± 0.16 gram dan pertambahan panjang 2.0±0.07 cm.
SEBARAN LARVA IKAN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI OSEANOGRAFI LAUT SULAWESI Khairul Amri; Atiah Al Mutoharoh; Dwi Ernaningsih
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 21, No 2 (2015): (Juni 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1031.505 KB) | DOI: 10.15578/jppi.21.2.2015.103-114

Abstract

Laut Sulawesi diketahui sebagai daerah penangkapan ikan yang potensial sekaligus diduga sebagai lokasi pemijahan. Berbagai jenis larva ikan pelagis maupun demersal ditemukan di perairan ini. Kelimpahan dan sebaran larva ikan di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi oseanografi seperti temperatur, salinitas dan sejumlah parameter lainnya termasuk ketersediaan pakan. Untuk mengetahui pengaruh parameter oseanografi terhadap kelimpahan dan sebaran spasial larva ikan di Laut Sulawesi, telah dilakukan penelitian menggunakan kapal riset KR Baruna Jaya VII pada Oktober 2012. Parameter oseanografi yaitu temperatur dan salinitas diukur menggunakan iCTD dan sampling larva menggunakan bonggo net pada 18 stasiun pengukuran. Analisa hubungan kondisi oseanografi dengan sebaran larva dilakukan secara deskriptif dan pemetaan sebarannya dilakukan secara spasial. Hasil menunjukan keterkaitan sejumlah parameter oseanografi dengan kelimpahan dan sebaran spasial larva ikan. Sebaran larva famili Scombroidae dominan berada pada perairan bersalinitas tinggi karena merupakan jenis ikan oseanik. Larva ikan demersal banyak ditemukan di perairan sekitar Kep.Sangihe Talaud. Kelimpahan larva tertinggi ditemukan di perairan bagian utara dan barat lokasi penelitian dimana kelimpahan plankton tinggi ditemukan. Celebes Sea is known as a potential fishing and spawning grounds for several pelagic fish species. Abundance and distribution of fish larvae are allegedly linked to oceanographic conditions such as temperature, salinity and others oceanographic parameters including food availablity. To see the effect of oceanographic on the abundance and spatial distribution of fish larvae in the Celebes Sea, has conducted a research in October 2012using the research vessel KR Baruna Jaya VII. The measurement of oceanographic parameters including temperature and salinity and larval sampling were done respectively by using iCTD and Bonggo net at 18 measuring stations. The analysis of data was carried out for dertemining the effect of oceanographic condition to the fish larvae distribution and distribution mapping spatially of larvae abundance. Results show that there were a connection between fish larvae abundance and spatial distribution with oceanographic parameters. Scombridae larvae distribution was dominant at waters with high salinity condition because they are oceanic. Demersal fish larvae are mostly found in waters around Sangihe-Talaud islands. Highest abundance of fish larvae was found at northern and western part of research locations where the higher plankton concentration was found.
REPRODUKSI DAN MUSIM PEMIJAHAN TONGKOL KOMO (Euthynnus affinis) BERDASARKAN MONSUN DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI SAMUDERA HINDIA SELATAN JAWA-NUSA TENGGARA Khairul Amri; Fajar Alfina Nora; Dwi Ernaningsih; Thomas Hidayat
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 10, No 2 (2018): (Agustus) 2018
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (816.084 KB) | DOI: 10.15578/bawal.10.2.2018.155-167

Abstract

Samudera Hindia di sebelah Selatan Jawa merupakan salah satu habitat penting bagi ikan pelagis jenis tongkol komo (Euthynnus affinis). Keberadaan stok ikan di perairan ini sangat dipengaruhi oleh proses oseanografi yang berlangsung di daerah tersebut. Penelitian ini bertujuan mengkaji aspek reproduksi dan dugaan musim pemijahan tongkol komo di selatan Jawa berdasarkan monsun dan suhu permukaan laut (SPL). Sebanyak 152 ekor contoh ikan dan gonad diperoleh dari 3 lokasi pendaratan ikan yaitu Palabuhanratu, Sendang Biru dan Tanjung Luar pada tahun 2013. Analisa sampel gonad dilakukan tahun 2014 di Laboratorium Biologi, Balai Riset Perikanan Laut. Data Suhu Permukaan Laut (SPL) diunduh dari Citra Satelit Aqua MODIS level-3, situs resmi NASA tahun 2012-2013. Hubungan antar parameter dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan musim pemijahan berlangsung antara Mei-Oktober bersamaan dengan musim timur sampai dengan musim peralihan II, dimana durasi di perairan selatan Jawa lebih panjang dibandingkan dengan perairan lainnya. Fase matang gonad (Tingkat Kematangan Gonad IV) betina sebanyak 55% dan gonad jantan sebanyak 40% diperoleh pada bulan Juli. Berikutnya, pada bulan Oktober sekitar 11% sampel gonad ikan betina sudah memijah (spent). Fekunditas tertinggi dan diameter telur terbesar sebagai indikator pemijahan, ditemukan pada Musim Timur dan Musim Peralihan II, bersamaan dengan terjadinya upwelling di perairan selatan Jawa yang ditandai dengan nilai sebaran suhu permukaan laut (SPL) rendah. Terdapat kesamaan waktu antara puncak musim pemijahan dengan puncak musim penangkapan ikan tongkol komo di perairan selatan Jawa.Indian Ocean South off Java-Nusa Tenggara as an important habitat of pelagic fish, kawa-kawa (Euthynnus affinis). The fish stocks in those areas affected by oceanographical prosessed. This study aimed to analyze the reproduction aspects and spawning prediction of kawakawa and its relation with monsoon and sea surface temperature (SST) conditions. Gonad samples were obtained from 3 fish landing sites at Palabuhanratu, Sendang Biru and Tanjung Luar in 2013. Analysis of 152 fishes and gonad samples were conducted in 2014 at Biology Laboratory of Research Institute for Marine Fisheries. SST data was taken from Aqua MODIS satellite imagery level 3 (2012-2013), downloaded from the NASA website. The analysis is done descriptively. The results showed that spawning season of kawakawa occurs in May-October (east monsoon to transitional monsoon II), its duration was longer than in other waters. Based on the gonad maturity stages, gonad mature (stage IV) found to be dominant in July (east monsoon), which is 55% female and 40% of male gonad samples. Based on the GSI value, spawning peak season occurred in September (transitional monsoon II) and a month later (October) about 11% of female fish gonad samples showed an indication of spawning (spent). The highest fecundity with the largest egg dimater range as spawning indicator was found in east monsoon to transitional monsoon II. Spawning season of kawakawa occurs along with upwelling events in these waters, with lowest SST. The peak of the spawning season and the fishing season was happened in the same time
Heavy Metal Content in Green Mussels (Perna viridis) Cultivated in Ketapang Village, Tangerang Regency: Kandungan Logam Berat pada Kerang Hijau (Perna viridis) yang Dibudidayakan di Desa Ketapang, Kabupaten Tangerang Dwi Ernaningsih; Patanda, Mercy; Rahmani, Urip; Telussa, Riena F.
Jurnal Pengelolaan Perikanan Tropis (Journal of Tropical Fisheries Management) Vol 7 No 1 (2023): Journal of Tropical Fisheries Management (on progress)
Publisher : Departement of Aquatic Resources Management, Faculty of Fisheries and Marine Sciences, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jppt.v7i1.45094

Abstract

The aims of the study were: (1) to test the metal content in green mussels; (2) testing the metal content in seawater for aquaculture activties; and (3) calculating green mussel business income. The research was conducted in May-July 2022 at four locations, three locations in the green mussel cultivation area and the fourth location in the green mussel collection area owned by a fisherman. Selection of sampling locations by purposive sampling. Primary data was collected by field survey methods and interviews with 9 green mussel cultivators. Secondary data was obtained from the Department of Maritime Affairs and Fisheries of the Tangerang Regency and scientific publications, including other research supporting data. Data analysis of metal content in green mussels according to the Indonesian National Standard (SNI) No. 7387-2009; Analysis of heavy metal content in seawater refers to the government regulation No 22 of 2021 concerning on the implementation of environmental protection and management seawater quality standards, especially for marine life; identification of trap catches was analyzed descriptively; analysis of green mussels chart business income using net income (????), R/C ratio, and payback period. The results showed that the metal content in green mussels at location 1 exceeded the threshold value compared to the other three locations; all metal content in sea water does not exceed the threshold value. This means that the mussels can still be consumed by the public and the waters are good for mussel cultivation. Mud grouper is the main catch of traps associated with green mussel cultivation sites and the highest R/C in respondents No. 1 and 6 with a payback period of <3 years, showing that the rate of return on business capital is categorized as fast.
PENGELOLAAN KEUANGAN NELAYAN KERANG HIJAU DI DESA KETAPANG, KECAMATAN MAUK KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Rahmani, Urip; Patanda, Mercy; Ernaningsih, Dwi; Telussa, Riena F; Limbong, Mario; Stefhany, Yosi
Community Services and Social Work Bulletin Vol 2, No 2 (2022): Community Services and Social Work Bulletin Volume 2 No. 2 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31000/cswb.v2i2.7563

Abstract

Tangerang's green mussel farms are expanding. Green mussels grow swiftly and easily, thus many people plant them. Boatmen, divers, bamboo and rope sellers, clam shell peelers, clam boilers, stroller-selling clam sellers, and rice stalls that serve green clam delicacies all work hard on green mussel farms. Green mussel growers and other coastal towns rely heavily on sales. To make a life, farmers need excellent financial arrangements because yields can vary. This prompted financial management coaching for green mussel fisherman in Ketapang Village, Mauk District, Tangerang Regency. The activity took place from April to August 2022. Green mussel farmers should be able to run their enterprises and manage their money to enhance them. Counseling participants are mostly employed, according to their earnings. Most counseling clients don't know much about food-industry green mussels. Counseling changed everything. The counseling findings demonstrate participants' financial literacy. Managing revenue and expenses, borrowing tactics from financial institutions, or learning about business growth budgets. 
Optimizing The Potential and Development Strategy of The Mangrove Ecotourism Area in Tangkolak Village, Karawang Regency: Optimalisasi Potensi dan Strategi Pengembangan Kawasan Ekowisata Mangrove di Dusun Tangkolak, Kabupaten Karawang Susilawati, Rini Indah; Patanda, Mercy; Ernaningsih, Dwi
Jurnal Pengelolaan Perikanan Tropis (Journal of Tropical Fisheries Management) Vol 7 No 2 (2023): Journal of Tropical Fisheries Management
Publisher : Departement of Aquatic Resources Management, Faculty of Fisheries and Marine Sciences, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jppt.v7i2.49760

Abstract

Kawasan ekowisata mangrove Dusun Tangkolak merupakan salah satu wisata alam yaitu hutan mangrove yang ada di Desa Sukakerta, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Ekowisata mangrove Dusun Tangkolak saat ini belum memiliki manajemen pengelolaan yang baik dan sepi pengunjung. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan potensi dan mengetahui strategi yang dapat diaplikasikan melalui analisis faktor internal-eksternal di kawasan ekowisata mangrove Dusun Tangkolak. Ditemukan potensi vegetasi mangrove sebanyak 14 jenis dan fauna sebanyak 10 jenis pada empat titik stasiun. Spesies mangrove yang paling banyak di seluruh stasiun adalah Rhizophora apiculate sedangkan untuk fauna yaitu Ciconia sp. Vegetasi mangrove di kawasan ekowisata mangrove Dusun Tangkolak memiliki indeks keanekaragaman (H’) yang rendah dan tidak ada spesies yang mendominasi disetiap stasiun sedangkan fauna di kawasan ekowisata mangrove Dusun Tangkolak memiliki variasi indeks keanekaragaman dan jenis yang mendominasi adalah Ciconia sp. Alat tangkap yang digunakan oleh pengunjung maupun nelayan masyarakat sekitar saat menangkap ikan di sekitar kawasan ekowisata mangrove adalah pancing, bubu dan jala. Menentukan strategi pengembangan menggunakan analisis SWOT. Hasil analisis IFAS dan EFAS diperoleh hasil bahwa strategi pengembangan kawasan ekowisata mangrove di Dusun Tangkolak berada pada titik koordinat (2,5; 2,6) yang berada pada kuadran I yaitu memiliki kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunities) atau strategi SO
Mapping West Java Northern waters quality using sea water quality standards Patanda, Mercy; Ernaningsih, Dwi; Limbong, Mario
Depik Jurnal Ilmu Ilmu Perairan, Pesisir, dan Perikanan Vol 13, No 3 (2024): DECEMBER 2024
Publisher : Faculty of Marine and Fisheries, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.13170/depik.13.3.40641

Abstract

Poor water quality caused by the influence of activities on land and sea can disrupt the ecosystem and the existence of fish resources in coastal areas. Damage to fish habitat impacts fishing areas, resulting in a decrease in fishermens catches. Fish resources will move further away from the coast, resulting in a narrower utilization of sea space for small fishermen and leading to conflicts. Thus, this study aims to analyze the quality of the aquatic environment and map the pollution degradation in the northern waters of West Java Province. The survey method was used in this study. The types of water quality data measured were water clarity, sea surface temperature, salinity, light attenuation coefficient, total suspended solids, and chlorophyll-a. In-situ seawater quality measurements in coastal waters were carried out at 30 points. In-situ water quality data was compared with remote sensing image data. Water quality parameter data was analyzed descriptively by comparing the results obtained with seawater quality standards for marine biota based on the Decree of the Minister of Environment No. 51 of 2004 concerning Seawater Quality Standards. The results showed that the light attenuation coefficient and salinity parameter had an average that did not comply with the seawater quality standards for biota. The parameters of chlorophyll-a, brightness, suspended solids load, and sea surface temperature were still within the threshold of seawater quality standards for biota life (good condition). The environmental conditions of the northern waters of West Java Province are classified as good, were around 3,261.703 km2, while the lightly polluted area was around 3,043.452 km2. The northern waters of West Java Province, classified as lightly polluted, were concentrated in two locations, the northern waters of Bekasi, and Indramayu.Keywords:Quality standardsDegradationWest JawaWater qualityMapping
Mapping West Java Northern waters quality using sea water quality standards Patanda, Mercy; Ernaningsih, Dwi; Limbong, Mario
Depik Jurnal Ilmu Ilmu Perairan, Pesisir, dan Perikanan Vol 13, No 3 (2024): DECEMBER 2024
Publisher : Faculty of Marine and Fisheries, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.13170/depik.13.3.40641

Abstract

Poor water quality caused by the influence of activities on land and sea can disrupt the ecosystem and the existence of fish resources in coastal areas. Damage to fish habitat impacts fishing areas, resulting in a decrease in fishermens catches. Fish resources will move further away from the coast, resulting in a narrower utilization of sea space for small fishermen and leading to conflicts. Thus, this study aims to analyze the quality of the aquatic environment and map the pollution degradation in the northern waters of West Java Province. The survey method was used in this study. The types of water quality data measured were water clarity, sea surface temperature, salinity, light attenuation coefficient, total suspended solids, and chlorophyll-a. In-situ seawater quality measurements in coastal waters were carried out at 30 points. In-situ water quality data was compared with remote sensing image data. Water quality parameter data was analyzed descriptively by comparing the results obtained with seawater quality standards for marine biota based on the Decree of the Minister of Environment No. 51 of 2004 concerning Seawater Quality Standards. The results showed that the light attenuation coefficient and salinity parameter had an average that did not comply with the seawater quality standards for biota. The parameters of chlorophyll-a, brightness, suspended solids load, and sea surface temperature were still within the threshold of seawater quality standards for biota life (good condition). The environmental conditions of the northern waters of West Java Province are classified as good, were around 3,261.703 km2, while the lightly polluted area was around 3,043.452 km2. The northern waters of West Java Province, classified as lightly polluted, were concentrated in two locations, the northern waters of Bekasi, and Indramayu.Keywords:Quality standardsDegradationWest JawaWater qualityMapping
Tingkat pemanfaatan ikan Tuna Mata Besar Bigeye Tuna (thunus obesus Lowe) di WPP 572 Dan 573 dalam rangka mendukung kebijakan Penangkapan Ikan Terukur: Utilization level of Bigeye Tuna (thunnus obesus lowe) in Fishery Management Areas (FMA) 572 and 573 to support measured fishing policy Sutanto; Ernaningsih, Dwi; Rahmani, Urip
Jurnal Ilmiah Satya Minabahari Vol. 10 No. 1 (2024): JISM VOL. 10 NO. 1 Agustus 2024 - Januari 2025
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Satya Negara Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ikan tuna mata besar bigeye tuna (Thunus obesus lowe) merupakan salah satu komoditi unggulan terbesar di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman (PPSNZ). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil tangkapan per upaya (CPUE), mengestimasi hasilyang didaratkan di PPSNZ. Berdasarkan analisis model schfaer hasil tangkapan maksimum lestari ( ) sebesar 5662,27 ton, upaya optimum 3542 trip, dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) 4529,82 ton dengan rata-rata tingkat pemanfaatan ikan tuna bigeye di WPP 572 dan 573 yang didaratkan di PPSNZ berada pada status moderate atau tingkat pemanfaatan sedang. Saran yang pengajuan berdasarkan penelitian ini adalah penelitian mengenai pendekatan secara bioekonomi dan pengaruh faktor oseanografi terhadap tangkapan, baik menggunakan penginderaan jauh secara satelit (seperti suhu permukaan laut) maupun observasi lapangan langsung menggunakan alat ukur oseanografi tertentu.